Latar Belakang Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi Antara Indonesia – Malaysia Ditinjau Dari Hukum Internasional

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batas wilayah yang memisahkan satu negara dengan negara lain merupakan permasalahan yang sangat konflek sekali. Tidak jarang hampir disetiap negara sering terjadi konflik antar negara lebih banyak terpokus pada persoalan perbatasan. 1 Perbatasan yang terdapat didaratan suatu wilayah biasanya ditandai dengan tanda-tanda patok atau tugu yang sudah menjadi kesepakatan bersama antara pemerintah negara-negara yang memiliki batas satu daratan dengan bukti kesepakatan yang ditandatangani bersama dibawah naungan DK PBB yang menangani tentang perbatasan suatu batas negara berdaulat. Selain ditandai dengan patok atau tugu, perbatasan batas wilayah negara berdaulat bisa juga ditandai dengan bentangan memanjang bangunan berbentuk pagar batas yang tentunya berdasarkan kesepakatan bersama pula. Peraturan dan perundangan-undangan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa selanjunya disebut DK PBB tentang pengaturan dan kesepakatan perbatasan wilayah negara di dunia menyebutkan bahwa perbatasan adalah garis khayalan yang memisahkan dua atau lebih wilayah politik atau yurisdiksi seperti negara, negara bagian atau wilayah subnasional. 2 Sementara itu yang masih sangat sulit untuk ditandai dan dibuktikan dengan tanda yang akurat dan identik adalah soal tanda batas perbatasan wilayah 1 Hankam.kompasiana.com20110413Indonesia vs Malaysia Fenomena perbatasan negara berdaulat 355153.html, diakses tanggal 1 Januari 2015 2 Ibid yang memisahkan satu negara dengan negara lain yang berhubungan dilautan lepas dan batas wilayah penerbangan. Disinilah yang sering kali terjadi konflik antar negara dan warga perbatasan. Di Indonesia sendiri soal perbatasan antar wilayah batas negara dengan negara tetangga lainnya hingga sekarang masih belum terselesaikan dengan tuntas. Pesoalan perbatasan di Indonesia dengan negara-negara tetangganya sering kali terjadi kesalahpahaman, dan hal itu sering terjadi pelanggaran yang banyak dilanggar oleh negara-negara tetangga, seperti batas wilayah perbatasan antara Indonesia Malaysia, Indonesia Singapura, Indonesia Philipina, Indonesia Papuanugini, Indonesia Timor Leste, dan Indonesia Australia. Indonesia sebagai Negara kepulauan yang memiliki laut teritorial yang diukur dari pulau-pulau terluar dan memiliki kedaulatan penuh atas pulau-pulau terluar tersebut. Kedaulatan suatu Negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya dan dalam hal suatu Negara Kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya dinamakan laut territorial. 3 Luas wilayah laut Indonesia dapat dirinci menjadi 0,3 juta km laut territorial, 2,8 juta km perairan nusantara dan 2,7 km Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 4 Sumber daya alam harus dijamin kelestariannya antara lain dengan tetap mempertahankan lingkungan laut. Pada kondisi yang menghubungkan bagi hakikat laut, juga sistem pengelolaan dalam mengupayakan sumber daya alam 3 Pasal 2 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut 1982. 4 Kasjian Romimohtarto, Pengelolaan Pemanfaatan Kekayaan Hayati dan Nabati di Perairan Indonesia Jakarta, Seminar Hukum Nasional V, 1990 hal.1 yang ada. Tumbuhnya kesadaran yang diciptakan mengordinasikan laut ataupun dalam memenuhi kebutuhan dari laut, merupakan langkah untuk mewujudkan pelestarian lingkungan laut, sekalian sumber yang terkandung dalam laut tidak terbatas. Didalam mengupayakan laut misalnya penangkapan ikan, jenis ikan yang berlebihan dengan menggunakan pukat harimau sangatlah berbahaya dan dapat menimbulkan kepunahan itu tidak dapat dirasakan dalam jangka waktu yang pendek. 