perairan yang luas 0-158 ppt sehingga digolongkan sebagai ikan euryhaline. Ikan bandeng juga mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan seperti
suhu, pH, dan kekeruhan air, serta terhadap penyakit Kordi dan Ghufron, 2011.
2.2. Budidaya Polikultur Udang Windu dan Ikan Bandeng
Budidaya udang di tambak budidaya air payau adalah kegiatan usaha pemeliharaan atau pembesaran udang menggunakan campuran antara air laut dan
air kolam mulai dari ukuran benih benur sampai menjadi ukuran yang layak dikonsumsi Suyanto dan Mujiman, 2005.
Dahuri 2002 kegiatan budidaya perikanan diharapkan memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha, penyediaan bahan baku industri mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, yang pada akhirnya dapat memberikan
kontribusi bagi penerimaan devisa negara. Namun demikian, pada saat yang sama kegiatan budidaya perikanan harus tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya
dan lingungan dalam rangka mewujudkan kawasan budidaya yang berkelanjutan, berdaya saing dan berkeadilan.
Budidaya udang windu di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 1980- an. Indonesia merupakan salah satu produsen utama udang windu dunia yang
pada tahun 2009 memproduksi sekitar 120 ribu ton. Tahun 1994, Indonesia sudah berhasil memproduksi udang windu dari kegiatan budidaya sebanyak 250 ribu ton
Kordi dan Ghufron, 2011. Budidaya ikan bandeng merupakan salah satu jenis ikan laut yang sangat
popular diusahakan. Budidaya tambak yang dilakukan dengan sistem tradisional umumnya mengandalkan nener hasil penangkapan alam, padat peneneran rendah,
mengandalkan makanan alami, dan pengisian air tambak mengandalkan pasang- surut air laut. Pembudidayaan bandeng lebih aman ditinjau dari risiko kegagalan
panen maupun risiko fluktuatif harga pemasaran dibandingkan dengan komoditas udang Murtidjo, 2002. Oleh karena itu, budidaya udang windu dilakukan secara
polikultur dengan ikan bandeng.
2.2.1. Pengelolaan Tambak
Pengelolaan tambak ikan harus dilaksanakan secara simultan dan berurutan mulai dari persiapan tambak sampai kegiatan panen. Kegiatan pokok
dalam pengelolaan tambak ikan adalah sebagai berikut Suyanto dan Mujiman, 2005:
1. Mempersiapkan petak tambak. Kegiatan ini meliputi perbaikan saluran pintu
air, pemasangan saringan, meratakan dasar petakan tambak dan memperbaiki tanggul, memberantas hama dengan cara pemberian kapur pada dasar tambak,
pemupukan hanya untuk tambak semi-insentif, dan pengisian air ke dalam tambak.
2. Aklimatisasi dan penebaran benur. Aklimatisasi artinya penyesuaiain
terhadap keadaan lingkungan yang berbeda. Kegiatan ini berguna untuk mencegah terjadinya shock pada suatu organisme apabila organisme itu
dipindahkan dari satu lingkungan ke dalam lingkungan lain yang berbeda sifatnya. Penebaran benur sangat baik apabila dilakukan pada pagi hari atau
sore hari ketika udara tidak terlalu panas. 3.
Pemberian pakan dan pengaturannya. Pada tambak semi-insentif, benur dapat memperoleh pakan alami selama satu bulan sampai dua bulan, tergantung
pada kesuburan tambak dan keberhasilan teknik pemupukan. 4.
Pemasangan kincir. Kincir biasanya dipasang setelah masa pemeliharaan 1,5- 2 bulan karena pada masa itu udang sudah cukup kuat terhadap pengadukan
air. Pemasangan kincir pada tambak berguna untuk menambah daya kelarutan oksigen dalam air.
5. Mengadakan pemantauan terhadap pertumbuhan, derajat kehidupan udang,
kualtas air, adanya hama yang mungkin masuk, dan pergantian air sehari-hari. 6.
Panen dan memasarkannya. Kegiatan panen biasanya dilakukan setelah masa pemeliharaan selama 4-5 bulan.
2.2.2. Teknologi Budidaya Tambak
Menurut Amri 2003, teknologi budidaya ikan terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu teknologi sederhana atau budidaya ekstensif tradisional,