Gambar 6. Fase stasioner C. gracilis yang dikultivasi di luar ruangan lebih pendek sampai hari ke-19 dibandingkan C. gracilis yang dikultivasi di dalam
ruangan yang dilengkapi AC sampai hari ke-25 dengan pencahayaan lampu TL selama 24 jam. Hal ini diduga karena kondisi kultivasi yang berbeda. Suhu
lingkungan dan pencahayaan yang tidak stabil 22-33,6
o
C menyebabkan mikroalga lebih cepat mati. Becker 1994 menyebutkan bahwa fase kematian
pada mikroalga dapat terjadi karena kondisi lingkungan yang kurang baik, umur kultur yang sudah lama dan terbatasnya suplai cahaya serta nutrien, atau karena
adanya infeksi dari mikroorganisme lain.
4.3 Komposisi Kimia Chaetoceros gracilis
Setiap bahan makanan mempunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi pula baik jenis maupun jumlahnya. Manusia
memerlukan zat gizi atau bahan makanan untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari, untuk memelihara proses tubuh dan untuk
tumbuh dan berkembang. Komposisi kimia pada Chaetoceros gracilis dapat diketahui melalui analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu analisis
yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya kandungan air, lemak, protein, abu dan karbohidrat Susanto 2010.
Kadar karbohidrat pada Chaetoceros gracilis diperoleh melalui perhitungan by difference. Hasil analisis proksimat Chaetoceros gracilis dapat dilihat pada
Gambar 7. Air merupakan komponen utama dari semua struktur sel dan merupakan
media kelangsungan proses metabolisme dan reaksi kimia di dalam tubuh Suhardjo Kusharto 1989. Semua bahan pangan mengandung air dalam jumlah
yang berbeda-beda Anwar 1985. Analisis kadar air dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam sampel C. gracilis
yang telah dikeringkan menggunakan freeze dryer. Metode pengeringan menggunakan freeze dryer dipilih agar kerusakan komponen kimia yang
terkandung dalam C. gracilis dapat dikurangi. Hal ini didukung pernyataan Berk 2009 bahwa metode pengeringan freeze drying mempunyai keunggulan
dalam mempertahankan kualitas produk yang dikeringkan. Freeze drying
dilakukan pada suhu rendah, sehingga dapat menjaga flavor, warna, dan penampakan, serta meminimalisasi kerusakan akibat panas untuk nutrien yang
sensitif terhadap suhu tinggi.
Gambar 7 Hasil uji proksimat pada C. gracilis yang dikultivasi di luar ruangan menggunakan media pupuk NPSi
Kadar air C. gracilis yang terukur dalam penelitian ini sebesar 27. Pengeringan
biomasa C.
gracilis menggunakan
freeze dryer.
Menurut Liapis Bruttini 1995 metode pengeringan dengan freeze dryer terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pembekuan, tahap pengeringan utama dimana terjadi
sublimasi dari air dan pelarut yang terkandung dalam bahan, dan tahap pengeringan sekunder meliputi pengeluaran uap air dari hasil sublimasi. Sehingga
diduga air yang terkandung dalam sampel C. gracilis belum sepenuhnya keluar. Analisis kadar lemak yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kandungan lemak yang terdapat pada C. gracilis. Lemak mempunyai komposisi kimia yang unik sehingga tidak larut dalam air polar
Muchtadi 2001. Penelitian ini menggunakan pelarut organik n-heksana yang bersifat non polar, untuk mengekstrak lemak dari dalam bahan. Lemak disusun
oleh dua jenis molekul yang lebih kecil, yaitu gliserol dan asam lemak. Lemak terdiri dari tiga asam lemak yang berikatan dengan satu molekul gliserol melalui
ikatan ester, suatu ikatan antara gugus hidroksil dengan gugus karbonil Campbell et al. 2002. Fungsi lemak secara umum adalah penghasil energi,
pembangunpembentuk struktur tubuh, protein sparer penghematan fungsi protein, penghasil asam lemak esensial yang penting bagi tubuh, pembawa
Abu ; 25
Air ; 27 Lemak ; 12,1
Protein ; 20,27 Karbohidrat ;
15,63
vitamin larut lemak, pelumas diantara persendian, membantu mengeluarkan sisa makanan, dan prekursor prostaglandin Suharjo Kusharto 1989. Lemak pada
mikroalga juga memiliki fungsi yang penting, yaitu sebagai cadangan energi dan berperan dalam metabolisme Becker 1994.
Sintesis lemak pada alga hampir sama dengan tumbuhan tingkat tinggi pada umumnya. Lemak dapat disintesis dari karbohidrat dan protein melalui
intermediat glikolisis dan siklus Krebs Campbell et al. 2002. Sintesa lemak pada alga dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya suhu dan jumlah nitrogen.
