B. KONSENTRAT PROTEIN
Konsentrat  protein  adalah  produk  pekatan  protein  yang  memiliki kandungan protein minimal 70, sedangkan isolat protein memiliki kadar protein
minimal 90 Waggle dan Kolar, 1979. Pemekatan kadar protein bahan pangan dapat dilakukan dengan cara mengolahnya menjadi tepung, tepung rendah lemak,
konsentrat,  dan  isolat  protein  Waggle  dan  Kolar,  1979.  Konsentrat  protein umumnya  memiliki  kandungan  protein  sekitar  65-75,  15-25  polisakarida  tak
larut, 4-6 mineral, dan 0.3-1.2 minyak Cheftel et al., 1985. Kandungan gula pada konsentrat protein telah dikurangi, sehingga produk
yang  menggunakan  konsentrat  protein  lebih  mudah  dicerna  dan  lebih  sedikit menyebabkan  flatulensi.  Konsentrat  protein  dapat  dengan  mudah  dibentuk
teksturnya, namun membutuhkan jumlah air dan energi mekanik yang lebih besar daripada produk tepung rendah lemak Riaz, 2004.
Pembuatan  konsentrat  protein  dilakukan  dengan  ekstraksi  mineral  dan karbohidrat  yang  larut  air.  Mineral  dan  karbohidrat  larut  air  dapat  diekstrak
dengan  larutan  asam,  campuran  air-etanol,  atau  air  panas.  FAO  2009 mengklasifikasikan  tiga  cara  yang  umumnya  digunakan  dalam  proses  produksi
konsentrat  protein,  yaitu  proses  pencucian  dengan  alkohol,  proses    pencucian dengan  asam,  proses  denaturasi  protein  dengan  panas.  Proses  pembuatan
konsentrat protein dengan pencucian alkohol didasarkan pada kemampuan alkohol rantai  pendek  metanol,  etanol,  atau  isopropil  alkohol  untuk  mengekstrak  fraksi
gula  larut  air  tanpa  melarutkan  protein.  Umumnya  konsentrasi  alkohol  optimum yang  digunakan  adalah  60.  Setelah  proses  ekstraksi  gula,  alkohol  dievaporasi
dari protein dengan menggunakan prinsip destilasi dan protein dikeringkan FAO, 2009.
Proses  pencucian  dengan  asam  menggunakan  prinsip  kelarutan  protein pada berbagai nilai pH. Saat protein dikondisikan pada pH isoelektrik, komponen
protein akan mengendap, sedangkan karbohidrat dan mineral akan larut dalam air. Protein  yang  telah  mengendap  dipisahkan  dengan  sentrifugasi  dan  dikeringkan
FAO,  2009.  Penggunaan  larutan  asam  pada  pH  isoelektrik  dapat  mengurangi pembukaan  lipatan  protein  unfolding,  agregasi,  dan  kehilangan  sifat
fungsionalnya Handoko, 2000.
Proses  yang  ketiga  adalah  denaturasi  protein  menggunakan  uap  panas, yang  dilanjutkan  dengan  ekstraksi  komponen  gula  menggunakan  air  panas.
Protein  yang  telah  terdenaturasi  dipisahkan  dan  dikeringkan  FAO,  2009. Denaturasi  protein  adalah  modifikasi  konformasi  atau  struktur  sekunder,  tersier,
atau kuarterner protein yang tidak disertai dengan pemutusan ikatan peptida yang terdapat  pada  struktur  primernya.  Denaturasi  protein  ini  dapat  mengurangi
kelarutan  protein  karena  bagian  hidrofobiknya  tidak  terlindungi  dan  juga  dapat mengubah  kapasitas  pengikatan  air    Cheftel  et  al.,  1985.  Denaturasi  protein
dapat disebabkan oleh proses panas Pablo et al.,1981. Denaturasi  protein  juga  dapat  disebabkan  oleh  ekstraksi  menggunakan
pelarut.  Denaturasi  protein  karena  pelarut  organik  dipengaruhi  oleh  derajat hidrofobisitas  dan  derajat  pengencerannya  dengan  air.  Pelarut  organik  yang
bersifat hidrofobik yang tidak bercampur dengan air, seperti n-heksana, memiliki kemungkinan yang kecil untuk dapat mendenaturasi protein meskipun pada suhu
yang tinggi Fukushima, 1969.
C.  SIFAT  FISIKOKIMIA  DAN  SIFAT  FUNGSIONAL  KONSENTRAT PROTEIN