Pengaturan Hukum Laut Indonesia

C. Pengaturan Hukum Laut Indonesia

1. Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan atas UNCLOS 1982 Pada tanggal 31 Desember 1985 pemerintah mengeluarkan Undang- Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea Konvensi PBB tentang Hukum Laut untuk meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut pada tahun 1982. Menurut UNCLOS, Indonesia berhak untuk menetapkan batas-batas terluar dari berbagai zona maritim dengan batas- batas maksimum ditetapkan sebagai berikut: 39 a. Laut Teritorial sebagai bagian dari wilayah negara : 12 mil-laut; b. Zona Tambahan dimana negara memiliki yurisdiksi khusus : 24 mil-laut; c. Zona Ekonomi Eksklusif : 200 mil-laut, dan d. Landas Kontinen : antara 200 – 350 mil-laut atau sampai dengan 100 mil- laut dari isobath kedalaman 2.500 meter. Pada ZEE dan Landas Kontinen, Indonesia memiliki hak-hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber kekayaan alamnya. Di samping itu, sebagai suatu negara kepulauan Indonesia juga berhak untuk menetapkan: 40 1. Perairan Kepulauan pada sisi dalam dari garis-garis pangkal kepulauannya, 2. Perairan pedalaman pada perairan kepulauannya. Berbagai zona maritim tersebut harus diukur dari garis-garis pangkal atau garis-garis dasar yang akan menjadi acuan dalam penarikan garis batas. 39 Eleveners.wordpress.com20100119Dasar Hukum Pengaturan Wilayah Negara di Laut, diakses tanggal 20 Januari 2015 40 Ibid 2. Undang-Undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia Pada tanggal 8 Agustus 1996, Pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, yang lebih mempertegas batas-batas terluar outer limit kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia di laut, juga memberikan dasar dalam penetapan garis batas boundary dengan negara negara tetangga yang berbatasan, baik dengan negara-negara yang pantainya berhadapan maupun yang berdampingan dengan Indonesia. Pada dasarnya undang-undang ini memuat ketentuan-ketentuan dasar tentang hak dan kewajiban negara di laut yang disesuaikan dengan status hukum dari berbagai zona maritim, sebagaimana diatur dalarn UNCLOS. Batas terluar laut teritorial Indonesia tetap menganut batas maksimum 12 mil laut, dan garis pangkal yang dipakai sebagai titik tolak pengukurannya tidak berbeda dengan pengaturan dalam Undang-Undang No. 4Prp. tahun 1960 yang disesuaikan dengan ketentuan baru sebagaimana diatur dalam UNCLOS. 3. Peraturan Pemerintah, No. 61 tahun 1998 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna, diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 6 ayat 2 dan ayat 3 Undang- undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang menentukan bahwa Daftar Koordinat tersebut harus didepositkan di Sekretariat Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Undang-undang No. 6 tahun 1996 tersebut kemudian dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 1998 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia di sekitar Kepulauan Natuna, yang kemudian dicabut dan digantikan dengan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia, dengan melampirkan daftar koordinat geografis titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia. Daftar koordinat ini tidak dimasukkan sebagai ketentuan dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini dengan tujuan agar perubahan atau pembaharuan updating data dapat dilakukan dengan tidak perlu mengubah ketentuan dalam batang tubuh Peraturan Pemerintah ini. Lampiran- lampiran tersebut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Selain itu terdapat pula beberapa undang-undang yang dikeluarkan sebelum Indonesia meratifikasi UNCLOS pada tahun 1985 yang belum diubah yaitu: 1. Undang-undang No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia Undang-Undang ini dibuat berdasarkan ketentuan Konvensi Jenewa tentang Landas Kontinen tahun 1958 yang menganut penetapan batas terluar landas kontinen berbeda dengan UNCLOS. Dengan demikian perlu diadakan perubahan terhadap undang-undang ini dengan menyesuaikan sebagaimana mestinya ketentuan tentang batas terluar landas kontinen. 2. Undang-undang No. 5 tahun 1983 tentang ZEE Indonesia Menurut Undang- Undang ini di ZEE, Indonesia mempunyai hak-hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam hayati dengan mentaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi. Batas terluar ZEE Indonesia ditetapkan sejauh 200 mil-laut. Sampai saat ini Indonesia belum mengumumkan zona tambahannya maupun memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penetapan batas terluar, maupun tentang penetapan garis batas pada zona tambahan yang tumpang tindih atau yang berbatasan dengan zona tambahan negara lain. Badan Pembinaan Hukum Nasional dari Departemen Kehakiman dan HAM pernah melakukan pengkajian dan menghasilkan suatu naskah akademik dan RUU tentang Zona Tambahan, namun sampai saat ini belum menjadi Undang-Undang. Ketentuan Pasal 47 ayat 8 dan 9 dari UNCLOS, garis-garis pangkal yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut harus dicantumkan dalam peta atau peta-peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk menegaskan posisinya. Sebagai gantinya dapat dibuat daftar koordinat geografis titik-titik yang secara jelas memerinci datum geodetik. BAB III STATUS PERBATASAN WILAYAH PERAIRAN DAN WILAYAH YURISDIKSI ANTARA NEGARA INDONESIA DENGAN NEGARA MALAYSIA

A. Sejarah Hubungan Indonesia dengan Malaysia

Dokumen yang terkait

Pengelolaan Wilayah Perbatasan Darat Antara Indonesia Dengan Malaysia Pada Lembaga Perbatasan General Border Committee (Gbc) Menurut Perspektif Hukum Internasional

14 144 169

Bentuk Pertanggungjawaban Indonesia Atas Protes Malaysia Dan Singapura Dalam Masalah Kabut Asap Dan Kebakaran Hutan Di Propinsi Riau

7 69 97

Yurisdiksi Wilayah Udara Suatu Negara Dalam Perspektif Hukum Internasional

4 74 94

Pemetaan Konflik Nelayan Tradisional Dengan Nelayan Pukat Tarik Menggunakan Model SIPABIO (Kajian pada konflik masyarakat nelayan di desa Bagan Asahan, Kec. Tanjung Balai, Kab. Asahan Tahun 2011-2013)

17 213 111

PROSES PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PEMBAJAKAN KAPAL DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL.

0 0 6

PENYELUNDUPAN IMIGRAN DI PERAIRAN INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL.

0 0 16

Sengketa Wilayah Kashmir Antara India Dan Pakistan Ditinjau Dari Hukum Internasional - Ubaya Repository

0 0 8

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional - Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi Antara Indonesia – Malaysia Ditinjau Dari Hukum Internasi

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi Antara Indonesia – Malaysia Ditinjau Dari Hukum Internasional

0 0 27

BAB II YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI ATAS WILAYAH LAUT BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL A. Sejarah Hukum Laut Internasional - Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional

0 0 17