protein, namun dengan rendahnya konsentarsi protein gel terbentuk dalam waktu pemanasan yang lebih lama Schmidt, 1981.
Penurunan pH dari pH tinggi ke pH netral juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan aktivitas molekul protein sehingga kemampuan
membentuk gel dan kemampuan aktivasi ikatan sulfihidril yang penting dalam agregasi pun berubah. Ukuran agregat yang terbentuk akan semakin kecil
dengan naiknya pH dari 5 menjadi 10 karena adanya gaya tolak-menolak antara molekul protein meningkat Suwarno, 2003.
10. Kapasitas dan Stabilitas Buih
Buih adalah struktur terdispersi di mana cairan koloid seperti larutan protein bertindak sebagai medium pendispersi dan gas sebagai fase terdispersi.
Mekanisme pembentukan
buih diawali
dengan terbukanya
ikatan intramolekuler protein sehingga rantai protein memanjang, kemudian udara
masuk di antara molekul protein yang terbuka dan bertahan sehingga protein mengembang Cherry dan Watters, 1981. Buih adalah campuran kompleks
yang terdiri dari gas, cairan, padatan, dan surfaktan. Kapasitas busa suatu protein sangat kritis dalam aplikasi pangan, protein dari sumber yang berbeda
memiliki kemampuan yang berbeda pula dalam menstabilkan busa karena perbedaan komposisi, konformasi, fleksibilitas molekuler, dan sifat-sifat
fisikokimianya Elizade et al., 1991. Buih terbentuk dengan tiga tahapan utama, yaitu: 1 difusi protein
globular yang larut ke antarfase udara atau air sehingga terjadi konsentrasi protein dan tegangan permukaannya berkurang, 2 pembukaan protein
antarfase dengan orientasi molekul polar ke air, dan 3 interaksi polipeptida membentuk lapisan antarmuka. Daya buih suatu protein bergantung pada
kemampuannya membentuk lapisan yang kohesif, elastis, dan fleksibel, serta kemampuannya memerangkap dan menahan udara, serta tahan terhadap
perlakuan mekanik. Terbukanya konformasi protein-protein di antara fase udara atau air akan memaparkan bagian hidrofobiknya sehingga memicu
akselerasi asosiasi polipeptida antarfase dan membentuk lapisan kontinyu yang kohesif Suwarno, 2003.
Daya buih protein menunjukkan kemampuan produksi suatu area permukaan dari buih per unit berat protein dan kemampuan protein untuk
menstabilkan lapisan permukaan tersebut. Foaming agent harus memiliki sifat-sifat menstabilkan buih secara cepat dan efektif pada konsentrasi rendah,
efektif pada berbagai kisaran pH pangan, dan efektif dalam media dengan foam inhibitor, seperti alkohol, lemak, dan bahan-bahan flavor. Foam
inhibitor adalah bahan tidak larut air yang dapat mengganggu lapisan protein pada gelembung-gelembung udara Suwarno, 2003. Lemak dapat
melemahkan interaksi antara protein-protein dengan mengganggu permukaan hidrofobik Zayas, 1997.
Daya buih dipengaruhi oleh sumber protein alami, metode dan proses, termasuk di dalamnya adalah proses pembuatan konsentrat protein, pH,
konsentrasi protein, suhu dan waktu pembuihan, serta metode pembuihan. Daya buih meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi protein karena
terjadi peningkatan ketebalan lapisan pada interfasial, stabilitas buih maksimal diperoleh saat elastisitas permukaan juga maksimal Suwarno,2003.
Kapasitas dan stabilitas buih suatu protein dipengaruhi oleh kelarutan protein, laju difusinya ke arah permukaan, dan penyerapannya. Faktor-faktor
tersebut bergantung pada sifat-sifat hidrofobik, orientasi, asosiasi polipeptida, viskoelastisitas, kesetimbangan agregasi-konjugasi, muatan permukaan, dan
hidrasi. Selain itu, kapasitas dan stabilitas buih juga dipengaruhi oleh pH, suhu, garam, gula, lemak, dan sumber protein. Kapasitas dan stabilitas buih
bertambah dengan meningkatnya konsentrasi protein. Buih yang terbentuk pada konsentrasi tinggi bersifat padat dan stabil karena lapisan yang terbentuk
tebal Kinsella dan Damodaran, 1981. Stabilitas buih dipengaruhi oleh ketebalan lapisan yang terbentuk,
kekuatan mekanis, interaksi protein, serta faktor lingkungan, seperti pH dan suhu. Lapisan dengan viskositas permukaan yang tinggi membentuk busa
yang kuat sebagai hasil dan gaya kohesif antar molekul protein.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT