organisasi. Sementara menurut Soekanto peranan adalah aspek dinamis dari kedudukan status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Peranan diatur oleh norma-norma yang berlaku, dimana peranan lebih banyak menunjuk pada
fungsi, penyelesuaian diri dan sebagai suatu proses.
8
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan disini diartikan sebagai rangkaian peraturan
yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun peranan seseorang
seperti yang dikatakan oleh Levinson meliputi 3 hal yaitu :
2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting sebagai struktur social masyarakat.
Konsep peranan selalu terkait dengan manusia, dimana pelaku-pelaku peranan social itu adalah manusia. Setiap individu atau manusia di dalam ruang
social mempunyai beberapa status atau peran misalnya sebagai ketua organisasi, sekretaris dan sebagainya. Tiap individu tersebut berperan sesuai dengan status
yang dimilikinya., dalam situasi tertentu status dengan peranan mempunyai hubungan yang sangat erat sekali yaitu dimana status tidak akan ada tanpa adanya
peranan dan begitu juga peranan tidak akan ada tanpa adanya status. Dengan demikian status dan peranan tidak dapat dipisahkan. Konsep peranan tidak bisa
dilepaskan dari konsep status. Peranan adalah pola perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki status.
6.1.1 Pengertian dan Peranan LSMNGO
Lembaga Swadaya Masyarakat yang umum juga dikenal dengan Organisasi Non-Pemerintah OrnopNGO merupakan organisasi yang dibentuk
oleh kalangan yang bersifat mandiri, dalam artian organisasi seperti ini tidak
8
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta. Raja Grafindo Persada
Universitas Sumatera Utara
menggantungkan diri kepada pemerintah pada sebuah negara terutama dalam hal dukungan finansial dan saranaprasarana, sekalipun mendapat dukungan dana dari
lembaga-lembaga internasional. Tidak berarti kalangan NGOLSM sama sekali terlepas dari pemerintah, karena tidak jarang pemerintah memberikan fasilitas
penopang, misalnya dengan adanya pembebasan pajak untuk aktivitas dan asset yang dimiliki oleh NGO. Harus pula dicatat bahwa ada sejumlah lembaga
swadaya masyarakat yang tumbuh dan bergerak dalam masyarakat, akan tetapi lembaga-lembaga tersebut sangat sulit dilepaskan dari pemerintah, karena tidak
jarang lembaga tersebut didirikan oleh pemerintah atau mempunyai kaitan secara langsung ataupun tidak langsung dengan pemerintah, seperti misalnya PKK,
Dharma Wanita dan lain-lain. Memahami dan mengidentifikasi NGO bukanlah sesuatu yang mudah,
karena peranannya berkaitan pula dengan bentuk hubungannya dengan pemerintah, dan selain itu jumlahnya juga sangat bervariasi serta bersifat
heterogen. Ada beberapa NGO yang tumbuh dan berkembang sebagai hasil usaha masyarakat sendiri, akan tetapi ada juga NGO asing yang aktif di negara-negara
dunia ketiga dan bekerjasama dengan NGO lokal yang berkecimpung dalam pembangunan di pedesaan.
Organisasi seperti NGOLSM ini dibentuk sebagai perwujudan komitmen dari sejumlah warga negara yang mempunyai kepedulian terhadap persoalan-
persoalan yang muncul baik dalam bidang ekonomi dan sosial, dan tidak jarang pula dalam bidang politik. Misalnya kalangan aktifis yang peduli terhadap nasib
kalangan buruh membentuk organisasi yang yang membantu kalangan buruh. Begitu juga dengan sejumlah aktifis wanita yang prihatin dengan nasib kaum
wanita membentuk organisasi yang melindungi kaum wanita dari pelecehan seksual, perlakuan yang semena-mena dalam rumah tangga atau kekerasan, dan
lain-lain. Dengan kata lain, organisasi non-pemerintah muncul berdasarkan kepedulian dari kalangan aktifisnya.
Universitas Sumatera Utara
LSMNGO memainkan berbagai macam peranan dalam rangka proses pembangunan dalam sebuah negara, Noeleen Heyzer dalam heyzer, ryker, and
quizon, 1995 : 8 mengidentifikasi tiga jenis peranan yang dapat dimainkan oleh berbagai NGO yaitu:
1. Mendukung dan memberdayakan masyarakat pada tingkat “grassroots”,
yang sangat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.