5 5 P.Joko Subagyo, Hukum Laut Indonesia Jakarta: Reneka Cipta, 1991, hal.31 Pelanggaran perbatasan batas suatu negara sering terjadi dilakukan oleh tingkah laku politik berkepentingan oleh salah satu negara perbatasan yang melibatkan warga masyarakat di perbatasan, militer dan perubahan peta perbatasan yang sepihak oleh negara yang menginginkan suatu perluasan wilayah yang banyak memiliki kandungan sumber alam. Indonesia sendiri hal tersebut di atas sering terjadi semacam itu, dan biasanya selalu dimulai dengan provokasi ganda yang dilakukan oleh negara tetangganya. Baik dengan cara penyerobotan batas wilayah perbatasan dengan invansi militer, penghilangan tanda bukti batas perbatasan, pembangunan ilegal sebuah bangunan atau kawasan yang dibangun melebihi batas negara yang telah disepakati, atau juga adanya perubahan peta perbatasan yang sepihak yang dilakukan oleh negara bersangkutan salah satu negara tetangga yang berkeinginan untuk memperluas wilayah teritorialnya dengan melakukan perubahan peta internasional soal tanda batas garis perbatasan wilayah negara secara ilegal dan sepihak. Petugas Dinas Perikanan dan Kelautan Indonesia menangkap sejumlah nelayan asal Malaysia yang diduga masuk ke perairan Indonesia untuk menangkap ikan pada Jumat 7 April lalu. Belum diketahui berapa jumlah nelayan yang ditangkap atas pelanggaran batas wilayah tersebut. Menteri Pertahanan Datuk Seri Dr Ahmad Zahid Hamidi membenarkan penangkapan tersebut. Penangkapan tersebut terjadi di Selat Malaka sekitar 25 mil laut dari perbatasan Malaysia-Indonesia, dan 45 mil laut barat daya Penang. Malaysia mengklaim penangkapan tersebut berlebihan. Pasalnya dua kapal nelayan tersebut masih berada di wilayah Malaysia. Namun Juru bicara Mari-time Enforcement Agency MMEA mengatakan, penangkapan tersebut melanggar hukum internasional. 6 Mereka menggunakan alat tangkap terlarang Trawl yang melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Jo Pasal 92 Jo Pasal 93 ayat 2 Jo Pasal 86 ayat 1 UU No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,” kata Mukhtar, sebagai Kepala Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan PSDKP Belawan. Penangkapan kapal dimulai saat ketika patroli bersama KKP dan Badan Koordinasi Keamanan Laut Bakorkamla, Lalu kapal pengawas, Hiu 001 melihat dua kapal Malaysia yang sedang beraksi Sebelumnya Malaysia bersikeras bahwa dua kapal Malaysia yang mencari ikan tersebut masih berada di wilayah perairan mereka. Kantor Berita Malaysia, Bernama mengabarkan, Malaysia mengklaim bahwa penangkapan kapal tersebut dilakukan sekitar 25 mil dari perbatasan dan 45 mil dari barat daya Penang, Malaysia. 6 Regional.kompasiana.com20130531Tertangkapnya Nelayan Malaysia Yang- Menangkap Ikan di Perairan Laut Indonesia-560899.html, diakses tanggal 1 Januari 2015 itu di wilayah perairan Indonesia. Kapal pertama KF 5195 yang ditangkap lalu selanjutnya kapal kedua KF 5325 dengan pukat atau jaring ikan. Pada masing- masing kapal, terdapat sejumlah lima warga negara Thailand. Dan sepuluh anak buah kapal ABK tersebut akan dituntut dan dihukum karena melanggar Undang- Undang UU tentang Perikanan. Kepentingan-kepentingan dunia atas hukum laut yang telah terlihat dalam perjalanan sejarah dunia mencapai puncaknya pada abad ke-20. 7 Dalam menyikapi berbagai tantangan dan permasalahan di bidang kelautan tersebut, masyarakat internasional telah mengupayakan serangkaian usahauntuk membentuk satu rezim Hukum Laut Internasional. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan seperti tersedianya kapal-kapal yang lebih cepat, bertambah pesatnya perdagangan dunia, serta kecanggihan teknologi dan informasi, membawa konsekuensi bertambahnya perhatian yang diarahkan kepada usaha penangkapan ikan serta kekayaan dari lautan. 8 Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea, yang diundangkan pada tanggal 31 Januari 1985. Indonesia a, Konferensi terakhir, yaitu Konferensi Hukum Laut PBB III telah berhasil menghasilkan Konvensi tentang Hukum Laut InternasionalUnited Nation Convention on the Law of the Sea untuk selanjutnya disebut dengan UNCLOS 1982. Salah satunya poin penting dari UNCLOS 1982 bagi Indonesia adalah diakuinya rezim Negara Kepulauan. 7 Chairul Anwar, Horizon Baru Hukum Laut Internasional: Konvensi Hukum Laut 1982 Jakarta: Djambatan, 1989, hal. 6-7. 