Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika

recidive terhadap tindak pidana yang diatur dalam pasal 36 ayat 1 sampai dengan ayat 7 . 8. Pencabutan hak terhadap importir, pabrik farmasi, pedagang besar farmasi, apotik, rumah sakit, dokter, lembaga ilmu pengetahuan dan lembaga pendidikan, Nakhoda, kapten penerbang atau pengemudi sebagimana diatur dalam Pasal 35 ayat 1 butir 1 sampai dengan 6 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

B. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika

Dalam perkembangannya ternyata Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika tidak juga bisa meredam ataupun memberantas peredaran gelap narkotika secara signifikan, bahkan sasaran peredaran gelap narkoba telah memasuki seluruh aspek dan lapisan masyarakat. Predaran narkotika tidak hanya pada orang- orang yang mengalami broken home atau yang gemar dalam kehidupan malam, tetapi telah merambah kepada mahasiswa, pelajar, bahkan tidak sedikit kalangan eksekutif maupun businessman telah terjangkit narkotika. Kejahatan-kejahatan narkotika pada umumnya tidak dilakukan oleh perorangan secara berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisasi secara mantap, rapi dan sangat rahasia. 74 74 Hari Sasangka, Op Cit, hlm 166 Selain itu, Indonesia juga sudah terikat pada ketentuan baru dalam Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988, yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 07 Tahun Universitas Sumatera Utara 1997 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika yang mengharuskan Indonesia menyesuaikan hukum nasionalnya dengan Konvensi tersebut. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika ini mempunyai cakupan yang lebih luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi maupun ancaman pidana yang diperberat. 75 Seiring dengan perkembangan waktu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 dirasa tidak mampu lagi untuk mengakomodir banyak hal dari kejahatan narkotika. Kejahatan narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang tinggi dan teknologi yang canggih, sedangkan peraturan yang ada sudah tidak sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi kejahatan tersebut, sehingga akhirnya terbitlah Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. 76 75 AR.Sujono, Bony Daniel, Op.Cit, hlm.13 76 Ibid., hal l12 Dalam konsideran Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 antara lain menyebutkan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya dibidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, pada satu sisi dengan mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat dan di sisi lain melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu tidak mungkin terus memberlakukan Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Dengan lahirnya undang-undang narkotika yang baru, maka sejak tanggal 1 September 1997 undang-undang narkotika yang lama sudah tidak berlaku lagi, karena sudah dicabut. 77 Latar belakang diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 dapat dilihat dalam penjelasan undang-undang tersebut, yakni peningkatan pengendalian dan pengawasan sebagai upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Kejahatan-kejahatan narkotika pada umunya tidak dilakukan oleh secara perorangan secara berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisasi secara mantap, rapi, dan sangat rahasia. 78 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika diundangkan pada tanggal 1 September 1997 dalam Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 67 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3698 dan berlaku sejak undang-undang tersebut diundangkan a. Didalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tujuan pengaturan Narkotika adalah untuk : b. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan danatau pengembangan ilmu pengetahuan. 77 Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2004, hlm 156. 78 Hari Sasangka, Op.cit, hlm 165 Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika. Universitas Sumatera Utara c. Memberantas peredaran gelap narkotika Pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sejak awal pembentukannya dari bentuk masih Rancangan Undang-Undang memiliki semangat antara lain: 79 a. b. Undang-Undang Narkotika yang baru menggantikan 9 Tahun 1976 tentang Narkotika harus mampu melahirkan persamaan persepsi, mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika beserta akibat yang ditimbulkannya, baik terhadap perseorangan dan masyarakat, maupun terhadap bangsa dan negara; c. Harus mampu mencegah, menghentikan dan sekaligus memberantas semua bentuk peredaran dan perdagangan gelap