2. Meningkatkan pengaruh politik secara meluas melalui jaringan kerja sama
baik dalam suatu negara ataupun dengan lembaga-lembaga intrnasional lainnya.
3. Ikut mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan.
Sementara itu Andra L. Corrothers dan Estie W. Suryatna 1995:129-130 mengungkapkan dan mengidentifikasi peranan NGO dalam sebuah negara dengan
sedikit menekankan kepada dimensi politik. Mereka membaginya menjadi empat peranan yakni 1 Katalisasi perubahan sistem dengan mengangkat sejumlah
masalah yang penting dalam masyarakat, membentuk sebuah kesadaran global, melakukan advokasi demi sebuah perubahan kebijakan negara, mengembankan
kemauan politik rakyat, dan mengadakan eksperimen yang mendorong inisiatif masyarakat; 2 Memonitor pelaksanaan sistem dan cara penyelenggaraan negara
dan bila perlu melakukan protes, hal itu dilakukan karena bisa saja terjadi penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran hukum terutama yang dilakukan oleh
pejabat negara dan kalangan bisnis; 3 Memfasilitasi dalam rangka rekonsiliasi dengan lembaga peradilan, hal ini dilakukan karena tidak jarang terjadi kekerasan
dan banyak kalangan warga masyarakat yang menjadi korban dari kekerasan itu. Kalangan NGO muncul secara aktif untuk melakukan pembelaan bagi mereka
yang menjadi korban ketidakadilan; 4 Implementasi program pelayanan, NGO dapat menempatkan diri sebagai lembaga yang mewujudkan sejumlah program
dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Mengingat peranannya yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat, tidak jarang pula kalangan masyarakat politik ataupun akademis melihat NGO
sebagai alternatif dalam mewujudkan terciptanya civil society. Jikalau kita mengacu pada pendapat heyzer diatas maka kita dapat menggolongkan peranan
NGO ke dalam dua kelompok besar, yaitu peranan dalam bidang non-politik memberdayakan masyarakat dalam bidang sosial ekonomi dan peranan dalam
bidang politik wahana untuk menjembatani antara warga masyarakat dengan negara atau pemerintah. Seperti yang diungkapkan sebelumnya bahwa
NGOLSM jumlahnya sangat banyak dan bersifat heterogen, Ryker dan Quizon 1995 mengkateorikan NGO menjadi empat kelompok besar, yaitu :
1. Government Organized NGOs or GO NGOs, yaitu NGO yang muncul
karena mendapat dukungan dari pemerintah baik berupa dana maupun fasilitas. Biasanya NGO seperti ini mensukseskan program-program
pemerintah. Dan di Indonesia NGO seperti ini disebut sebagai NGO Plat Merah.
2. Donor Organized NGOs or DO NGOs, yaitu NGO yang dibentuk oleh
kalangan lembaga-lembaga donor baik yang bersifat multilateral maupun unilateral. NGO seperti ini biasanya dibentuk untuk mewujudkan program
kalangan lembaga donor tersebut. 3.
Autonomous or Independet NGOs, yaitu NGO yang dibentuk, tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. NGO seperti ini sifatnya adalah
independen secara finansial dan memiliki kepedulian yang sangat luas tentang berbaai hal dalam kehidupan sehari-hari.
4. Foreign NGOs, NGO seperti ini muncul sebagai perwakilan dari NGO
yang terdapat di luar negeri, dan kehadirannya tentu saja harus setahu dan mendapat izin dari negara dimana NGO tersebut beroperasi.
NGO sama sekali tidak bisa dilepaskan hubungannya dengan negara, begitu juga negara dimana pada beberapa negara misalnya peranan NGO bisa dikatakan
cukup besar. Namun tidak selamanya hubungan antara NGO dan pemerintah
Universitas Sumatera Utara
selalu berjalan baik, karena tidak jarang pula negara melihat NGO sebagai penantang dari program atau kebijaksanaan dari pemerintah meskipun ada
beberapa NGO juga yang menjadi partner pemerintah. Untuk itu James V.Ryker mengklasifikasikan lima bentuk hubungan negara dengan NGO yakni :
1. Autonomous Benign Neglect. Dalam konteks hubungan yang seperti ini
pemerintah tidak menganggap NGO sebagai ancaman, dan membiarkan NGO bekerja secara independent atau mandiri. Pemerintah dapat saja
memiliki posisi “lepas tangan” terhadap apa yang dilakukan oleh NGO, misalnya menyangkut pembangunan desa. Dengan demikian NGO dapat
menikmati kemandirian mereka dalam kegiatan sehari-hari tanpa adanya intervensi dari pemerintah.
