Solusi Penyelesaian terhadap penahanan Nelayan Yang Melanggar Batas

tersebut dapat bermuara atau bermigrasi secara bebas dan dapat menyebabkan adanya perilaku perikanan ilegal. Di samping itu, kegiatan perdagangan atau pemasaran hasil di sekitar pulau perbatasan pulau Lirang di Indonesia maupun Pulau Kambing di RDTL juga menjadi daya tarik untuk terjadinya perikanan ilegal.

C. Solusi Penyelesaian terhadap penahanan Nelayan Yang Melanggar Batas

Teritorial Antara Indonesia–Malaysia Berdasarkan Hukum Internasional Dalam MoU Box hanya dilihat dari tingkat teknologi yang digunakan, yakni nelayan dengan perahu kecil, tanpa motor dengan peralatan yang sederhana. Kini muncul wacana, bagaimana dengan nelayan Rote, Madura atau Buton yang telah turun temurun menangkap ikan di wilayah tradisionalnya tersebut, namun ingin menerapkan peralatan yang agak maju. Akan tetapi harus dicegah pula nelayan Indonesia kawasan lain, yang secara komersial berupaya cari kesempatan mengambil sumberdaya perikanan yang tersedia di gugusan P.Pasir. Untuk menyelesaikan masalah ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut. 66 Pertama, melakukan amandemen MoU Box 1974 dan memperkuat kebijakan nasional. Kesepakatan MoU Box sudah tidak efektif, karena memberikan persepsi interpretasi bisa yang merugikan nelayan Indonesia. Defenisi yang menganggap nelayan tradisional adalah nelayan yang tidak dilengkapi dengan peralatan atau teknologi perikanan yang baik dan perahunya 66 Maimunarenhoran.blogspot.com2011_12_01_archive.html, diakses tanggal 20 Januari 2015 tidak boleh menggunakan motor atau mesin, adalah sumir. Bagaimanapun juga pemanfaatan teknologi adalah bagian dari perubahan peradaban manusia, yang berlaku juga bagi nelayan Indonesia. Penerapan kata tradisional yang meniadakan akses teknologi dalam MoU, telah membatasi hak akses bagi nelayan Indonesia yang diperkirakan sejak antara tahun 1908 - 1924 melakukan kegiatan perikanan di wilayah tersebut. Dalam hal ini, pembatasan jumlah dan ukuran kapal yang masuk dan spesies yang boleh ditangkap di wilayah tersebut akan jauh lebih efektif. Amandemen juga sebaiknya menegaskan pihak Australia untuk dapat konsisten menerapkan kebijakan perikanan terhadap nelayan Indonesia, bukan justru menetapkan kebijakan keimigrasian, penyelundupan dan lainnya yang merugikan nelayan Indonesia. Ketentuan mengenai semua larangan yang diterapkan oleh Australia justru bertentangan dengan hak tradisional nelayan Indonesia yang menurut hukum kebiasaan internasional yang kemudian dikodifikasi dalam Pasal 51 Konvensi Hukum Laut PBB The United Nations Convention on the Law of the SeaUNCLOS 1982 wajib memperoleh penghormatan dan perlindungan dari Pemerintah Australia meskipun wilayah Pulau Pasir dan sekitarnya tunduk di bawah kedaulatan Australia. Apalagi telah berlaku Deklarasi Perserikatan Bangsa- bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples yang telah berlaku sejak 13 September 2007 yang menjamin hampir semua masyarakat adat di dunia untuk dapat mengklaim wilayah daratan dan wilayah kelautan yang telah lama mereka diami jauh sebelum para penjajah datang menjajah dan mencaplok wilayah-wilayah mereka. Jika pengakhiran MoU yang ditempuh Indonesia, maka akibat hukumnya, MoU 1974 ini menjadi berakhir dan hak nelayan Indonesia dikembalikan kepada kedudukan sebelumnya yakni seperti yang dilakukan nenek moyang Indonesia sejak ratusan tahun yang silam. Sebaliknya jika persoalan ini di bawah ke salah satu peradilan internasional, maka hak nelayan Indonesia di sekitar Pulau Pasir memiliki peluang untuk dipulihkan kembali sebab kewajiban penghormatan terhadap hak nelayan tradsional secara turun-temurun telah memperoleh pengakuan secara yuridis dalam UNCLOS 1982 maupun Deklarasi Perserikatan Bangsa-bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples yang telah berlaku sejak 13 September 2007. Pemerintah Indonesia yang lainnya adalah lakukan pendampingan hukum terhadap para nelayan yang masih ditahan. Sedangkan khusus bagi nelayan tradisional yang ditahan, Pemerintah Indonesia harus mengajak Pemerintah Australia untuk membuka dan membaca kembali isi perjanjian 1974 mengenai traditional fishing rights. Hal lain yang sangat penting dilakukan Pemerintah Indonesia adalah, di samping perlunya pemberdayaan nelayan tradisional, juga perlu dilakukan pendidikan dan penyadaran hukum. Mengingat, sebagai nelayan tradisional, mereka melakukan apa yang orang tuanya dulu lakukan. Dengan kata lain, nelayan tradisional melanjutkan keahlian dan kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun untuk mempertahankaan hidup mencari nafkah. Padahal, hukum dan peraturan perikanan baik nasional maupun internasional terus berkembang seiring dengan perkembangan masalah dan teknologi yang mengancam kelestarian sumberdaya ikan sustainable fisheries resources. 67 67 Ibid Dan isu yang berkembang di dunia perikanan sekarang ini adalah pemberantasan terhadap Illegal Unreported Unregulated IUU Fishing. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Pengelolaan Wilayah Perbatasan Darat Antara Indonesia Dengan Malaysia Pada Lembaga Perbatasan General Border Committee (Gbc) Menurut Perspektif Hukum Internasional

14 144 169

Bentuk Pertanggungjawaban Indonesia Atas Protes Malaysia Dan Singapura Dalam Masalah Kabut Asap Dan Kebakaran Hutan Di Propinsi Riau

7 69 97

Yurisdiksi Wilayah Udara Suatu Negara Dalam Perspektif Hukum Internasional

4 74 94

Pemetaan Konflik Nelayan Tradisional Dengan Nelayan Pukat Tarik Menggunakan Model SIPABIO (Kajian pada konflik masyarakat nelayan di desa Bagan Asahan, Kec. Tanjung Balai, Kab. Asahan Tahun 2011-2013)

17 213 111

PROSES PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PEMBAJAKAN KAPAL DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL.

0 0 6

PENYELUNDUPAN IMIGRAN DI PERAIRAN INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL.

0 0 16

Sengketa Wilayah Kashmir Antara India Dan Pakistan Ditinjau Dari Hukum Internasional - Ubaya Repository

0 0 8

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional - Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi Antara Indonesia – Malaysia Ditinjau Dari Hukum Internasi

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi Antara Indonesia – Malaysia Ditinjau Dari Hukum Internasional

0 0 27

BAB II YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI ATAS WILAYAH LAUT BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL A. Sejarah Hukum Laut Internasional - Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional

0 0 17