Kekurangan silika pada media pertumbuhan juga dapat meningkatkan jumlah lemak, terutama pada diatom Becker 1994. Lombardi Wangersky 1995
menyatakan bahwa C. gracilis memiliki kandungan lemak yang terus meningkat sampai akhir fase stasioner. Pratiwi et al. 2009 menyatakan suhu lingkungan
yang rendah dapat meningkatkan pembentukan asam lemak tidak jenuh. Hal ini merupakan respon untuk melindungi ketidakstabilan membran sel.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa C. gracilis mengandung lemak sebesar 12,1. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil pengujian kadar
lemak yang dilakukan oleh Setyaningsih 2010 yaitu sebesar 16,5. Perbedaan nilai kadar lemak ini diduga karena adanya perbedaan suhu selama kultivasi.
Penelitian ini dilakukan di luar ruangan sehingga suhu selama kultivasi berubah- ubah sesuai dengan suhu lingkungan luar. Suhu selama kultivasi berlangsung
berkisar antara 22-33,6
o
C. Setyaningsih 2010 dalam penelitiannya menggunakan suhu ruangan AC yaitu sekitar 25-26
o
C. Pernyataan ini juga didukung oleh Raghavan et al. 2008, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pada suhu
20
o
C sampai 25
o
C kandungan lemak dan karbohidrat pada C. calcitrans lebih tinggi dibandingkan kandungan lemak pada suhu 30
o
C. Kandungan lemak C. calcitrans yang dikultivasi pada suhu 20
o
C dan 25
o
C yaitu sekitar 180 mgg berat kering dan 240 mgg berat kering. Kandungan lemakC. calcitrans yang
dikultivasi pada suhu 30
o
C yaitu sekitar100 mgg berat kering. Protein merupakan polimer yang komplek, terdiri dari 20 bahkan lebih
asam amino yang berbeda Fennema 1996. Protein merupakan sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak
dimiliki oleh lemak ataupun karbohidrat Winarno 2008. Protein berfungsi
sebagai bahan dasar pembentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Selain itu, protein juga berperan dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh
yang mengalami kerusakan Winarno 1997. Kandungan protein pada C. gracilis yang dikultivasi di luar ruangan
dengan menggunakan media pupuk NPSi sebesar 20,27 . Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian Setyaningsih 2010, yang
menggunakan media NPSi sebagai media pertumbuhan dan dikultivasi di ruang ber-AC 25
o
C-26
o
C, yaitu sebesar 45,88 . Amotz et al. 1987 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kandungan protein C. gracilis yang dikultivasi
pada suhu 22
o
C sebesar 36,1 . Chen Jiang 2001 menyatakan bahwa pada suhu di bawah 20
o
C mikroalga dapat meningkatkan daya larut O
2
, sehingga meningkatkan ketersediaan O
2
di dalam sel. Menurut Campbell et al. 2002, peningkatan kelarutan O
2
di dalam sel dapat meningkatkan pembentukan ATP. ATP yang terbentuk selanjutnya dapat digunakan untuk pembentukan
makromolekul karbohidrat, lemak, dan protein melalui reaksi anabolisme di dalam sel.
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hampir seluruh penduduk Indonesia. Semua hidrat arang atau karbohidrat terdiri atas unsur-unsur
karbon C, hidrogen H, oksigen O yang pada umumnya mempunyai rumus kimia C
n
H
2
O
n
Nasoetion et al 1994. Karbohidrat terbentuk saat proses fotosintesis berlangsung Anwar 1985. Selama siklus Calvin berlangsung, CO
2
direduksi menjadi glukosa atau produk organik lain dengan bantuan dari ATP dan NADH yang terbentuk selama reaksi terang Lehninger 1982.
Perhitungan karbohidrat dengan metode by difference merupakan metode penentuan kadar karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar, dimana serat kasar
juga terhitung sebagai karbohidrat Winarno 2008. Berdasarkan hasil penelitian, kandungan karbohidrat yang terukur dari C. gracilis sebesar 15,63 .
Suhu selama kultivasi sangat berfluktuatif yaitu sekitar 22
o
C-33,6
o
C. Raghavan et al. 2008 menyebutkan bahwa kandungan karbohidrat pada
Chaetoceros sp. lebih tinggi jika dikultivasi pada suhu antara 25
o
C dan 30
o
C, dan akan rendah jumlahnya jika dikultivasi pada suhu yang lebih tinggi.
Bahan makanan terdiri dari 96 bahan organik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur tersebut juga dikenal sebagai zat
anorganik atau kadar abu Winarno 2008. Zat anorganik tidak ikut terbakar dalam proses pembakaran sehingga membentuk abu Guthrie 1975. Berdasarkan
hasil pengujian, kadar abu yang terukur dari sampel C. gracilis sebesar 25. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Setyaningsih et al. 2009 yaitu sebesar 36,38. Isnansetyo Kurniastuty 1995 menyebutkan bahwa kadar abu pada
Chaetoceros sp. yaitu sebesar 28. Tinggi rendahnya kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan keadaan lingkungan saat kultivasi. Menurut Richmond 2004
komposisi kimia pada mikroalga sangat tergantung pada kondisi lingkungan dan fase pertumbuhan.
4.4 Mineral