Faktor Penyebab Potensi Kegagalan GERHAN

yang direhabilitasi pada tiap luas kepemilikan lahan adalah sebagaimana Tabel 35. Tabel 35. Pendapatan Petani dari Hasil GERHAN Pada Berbagai Luas Kepemilikan No Luas kepemilikan ha Pola perpaduan jenis tanaman Rata –rata pendapatan berdasarkan analisis finansial Rp bulan Rata –rata pendapatan tanpa memperhitungkan biaya tenaga kerja sewa lahan Rp bulan 1 =0.25 1 50.793 245.976 2 81.707 274.395 3 41.648 198.832 4 73.326 282.749 5 37.103 285.091 Rata-rata 56.965 257.409 2 0.25 – 0.75 1 102.912 504.704 2 179.670 578.356 3 106.423 445.187 4 150.464 508.259 5 176.383 582.240 Rata-rata 143.170 523.749 3 =0.75 1 271.159 941.939 2 648.917 1.106.238 3 442.548 823.350 4 340.279 883.659 5 483.362 1.186.282 Rata-rata 437.253 882.983 Sumber : Hasil analisis data Berdasarkan Tabel 35 meskipun dalam analisis tidak memperhitungkan biaya tenaga kerja dan sewa lahan, dapat dikatakan bahwa kegiatan rehabilitasi yang dilakukan belum bisa memberikan pendapatan yang layak bagi petani, dilihat dari pendapatan rata-rata yang diperoleh untuk luas kepemilikan lahan =0,25 ha sebesar Rp 257.409 per bulan dan luas kepemilikan 0,25 – 0,75 ha sebesar Rp 523.749 yang masih lebih rendah dibandingkan UMR yang berlaku di Kabupaten Grobogan Rp 640.000.bulan. GERHAN dapat memberikan pendapatan rata-rata yang layak bagi petani pada luas pemilikan = 0,75 ha.