2. Facilitation Promotion. Pemerintah menganggap kegiatan NGO sebagai
suatu yang bersifat komplementer dan oleh karena itu pemerintah menyiapkan suasana yang mendukung bagi NGO untuk beroperasi.
Misalnya dengan menyediakan fasilitas berupa peraturanpengakuan hukum, hal-hal yang bersifat administratif, bahkan bantuan dana yang
dapat diberikan secara langsung berupa “matching grants” atau dengan memberikan keringanan pajak.
3. Collaboration Cooperation. Pemerintah menganggap bahwa bekerja sama
dengan kalangan NGO merupakan sesuatu yang menguntungkan, karena dengan bekerja sama maka semua potensi dapat dimaksimalkan guna
mencapai suatu tujuan bersama. Selain itu kalangan NGO dapat menyediakan kemampuan dan kecakapan yang tidak dimiliki oleh
kalangan pemerintah. 4.
Cooptation Absorption. Pemerintah mencoba menjaring dan mengarahkan kegiatan kalangan NGO dengan mengatur segala aktifitas mereka. Untuk
berfungsinya, kalangan NGO harus memenuhi ketentuan yang dikeluarkan oleh kalangan pemerintah dan tidak jarang pemerintah melakukan kontrol
secara aktif.
Universitas Sumatera Utara
5. Containment Sabotage Dissolution. Pemerintah melihat NGO sebagai
tantangan dan bahkan ancaman dan oleh karena itu pemerintah mengambil langkah tertentu untuk membatasi ruang gerak NGO, dan tidak jarang pula
membubarkan NGO yang ketahuan melanggar ketentuan yang berlaku. Sementara itu khusus untuk Indonesia Pholip Eldridge dalam Corrotehrs and
Suryatna, 1995 mengajukan tiga model yang menyangkut hubungan antara negara dengan NGO dilihat dari dimensi orientasi NGO dalam melakukan
kegiatannya. Model yang pertama disebut sebagai “High-level Partnership: Grassroots
Development” NGO yang masuk dalam ketegori ini pada prinsipnya sangat partisipatif, dan kegiatannya lebih diutamakan kepada hal-hal yang berkaitan
dengan pembangunan ketimbang advokasi. Kelompok ini kurang memiliki minat pada hal-hal yan bersifat politis, namun mempunyai perhatian yang sangat besar
untuk mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah. Model yang kedua adalah “High- level Politics: Grassroots Mobilization”. NGO model ini mempunyai
kecenderungan untuk aktif dalam kegiatan politik. Kegiatan-kegiatan mereka tidak jarang berhubungan dengan usaha untuk mendukung “peningkatan
kesadaran politik” masyarakat, dan mereka pada umumnya tidak begitu setuju untuk bekerja sama dengan pemerintah. Dan model yang ketiga adalah
“Empoweerment at the Grassroots”. NGO dalam kategori ini lebih memusatkan perhatiannya pada usaha untuk memberdayakan masyarakat terutama pada tingkat
grassroots. Mereka percaya bahwa perubahan akan terjadi sebagai akibat dari meningkatnya kapasitas masyarakat bukan sesuatu yang berasal dari pemerintah
9
Untuk lebih jelasnya dalam melihat hubungan anatara pemerintah dengan NGO ada pada tabel dibawah ini:
.
9
Affan Gaffar, 1997. NGOLSM, Ruang publik, dan Civil Society di Indonesia. Jakarta. Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Orientasi
1 2
3 Kerja sama dengan
program pemerintah Ya
Terbatas Tidak
Pembangunan atau mobilisasi
Pembangunan Mobilisasi
Mobilisasi
Penetrasi negara Medium
Tinggi Rendah
Hubungan antara kelompok kecil dengan
NGO Semi-
independent Saling
mendukung Otonom
Orientasi dengan Negara
Akomodatif Untuk perubahan Bergantung
keadaan
Sumber: Philip Eldridge, NGOs in Indonesia: Popular Movements or Arm of Government
6.2 Teori Partisipasi Politik