hakekatnya, desain adalah aktifitas kreatif menuju sesuatu yang baru dan berguna yang belum ada sebelumnya. Desain lanskap merupakan suatu proses
perancangan pada suatu bentang alam dengan melihat potensi dan kendala pada bentang alam tersebut yang dilakukan untuk mencapai penggunaan dengan tujuan
tertentu. Sebuah proses desain pada sebuah lanskap dapat dinyatakan sebagai bagian dari proses pemecahan masalah dan tahapan kreatif yang dilakukan
seorang desainer untuk mengembangkan suatu solusi rancangan yang tepat berdasarkan permintaan klien ataupun berdasarkan kondisi tapak.
2.4 Desain Nursery
Nursery komersial pertama kali diperkenalkan di United States oleh William Prince pada tahun 1737. Nursery ini dikenal dengan nama Prince Nursery yang
selama beberapa tahun sebelumnya dikenal sebagai Linnaean Botanical Garden. Nursery ini dimulai dengan pembibitan beberapa pohon dengan tujuan untuk
property lanskap Davidson, 1981.
Saat ini keberadaan nursery dibedakan dari botanical garden yang pada dasarnya memiliki tujuan yang berbeda. Budidaya tanaman untuk keperluan
lanskap dilakukan oleh nursery yang secara lebih luas merupakan tempat pembesaran dan pemeliharaan bibit-bibit tanaman untuk keperluan lanskap. Untuk
mendesain nursery terdapat faktor pembentuk dari beberapa fasilitas, struktur dan peralatan antara lain lahan, bangunan, fasilitas-fasilitas, mesin dan peralatan
manual yang diperlukan untuk pembibitan Soule dalam Tasyara 2008. Menurut Davidson 1981, pemilihan tapak untuk nursery harus dilakukan dengan
pertimbangan yang tepat, karena lokasi akan memberikan efek yang besar dalam kesuksesan nursery tersebut. Tanah, air, dan kondisi lingkungan adalah faktor
utama yang sangat penting dan harus diperhatikan dalam pemilihan tapak untuk nursery.
2.5 Lanskap Kawasan Pendidikan
Dinas pekerjaan umum 2002 menyatakan bahwa sekolah merupakan kawasan dimana berlangsung aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif
permanen sebagai akibat dari upaya yang dilakukannya. Penataan kawasan pendidikan akan melekat dalam ingatan, ada tempat-tempat atau obyek khusus
yang menjadi kenangan tersendiri bagi pengajar maupun para siswa dimana diharapkan akan didapatkan kenangan yang positif. Perencanaan pengajaran harus
didasarkan pada pengetahuan tentang bagaimana individu belajar, agar diketahui bagaimana kondisi-kondisi tersebut harus ditata Tasyara 2008.
Peraturan mentri nomor 24 tahun 2007 menyatakan bahwa dalam suatu kawasan pendidikan, lahan yang dimanfaatkan untuk pelaksanaan kegiatan
pendidikan merupakan kepemilikan pribadi, dalam hal ini pihak institusi pendidikan. Kriteria lahan yang diizinkan untuk dimanfaatkan antara lain harus
terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, memiliki akses sirkulasi yang jelas dan memadai. Kemiringan lahan rata-rata yang
diizinkan pun harus kurang dari 15, tidak berada dalam garis sempadan sungai atau jalur kereta api. Jalur sirkulasi horizontal sangat diperlukan sebagai
penghubung antar ruang dengan lebar minimum 1.8 meter PERMENDIKNAS No. 242007.
2.6 Agrowisata
Agrowisata merupakan salah satu bentuk pariwisata dengan obyek utama lanskap pertanian. Agrowisata juga merupakan aktifitas wisata yang terintegrasi
dengan keseluruhan sistem pertanian dan pemanfaatan obyek-obyek pertanian sebagai obyek wisata, seperti teknologi pertanian hingga komoditas pertanian.
Kegiatan agrowisata pada dasarnya dilaksanakan dikawasan pertanian dengan aktifitas-aktifitas seperti persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan,
pengolahan hasil panen, hingga produk hasi panen yang dapat dipasarkan dan dibeli oleh wisatawan sebagai buah tangan Arifin dan Arifin 1992.
Perencanaan agrowisata harus mengikuti prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan agar tidak terjadi kerusakan terhadap lingkungan dan sistem ekologis
yang telah terbentuk sebelumnya. Rencana agrowisata tersebut harus dibuat secara lengkap dan sesederhana mungkin dengan mempertimbangkan tata lingkungan
dan kondisi masyarakat disekitarnya yang diselaraskan dengan SDA, tenaga kerja pendanaan dan teknik yang ada Tirtawinata dan Fachruddin 1996.
BAB III METODOLOGI