bahwa jika keempat variabel penyebab kegagalan tersebut dapat diperbaiki
sampai pada kondisi yang paling baik yaitu dengan mengikutsertakan masyarakat dalam perencanaan rehabilitasi sesuai dengan kapasitasnya, menyediakan
kemudahan pasar hasil produksi, memberikan insentifpenghargaan yang cukup untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan, dan adanya keterpaduan antara
pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih luas, maka dapat meningkatkan keberhasilan tanaman sampai 95,6.
V.4. Sistem Insentif Untuk Tidak Merusak Hutan dan Lahan
Keberadaan lahan kritis yang memerlukan rehabilitasi di Sub DAS Tirto masih luas, dari ± 2.591,58 ha lahan yang termasuk kategori sangat kritis sampai
agak kritis selama tahun 2003 sd 2008 baru bisa di rehabilitasi seluas 1.463 ha. Rehabilitasi dilakukan untuk memperbaiki kerusakan lahan dan memberikan nilai
manfaat, untuk mendorong agar masyarakat tertarik untuk melakukan rehabilitasi diperlukan suatu insentif.
Insentif merupakan semua bentuk dorongan spesifik atau stimulus yang berasal dari institusi eksternal untuk mempengaruhi atau memotivasi masyarakat
agar bertindak atau mengadopsi suatu sistem kegiatanprogram. Insentif termasuk perangsang atau dorongan untuk aksi, suatu faktor motivasi yang mendorong
aktif, atau stimulus motivasi untuk mengambil petunjuk atau latihan tertentu Sanders et al., 1999. Insentif dapat berupa salah satu atau kombinasi dari :
pembayaran atau pemberian kompensasi untuk merangsang output yang lebih besar, dorongan atau faktor yang dapat memotivasi dilakukannya suatu tindakan,
isyarat signal positif insentif. Biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk rehabilitasi di Sub DAS Tiro
dari tahun 2003 sd 2008 seluas 1463 ha sebesar Rp. Rp 3.242.663.450, apabila dibandingkan dengan nilai manfaat yang dihasilkan sebesar Rp 331.223.929.622
maka dapat dikatakan bahwa biaya yang dialokasikan oleh Pemerintah masih sangat kecil. Biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk kegiatan rehabilitasi
di Sub DAS Tirto dari tahun 2003 sd tahun 2008 sebesar, selengkapnya disajikan dalam Tabel 37.
Tabel 37. Biaya GERHAN di Sub Das Tirto
No tahun
tanam Luas
Ha Biaya
Penanaman Biaya
Pemeliharaan th-1
Biaya Pemeliharaan
th-2 Jumlah biaya
Rp 1
2003 113
377.877.450 41.245.000
20.622.500 439.744.950
2 2004
350 808.675.000
119.000.000 59.500.000
987.175.000 3
2005 200
253.550.000 67.625.000
33.125.000 354.300.000
4 2006
25 253.550.000
8.500.000 4.250.000
266.300.000 5
2007 700
700.857.500 225.625.000
120.375.000 1.046.857.500 6
2008 75
95.786.000 35.625.000
16.875.000 148.286.000
jumlah 3.242.663.450
Sumber : Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kab. Grobogan, Dinas Kehutanan Kab. Blora dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. pati
Mengingat besarnya manfaat rehabilitasi dan manfaat jasa lingkungan yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang melakukan rehabilitasi tetapi juga
masyarakat luas melampaui wilayah Sub DAS yang direhabilitasi untuk itu perlu dukungan insentif dari instansi pemerintah maupun swasta agar kegiatan
rehabilitasi dapat terus berkembang. Untuk merancang sistem insentif dilakukan analisis deskriptifkualitatif
terhadap karakteristik masyarakat antara lain mata pencahariansumber penghasilan utama, ketergantungan terhadap sumberdaya hutan dan lahan,
persepsi masyarakat terhadap penyebab langsung degradasi hutan dan lahan, faktor penyebab utama degradasi hutan dan lahan, dan bentuk insentif yang
dibutuhkan untuk mendorong masyarakat untuk melakukan rehabilitasi pada lahan kritis.
Mata pencaharian masyarakat seringkali tergantung dan memberikan dampak pada sumberdaya alam. Mata pencaharian utama masyarakat di sub DAS
Tirto sebagian besar 52,83 bermata pencaharian di bidang pertanian. Kegiatan bercocok tanam dilakukan pada lahan sawah yang didominasi sawah tadah hujan
maupun lahan kering tegalan. Gambar 7 berikut ini menunjukkan seberapa besar ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya lahan yang dimilikinya .
