Perbatasan Wilayah Negara Indonesia dengan Negara Tetangga

Negara kepulauan dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau terluar termasuk pulau-pulau utama dengan perbandingan negara kepulauan tersebut adalah antara laut dan daratan dengan satu berbanding satu dan sembilan berbanding satu 1:1 dan 9:1. Panjang garis pangkal tersebut tidak boleh melebihi 100 mil laut kecuali 3 dari jumlah seluruh garis pangkal yang mengelili setiap kepulauan dapat melebihi panjang tersebut sampai maksimum 125 mil laut. Penarikan garis pangkal ini tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari konfigurasi umum, dan juga tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut low-tide elevations kecuali terdapat mercu suar atau instalasi permanen dan jaraknya tidak melebihi lebar laut territorial, yaitu 12 mil. Negara kepulauan tidak boleh menarik garis pangkal itu yang memotong laut territorial, atau zona ekonomi eksklusif Negara lain. Konvensi Hukum Laut 1982 mewajibkan negara kepulauan untuk menghormati hak-hak dan kepentingan sah dari Negara tetangganya. Penetapan garis pangkal ini harus dicantumkan dalam peta Negara tersebut dengan daftar koordinat geografis yang secara jelas merinci datum geodatiknya Pasal 47 konvensi hukum laut 1982

E. Perbatasan Wilayah Negara Indonesia dengan Negara Tetangga

Negara Indonesia memiliki prinsip semangat good neighboorhood policy yang artinya semangat kebijakan negara bertetangga yang baik dalam menyelesaikan masalah perbatasan wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa negara Indonesia mengedepankan jalan damai misalnya dengan melakukan perundingannegoisasi untuk mencapai kesepakatan bersama. Meskipun perjanjian tersebut sudah disepakati bersama, tetapi real-nya sering terjadi sengketa akibat pengakuan sepihak mengenai suatu kepentingan serta tidak displinnya suatu negara dalam menjalankan perjanjian. 47 Meskipun perjanjian bilateral mengenai perbatasan di Selat Malaka sudah disepakati, namun masih terjadi sengketa antara kedua negara. Menurut Patroli Kementrian Kelautan Perikanan KKP, mereka berhasil menangkap dua kapal Malaysia yang sedang menangkap ikan di kawasan ZEE Indonesia di Selat Malaka. Hal ini tentu merupakan pelanggaran karena memasuki wilayah Indonesia serta mengambil sumber daya Indonesia secara ilegal. Namun ketika petugas Patroli KKP itu menangkap dua kapal Malaysia lalu di tengah perjalanan muncul tiga helikopter Patroli Malaysia yang mengahalangi penangkapan tersebut, padahal dua kapal tersebut memang melakukan kesalahan. Pada akhirnya Perjanjian Republik Indonesia-Malaysia mengenai perbatasan di Selat Malaka dan sengketa yang terjadi Kesepakatan antara Indonesia dengan Malaysia mengenai Selat Malaka terdapat pada “Perjanjian antara Republik Indonesia dan Malaysia tentang penetapan garis batas laut wilayah kedua negara di Selat Malaka”. Isi perjanjian tersebut sesuai ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-undang No. 4 Prp. tahun 1960 yang menyatakan bahwa “Jika ada selat yang lebarnya tidak melebihi 24 mil laut dan negara Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis batas laut wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.” Maka sesuai kesepakatan bahwa, garis batas laut wilayah tersebut sesuai dengan garis batas landas kontinen antara kedua negara di Selat Malaka yang mulai berlaku pada bulan November 1969. 47 http:www.tabloiddiplomasi.orgprevious-isuue105-september-2010925-wilayah- perbatasan-yang-belum-memiliki-ketetapan.html, diakses tanggal 20 Januari 2015 helikopter Malaysia itupun berhenti menghalangi karena pertugas Patroli KKP Indonesia tidak memerdulikan tiga helokopter tersebut. Kasus ini menunjukan tidak displinnya Malaysia dalam menaati perjanjian yang sudah disepakati dan diperparah lagi dengan pembelaan Patroli Malaysia padahal kapal tersebut jelas- jelas melanggar aturan. Indonesia dan Malaysia memang sudah menetapkan garis batas landas kontinen tahun 1969 sehingga sudah adanya kejelasan dalam pembagian dasar laut dan kekayaan alam misalnya kekayaan minyak, gas. Namun belum adanya kejelasan mengenai pembagian tubuh air dan kekayaannya seperti ikan. Ketidakjelasan tersebut mengakibatkan Indonesia dan Malaysia memiliki pengakuan masing-masing. Indonesia mengakui garis tengah antara Indonesia dan semenanjung Malaysia sebagai garis batas ZEE. Malaysia mengakui secara sepihak bahwa batas landas kontinen itu merupakan sekaligus garis batas ZEE, tentu Indonesia tidak setuju dengan pengakuan itu karena belum diadakan kesepakatan mengenai batas ZEE antar kedua negara. Pengakuan masing-masing negara yang belum disepakati ini juga mengakibatkan adanya kawasan wilayah yang diakui oleh kedua negara sehingga jika salah satu negara memasuki kawasan ini akan di anggap sebagai pelanggaran padahal belum adanya ketegasan yang memastikan hal itu pelanggaran atau tidak. Maka sebaiknya dilakukan perundingan atau negoisasi secara damai supaya tidak terjadi sengketa lebih lanjut. BAB IV PENYELESAIAN HUKUM INTERNASIONAL TERHADAP PENAHANAN NELAYAN YANG MELANGGAR BATAS WILAYAH PERAIRAN DAN WILAYAH YURIDIKSI ANTARA NEGARA INDONESIA DENGAN NEGARA MALAYSIA

A. Penyelesaian terhadap penahanan Nelayan Yang Melanggar Batas

Dokumen yang terkait

Pengelolaan Wilayah Perbatasan Darat Antara Indonesia Dengan Malaysia Pada Lembaga Perbatasan General Border Committee (Gbc) Menurut Perspektif Hukum Internasional

14 144 169

Bentuk Pertanggungjawaban Indonesia Atas Protes Malaysia Dan Singapura Dalam Masalah Kabut Asap Dan Kebakaran Hutan Di Propinsi Riau

7 69 97

Yurisdiksi Wilayah Udara Suatu Negara Dalam Perspektif Hukum Internasional

4 74 94

Pemetaan Konflik Nelayan Tradisional Dengan Nelayan Pukat Tarik Menggunakan Model SIPABIO (Kajian pada konflik masyarakat nelayan di desa Bagan Asahan, Kec. Tanjung Balai, Kab. Asahan Tahun 2011-2013)

17 213 111

PROSES PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PEMBAJAKAN KAPAL DI WILAYAH PERAIRAN INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM LAUT INTERNASIONAL.

0 0 6

PENYELUNDUPAN IMIGRAN DI PERAIRAN INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL.

0 0 16

Sengketa Wilayah Kashmir Antara India Dan Pakistan Ditinjau Dari Hukum Internasional - Ubaya Repository

0 0 8

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional - Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi Antara Indonesia – Malaysia Ditinjau Dari Hukum Internasi

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penahanan Nelayan Yang Melanggar Wilayah Perairan Dan Wilayah Yurisdiksi Antara Indonesia – Malaysia Ditinjau Dari Hukum Internasional

0 0 27

BAB II YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI ATAS WILAYAH LAUT BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL A. Sejarah Hukum Laut Internasional - Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional

0 0 17