Evaluasi Kondisi Fisik Evaluasi

8. menambah variasi tanaman vertikal yang mampu mengimbangi padatnya bangunan. Alternatif strategi ini dirumuskan untuk mempertahankan dan mengembangkan area industri dengan mempertahankan kegiatan industri didalamnya dengan tetap melindungi kualitas lingkungan. Sehingga dengan ini masyarakat dengan pemanfaatan industri dan SDA yang dimiliki tetap mampu mempertahankan kondisi perekonomian. Selain itu masyarakat tetap dapat merasa nyaman pada lingkungan tempat mereka tinggal dan beraktivitas sehari-hari.

5.2 Evaluasi

5.2.1 Evaluasi Kondisi Fisik

Evaluasi kondisi fisik mencakup evaluasi hasil inventarisasi dan analisis pada Kawasan Peruntukan Industri KPI yang dipilih yaitu industri rokok PT. Djarum dan industri elektronik PT. Polytron. Keduanya berada KPI Bakalan Strengths kekuatan • Kondisi SDA cukup baik • Perhatian masyarakat pada lingkungan • Keuntungan dari industri Weaknesses kelemahan • Keterbatasan lahan • Dominasi bangunan • Pencemaran dan polusi dari industri • Minimnya pengetahuan tentang RTH Oppurtunies peluang • Perhatian pemerintah terhadap RTH • Pembatasan perluasan lahan industri • mempertahankan dan mengembangkan industri tanpa perluasan lahan industri • pemanfaatan SDA dengan tetap menjaga kondisi lingkungan • peningkatan fungsi RTH untuk perbaikan lingkungan • peningkatan variasi tanaman RTH yang tahan dan mampu mengurangi bahan pencemar • pengenalan RTH pada masyarakat terutama pada area industri oleh pemerintah Threats ancaman • meningkatnya jumlah penduduk • meningkatnya kebutuhan tempat tinggal • meningkatnya kebutuhan perekonomian • pemanfaatan SDA untuk menambah pemasukan ekonomi • mengembangkan bangunan permukiman vetikal • menambah variasi tanaman vertikal yang mampu mengimbangi padatnya bangunan Faktor eksternal Faktor internal Tabel 32. Matrik SWOT Krapyak tetapi tidak dalam satu wilayah yang sama. Kedua industri ini secara umum sudah memenuhi persyaratan industri berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Kudus, dengan fasilitas-fasilitas yang cukup memadai seperti gedung pabrik, tempat parkir, tempat ibadah, jalur sirkulasi, saluran drainase, serta saluran pembuangan limbah. Kedua industri ini berada pada lokasi yang strategis dan mudah dijangkau karena berada dekat dengan jalur utama yang menghubungkan wilayah satu dengan lainnya sehingga keduanya mampu berkembang cukup baik. Tetapi keduanya juga memberikan dampak masing-masing baik dampak negatif maupun dampak positif. Dampak positif keduanya yang utama adalah memajukan perekonomian sedangkan dampak negatifnya sebagian besar lebih mengarah pada pencemaran atau polusi yang ditimbulkan. Yang membedakan adalah dampak pencemaran atau polusi yang ditimbulkan dari kedua industri tersebut tidak sama. PT. Djarum menghasilkan lebih banyak bahan pencemar berupa limbah cair, polusi udara, dan polusi suara, sedangkan PT. Polytron lebih banyak dirasakan polusi suara. Oleh karena itu kondisi lingkungan pada wilayah kedua industri tersebut berbeda. Pada area industri PT. Djarum dapat dirasakan lebih panas, tercium bau menyengat bahan industri, terdengar bising, dan terdapat pencemaran air di beberapa permukiman terutama yang dekat dengan pabrik. Lain halnya pada PT. Polytron yang dirasakan lebih panas dan terdapat kebisingan tetapi tidak terdapat pencemaran udara maupun air yang berbahaya. Selain karena dampak pencemaran atau polusi yang diberikan oleh kedua industri tersebut, kondisi ini didukung juga oleh bangunan yang cukup padat, terbatasnya lahan kosong dan semakin berkurangnya tanaman terutama pohon. Jika dilihat dari jenis penggunaan lahannya, kedua area industri ini memiliki penggunaan ruang yang sama yaitu area tak terbangun berupa sawah, pekarangan, dan pemakaman dan area terbangun berupa pemukiman dan industri. Tetapi proporsi area tak terbangun dan area terbangun dari kedua industri tersebut tidak sama. Pada KPI PT. Djarum area terbangun adalah sebesar 58 dan area tak terbangun sebesar 42, sedangkan pada KPI PT. Polytron area terbangun adalah sebesar 46 dan area tak terbangun sebesar 54. Dilihat dari proporsi penggunaan ruangnya, keduanya cukup dipadati oleh bangunan dan perkerasan. Tetapi untuk area tak terbangunnya yang berupa RTH juga cukup luas dimana keduanya memiliki lebih dari 40 dari luasan wilayah KPI masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa RTH pada KPI kedua industri sudah sesuai dengan kriteria KDH pada kawasan peruntukan industri berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Kudus. Dengan proporsi RTH yang sudah mencukupi maka KPI kedua industri ini layak untuk tetap dipertahankan tetapi juga harus membatasi pengembangan fisik industri di dalamnya untuk mempertahankan RTH yang sudah ada.

5.2.2 Evaluasi Ruang Terbuka Hijau