8 H.A. Smith, The Law and Custom of the Sea, 2nd ed, London: Stevens Sons Limited, 1954, hal. 3. Undang-Undang tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea, UU No. 17 Tahun 1985. Sampai saat ini telah diadakan empat kali usaha untuk memperoleh suatu himpunan Hukum Laut Internasional yang menyeluruh, yaitu: 1. Konferensi Kodifikasi Den Haag 1930 The Hague Codification Conference in 1930 di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa. 2. Konferensi Hukum Laut PBB I tahun 1958 The UN Conference on the Law of the Sea yang menghasilkan empat konvensi penting, yaitu: Konvensi tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan The Convention on Territorial Sea and Contiguous Zone, Konvensi tentang Laut Bebas The Convention on the High Seas, Konvensi tentang Landas Kontinen The Convention on Continental Shelf, dan Konvensi tentang Perikanan dan Perlindungan Sumber-Sumber Hayati di Laut Bebas The Convention on Fishing and Conservation of Living Resources of The High Seas. 3. Konferensi Hukum Laut PBB II tahun 1960 the UN Conference on the Law of the Sea. 4. Konferensi Hukum Laut PBB III di Montego Bay, Jamaika yang menghasilkan Konvensi 
Hukum Laut 1982 UN Convention on The Law of The Sea 1982. 
 Berdasarkan Pasal 46 UNCLOS 1982, Negara Kepulauan adalah negara- negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih Kepulauan. Adapun yang dimaksud dengan Kepulauan ialah sekumpulan pulau-pulau, perairan yang saling bersambung inter-connecting waters, dan karakteristik ilmiah lainnya dalam pertalian yang demikian eratnya sehingga membentuk suatu kesatuan instrinsik geografis, ekonomi, dan politis atau secara historis memang dipandang sebagai demikian. 9 Negara kepulauan menarik garis pangkal baseline 10 dengan menggunakan metode garis pangkal Kepulauan archipelagic baseline. Konsekuesi penarikan garis pangkal dengan cara demikian adalah terjadinya perubahan status bagian-bagian laut yang tadinya merupakan laut bebas menjadi laut wilayah Negara Kepulauan. 11 9 Mohamed Munavvar, Ocean States: Archipelagic Regimes in the Law of the Sea Dordrecht: Martinus Nijhoff, 1995, hal. 5. 10 R. R. Churcill dan A. V. Lowe, The Law of The Sea, 3rd ed., Manchester: Manchester University Press, 1999, hal.31. 11 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2008 Tentang Peraturan Pengganti Peraturan Pemerintah 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Indonesia b. Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Pengganti Peraturan Pemerintah 38 Tahun 2002 Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. PP No. 37 Tahun 2008. Oleh karena itu, pengakuan terhadap negara kepulauan tersebut dibarengi dengan berbagai pengaturan lain yang memberikan jaminan terhadap hak lintas damai right of innocent passage dan hak lintas melalui alur-alur laut Kepulauan the right of archipelagic sealanes passage bagi kapal asing dalam laut pedalaman Negara Kepulauan. Selain itu, Negara Kepulauan juga harus menghormati hak-hak penangkapan ikan tradisional dari negara-negara tetangga dan perjanjian-perjanjian yang telah ada dengan negara lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 311 2 UNCLOS 1982 yang menyatakan bahwa, “this Convention shall not alter the rights and obligations of State Parties which arise from other agreements compatible with this Convention”. Hak Penangkapan Ikan Tradisional Traditional Fishing Rights merupakan hak yang diberikan kepada nelayan-Nelayan Tradisional negara tetangga untuk melakukan penangkapan ikan secara tradisional di Perairan Kepulauan tertentu berdasarkan perjanjian bilateral. 12 An archipelagic State shall respect existing agreements with other States and shall recognize traditional fishing rights and other legitimate activities of the immediately adjacent neighbouring States in certain areas falling within archipelagic waters. The terms and conditions for the exercise of such rights and activities, including the nature, the extent and the areas to which they apply, shall, at the request of any of the States concerned, be regulated by bilateral agreements between them. Pengakuan terhadap hak tersebut diakomodir di dalam Bab IV Pasal 51 ayat 1 UNCLOS 1982 yang menyebutkan: 13 12 Departemen Kelautan dan Perikanan, Analisis Kebijakan tentang Pembentukan Badan Hukum, Keamanan dan Keselamatan Laut Jakarta: DKP, 2008, hal. 7. 13 United Nations, The Law of the Sea, Official Text of the United Nations Convention on the Law of the Sea New York: United Nations, 1983, Pasal 51 ayat 1. terjemahan bebas: ...Negara Kepulauan harus menghormati perjanjian yang ada dengan negara lain dan harus mengakui hak penangkapan ikan tradisional dan kegiatan lain yang sah negara tetangga yang langsung berdampingan dalam daerah tertentu yang berada dalam Perairan Kepulauan. Syarat dan ketentuan bagi pelaksanaan hak dan kegiatan demikian, termasuk sifatnya, ruang lingkup dan daerah di mana hak dan kegiatan demikian berlaku, atas permintaan salah satu negara yang bersangkutan harus diatur dengan perjanjian bilateral antara mereka. Sejak ditangkap, dua kapal itu masih bersandar di Lantamal Belawan, Sumatra Utara. Hasil pemeriksaan menunjukkan kedua kapal mengantongi dokumen Malaysia. Namun, nahkoda dan awak berkewarganegaraan Thailand. Mereka masih berada di atas kapal. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, Pemerintah Indonesia tetap melakukan pemeriksaan terhadap nelayan Malaysia yang ditangkap karena memasuki perairan Indonesia. Pemeriksaan dilakukan kendati Pemerintah Malaysia telah melayangkan surat protes kepada Pemerintah Indonesia. “Diproses sesuai dengan aturan yang ada,” 14 Tentara Nasional Indonesia mendukung langkah KKP yang mengarahkan senapan ke arah tiga helikopter Malaysia, saat melakukan manuver berbahaya yang hendak menggagalkan kapal patroli KKP saat menggiring dua kapal nelayan Sementara itu, Malaysia masih saja memprotes penangkapan itu dan menjadi berita hangat di media massa negara tersebut. Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman telah mengirim nota kepada Kedua Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, Pemerintah Indonesia tetap melakukan pemeriksaan terhadap nelayan Malaysia yang ditangkap karena memasuki perairan Indonesia. Pemeriksaan dilakukan kendati Pemerintah Malaysia telah melayangkan surat protes kepada Pemerintah Indonesia. “Diproses sesuai dengan aturan yang ada kedutataan Besar Indonesia di Kuala Lumpur, terkait peristiwa tersebut. Kementerian Kelautan dan Perikanan tetap yakin bahwa nelayan Malaysia telah memasuki perairan Indonesia. Petugas Indonesia yang telah menangkap nelayan Malaysia, kata Fadel, telah melakukan tindakan yang benar. 14 Hankam.kompasiana. Op.cit. tersebut. Dua kapal nelayan itu kini ditahan di Pangkalan Angkatan Laut Belawan. penegakan hukum di laut banyak instansi yang terlibat. Di antaranya KKP dan TNI Angkatan Laut di bawah Badan Koordinasi Keamanan Laut Bakorkamla. Instansi yang menemukan pelanggaran di laut, akan menindaklanjuti pelanggaran tersebut. Dalam kasus tersebut penangkapan dua kapal nelayan itu dilakukan oleh instansi KKP. Keterkaitan kasus ini dari segi geopolitik. Sesuai dengan wawasan nusantara sebagai pembangungan nasional mengenai hal yang mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagai persatuan dan keamanan negara. Ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara serta bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan negara dan bangsa. Dari sini diambil landasan dari Deklarasi Juanda 1957 bahwa pelanggaran Malaysia yang menangkap ikan di perairan laut Indonesia merupakan tindakan yang melanggar hukum territorial yaitu peraturan pemerintah No.8 tahun 1960 tentang lalulintas laut damai perairan Indonesia. Peraturan ini menentukan aturan- aturan, antara lain tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing di perairan pedalaman, pengertian dan makna lau lalu lintas damai kendaraan asing, serta bentuk dan luas kedaulatan wilayah nusantara. Maka dari itu penegakan hukum mengenai kasus ini harus segera diusut agar nantinya tidak merugikan bangsa Indonesia dalam beberapa hal seperti : terkurasnya sumberdaya laut Indonesia yang secara tersembunyi dilakukan oleh negara lain, pengklaiman batas wilayah perairan, perang angkatan laut, rusaknya hubungan kerjasama kedua negara kerena, dan masih banyak hal yang bisa tejadi jika