29
38 21
12 sebagai sumber mata pencaharian utama
sebagai sumber kehidupan harian subsisten
sebagai kegiatan sekunder atau tambahan sebagai sumber pendapatan
Gambar 7. Tingkat Ketergantungan Masyarakat Terhadap Sumberdaya Hutan dan Lahan
Dari Gambar 7 tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar responden 38 menjadikan sumberdaya hutan dan lahan sebagai sumber kehidupan, 29 sebagai
sumber mata pencaharian utama, 21 sebagai sumber kegiatan sekunder atau tambahan dan 12 responden menjadikan sumberdaya hutan dan lahan sebagai
sumber pendapatan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sangat tergantung terhadap sumber daya hutan dan lahan. Hasil dari pengelolaan lahan
menjadi sumber penghidupan sehari-hari untuk untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual sebagai sumber pendapatan
Kerusakan hutan dan lahan diduga disebabkan karena pengaruh aktifitas masyarakat di sekitarnya. Berbagai aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat
seperti pertanian, pertukangan, pertambangan bisa berdampak terhadap kerusakan hutan dan lahan. Untuk mengetahui pengaruh aktifitas masyarakat terhadap
kerusakan hutan dan lahan dilakukan wawancara terhadap 100 orang responden. Berdasarkan persepsi responden penyebab langsung kerusakan hutan dan lahan di
sekitar mereka dapat dijelaskan sebagaimana Gambar 8.
21 1
47 2
22 4
3
sistem pertanian intensif pemberian pupuk kimia
yang berlebihan erosi
ada kegiatan pertambangan pengambilan kayu bakar
yang berlebihan penebangan intensif
Gambar 8. Penyebab Langsung Kerusakan Hutan dan Lahan Menurut Persepsi Masyarakat
Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar 47 responden menyatakan bahwa kerusakan hutan dan lahan karena erosi, 22 karena
penebangan intensif, 21 karena sistem pertanian intensif, 4 karena pencurian kayu, 2 karena kegiatan pertambangan, 3 karena pengambilan kayu bakar
yang berlebihan, dan 1 pemberian pupuk kimia yang berlebihan. Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa kerusakan terutama lahan disebabkan oleh erosi,
selain karena jenis tanahnya yang rentan terhadap erosi dan kondisi kelerengan, juga dipengaruhi oleh penutupan lahan.
Penyebab langsung lainnya menurut persepsi masyarakat adalah penebangan intensif terutama di lahan milik 22, hal tersebut disebabkan
karena pengelolaan hutan di lahan milik umumnya belum mengacu pada aspek- aspek manajemen hutan dimana penebangan dapat dilakukan kapan saja sesuai
kebutuhan. Intensitas penebangan hutan rakyat semakin meningkat seiring dengan meningkatnya peranan hutan rakyat sebagai pemasok bahan baku industri
perkayuan. Semakin meningkatnya permintaan kayu rakyat merupakan anugrah bagi pengembangan hutan rakyat, dengan semakin tinggi permintaan seharusnya
diikuti dengan peningkatan supply yaitu dengan penanaman sehingga dapat memberikan kepastian kelestarian hasil minimal dalam skala Sub DAS.
Menurut persepsi responden 21 kegiatan pertanian intensif menjadi penyebab langsung kerusakan sumberdaya hutan dan lahan yang ketiga.
Pemilikan lahan yang sempit dan desakan kebutuhan yang meningkat
menyebabkan pengelolaan lahan dilakukan dengan cara intensif yang kadang tidak memperhatikan konservasi tanah dan air telah menyebabkan menurunnya
fungsi lahan sebagai faktor produksi pertanian. Penyebab kerusakan yang lainnya yang mempunyai proporsi kecil 4
adalah pencurian kayu, pengambilan kayu bakar yang berlebihan 3, adanya kegiatan pertambangan kapur 2 dan penggunaan pupuk kimia yang berlebihan
1. Pencurian kayu terutama di kawasan hutan negara pada masa reformasi tahun 1998 terjadi peningkatan yang menyebabkan penurunan potensi
sumberdaya hutan. Pencurian kayu pada lahan milik biasanya dilakukan secara iseng oleh penggembala yang memangkas pohon muda yang biasanya di pinggir
jalan. Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan telah menyebabkan pencemaran lingkungan yang malah akan menjadi racun dan menurunnnya kesuburan tanah.
