b. Nilai aktualitas lebih lama
Apabila  aktualitas  surat  kabar  hanya  satu  hari,  maka  nilai aktualitas  majalah  bisa  satu  minggu.  Surat  kabar  akan  dianggap
usang  apabila  kita  membacanya  pada  hari  ini,  padahal  waktu terbitnya  kemarin  atau  dua  hari  lalu.  Dalam  membaca  majalah
tidak  pernah  tuntas  sekaligus  dalam  sehari.  Dihari  pertama mungkin hanya membaca topic yang disenangi, hari seterusnya kita
akan membaca topik lain sebagai referensi. c.
Gambarfoto lebih banyak Majalah  menampilkan  gambarfoto  yang  lebih  lengkap
dengan  ukuran  yang  besar,  kertasnya  berwarna  serta  berkualitas. Foto-foto  yang  ditampilkan  majalah  memiliki  daya  taris  sendiri,
apalagi jika foto tersebut bersifat eksklusif. Daya tarik foto sangat besar  bagi  pembacanya,  karena  itu  promosi  majalah  edisi  terbaru
seringkali lebih menonjolkan foto. d.
Cover sebagai daya tarik Cover  atau  sampul  juga  mempunyai  daya  tarik  tersendiri.
Sampul  majalah  ibarat  pakaian  dan  aksesoris.  Sampul  majalah biasanya  menggunakan  kertas  yang  bagus  dengan  gambarfoto
yang  menarik.  Menarik  tidaknya  cover  suatu  majalah  sangat bergantung  pada  tipe  majalahnya,  serta  konsistensi  atau  keajegan
majalah tersebut dalam menampilkan ciri khasnya.
4. Pengertian Rubrik
Rubrik  adalah  kepala  karangan  ruangan  tetap  di  surat  kabar, majalah,  dan  lain  sebagainya.
18
Sedangkan  menurut  Onong  Uchjana Effendy,  rubrik  berasal  dari  istilah  Belanda  yang  berarti  ruangan  pada
surat  kabar,  majalah  atau  media  cetak  lainnya  mengenai  suatu  aspek kegiatan  dalam  kehidupan  masyarakat  seperti  rubrik  wanita,  olahraga,
politik, dan lain sebagainya
19
Menurut  Komaruddin  Hidayat,  rubrik  adalah  kepala  ruangan,  bab atau  pasal.  Di  dalam  surat  kabar  atau  majalah,  rubrik  sering  diartikan
sebagai  “ruangan”  misalnya  rubrik  tinjauan  luar  negeri,  rubrik  ekonomi, rubrik olahraga dan rubrik kewanitaan.
20
C. Citra Perempuan
1. Pengertian citra
Citra  merupakan  sebuah  persepsi  tentang  suatu  realitas  dan  tidak harus  selalu  sesuai  dengan  realitas  yang  ada.  Citra  terbentuk  berdasarkan
informasi  yang  diterima.
21
Di  lain  pihak  citra  sebagai  sebuah  kategori  di
18
Tim Penyusun kamus pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, cet. Ke-4, hal. 965
19
Anton,  Meolino  et,  al,  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia,  Jakarta:  Balai  Pustaka, 1998, hal. 756
20
Komaruddin, Hidayat, Kamus Istilah Skripsi dan Tesis, hal. 74
21
Jalaluddin  Rahmat,  Psikologi  Komunikasi,  Bandung  :  PT.  Remaja  Rosdakarya, 2005hal. 223
dalam  relasi  simbolik  antara  manusia  dan  objek,  yang  membutuhkan aktualisasi dirinya kedalam dunia realitas, termasuk dunia gaya hidup.
22
Citra  adalah  sebuah  konsep  yang  terus  berkembang.  Yang mengalami  banyak  perubahan  dan  perkembangan  seiring  perkembangan
teknologi dan informasi. Perempuan adalah pencerminan sebuah identitas asli  yang  bisa  didasarkan  pada  biologi  atau  budaya.  Banyak  yang
mengatakan  bahwa  perempuan  lebih  bersifat  cultural  dan  linguistik  dari pada  biologis.  Meski  bagian  itu  merupakan  penanda  bahwa  dia  adalah
perempuan. Pencitraan perempuan tidak saja terjadi karena buatan media massa
saja,  tetapi  juga  karena  fenomena  citra  perempuan  yang  semakin marak  ditonjolkan.  Pencitraan  itu  terjadi  karena  adanya  berbagai
macam perspektif yang terjadi di masyarakat. Agar kreativitas berkembang, perempuan harus  melatih diri untuk
tidak  berhenti  pada  deskripsi,  reproduksi,  pengulangan  dalam  segala bidang, tetapi  harus pandai mereka ciptakan atau membayangkan yang
belum pernah terjadi. Kebebasan perempuan akan tercipta bila berada dikalangan  sejenisnya.  Kebersamaan  itu  perlu  untuk  menghubungkan
subjektif antara perempuan dengan dunia. Dengan cara itu perempuan dapat memiliki identitas lain yang bukan sekedar ibu.
Pada  era  pasca  kejatuhan  Orde  Baru  atau  era  reformasi,  seluruh partai  politik  peserta  pemilu  saling  berlomba  mendapatkan  dukungan
22
Alfathri Adlin, Resistensi Gaya Hidup Teori dan Realitas, Bandung: Jala Sutra, 2006 hal. 73