I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu modal pembangunan yang dominan dimiliki oleh negara sedang berkembang adalah jumlah penduduk dan angkatan kerja yang cukup
besar jumlahnya. Hal ini juga yang terjadi di Indonesia selama masa orde baru laju pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja di Indonesia masih cukup tinggi.
Selama periode 1961-1971, laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 2.1 persen per tahun, kemudian pada tahun 1972-1994 mengalami peningkatan
menjadi 2.3 persen per tahun. Untuk tahun 1995-2000, seperti yang digariskan oleh GBHN selama pelaksanaan Repelita VI, laju pertumbuhan penduduk akan
ditekan sampai mencapai 1.5 persen per tahun. Jumlah penduduk dan tenaga kerja dapat menjadi masalah apabila tidak
dibarengi dengan ketersediaan kesempatan kerja yang memadai sehingga tidak memperbesar angka pengangguran. Oleh sebab itu untuk menghidari
permasalahan tersebut dibutuhkan perencanaan tenaga kerja yang matang. Perencanaan tenaga kerja dapat dikatakan sebagai posisi sentral dalam
pembangunan ekonomi. Dalam Program Pembangunan Nasional PROPENAS, 2000 telah
diisyaratkan tentang perencanaan tenaga kerja, telah ditetapkan bahwa perluasan dan pemerataan kesempatan kerja serta peningkatan perlindungan
terhadap tenaga kerja merupakan kebijakaan pokok yang sifatnya menyeluruh pada semua sektor. Sejalan dengan perkembanggan pembangunan terdapat
perubahan-perubahan pada pendapatan dan kesempatan kerja diantara sektor atau kegiatan ekonomi penduduk Widarti,1984.
Menurut Hasibuan 1987, ketenagakerjaan di Indonesia dihadapkan kepada dua masalah pokok yaitu:
1. Tidak seimbangnya penyerapan tenaga kerja antara sektor pertanian dan non pertanian.
2. Adanya kepincangan penyerapan tenaga kerja produktif di sektor non pertanian yaitu antara sektor pengolahan dibandingkan dengan sektor jasa.
Tidak seimbangnya jumlah penduduk dan kemampuan negara berkembang untuk menciptakan kesempatan kerja bagi penduduk telah menimbulkan
berbagai implikasi yang buruk terhadap berbagai aspek pembangunan ekonomi, diantaranya adalah tingginya angka pengangguran yang secara tidak langsung
berdampak negatif terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Menurut Badwil 1986, sebuah negara harus mampu melakukan
transformasi, dari pembangunan industri setelah modernisasi pada sektor pertanian serta penyedian model saranan sosialnya meningkat. Pertubuhan
ekonomi suatu negara pada tahap awal paling tinggi terjadi pada sektor pertanian yang kemudian berubah dengan pembagunan industri, sehingga pergeseran
kesempatan kerja terjadi dari sektor manufaktur ke sektor jasa tersier. Akibat pergeseran-pergeseran yang terjadi, maka kesempatan kerja di
sektor tersier mangkin meningkat. Menurut Sukirno 1985, sektor-sektor yang masuk dalam sektor tersier adalah angkutan dan perhubungan, pemerintah,
perdagangan dan jasa perorangan. Sedangkan menurut Widarti 1984, kegiatan yang dikelompokan pada sektor tersier ini meliputi perdagangan, trasformasi,
keuangan dan jasa. Proses pembangunan Indonesia yang berkesinambungan diarahkan
kepada perubahan struktur, dari struktur yang berlandaskan pertanian menjadi struktur yang berlandaskan industri modern. Dengan kata lain perubahan dari
sektor primer ke sektor sekunder dan kemudian dari sektor sekunder ke sektor tersier. Perubahan struktur, mempunyai tiga dimensi, yaitu pertama sumbangan
sektor pertanian relatif menurun sedangkan sektor non pertanian meningkat.
Kedua, persentase tenaga kerja yang bekerja pada sektor pertanian akan semakin kecil, dan ketiga peningkatan produksi disemua bidang akan menjadi
lebih bersifat industri. Hal ini juga terjadi di provinsi DKI Jakarta, jumlah penduduk DKI Jakarta
bertambah dari 8 256 165 orang pada tahun 1995 menjadi 8 566 300 orang pada tahun 2003, maka laju pertumbuhan penduduk Jakarta sebesar 1.68 persen
pertahun. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, tenaga kerja dan angkatan kerja juga mengalami peningkatan. Tenaga kerja bertambah dari 4 857 861
orang pada tahun 1995 menjadi 5 052 847 orang pada tahun 2002. Angkatan kerja juga mengalami peningkatan dari 3 663 731 orang pada tahun 1995
menjadi 4 070 736 orang pada tahun 1997. dengan demikian jelas bahwa semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar pula tenaga kerja dan
angkatan kerja. Oleh karena itu penelitian, di rasa perlu untuk melihat seberapa besar dampak kebijakan ekonomi terhadap pasar kerja, investasi dan
pendapatan sektor tersier di Provinsi DKI Jakarta.
1.2 Perumusan Masalah