Biaya dalam analisa proyek menurut Gittenger 1986 adalah tiap barang dan jasa yang digunakan dalam suatu proyek yang akan mengurangi tujuan yang
harus ditempuh tergantung dari sisi mana analisa dilakukan. Sedangkan manfaat adalah tiap barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu proyek yang dapat
meningkatkan pendapatan petani atau perusahaan atau menaikkan pendapatan nasional masyarakatsuatu negara. Biaya dan manfaat proyek dibedakan atas biaya
yang dapat dikuantifikasikan tangible cost dan biaya yang tidak dapat dikuantifikasikan intangible cost, dan juga manfaat yang dapat dikuantifikasikan
tangible benefit dan manfaat yang tidak terukur intangible benefit. Bahan pertimbangan yang menjadi kriteria kelayakan investasi proyek
menurut Gittenger 1986 adalah : 1 Net Present Value NPV atau nilai kini bersih, yang diperoleh dengan
mendiskontokan semua biaya costs dan penerimaan benefits pada discount rate
tertentu, kemudian hasil diskonto penerimaan dikurangi hasil diskonto biayanya. Suatu proyek dikatakan layak apabila NPV-nya bernilai posistif.
2 Benefit Cost Ratio BCR, didapatkan dengan membagi jumlah hasil diskonto penerimaan dengan jumlah hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan layak
apabila nilai rasio manfaat biayanya lebih besar dari 1. 3 Internal Rate Return IRR, adalah tingkat discount rate yang menyebabkan
jumlah hasil diskonto penerimaan sama dengan hasil diskonto biaya. Suatu proyek dikatakan layak apabila IRR-nya lebih besar dari tingkat discount rate
yang ditetapkan.
II.5. Imbalan Penyediaan Jasa Lingkungan RHL
Jasa lingkungan hutan didefinisikan sebagai hasil atau implikasi dari dinamika hutan berupa jasa yang mempunyai nilai manfaat atau memberikan
keuntungan bagi kehidupan manusia Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam, 2009. Jasa lingkungan ini dihasilkan oleh proses yang terjadi
pada ekosistem alam. Hutan sebagai ekosistem alam selain berbagai produk kayu dan non kayu, merupakan reservoir besar yang menampung air hujan, menyaring
air tersebut dan kemudian melepaskan secara gradual sehingga air tersebut
bermanfaat bagi manusia. Sedangkan jasa lingkungan hutan menurut Pagiola et al. 2004 dan
Leimona et al. 2006 dalam Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam 2009, dibedakan dalam 4 kategori yaitu :
1 Perlindungan dan pengaturan tata air Jasa Lingkungan Air 2 Konservasi keanekaragaman hayati Jasa Lingkungan Keanekaragaman
Hayati 3 Penyediaan keindahan bentang alam Jasa Lingkungan Ekowisata
4 Penyerapan dan Penyimpanan Karbon Jasa Lingkungan Karbon. Prinsip dasar konsep pembayaran jasa lingkungan, adalah bahwa masyarakat
penyedia jasa lingkungan perlu mendapat insentif terhadap usaha yang mereka lakukan, dilain pihak pengguna jasa lingkungan perlu membayar atas jasa
lingkungan yang mereka manfaatkan. Rehabilitasi hutan dan lahan menghasilkan jasa lingkungan berupa
perbaikan kualitas air, pengendalian banjir, penyerapan karbon yang dirasakan oleh masyarakat luas melampaui wilayah DAS yang direhabilitasi. Sehingga
implikasinya adalah upaya rehabilitasi hutan dan lahan tidak bisa hanya mengandalkan inisiatif masyarakat ataupun Pemda setempat, tetapi untuk
kepentingan masyarakat yang lebih luas diperlukan suatu mekanisme insentif. Masyarakat atau Pemerintah Daerah setempat seharusnya mendapat
kompensasiinsentif atas biaya yang dikeluarkan untuk melakukan rehabilitasi hutan dan lahan. Besarnya nilai kompensasi minimal sebesar selisih antara
peningkatan nilai ekonomi dari rehabilitasi dan jasa lingkungan dengan manfaat yang diterima masyarakat setempat.
