Gambar. 1
2. Diskusi seputar Issue Perempuan
Dalam beberapa kesempatan atau momentum, Pesada juga mengadakan diskusi mengenai atau isssue seputar perempuan. Dalam kegiatan ini para peserta
akan dibagi dalam beberapa kelompok seperti misalnya kelompok ekonomi, politik dan budaya. Masing-masing kelompok akan mengutarakan permasalahan-
permasalahan perempuan terkait dengan ekonomi, politik dan budaya serta mencari jalan keluar dan melakukan pernyataan sikap terkait hasil diskusi
kelompok tersebut. Dalam diskusi ini akan melatih kepekaan dan kekritisan kaum perempuan dalam berbagai masalah yang terjadi terutama permasalahan mengenai
kaum perempuan. Seperti yang dikisahkan oleh seorang peserta dimana di daerahnya Asahan ketika seorang perempuan ingin melakukan pinjaman harus
didampingi oleh seorang suami dan suami tersebut harus benar-benar seorang yang beriman tidak berjudi, minuman keras, dll. Ada semacam lembaga khusus
yang menangani hal-hal tersebut yang bernama Badan Majelis Taqwa BMT. Sehingga jika perempuan tersebut mempunyai suami yang pemabuk maka ia tidak
Universitas Sumatera Utara
dapat rekomendasi peminjaman, padahal dia ingin memperbaiki kehidupan dan menyekolahkan anak-anaknya.
Gambar. 2
3. Pengenalan Hak Azasi Manusia, Hak Azasi Perempuan UU No.71984
Dalam Undang-undang Dasar 1945 dijelaskan bahwasanya setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama, hanya saja tidak semua warga
negara dapat menikmati atau menggunakan apa yang menjadi hak-nya karena ketidaktahuan dan keterbatasan akses yang dimilikinya dan terutama hal tersebut
dialami oleh kaum perempuan. Banyak kaum perempuan yang tidak menyadari apa saja hak yang dimilikinya bukan hanya sebagai manusia atau warga negara
tetapi juga sebagai perempuan. Dalam UU No.71984 tentang konvensi
Universitas Sumatera Utara
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang telah diratifikasi pemerintah sejak 1984 dijabarkan mengenai hak-hak perempuan
dalam bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, budaya dan politik. Kegiatan ini dimaksudkan agar perempuan dapat memahami dan melaksanakan
hak dan kewajibannya sekaligus juga sebagai media kontrol terhadap pemerintah agar mengeluarkan kebijakan yang responsif gender serta meningkatkan
partisipasi politik. Dengan studi kasus yang sering terjadi di sekitar perempuan serta dialog antara narasumber dengan peserta diskusi membuat kegiatan ni
menjadi lebih hidup dan mudah untuk dipahami. Setelah mengikuti pelatihan atau pendidikan mengenai hak-hak yang dimiliki kaum perempuan, ada beberapa
pandangan atau pendapat perempuan mengenai hak. Ibu Mariana Sitinjak; “Dalam Hak Azasi Perempuan ada Hak Azasi Manusia dan
intinya adalah persamaan antara laki-laki dan perempuan. Hak memperoleh keadilan, penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kekerasan terhadap
perempuan, perkosaan dan lain-lain adalah melanggar HAP dan HAM. Dalam hal eksploitasi kepada perempuan, seharusnya perempuan berani menuntut haknya
agar terbebas dari kekerasan. Perempuan harus dilibatkan dalam setiap perbincangan. Persamaan dan kedudukan perempuan harus diupayakan. Keadilan
dalam memberi kesempatan mendapat pendidikan bagi anak juga harus diperjuangkan. Anak pun harus diberi kebebasan dalam memilih ayah atau ibu
ketika terjadi perceraian. Bahkan dalam keanggotaan BPD sudah ada perempuan; saya lah orangnya. Hal ini akan saya manfaatkan untuk menbangun desa dan
perempuan. Memperjuangkan kebutuhan perempuan yang selama ini tidak pernah dilihat oleh para laki-laki misalnya; kesehatan KB reproduksi, kesehatan anak,
pendidikan dan kesetaraan”. Dan dalam UUD’45 disebutkan bahwa setiap warga negara memiliki hak
yang sama. Bagaimanakah tanggapan ibu mengenai hak sebagai warga negara.
