2.2.1. Pengelolaan Tambak
Pengelolaan tambak ikan harus dilaksanakan secara simultan dan berurutan mulai dari persiapan tambak sampai kegiatan panen. Kegiatan pokok
dalam pengelolaan tambak ikan adalah sebagai berikut Suyanto dan Mujiman, 2005:
1. Mempersiapkan petak tambak. Kegiatan ini meliputi perbaikan saluran pintu
air, pemasangan saringan, meratakan dasar petakan tambak dan memperbaiki tanggul, memberantas hama dengan cara pemberian kapur pada dasar tambak,
pemupukan hanya untuk tambak semi-insentif, dan pengisian air ke dalam tambak.
2. Aklimatisasi dan penebaran benur. Aklimatisasi artinya penyesuaiain
terhadap keadaan lingkungan yang berbeda. Kegiatan ini berguna untuk mencegah terjadinya shock pada suatu organisme apabila organisme itu
dipindahkan dari satu lingkungan ke dalam lingkungan lain yang berbeda sifatnya. Penebaran benur sangat baik apabila dilakukan pada pagi hari atau
sore hari ketika udara tidak terlalu panas. 3.
Pemberian pakan dan pengaturannya. Pada tambak semi-insentif, benur dapat memperoleh pakan alami selama satu bulan sampai dua bulan, tergantung
pada kesuburan tambak dan keberhasilan teknik pemupukan. 4.
Pemasangan kincir. Kincir biasanya dipasang setelah masa pemeliharaan 1,5- 2 bulan karena pada masa itu udang sudah cukup kuat terhadap pengadukan
air. Pemasangan kincir pada tambak berguna untuk menambah daya kelarutan oksigen dalam air.
5. Mengadakan pemantauan terhadap pertumbuhan, derajat kehidupan udang,
kualtas air, adanya hama yang mungkin masuk, dan pergantian air sehari-hari. 6.
Panen dan memasarkannya. Kegiatan panen biasanya dilakukan setelah masa pemeliharaan selama 4-5 bulan.
2.2.2. Teknologi Budidaya Tambak
Menurut Amri 2003, teknologi budidaya ikan terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu teknologi sederhana atau budidaya ekstensif tradisional,
teknologi madya atau budidaya semi-intensif, dan teknologi maju atau budidaya intensif.
1. Teknologi Sederhana atau Budidaya Ekstensif Tradisional
Budidaya ikan dengan sistem ini pada mulanya hanya mengandalkan faktor alam sehingga produksinya relatif rendah. Namun, seiring dengan
berkembangnya budidaya di areal tambak, produksinya bisa ditingkatkan. Peningkatan produksi ini bisa dilakukan dengan menambah perlakuan tertentu,
seperti penebaran benih tidak mengandalkan sepenuhnya dari alam, pengapuran, pemupukan, pemberian pakan tambahan, dan pengaturan air dengan bantuan
pompa. Jumlah benur yang ditebar pada budidaya teknologi sederhana atau budidaya ekstensif yaitu di bawah 60.000 ekor per Ha per musim. Makanan yang
diberikan berasal dari pakan alami yang tumbuh dari hasil pemupukan. Selain itu udang windu juga mendapat pakan tambahan seadanya. Pemanenan dilakukan
setelah 4 sampai 5 bulan pemeliharaan. 2.
Teknologi Madya atau Budidaya Semi-intensif Budidaya ikan dengan teknologi madya biasa juga disebut dengan
budidaya semi-intensif. Jumlah benur yang ditebar di tambak semi-intensif sebanyak 60.000 sampai 150.000 ekor per Ha per musim. Di samping pemberian
pakan tambahan, budidaya udang windu semi-intensif masih melakukan pemupukan dasar. Penggantian air yang teratur dengan volume yang cukup tinggi
sangat diperlukan. Dalam satu tahun dapat dilakukan dua kali penanaman dengan hasil antara 1200 kg per Ha per musim sampai dengan 3000 kg per Ha per musim.
3. Teknologi Maju atau Budidaya Intensif
Budidaya ikan dengan teknologi maju juga sering disebut dengan budidaya intensif. Pada sistem budidaya ini tidak dilakukan pemupukan atau
pemupukan hanya dilakukan ketika penebaran benur. Pakan yang disediakan sepenuhnya menggunakan pakan buatan yang bentuk, ukuran, dan dosisnya
disesuaikan dengan ukuran dan stadium udang. Penggantian air yang teratur dengan volume yang memadai mutlak diperlukan dalam budidaya sistem intensif
sehingga pompa air mutlak diperlukan. Sementara itu, untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut dalam air tambak perlu digunakan aerator, misalnya
kincir air paddle wheel. Padat penebarannya antara 150.000 ekor per Ha per
musim sampai dengan 300.000 ekor per Ha per musim atau lebih. Masa pemeliharaan benur selama 4 bulan dari 200.000 ekor benur menghasilkan
produksi sekitar 4.000 kg per Ha per musim.