kasus ini hanya di diamkan dan tidak di beri efek jera. 15 15 Ibid Keterkaitan kasus ini di lihat dari segi geostrategic. Berdasasarkan dengan konsepsi geostrategis Indonesia ketahanan Indonesia yang merupakan strategi nasional bangsa Indonesia dalam memanfaatkan wilayah kedaulatan negara sebagai ruang hidup nasional untuk merancang arahan tentang kebijakan, sarana, serta sasaran pembangunan untuk mencapai kepentingan dan tujuan nasional tersebut. Dalam peninjauan kasus ini dengan konsepsi geostrategic tentunya memiliki pandangan tentang sejauhmana kondisi pertahanan negara melalui Angkatan laut yang bertugas menjaga kedaulatan wilayah perairan laut secara maksimal sudah memberi kontribusi penuh terhadap amannya kedaulatan tersebut, karena dengan melihat kasus penangkapan ikan oleh negara lain ini menandakan kurang jelinya pertahanan dan keamanan di negara tentunya masih melemasnya penegakan hukum di Indonesia. Sehingga harusnya pemerintah dan TNI-AL dapat bersama-sama memperkuat keamanan dalam mengatasi dan menanggapi segala macam anggapan dan ancaman, gangguan, dan tantangan baik dari dalam maupun dari luar yang sifatnya mengancam integritas, identitas kelangsungan hidup bangsa dan negara , serata perjuangan nasiona. Di sini sudah sangat jelas tindakan penangkapan ikan di perairan laut Indonesia yang dilakukan oleh negara lain sangat merugikan dalam berbagai hal antara lain: kerugian segi ekonomi, politik, kesenjangan sosial, bahkan harga diri kedaulata bangsa dipertaruhkan. Tertib hukum internasional dilandasi prinsip kedaulatan negara. Setiap Negara merdeka memiliki kedaulatan untuk mengatur segala sesuatu yang ada maupun yang terjadi di wilayah atau teritorialnya. Sebagai implementasi dimilikinya kedaulatan, negara berwenang untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum dan untuk menegakkan atau menetapkan ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu peristiwa, kekayaan dan perbuatan. Kewenangan ini dikenal sebagai yurisdiksi negara dalam hukum internasional. 16 Yurisdiksi negara dalam hukum internasional jelas berperan sangat penting dalam tiap-tiap negara, dengan demikian tiap negara berwenang untuk menetapkan ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu peristiwa, kekayaan dan perbuatan apapun yang terjadi di wilayah atau teritorialnya. Persetujuan-persetujuan tersebut sebagian besar ditetapkan sebelum lahirnya UNCLOS 1982, yaitu dengan berpedoman kepada ketentuan-ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa tentang Hukum Laut 1958, dan kepada Undang- Undang No. 4Prp. tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Pada tanggal 11 Desember 1989 sesuai dengan ketentuan Pasal 83 ayat 2 UNCLOS 1982, dengan Australia, Indonesia pernah sepakat untuk menerapkan pengaturan sementara mengenai daerah landas kontinen yang tumpang tindih di Celah Timor melalui penandatanganan dan peratifikasi an Perjanjian antara Republik Indonesia dan Australia mengenai Zona Kerja Sama di daerah antara Propinsi Timor Timur dan Australia Bagian Utara Undang-Undang No. 11991, LN 19916. Namun 16 Ishma-alhamid.blogspot.com201305Yurisdiksi Negara Dalam Hukum.html, diakses tanggal 28 Maret 2015. dengan beralihnya Timor Timur menjadi Timor Leste, perjanjian kerja sama ini telah dibatalkan melalui suatu Ketetapan MPR. Pada tanggal 17 Oktober 2014 pemerintah mengundangkan Undang- undang No. 32 tahun 2014 tentang Kelautan, yang berisi ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemanfaatan dan pengelolaan laut dari berbagai aspek kehidupan yang mencakup politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan yang didasarkan pada pandangan bahwa laut merupakan modal dasar pembangunan nasional. Masih perlu dikaji lebih lanjut apakah Undang-undang ini sudah merupakan suatu undang-undang yang integratif-komprehensif, dan mampu menghilangkan berbagai hambatan yang ada selama ini karengan pengaturan yang ada sifatnya sektoral. Berdasarkan latar belakang di atas merasa tertarik memilih judul Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi antara Indonesia – Malaysia Ditinjau dari Hukum Internasional