Universitas Sumatera Utara
Ibu Ronna Berutu; “ Sebagai warga negara saya berhak mendapatkan identtas berupa KTP, keterangan kawin dan akte kelahiran. Sebagai warga desa hak-hak
tersebut masih minim diberikan, misalnya akte kawin tidak bisa dibuat dan hanya akte kelahiran anak. Itupun karena keharusan setiap anak akan masuk sekolah. Di
desa ini perempuan tidak ada yang punya KTP. Karena pengaruh adat yang dipegang bahwa perempuan tidak perlu KTP sebab, yang melakukan urusan
keluar kota adalah laki-laki. Perempuan berada di rumah dan tidak peri kemana- mana sehingga tidak diperlukan KTP. Hal ini pernah saya persoalkan kepada
kepala desa tapi tangapannya “kalau perempuan mau ngurus KTP harus sekaligus dan biayanya mahal. Saya tidak sanggup kalau sendiri-sendiri. Kalau mau urus,
urus sendiri ke kantor camat”. Karena seperti itu tanggapannya maka saya urus sendiri ke kantor camat dan berhasil dengan biaya yang lebih murah. Melihat
keberhasilan ini teman-teman saya jadi tertarik dan akhirnya meminta saya untuk membantu. Saya jadi repot. Selain hak-hak diatas, hak lain yang harus saya miliki
sebagai warga negara adalah hak memperoleh pendidikan, hak memilih agama sesuai keyakinan, hak mendapat perlindungan, ketentraman, keamana,dll Hak-hak
itu akan saya perjuangkan setelah menunaikan kewajiban. Sejak lahir kita mendapatkan hak perlindungan, hak mendapat kasih sayang dan setelah dewasa
kita memiliki hak memilih jodoh yang kita inginkan bukan paksaan. Gambar. 3
Universitas Sumatera Utara
4. Pengenalan Sistem Pemerintahan dan UU Politik Partai Politik, Sistem Pemilu, Penyelenggaraan Pemilu
Pada umumnya ketika para perempuan ditanya mengenai politik, sebagian besar jawabannya terkesnb cenderung tidak peduli, para perempuan menganggap
bahwa politik adalah dunianya laki-laki dan perempuan tidak boleh ikut campur. Terkait dengan anggapan seperti itu, Pesada mencoba mengubah pandangan para
perempuan karena ditilik dari besarnya potensi yang dimiliki perempuan sudah waktunya perempuan untuk peduli dan berpartisipasi dalam pemerintahan dan
dunia politiknya. Dalam pendidikan politik ini peserta akan belajar mengenai sistem pemerintahan serta lembaga-lembaga yang ada didalamnya beserta tuas,
fungsi dan wewenangnya. Hal ini diperlukan guna ketika masyarakat ingin menyampaikan aspirasi atau menuntut suatu kebijakan berada pada jalur dan
tempat yan tepat. Begitu juga dengan UU Politik yakni Partai Politik, Sistem Pemilu, serta
Penyelenggaraan Pemilu, hal ini bertujuan agar masyarakat atau peserta dampingan memahami partai politik beserta peranannya, sistem pemilu yang
digunakan, serta penyelenggaraan pemilu yang juga merupakan pesta demokrasi. Dengan memahami ketiga undang-undang tersebut para peserta dapat
memberikan partisipasi politiknya secara mandiri, atas pilihan dan kesadaran sendiri tanpa pengaruh dari siapapun sekaligus menjadi pengawas jalannya
pemilu. Dan bagaimanakah pandangan para ibu mengenai Pemilihan Umum:
Ibu Ronna Berutu mengutarakan pendapatnya, “Setiap warga negara berhak memilih partai yang diingini, bukan dipaksa-paksa oleh siapapun. Memilih partai
harus dilihat apakah tujuannya mengutamakan kepentingan rakyat dan perempuan secara khusus. Bagaimana melihat partai sesuai keinginan? Ya, partai itu nomor
berapa lalu diperiksa tujuan dan program-programnya. Juga ketuanya siapa. Dulu, perempuan dsini memilih berdasarkan pilihan suami. Apa yang dibilang kakek,
Universitas Sumatera Utara
apa yang dibilang suami, itu yang dipilih. Sekarang tidak, karena memilih merupakan hak individu dan setiap orang berhak memilih partai sesuai keinginan
masing-masing. Apalagi informasi tentang partai-partai bisa dipelajari secara bebas dan mudah. Dulu, politik merupakan hal yang angker bagi perempuan.
Sekarang tidak lagi”. Ibu Solin : “Saya tahu bahwa suara saya adalah hak saya, tidak tergantung kepada
orang lain termasuk suami atau atasan. Pokoknya, apa yang mau saya pilih dalam pemilu, itu hak saya, tidak boleh dilarang apalagi dipaksa untuk memilih yang
tidak sesuai dengan keinginan saya. Dulu, memang, sebelum saya mengikuti pendidikan pemilih saya takut jika tidak mengikuti arahan suami atau atasan. Jika
ingin memilih partai, pelajari visi-misinya, lihat tujuannya dan apakah partai itu memperjuangkan kepentingan perempuan. Dengan pendidikan itu saya menjadi
lebih kritis dan peduli dengan pelaksanaan pemilu yang lalu”.
Gambar. 4
Universitas Sumatera Utara
Gambar. 5
5. Pendidikan Pengenalan Kekerasan Berbasis Gender