narkotika, serta bersama-sama dengan masyarakat internasional berupaya untu menanggulangi permasalahannya; d. Harus mampu memberikan pengayoman kepada masyarakat tanpa membeda- bedakan status dan kedudukan, untuk dapat menjamin terciptanya kepastian hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan, dalam peran sertanya menumbuhkan kembangkan perwujudan disiplin nasional; 79 AR.Sujono, Bony Daniel, Op.Cit, hlm.13 Harus mampu memberikan sanksi yang terberat terhadap pelanggar tindak pidana narkotika, baik yang dilakukan secara perseorangan, maupun secara kelompok, secara terorganisir maupun secara korporasi, dalam skala nasional, maupun internasional, sehingga bobot tindakan represif yang melekat pada undang-undang, mampu menghasilkan efek psikologis yang lebih nyata, untu digunakan sebagai sarana preventif; Universitas Sumatera Utara e. f. Harus mampu menjamin terselenggaranya kelangsungan pengadaan narkotika secara legal yang sangat dibutuhkan bagi kepentingan pelayanan kesehatan maupun pengembangan ilmu pengetahuan; g. Harus mampu menjamin terselenggaranya upaya pengobatan dan rehabilitasi, bagi pasien yang mejadi korban penyalahgunaan narkotika; h. Kesadaran bahwa bisnis narkotika secara ekonomis sangat menguntungkan dan menggiurkan sehingga dampak akibat dan sindroma apapun yang ditimbulkan olehnya tidak dipedulikan oleh pengedar dan jaringannya. Oleh karena itu, pengaturan dan pelaksanaannya secara ketat dan terpadu harus dapat benar-benar diberlakukan; Kesadaran bahwa narkotika jika disalahgunakan bisa menjadi racun yang merusak fisik dan jiwa manusia. Apabila penyalahgunaan itu meluas disertai dengan peredaran gelap yang tidak terkendali, maka narkotika dapat menghancurkan kehidupan masyarakat dan bangsa, khususnya generasi muda, dan memperlemah ketahanan nasional. Undang-Undang Nomor 22 Tahun. 1997 merupakan tindak pidana khusus, dan kekhususannya meliputi hukum materil maupun hukum formilnya. Kekhususan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun. 1997, dalam hukum materiilnya antara lain adalah: 80 a. 80 Hari Sasangka, Op.cit, hlm 169 ada ancaman pidana penjara minimum dan pidana denda minimum dalam beberapa pasalnya; Universitas Sumatera Utara b. c. putusan pidana denda apabila tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana narkotika, dijatuhkan pidana kurungan pengganti denda; d. pidana pokok yaitu pidana penjara dan pidana denda bisa dijatuhkan bersama- sama kumulatif dalam beberapa pasal; e. pelaku percobaan dan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana narkotika tertentu, diancam dengan pidana yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal-pasal tersebut Pasal 83 ; f. ancaman pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan dengan terorganisasi atau yang dilakukan oleh korporasi, lebih berat; g. ada pemberatan pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan tertentu dan membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan pidana narkotika tertentu Pasal 87 ; h. bagi pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri diancam pidana, demikian juga terhadap keluarga pecandu narkotika juga diancam pidana Pasal 88 ; bagi orang tua atau wali pecandu yang belum cukup umur yang sengaja tidak melapor diancam pidana sedangkan pecandu narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya tidak dituntut pidana Pasal 86; Kekhususan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 terhadap hukum formalnya antara lain: 81 a. 81 Ibid, hal 170. perkara tindak pidana narkotika termasuk perkara yang didahulukan Universitas Sumatera Utara penyelesaiannya Pasal 64 ; b. c. penyidik mempunyai wewenang tambahan dan prosedur yang menyimpang dari KUHAP; d. pemerintah wajib memberikan jaminan dan keamanan perlindungan kepada pelapor Pasal 57 ayat 3 ; e. di dalam persidangan pengadilan saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana narkotika, dilarang menyebut nama dan alamat pelapor Pasal 76 ayat 1 ; ada prosedur khusus pemusnahan barang bukti narkotika Pasal 60, 61 dan 62 . Narkotika digolongkan pada tujuan dan potensi ketergantungan yang bersangkutan. Untuk pertama kali penggolongan tersebut ditetapkan dalam undang- undang ini, dan selanjutnya akan ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan. 82 a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi dangat tinggi mengakibatkan keterantungan. Penggolongan narkotika adalah sebagai berikut : b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi danatau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. 