V.3. Faktor Penyebab Potensi Kegagalan GERHAN

Untuk mengetahui faktor penyebab kegagalan dilakukan wawancara terhadap 100 orang responden dari peserta GERHAN di Sub DAS Tirto mengenai keberhasilan tanaman di lahan miliknya dan 10 item faktor penduga penyebab kegagalan dari GERHAN yaitu : kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan X 1 ; ketidak sesuaian jenis tanaman dengan kondisi ekologisnya X 2 ; rendahnya kualitas bibit X 3 ; ketidak sesuaian jenis dengan yang diusulkan X 4 ; jeleknya kondisi bibit waktu diterima X 5 ; kesulitan pemasaran hasil X 6 ; kurangnya insentifpenghargaan untuk kegiatan rehabilitasi X 7 ; kurangnya kapasitas instansi terkait dalam kegiatan rehabilitasi dilihat dari kecukupan tenaga kerja, kapasitas teknis dan dukungan logistik X 8 ; kurangnya keterpaduan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan penggunaan lahan yang lebih luas X 9 ; dan ketidakjelasan pembagian hak dan kewajiban dalam hal rehabilitasi hutan dan lahan X 10 . Masing-masing variabel diberikan skore 1-5, jika kondisinya semakin jelek diberikan skore semakin besar. Berdasarkan hasil wawancara Lampiran 14 kemudian dilakukan analisis regresi yang menghubungkan antara kegagalan tanaman dengan variabel-variabel penentunya. Dari hasil analisis diperoleh model persamaan regresi yang menghubungkan antara faktor-faktor penyebab dengan tingkat kegagalan Y yaitu Y = -0.05+ 0.028X 1 +0.012X 6 +0.045X 7 +0.019X 9 , dari model tersebut diperoleh koefisieen determinasi R 2 52,0. Hasil analisis varian disampaikan Tabel 36. Tabel 36. Hasil Analisis Varian Faktor Penyebab Kegagalan GERHAN Source DF SS MS F P Regression 4 0.337361 0.084340 25.76 0.000 Residual Error 95 0.311039 0.003274 Total 99 0.648400 Sumber : Hasil analisis data Untuk melihat pengaruh variabel bebas secara bersama-samasimultan terhadap tingkat kegagalan dilakukan uji F, dari hasil analisis diperoleh F-hitung 25.76 F-tabel 3;96 = 2,706 maka dapat dikatakan bahwa variabel X 1 , X 6 , X 7 dan X 9 secara bersama-sama berpengaruh terhadap model. Variabel X 1 atau kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan berpengaruh terhadap kegagalan GERHAN, yang dimaksud keterlibatan dalam perencanaan rehabilitasi disini adalah keterlibatan sesuai dengan kapasitasnya. Semakin kurang keterlibatan masyarakat sesuai dengan kapasitasnya dalam perencanaan rehabilitasi, maka kegagalannya akan semakin besar. Bentuk keterlibatan masyarakat dalam perencanaan rehabilitasi antara lain turut serta dalam menyusun rancangan kegiatan, menentukan jenis dan jumlah kebutuhan tanaman yang akan ditanam. Dengan keikutsertaannya terhadap perencanaan maka akan ada rasa memiliki terhadap kegiatan sehingga berpengaruh juga pada keberhasilan tanamannya. Variabel X 6 atau kesulitan pemasaran hasil berkorelasi positif dengan kegagalan tanaman, semakin sulit pemasaran hasil maka kegagalannya akan semakin besar. Kemudahan pemasaran hasil berkaitan dengan keberlanjutan manfaat dari kegiatan rehabilitasi berupa hasil dari tanaman kayu dan bukan kayu secara terus menerus. Dengan adanya harapan hasil dari tanaman yang ditanam akan merangsang minat masyarakat dalam memelihara tanaman yang akan berpengaruh positif pula terhadap keberhasilannya.. Variabel X 7 atau kurangnya insentifpenghargaan untuk kegiatan rehabilitasi, semakin kurang adanya insentifpenghargaan maka kegagalan akan semakin meningkat. Adanya insentifpenghargaan akan memberikan dorongan yang dapat menarik minat masyarakat untuk melakukan kegiatan rehabilitasi. Dan variabel X 9 atau kurangnya keterpaduan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih luas yang mengacu pada arah penggunaan lahan. Kegiatan rehabilitasi diarahkan pada lahan kritis bukan pada lahan subur yang diperuntukkan untuk pertanian. Ini berkaitan dengan keberlanjutan tanaman rehabilitasi, agar lahan tidak diubah untuk budidaya tanaman semusim yang hasilnya dapat diperoleh lebih cepat. Dari model persamaan regresi yang dihasilkan Y=-0.05+ 0.028X 1 +0.012X 6 +0.045X 7 +0.019X 9 , apabila keempat variabel tersebut diposisikan pada kondisi yang paling jelek, kegagalan tanaman Y diprediksikan akan mencapai 0,446 atau 44,6. Apabila variabel penyebab kegagalan diposisikan pada kondisi yang paling bagus dengan skore 1, seperti masyarakat dilibatkan dalam perencanaan sesuai dengan kapasitasnya, pemasaran hasil produk sangat mudah, adanya insentifpenghargaan untuk rehabilitasi dan ada keterpaduan pelaksanaan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih luas, maka kegagalan tanaman Y sebesar 0,054 atau 5,4. Dengan ini dapat dikatakan bahwa jika keempat variabel penyebab kegagalan tersebut dapat diperbaiki sampai pada kondisi yang paling baik yaitu dengan mengikutsertakan masyarakat dalam perencanaan rehabilitasi sesuai dengan kapasitasnya, menyediakan kemudahan pasar hasil produksi, memberikan insentifpenghargaan yang cukup untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan, dan adanya keterpaduan antara pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dengan perencanaan yang lebih luas, maka dapat meningkatkan keberhasilan tanaman sampai 95,6.

V.4. Sistem Insentif Untuk Tidak Merusak Hutan dan Lahan