2.3. Dampak Pengelolaan Kawasan Tambak
Program intensifikasi budidaya tambak telah berhasil meningkatkan produktivitas sejak pemerintah melaksanakan program budidaya tambak pada
tahun 1984-an. Meningkatnya produksi dan penerimaan bersih juga meningkatkan permintaan tambak yang berlokasi pada areal produktif sehingga harga pada
tambak menjadi sangat tinggi dan juga meningkatkan nilai sewa dan penjualan. Dampak sosial yang diterima adalah penyerapan tenaga kerja baik tenaga
kerja lokal maupun tenaga kerja non lokal dari program intensifikasi budidaya tambak pun meningkat. Selain itu, dampak dari perluasan tambak di Indonesia
cenderung menggeser ekosistem alami seperti hutan mangrove atau diperuntukan lahan lainnya seperti lahan pertanian tanaman pangan dan perkebunan sehingga
mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perairan pesisir yang berasal dari limbah tambak yang dihasilkan.
2.4. Analisis Ekonomi
Menurut Gittinger 1986, analisis ekonomi dan finansial merupakan dua analisis yang dapat digunakan dalam evaluasi proyek, harga-harga finansial
merupakan titik awal dalam analisis ekonomi. Pada analisis finansial melihat dari sudut peserta proyek secara individu, sedangkan analisis ekonomi melihat dari
segi masyarakat secara keseluruhan. Menurut Kadariah 1980 dalam analisis ekonomi yang diperhatikan
adalah total atau produktivitas atau keuntungan yang didapat dari semua yang didapat dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan,
tanpa melihat siapa yang menyediakan sumber-sumber tersebut dan siapa dalam masyarakat yang meneriman hasil proyek tersebut. Adapun hasil itu disebut “the
social return ” atau “the economic return” dari proyek. Dalam suatu proyek, untuk
mencapai kondisi layak tersebut harus ada penilaian mengenai sejauh mana kegiatan tersebut dapat memberikan manfaat, baik secara ekonomi maupun sosial.
Menurut Ibrahim 2009, manfaat proyek adalah penerimaan yang dihasilkan
suatu proyek sebelum dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Manfaat proyek dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan sifatnya, yaitu:
1. Manfaat Langsung
Manfaat langsung adalah manfaat yang diterima sebagai akibat adanya proyek, seperti naiknya hasil produksi barang atau jasa, perubahan bentuk,
turunnya biaya, dan lain sebagainya. 2.
Manfaat Tidak Langsung Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang timbul sebagai dampak yang
bersifat multiplier effects dari proyek yang dibangun terhadap kegiatan pembangunan lainnya.
3. Manfaat Tidak Kentara
Manfaat tidak kentara adalah manfaat dari pembangunan sebuah proyek yang sulit diukur dalam bentuk uang, seperti perubahan pola piker masyarakat,
perbaikan lingkungan, berkurangnya pengangguran, peningkatan ketahanan nasional, kemantapan tingkat harga, dan lain sebagainya.
Ukuran-ukuran nilai yang dipakai untuk menilai apakah kelayakan suatu proyek bila dilihat dari segi manfaat proyek yang berdiskonto adalah Gittinger,
1986: 1. Manfaat Sekarang Netto Net Present Value
Manfaat sekarang netto adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh penanaman investasi. Dalam analisis finansial, nilai itu
merupakan nilai sekarang dari arus tambahan pendapatan untuk individu. Dalam analisis ekonomi, ukuran tersebut merupakan nilai sekarang dari tambahan
pendapatan nasional yang ditimbulkan oleh investasi. Langkah awal yang harus dilakukan dalam menghitung NPV adalah mencari selisih antara nilai sekarang
dari arus manfaat dikurangi dengan nilai sekarang dari arus biaya. Suatu proyek dapat dikategorikan bermanfaat untuk dilaksanakan bila NPV tersebut sama atau
lebih besar dari nol dan bila sebaliknya maka proyek tersebut merugikan. 2. Rasio Manfaat-Biaya Benefit Cost Ratio
Rasio manfaat-biaya diperoleh dari pembagian dari nilai sekarang arus manfaat dengan nilai sekarang arus biaya. Apabila BCR lebih kecil dari satu,
maka manfaat sekarang biaya-biaya pada tingkat diskonto ini akan lebih besar