82 Hari Sasangka, Op.Cit, hlm 167 Universitas Sumatera Utara c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat dan banyak digunakan dalam terapi danatau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. B.1 Kebijakan Kriminalisasi dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika . Kebijakan kriminalisasi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tampaknya tidak terlepas dari tujuan dibuatnya Undang-Undang tersebut terutama tujuan pencegahan terjadinya penyalahgunaan narkotika dan tujuan pemberantasan peredaran gelap narkotika. 83 AR.Sujono dan Bony Daniel mencoba mengelompokkan kejahatan yang menyangkut narkotika dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yaitu: Hal tersebut memang sesuai dengan Konvensi Psikotropika 1971 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika 1988 yang telah diratifikasi Indonesia. 84 1 Menyangkut produksi narkotika. Di dalamnya diatur bukan hanya mengenai produksi narkotika, melainkan juga termasuk perbuatan dalam lingkup mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit dan menyediakan narkotika; 2 Menyangkut pengangkutan dan transito narkotika. Di dalamnya diatur perbuatan yang termasuk dalam kategori membawa, mengirim dan mentransito narkotika. 83 Barda Nawawi Arief, Op.Cit hlm.188 84 AR.Sujono, Bony Daniel, Op.Cit, hlm.22 Universitas Sumatera Utara Ada pula tindak pidana khusus ditujukan kepada nakhoda atau kapten penerbang karena tidak melakukan tugasnya dengan baik; 3 Menyangkut jual-beli narkotika. Tidak hanya kategori jual-beli dalam arti sempit, melainkan juga sudah termasuk dalam perbuatan ekspor,impor, tukar-menukar, menyalurkan dan menyerahkan narkotika; 4 Menyangkut penguasaan narkotika; 5 Menyangkut penyalahgunaan narkotika; 6 Menyangkut kriminalisasi terhadap perbuatan yang tidak melaporkan pecandu narkotika; 7 Menyangkut label dan publikasi narkotika. 8 Menyangkut proses hukum terhadap tindak pidana narkotika Adapun Kebijakan Kriminalisasi dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika adalah sebagai berikut : 1 Narkotika telah digolongkan ke dalam 3 tiga golongan sehingga tindak pidana narkotika menjadi lebih lengkap, sistematis dan sederhana. 2 Perbuatan tanpa hak dan melawan hukum menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai narkotika dalam bentuk tanaman atau bukan tanaman Pasal 78-79 . 3 Perbuatan tanpa hak dan melawan hukum memproduksi, mengolah, mengekstasi, mengkonvensi, merakit, atau menyediakan narkotika Pasal 80 4 Perbuatan tanpa hak dan melawan hukum membawa mengirim, mengangkut, mentransito narkotika Pasal 81 . Universitas Sumatera Utara 5 Perbuatan tanpa hak dan melawan hukum mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli atau menukar narkotika. Pasal 82 . 6 Perbuatan tanpa hak dan melawan hukum menggunakan, narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain Pasal 84. 7 Perbuatan tanpa hak dan melawan hukum menggunakan narkotika untuk diri sendiri Pasal 85 . 8 Orang tuawali pecandu belum cukup umur yang sengaja tidak lapor. Pasal 86 . 9 Pecandu sudah cukup umur atau keluarganya orang tuawali sengaja tidak lapor. Pasal 88 . 10 Menggunakan anak belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana narkotika Pasal 87 . 11 Pengurus pabrik obat yang tidak melaksanakan kewajiban menurut Pasal 41 dan 42 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 89. 12 Menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di pengadilan Pasal 92 . 13 Nahkoda dan kapten penerbang yang tanpa hak dan melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan Pasal 24 dan 25 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 93 . 14 Penyidik PPNSPolri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan Pasal 69 dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 94 . Universitas Sumatera Utara 15 Saksi yang memberikan keterangan tidak benar di muka sidang pengadilan Pasal 95 . 16 Melakukan tindak pidana narkotika di luar wilayah Indonesia Pasal 97 . Pasal ini merupakan kekhususan dari berlakunya hukum pidana Indonesia di dalam Kitab Undang-Undang Pidana Indonesia Pasal 2-9 KUHP. Warga Negara Indonesia yang melanggar Pasal 78-84 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika di luar wilayah Indonesia tetap dapat dihukum menurut peraturan hukum pidana Indonesia. Hal ini dikenal sebagai “asas nasionalitas aktif”. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia sebenarnya telah menganut asas ini dalam Pasal 5 namun diperluas lewat Pasal 97 Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. 17 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak memberikan kualifikasi terkait tindak pidana narkotika dalam undang-undang tersebut. Tidak adanya penetapan kualifikasi yuridis dikhawatirkan akan menimbulkan masalahkonsekuensi yuridis dalam praktik, baik konsekuensi yuridis materiil maupun konsekuensi yuridis formal. 