Faktor Penegak Hukum HAMBATAN-HAMBATAN TERHADAP PENUNTUTAN TINDAK

Terpenuhinya syarat keberlakuan hukum menjadi dasar bagi penegak hukum untuk mlakukan penanggulangan dan pemberatasan terhadap tindak pidana narkotika. Dalam konteks ini hukum dapat berperan di depan untuk memimpin perubahan dalam kehidupan masyarakat dengan cara memperlancar pergaulan masyarakat, mewujudkan perdamaian dan ketertiban serta mewujudkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Hukum berada di depan untuk mendorong pembaruan dari tradisional ke modern. 170 Sawer menyatakan “law of this type is mainly the concern of various classes of officials. 171

B. Faktor Penegak Hukum

Dengan demikian faktor hukum khususnya Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tidak menghambat upaya penanggulangan dan pemberantasan terhadap tindak pidana narkotika. Negara hukum yang hanya dikonstruksikan sebagai bangunan hukum perlu dijadikan lebih lengkap dan utuh, dalam hal perlu dijadikannya memiliki struktur politik pula. 172 170 Abdul Manan, Aspek-aspek Pengubah Hukum, Jakarta,Kencana Prenada Media Goup, 2009, hlm. 20-21. 171 Goeffrey Sawer, Law in Society, London, Clarendon Oxford University Press, 1965,hlm. 128. 172 Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya, Yogyakarta, Genta Publishing, 2009,hlm. 8, Hukum hanya merupakan sebuah teks mati jika tidak ada lembaga yang menegakkannya. Oleh sebab itu, dibentuklah penegak hukum yang bertugaskan untuk menerapkan hukum. Dalam pelaksanaannya, hukum dapat dipaksakan daya berlakunya oleh aparatur negara untuk menciptakan masyarakat yang damai, tertib dan adil. Terhadap perilaku manusia, hukum menuntut manusia supaya melakukan Universitas Sumatera Utara perbuatan yang lahir, sehingga manusia terikat pada norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat negara. 173 Penegak hukum atau orang yang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup yang sangat luas. Sebab, menyangkut petugas pada strata atas, menengah dan bawah. Artinya di dalam melaksanakan tugas penerapan hukum, petugas seyoggianya harus memiliki suatu pedoman salah satunya peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugasnya. Mengenai penegak hukum, Zainuddin Ali berpendapat: 174 Institusi negara dibentuk justru dengan maksud untuk makin mendorong tumbuh dan berkembangnya peradaban bangsa Indonesia, sesuai dengan cita dan citra masyarakat madani yang maju, mandiri, sejahtera lahir batin, demokratis dan berkeadilan. 175 Penegakan hukum oleh para penegak hukum dimaksudkan untuk mewujudkan masyarakat yang ideal. Masyarakat yang ideal menurut Bentham adalah masyarakat yang mencoba memperbesar kebahagiaan dan memperkecil ketidak bahagiaan atau masyarakat yang mencoba memberi kebahagiaan yang sebesar mungkin kepada rakyat pada umumnya, agar ketidak bahagiaan diusahakan sesedikit mungkin dirasakan oleh rakyat pada umumnya. 176 Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dilakukan 173 Dahlan Thaib, Jazim Hamidi dan Ni.matul Huda, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 1999, hlm. 76 174 Zainuddin Ali, Op.Cit., hlm. 9 175 Jimly Asshiddiqie, , Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm. 68 176 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum Legal Theory dan Teori Peradilan JudicialPrudence Termasuk Interpretasi Undang-undang Legisprudence, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2009, hlm. 274-275. Universitas Sumatera Utara berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang- undang Nomor 35 Tahun 2009. Perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna penyelesaian secepatnya. Proses pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika pada tingkat banding, tingkat kasasi, peninjauan kembali, dan eksekusi pidana mati, serta proses pemberian grasi, pelaksanaannya harus dipercepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN sebagaimana yang diatur dalam Pasal 64 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. BNN merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia yang mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupatenkota. a BNN dalam melaksanakan upaya penanggulangan terhadap tindak pidana narkotika mempunyai tugas: b menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; Universitas Sumatera Utara c mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; d berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; e meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat; f memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; g memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan h peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; i melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan j memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; k mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika; l melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan m membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang. Ketentuan Pasal 71 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan bahwa “Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan Universitas Sumatera Utara dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.” Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang: a. melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; b. memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; c. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi; d. menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka; e. memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; f. memeriksa surat danatau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; g. menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; h. melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah yuridiksi nasional; i. melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup; Universitas Sumatera Utara j. melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan; k. memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika; l. melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat DNA, danatau tes bagian tubuh lainnya; m. mengambil sidik jari dan memotret tersangka; n. melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman; o. membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; p. melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita; q. melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor Narkotika; r. meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. s. menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pelaksanaan kewenangan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam huruf g dilakukan paling lama 3 x 24 tiga kali dua puluh empat jam terhitung sejak surat penangkapan diterima penyidik. Penangkapan dapat diperpanjang paling lama 3 x 24 tiga kali dua puluh empat jam. Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam huruf i Universitas Sumatera Utara dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan dilakukan paling lama 3 tiga bulan terhitung sejak surat penyadapan diterima penyidik. Penyadapan hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan. Penyadapan dapat diperpanjang 1 satu kali untuk jangka waktu yang sama. Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus melakukan penyadapan, penyadapan dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan negeri lebih dahulu. Dalam waktu paling lama 1 x 24 satu kali dua puluh empat jam Penyidik wajib meminta izin tertulis kepada ketua pengadilan negeri mengenai penyadapan. Teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan dilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis dari pimpinan. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-undang ini. Penyidik BNN juga berwenang: a mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti, termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut umum; b memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika milik tersangka atau pihak lain yang terkait; c untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa; Universitas Sumatera Utara d untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; e meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri; f meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait; g menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau mencabut sementara izin, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang diperiksa; dan h meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri. Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang tentang Hukum Acara Pidana berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penyidik pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika berwenang: a memeriksa kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya dugaan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; Universitas Sumatera Utara b memeriksa orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; c meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; d memeriksa bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; e menyita bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; f memeriksa surat danatau dokumen lain tentang adanya dugaan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; g meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan h menangkap orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya. Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana. Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana. Alat bukti berupa: a informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan Universitas Sumatera Utara b data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1. tulisan, suara, danatau gambar; 2. peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau 3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN yang melakukan penyitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, atau yang diduga Narkotika dan Prekursor Narkotika, atau yang mengandung Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib melakukan penyegelan dan membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan dilakukan, yang sekurang-kurangnya memuat: a. nama, jenis, sifat, dan jumlah; b. keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyitaan; c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan d. tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yang melakukan penyitaan. Penyidik wajib memberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepada kepala kejaksaan negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 tiga kali dua puluh empat jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusannya disampaikan kepada ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang melakukan penyitaan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib membuat berita acara penyitaan dan Universitas Sumatera Utara menyerahkan barang sitaan tersebut beserta berita acaranya kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 tiga kali dua puluh empat jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Penyerahan barang sitaan dapat dilakukan dalam waktu paling lama 14 empat belas hari jika berkaitan dengan daerah yang sulit terjangkau karena faktor geografis atau transportasi. Penyidik bertanggung jawab atas penyimpanan dan pengamanan barang sitaan yang berada di bawah penguasaannya. Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyidik BNN, dan penyidik pegawai negeri sipil menyisihkan sebagian kecil barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk dijadikan sampel guna pengujian di laboratorium tertentu dan dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 x 24 tiga kali dua puluh empat jam sejak dilakukan penyitaan. Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan barang Narkotika dan Prekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7 tujuh hari wajib menetapkan status barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika tersebut untuk kepentingan pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepentingan pendidikan dan pelatihan, danatau dimusnahkan. Universitas Sumatera Utara Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang berada dalam penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam waktu paling lama 7 tujuh hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari kepala kejaksaan negeri setempat. Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x 24 satu kali dua puluh empat jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan berita acara tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan dapat diperpanjang 1 satu kali untuk jangka waktu yang sama.

C. Faktor Sarana dan Fasilitas Dalam Penegakan Hukum

Dokumen yang terkait

Peranan Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

33 230 74

Kebijakan Rehabilitasi Terhadap Penyalahguna Narkotika Pada Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

1 20 140

EFEKTIVITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA Efektivitas Penerapan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Kota Surakarta).

0 3 11

PENJATUHAN PIDANA PENJARA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DIKUALIFIKASIKAN SEBAGAI PENYALAHGUNA NARKOTIKA TANPA DILAKUKAN REHABILITASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009.

0 0 1

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PENETAPAN SANKSI PIDANA DENDA TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA.

0 0 1

undang undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika

0 0 92

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN PADA UNDANG-UNDANG YANG PERNAH BERLAKU DI INDONESIA. A. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika. - Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur

0 0 41

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 0 27

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

0 0 15

JURNAL ILMIAH TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA JENIS BARU YANG BELUM DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

0 0 16