Kerangka Konseptual Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual 1. Kerangka Teori

tetapi tidak keberatan jika hakim menciptakan hukum baru in bonam partem dengan itikad yang baik. Kadang-kadang pembuat undang-undang sendiri menciptakan analogi. 38

2. Kerangka Konseptual

Bentuk analogi yang bagaimana sebenarnmya yang dilarang, dapat dikutip pendapat Vos, yang mengatakan bahwa penerapan analogi tidak diizinkan setidak- tidaknya dalam hal yang dengan analogi diciptakan delik-delik baru dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat 1 KUHP. Dengan penerapan undang-undang secara analogi diartikan penerapan ketentuan dalam hal pembuat undang-undang belum memikirkan atau tidak dapat memikirkan tetapi alasan penerapan ketentuan pidana sama dengan kejadian yang diatur dengan ketentuan itu. Dapat dikatakan bahwa perbedaan antara penerapan analogi dan interpretasi ekstensif merupakan dua jalur tetapi satu hasil. Dapat dilihat pada interpretasi “barang” yang tercantum dalam delik pencurian disamakan dengan “aliran listrik” menurut arrest Hoge Raad tanggal 23 Mei 1921, W. 10728, N.J.1921,564. Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti danatau diuraikan dalam karya ilmiah. 39 38 Ibid, hlm.44 39 Zainuddin Ali, Op Cit, hlm 79 Landasan konseptual ini dibuat untuk menghindari pemahaman dan penafsiran yang keliru dan memberikan arahan dalam Universitas Sumatera Utara penelitian, maka dengan ini dirasa perlu untuk memberikan beberapa konsep yang berhubungan dengan judul penelitian ini, yaitu: a. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang- undang. 40 b. Penuntut Umum adalah jaksa yang yang diberi wewenang oleh ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakakan penetapan hakim. 41 c. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara kepengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim disidang pengadilan. 42 d. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini. 43 40 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 41 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 42 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 43 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 35Tahun 2009 tentang Narkotika. Universitas Sumatera Utara e. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. 44 f. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya dikurangi danatau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. 45 g. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum 46

G. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Peranan Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

33 230 74

Kebijakan Rehabilitasi Terhadap Penyalahguna Narkotika Pada Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

1 20 140

EFEKTIVITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA Efektivitas Penerapan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Kota Surakarta).

0 3 11

PENJATUHAN PIDANA PENJARA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DIKUALIFIKASIKAN SEBAGAI PENYALAHGUNA NARKOTIKA TANPA DILAKUKAN REHABILITASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009.

0 0 1

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PENETAPAN SANKSI PIDANA DENDA TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA.

0 0 1

undang undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika

0 0 92

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN PADA UNDANG-UNDANG YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. - Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 0 27

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 0 15

JURNAL ILMIAH TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA JENIS BARU YANG BELUM DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

0 0 16