Demikian pula dengan pengambilan kayu bakar yang berlebihan menjadi penyebab kerusakan hutan dan lahan, terutama pada lahan milik. Pengambilan
kayu yang berlebihan disebabkan karena kebutuhan yang tinggi terhadap sumber energi yang murah tinggal mengambil dari hutan atau lahan milik. Adanya
kegiatan pertambangan menurut sebagian kecil responden juga menyebabkan kerusakan hutan dan lahan. Kegiatan pertambangan yang ada disekitar lokasi
adalah pertambangan batu kapur. Setelah mengetahui penyebab langsung kerusakan hutan dan lahan
kemudian dicari penyebab pokok kerusakan hutan dan lahan tersebut. Penyebab pokok ini merupakan akar penyebab kerusakan hutan dan lahan. Secara garis
besar penyebab utama kerusakan hutan dan lahan yaitu : kegagalan kebijakan, kegagalan kelembagaan, kegagalan pasar dan kondisi mata pencaharian Putro et
al , 2003. Berdasarkan wawancara menurut persepsi responden penyebab pokok
kerusakan hutan dan lahan adalah sebagaimana Gambar 9.
89 6
5 terbatasnya sumber mata
pencaharian kegagalan pasar
kegagalan kebijakan
Gambar 9. Penyebab Pokok Kerusakan Hutan dan Lahan Berdasarkan Persepsi Masyarakat
Berdasarkan Gambar 9 diatas, 89 responden berpendapat bahwa penyebab pokok kerusakan hutan dan lahan karena terbatasnya sumber mata pencaharian,
tekanan penduduk terhadap lahan yang tinggi. Sebagaimana telah dikemukakan didepan masyarakat mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap
lahan. Sehingga menyebabkan intensitas pemanfaatan sumberdaya hutan dan lahan semakin tinggi juga yang sering tidak disertai dengan upaya pelestarian
yang menyebabkan kerusakan sumberdaya hutan dan lahan yang ditandai dengan terjadinya erosi.
Penyebab pokok selanjutnya adalah kegagalan pasar, adanya monopoli pasar oleh tengkulak menyebabkan petani memiliki posisi tawar yang lebih
rendah. Problematika yang dihadapi oleh berbagai macam usaha skala rakyat adalah lemahnya penguasaan mereka terhadap informasi pasar dan system
pemasaran. Hancurnya usaha-usaha rakyat karena pemerintah tidak memberikan perlindungan terhadap sistem tataniaganya Awang, et al 2002.
Kayu jati milik petani dijual dengan sistem tebang butuh, yaitu ditebang pada saat ada kebutuhan misalnya untuk keperluan membayar sekolah anak, ada
keluarga yang sakit atau akan punya hajat. Penjualan dilakukan dengan cara sedikit-sedikit ataupun dengan tebasan satu luasan tertentu. Karena desakan
kebutuhan kadang-kadang petani kurang memperhitungkan harga jualnya.
Kegagalan kebijakan sebagai penyebab utama kerusakan hutan dan lahan menurut persepsi responden mempunyai proporsi paling kecil 5. Pemerintah
membuat kebijakan untuk mendorong perekonomian untuk tercapainya tujuan pembangunan nasional atau sektoral. Kebijakan umumnya disertai dengan
instrumen pendukung seperti subsidi, pajak dan sebagainya. Instrumen kebijakan tersebut seringkali mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas yang
menyebabkan degradasi sumberdaya lam dalam aktivitas ekonominya. Seperti kebijakan pertanian hanya berorientasikan pada output saja dengan sistem
pertanian intensif yang tanpa mengindahkan aspek kelestarian lingkungan mendorong petani untuk melakukan budidaya pertanian yang dapat menurunnya
daya dukung lahan. Seperti kebijakan pemerintah dalam pengembangan hutan rakyat, untuk memberikan insentif secara nyata dalam pengembangan hutan
rakyat dikeluarkan Permenhut no. P51Menhut-II2006 Jo no P.33Menhut- II2007 tentang kebijakan SKAU Surat Keterangan Asal-Usul Kayu. Surat dirjen
BPK no S.1047VI-BIKPHH2006 tanggal 29 Desember 2006 perihal penjelasan permethut p.51 yang mengatur tentang surat keterangan sah kayu bulat cap kayu
rakyat SKSKB cap KR untuk jenis kayu hutan rakyat yang mirip produk hutan milik negara. SKAU dan SKSKB cap KR ditujukan untuk ketertiban peredaran
hasil kayu dan melindungi hak-hak masyarakat dalam pengangkutan kayu rakyat, memberikan kepastian hukum kepada konsumen mempermudah pelayanan
kepada masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya menjadi disinsentif karena menyebabkan banyaknya pelanggaran atas ketentuan tersebut seperti adanya
pungutan yang malah menjadi beban bagi masyarakat dalam pengembangan hutan rakyat.