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengelolaan Wilayah Perbatasan Darat Antara Indonesia Dengan Malaysia Pada Lembaga Perbatasan General Border Committee (Gbc) Menurut Perspektif Hukum Internasional

14 144 169

Bentuk Pertanggungjawaban Indonesia Atas Protes Malaysia Dan Singapura Dalam Masalah Kabut Asap Dan Kebakaran Hutan Di Propinsi Riau

7 69 97

Yurisdiksi Wilayah Udara Suatu Negara Dalam Perspektif Hukum Internasional

4 74 94

Pemetaan Konflik Nelayan Tradisional Dengan Nelayan Pukat Tarik Menggunakan Model SIPABIO (Kajian pada konflik masyarakat nelayan di desa Bagan Asahan, Kec. Tanjung Balai, Kab. Asahan Tahun 2011-2013)

17 213 111

PROSES PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PEMBAJAKAN KAPAL DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL.

0 0 6

PENYELUNDUPAN IMIGRAN DI PERAIRAN INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL.

0 0 16

Sengketa Wilayah Kashmir Antara India Dan Pakistan Ditinjau Dari Hukum Internasional - Ubaya Repository

0 0 8

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional - Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi Antara Indonesia – Malaysia Ditinjau Dari Hukum Internasi

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi Antara Indonesia – Malaysia Ditinjau Dari Hukum Internasional

0 0 27

BAB II YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI ATAS WILAYAH LAUT BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL A. Sejarah Hukum Laut Internasional - Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional

0 0 17