Penyarian Triterpenoid dan steroid

21

2.6 Penyarian

Pemilihan penyari dalam penyarian merupakan hal yang harus dipertimbangkan. Cairan penyari untuk ekstrak sebaiknya sesuai dengan zat aktif yang berkhasiat, dalam arti dapat memisahkan zat aktif tersebut dari senyawa lainnya dalam bahan sehingga ekstrak mengandung sebagian besar senyawa aktif berkhasiat yang diinginkan Ditjen POM, 1985. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisisa nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk Ditjen POM, 1985.

2.7 Triterpenoid dan steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C 30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tidak ada kereaktifan kimianya. Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Lieberman-Burchard anhidrida asetat-H 2 SO 4 pekat yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru Harborne, 1987. Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya system cincin siklopentena perhidrofenantrena. Dahulu sterol terutama dianggap sebagai senyawa satwa sebagai hormone klamin, asam empedu, dan lain-lain, tetapi 22 pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut yang ditemukan di jaringan tumbuhan. Memang tiga senyawa yang biasa disebut ‘fitosterol’ mungkin terdapat pada setiap tumbuhan t inggi: sitosterol dahulu dikenal sebagai β- sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol. Sterol umum ini terdapat dalam bentuk bebas dan sebagai glukosida sederhana. Sterol tumbuhan yang kurang umum ialah α-spinasterol, yaitu isomer stigmasterol yang terdapat dalam bayam Amarantus alfalfa, Medicago sativa, dan akar Polygala senega. Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan rendah, misalnya ergosterol yang terdapat dalam khamir dan sejumlah fungus. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan rendah, tetapi kadang-kadang terdapat juga pada tumbuhan tinggi, misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada kelapa Harborne, 1987. Senyawa steroid tertentu seperti Kortikosteroid adrenal khususnya analog glukokortikoid berguna untuk mengobati leukemia akut, limfoma, myeloma, dan kanker hematologis lainnya serta kanker payudara stadium lanjut dan sebagai terapi pendukung untuk mengobati hiperkalsemi akibat berbagai jenis kanker. Steroid ini menyebabkan disolusi limfosit, regresi limfonodus, dan menghambat pertumbuhan jaringan mesenkim tertentu Katzung, 2004. Triterpenoid mempunyai aktifitas biologis terhadap virus epstein-barr virus EBV dimana menyerang manusia dan virus ini sangat mematikan yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan bisa menyebabkan komplikasi penyakit lain Singh, 1999. Sebagai tambahan, triterpenoid secara alami dan biologis mempunyai aktifitas farmakologis seperti antitumorantikanker maupun antiperadangan Gauthier, 2010. 23 Triterpenoid bersifat imonogenik sehingga memicu terjadinya proses pembentukan antibodi. Antibodi yang terbentuk dapat menempel di permukaan sel tertentu, hal ini terjadi karena ada beberapa sel yang pada membrannya memiliki reseptor dari antibodi antara lain sel killer yang akan mengikat triterpenoid di permukaan sel yang memiliki gen cacat. Adanya ikatan sel killer tersebut akan melepaskan suatu enzim yang disebut sebagai sitotoksin. Sitotoksin yang dilepas oleh sel killer tersebut mengandung perforin dan granzyme yang memperforasi membran sel yang memiliki gen cacat, kemudian granzym dimasukkan dalam sel tersebut. Granzyme yang berada dalam sitosolik dari gen yang memiliki gen cacat gen tersebut akan mengaktivasi DNA-se. DNA-se inilah yang merusak DNA yang berada di dalam inti, sehingga sel mengalami kematian apoptosis Sudiana, 2008. 24

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode eksperimental murni dengan menggunakan rancangan penelitian sederhana post test only control group design yang meliputi pengumpulan bahan, identifikasi sampel, pembuatan ekstrak, dan uji toksisitas. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Maret 2014. Bagan kerja penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2, 3, dan 4, halaman 47-50.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: a. Variabel bebas : Konsentrasi dari ekstrak tinta cumi-cumi. b. Variabel terikat : Persentase kematian larva Artemia salina Leach c. Variabel terkontrol : 1. Faktor hewan uji yaitu larva Artemia Salina Leach berumur 48 jam 2. Faktor lingkungan percobaan, yaitu sinar lampu 5 watt, suhu penetasan, yaitu 25 o - 30 o C, pH air laut buatan, yaitu 8-9, dan kadar garam 5 permil.

3.3 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat gelas laboratorium Pyrex, Mat pipet ketelitian 0,1 ml dan 0,02 ml Pyrex, termometer, oven listrik Stork, hair dryer Maspion, neraca analitik Vibra