Informasi mengenai latar belakang mata pencaharian masyarakat, ketergantungan masyarakan terhadap sumberdaya hutan dan lahan, serta penyebab
kerusakan hutan dan lahan berguna untuk menentukan bentuk intensif yang tepat guna mendorong kegiatan rehabilitasi. Berdasarkan persepsi masyarakat
kebutuhan insentif dibutuhkan masyarakat adalah sebagaimana Gambar 10.
51 9
30 10
insentif mata pencaharian tindakan finansial
tindakan fiskal tindakan pasar
Gambar 10. Insentif yang Dibutuhkan Insentif yang dibutuhkan untuk mendorong masyarakat melakukan kegiatan
rehabilitasi sebagian besar responden 51 membutuhkan adanya insentif mata pencaharian. Berdasarkan penggalian penyebab pokok kerusakan hutan dan lahan
karena keterbatasan mata pencaharian yang hanya tergantung pada lahan. Bentuk insentif mata pencaharian diperlukan terutama untuk kegiatan cadangan atau
sambilan di masa paceklik yang akan sangat menolong apabila hasil panenan tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Selain itu untuk
mengurangi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan dan lahan diperlukan diversisifikasi mata pencaharian dan peningkatan ketrampilan
agar masyarakat tidak sepenuhnya tergantung pada pemanfaatan sumberdaya hutan dan lahan sehingga tekanan terhadap sumberdaya hutan dan lahan akan
berkurang. Untuk meningkatkan ketrampilan masyarakat dibutuhkan adanya pelatihan-pelatihan seperti pelatihan pemanfaatan sumberdaya berkelanjutan,
pelatihan pengolahan hasil pasca panen yang dapat memberikan nilai tambah bagi petani dan sebagainya.
Tindakan fiskal misalnya dalam bentuk subsidi untuk teknologi RHL ataupun sarana produksi pertanian, pembebasan pajak atau tingkat pajak yang
rendah untuk penggunaan sumberdaya lahan yang lestari menempati peringkat yang kedua. Saat ini yang dirasakan oleh masyarakat petani adalah mahalnya
kebutuhan sarana produksi pertanian saprodi, petani sangat mengharapkan
adanya subsidi terutama untuk pupuk. Harga pupuk yang sangat tinggi dirasa
sangat memberatkan bagi petani. Menurut persepsi responden bentuk insentif yang dibutuhkan yang terakhir
adalah bentuk insentif finansial 9 dan bentuk insentif pasar 10. Kebutuhan insentif tindakan finansial dalam bentuk pemberian kredit dengan bunga lunak
untuk rehabilitasi hutan dan lahan. Sedangkan bentuk insentif tindakan pasar berupa tersedianya informasi pasar dan kemudahan aksesnya. Dengan mengetahui
informasi pasar petani tidak mudah di kuasai oleh tengkulak sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Apabila memungkinkan petani menginginkan
adanya hubungan kemitraan yang saling menguntungkan dengan industri-industri pengolahan kayu yang bersedia menampung hasil kayu dari petani.
Dalam merancang dan mengimplementasikan tindakan insentif harus mempertimbangkan berbagai aspek secara menyeluruh termasuk sosial dan
politiknya, terdapat 3 aspek makro yang harus dipertimbangkan menurut Vorhies 2001 dalam Putro et al. 2003 yaitu : kendala formal hukum, kebijakan, dan
hak-hak kepemilikan; kendala sosial yang berakar pada sistem kepercayaan, termasuk norma budaya, kesepakatan sosial adat istiadat, etika, tradisi dan
sebagainya; kepatuhan, suatu tindakan insentif hanya akan efektif bila masyarakat patuhtaat pada aturan mainnya.
V.5. Rekomendasi