Insentif rehabilitasi hutan dan lahan didefinisikan sebagai semua bentuk dorongan spesifik atau rangsangstimulus yang berasal dari institusi eksternal
pemerintah, LSM atau swasta yang dirancang dan diimplementasikan untuk mempengaruhi atau memotivasi masyarakat baik secara individu maupun
kelompok untuk bertindak atau mengadopsi teknik dan metode baru yang
bertujuan untuk memperbaiki pengelolaan DAS melalui rehabilitasi hutan dan
lahan Putro et al. 2003. Menurut kamus bahasa inggris Oxford Modern, insentif adalah pembayaran
atau konsesi untuk menstimulir output yang lebih besar dari pekerja. Definisi lain, insentif termasuk perangsang atau dorongan untuk aksi, suatu faktor motivasi
yang mendorong aktif, atau stimulus motivasi untuk mengambil petunjuk atau latihan tertentu Sanders et al. 1999. Lebih lanjut dijelaskan bahwa insentif
merupakan katalis untuk perubahan dalam praktek pertanian dan penggunaan lahan. Insentif adalah instrumen, yang secara langsung atau tidak langsung
mempengaruhi keputusan produsen atau konsumen melalui finansial dan atau dorongan non-keuangan. Insentif didesain untuk mengkatalis perubahan dan
untuk menghasilkan dampak secepatnya pada perilaku individu atau masyarakat. Insentif langsung termasuk : input pertanian, perlengkapan dari infrastruktur
lokal, dana dan subsidi, pajak konsesi untuk investasi dalam praktek konservasi tanah, pembiayaan hijau green funds, biaya-biaya yang berbeda differential
fees , akses yang berbeda untuk sumber penghasilan, penghargaan dan hadiah,
pinjaman murah dan kredit, dan penetapan cost sharing Sanders et al. 1999. Sedangkan insentif tidak langsung menurut Sanders et al. 1999 yang
diadaptasikan dari IFAD 1996 dan 1998, terdiri dari insentif variabel dan insentif pemungkin Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan Insentif Variabel Variable Incentives dan Insentif Pemungkin Enabling Insentives
Insentif variabel Variabel pemungkin
Sektoral Ekonomi makro
- harga input dan output
- pajak - subsidi
- nilai penukaran
exchange rate - pajak
- tingkat bunga - keamanan lahan
- aksesibilitas - pembangunan pasar
- devolusi pengelolaan sumberdaya
alam - tariff
- tindakan fiskal dan moneter
- desentralisasi dalam pembuatan keputusan
- fasilitas kredit - keamanan nasional
Sumber : Sanders et al. 1999 diadaptasi dari IFAD 1996 dan 1998 Dalam merancang sistem insentif RHL, langkah yang harus diambil adalah
mengidentifikasi dan memastikan jasa lingkungan yang akan disediakan dari
kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan beserta penyedia dan penggunaannya,
termasuk menemukan mekanisme pemberian imbalan yang sesuai apakah bersifat finansial atau tidak, yang mampu menciptakan kerangka kebijakan dan
kelembagaan yang dapat mendukung skema transfer lingkungan yang efektif. Menurut Putro et al. 2003 dalam merancang sistem insentif RHL yang
dikembangkan berdasarkan dokumen ā€¯Community-based Incentive For Nature Conservationā€¯ yang ditulis oleh Emerton 1999 dan diterbitkan IUCN, ada 5
tahapan yang harus dilakukan yaitu : 1 pengumpulan informasi yang melatarbelakangi mata pencaharian masyarakat dan kharakteristik sumberdaya
alam dalam DAS; 2 analisis pengaruh ekonomi masyarakat terhadap sumberdaya alam; 3 identifikasi kebutuhan dan relung insentif; 4 memilih
insentif ekonomi untuk rehabilitasi hutan dan lahan berbasis masyarakat; 5 pertimbangan praktis dalam penerapan tindakan insentif.
II.6. Penelitian Sebelumnya