85 18 Keseluruhan tindak pidana dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika merupakan delik formil. Penggunaan satu jenis delik saja membuat formula kriminalisasi dalam Undang-Undang ini menjadi kurang efektif karena sama sekali tidak mempertimbangkan akibat-akibat materiil dari sebuah rumusan delik materiil. 85 Ibid hlm.190 Universitas Sumatera Utara 19 Membuat perbedaan antara tindak pidana yang dimulai dengan permufakatan jahat dengan tindak pidana yang dilakukan dengan permufakatan jahat. B.2 Kebijakan Hukum Pidana terkait sanksi, pemidanaan, dan pemberatan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika . Kebijakan Hukum Pidana terkait sanksi, pemidanaan dan pemberatan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika tidak begitu berbeda dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. Dari segi jenis sanksi, sanksi yang digunakan dalam Undang-Undang22 Tahun 1997 tentang Narkotika berupa sanksi pidana dan sanksi tindakan maatregel . Sanksi pidana meliputi pidana pokok yaitu berupa : pidana mati, penjara seumur hidup, penjara dengan batasan waktu tertentu, pidana kurungan, pidana denda serta pidana tambahan berupa: pencabutan hak tertentu kecuali untuk tindak pidana yang dijatuhi pidana kurungan atau pidana denda tidak lebih dari Rp 5.000.000,00 lima juta rupiah dan perampasan hasil tindak pidana narkotika. Sedangkan sanksi tindakan maatregel berupa : rehabilitasi yang meliputi pengobatan dan perawatan serta pengusiran dan pelarangan memasuki wilayah Indonesia bagi warga negara asing yang melakukan tindak pidana di Indonesia setalah menjalani sanksi pidana. Sanksi pidana penjara dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika umumnya diancamkan secara kumulatif bersama dengan pidana denda. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan hukuman sehingga menimbulkan efek jera yang lebih nyata dalam aplikasinya. Pemaksimalan hukuman tersebut dapat juga dilihat Universitas Sumatera Utara dengan adanya ancaman pidana minimal khusus penjara maupun denda dalam ketentuan pidana Undang-Undang tersebut. Pemaksimalan hukuman dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika semakin terlihat dengan adanya pemberatan terhadap tindak pidana yang didahului dengan permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan oleh korporasi, dilakukan dengan menggunakan anak yang belum cukup umur, dan apabila ada pengulangan recidive Pemberatan ini dapat dikatakan sangat membebani para pelanggar mengingat cukup beratnya sanksi pidana yang diancamkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 bervariasi: untuk pidana denda berkisar antara Rp.1.000.000,00 satu juta rupiah sampai Rp.7.000.000.000,00. tujuh milyar rupiah dan untuk pidana penjara berkisar antara 3 tiga bulan sampai 20 dua puluh tahun. Ketentuan lain mengenai kebijakan terkait sanksi pidana, pemidanaan dan pemberatan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 adalah dengan dipidananya Percobaan dan permufakatan jahat dengan ancaman yang sama dengan melakukan tindak pidana. Perumusan kebijakan terkait sanksi yang sangata memberatkan bagi pelanggar dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika diharapkan dapat memaksimalkan peranan Undang-Undang ini dalam menanggulangi tindak pidana narkotika. Universitas Sumatera Utara

C. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Dokumen yang terkait

Peranan Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

33 230 74

Kebijakan Rehabilitasi Terhadap Penyalahguna Narkotika Pada Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

1 20 140

EFEKTIVITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA Efektivitas Penerapan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Kota Surakarta).

0 3 11

PENJATUHAN PIDANA PENJARA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DIKUALIFIKASIKAN SEBAGAI PENYALAHGUNA NARKOTIKA TANPA DILAKUKAN REHABILITASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009.

0 0 1

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PENETAPAN SANKSI PIDANA DENDA TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA.

0 0 1

undang undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika

0 0 92

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN PADA UNDANG-UNDANG YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. - Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 0 27

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 0 15

JURNAL ILMIAH TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA JENIS BARU YANG BELUM DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

0 0 16