114
Ketiga, obyektivitas al- mawdhû„iyyah, dalam arti bahwa tes dikatakan memiliki
obyektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhi, terutama pada sistem skoring atau pemberian nilai dari sang penilai
korektor. Jika obyektivitas menekankan ketetapan consistency pada sistem scoring, maka reliabilitas menekankan ketetapan pada hasil tes.
Keempat, praktikabilitas al- „amaliyyah atau suhûlah al-tathbîq. Sebuah tes dikatakan
memiliki praktikabilitas kepraktisan yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis: mudah pengadministrasiannya, mudah pelaksanaannya, mudah pemeriksaannya, dilengkapi dengan
petunjuk yang jelas, dan mudah penentuan nilai atau skor akhirnya. Kelima, ekonomis al-iqtishâdiyyah, dalam arti bahwa pelaksanaan tes itu tidak
membutuhkan biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama. Jadi, tes harus dirancang murah-meriah, tetapi bermutu dan sesuai dengan standar yang berlaku.
Keenam, diskriminatif al-tamyîz, atau daya beda, dalam arti bahwa tes yang baik adalah tes yang dapat membedakan antara kelompok peserta didik yang pintar dan yang
bodoh, yang menonjol dan yang lemah. Karena itu, distribusi soal tes yang mudah, sedang dan sulit harus proporsional, sehingga dapat diketahui mana saja soal yang dapat dijawab
dengan benar oleh peserta didik dan mana saja yang hanya dapat dijawab dengan oleh sebagian peserta didik.
9
D. Macam-macam dan Bentuk Tes Bahasa Arab
Tes kebahasaan itu sangat beragam, bergantung pada perbedaan tujuan, kepentingan, cara pemeriksaan dan ruang lingkupnya. Dari segi tujuannya, tes kebahasaan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: tes pemerolehan atau tes prestasi achievement test, al- ikhtibâr al-tahshîlî, tes profisiensi proficiency test, ikhtibâr al-ijâdah aw ikhtibâr al-
kafâah, dan tes kesiapan berbahasa language aptitude test, ikhtibâr al- isti„dâd al-lughawî
atau tes prediksi predictive test, al-ikhtibâr al-tanabbuî.
10
Tes pemerolehan bahasa Arab adalah tes yang dimaksudkan menguji apa yang telah diperoleh peserta didik setelah menempuh atau memperoleh pengalaman pendidikan dan
pembelajaran dalam waktu tertentu. Tes ini terkait dengan kurikulum dan buku ajar yang digunakan oleh lembaga pendidikan dan pada umumnya dilaksanakan dalam bentuk ujian
ulangan pada pertengahan atau akhir semester.
9
Ibid., h. 91
10
Rusydi Ahmad Thu‘aimah, Ta‟lim al-„Arabiyyah li Ghair an-Nathiqin biha: Manahijuhu wa Asalibuhu, Rabath: Isesco, 1989, h. 248-9. Lihat juga Madsen, Harold, Technique in Testing, Oxford: Oxford University Press, Edisi I,
1983.
119
Sementara itu, tes profisiensi bahasa ikhtibar al- kafâ‟ah fi al-lughah al-Arabiyyah
adalah tes yang tidak dimaksudkan untuk menguji pemerolehan kebahasaan peserta didik dan tidak terkait dengan kurikulum, buku ajar dan masa program belajar tertentu, melainkan
menguji kompetensi dan keterampilan bahasa peserta didik secara umum. Yang termasuk jenis tes ini adalah TOEFL Test of English as a Foreign Language atau TOAFL Test of
Arabic as a Foreign Language. Sedangkan tes kesiapan atau prediksi adalah tes yang dimaksudkan untuk menentukan tingkat kesiapan peserta didik untuk belajar bahasa kedua
dan memprediksi kemajuan yang akan dicapai peserta didik. Tes ini juga mengukur aspek audio-visual peserta didik, terutama mengukur kemampuannya dalam membedakan
berbagai tarâkîb lughawiyyah struktur bahasa. Dari segi pembuatnya, tes dapat dibagi menjadi dua, yaitu: tes standar al-ikhtibâr al-
muqannan dan tes guru ikhtibâr al- mu„allim. Yang pertama adalah tes yang dibuat oleh
lembaga atau institusi tertentu, dengan standar tertentu pula, untuk dipergunakan dalam skala yang luas, misalnya: tes bahasa Arab untuk seluruh kelas III MTsN dalam ujian akhir
di kota Bandung. Sedangkan yang kedua adalah tes yang dibuat oleh tenaga pendidik untuk diujikan kepada peserta didiknya sendiri, dan bertujuan untuk mengetahui tingkat
penguasaan bahasa yang telah dipelajarinya.
11
Sementara itu, dari segi skoringnya, tes dapat dibagi menjadi dua, yaitu: tes essay ikhtibâr al-maqâl atau tes subyektif dan tes obyektif al-ikhtibâr al-
maudhû‟î. Yang pertama adalah tes yang dirancang sedemikian rupa, sehingga peserta didik memiliki
kebebasan dalam memilih dan menentukan jawaban dalam bentuk uraian. Tes ini disebut subyektif karena jawaban peserta didik maupun koreksi yang diberikan oleh guru bersifat
subyektif. Sedangkan yang kedua adalah tes yang itemnya dapat dijawab dengan memilih jawaban yang sudah tersedia, sehingga peserta didik menampilkan keseragaman data, baik
yang menjawab benar maupun yang menjawab salah. Tes ini disebut obyektif karena pilihan jawaban bersifat pasti dan tertutup, tidak membuka peluang bagi peserta didik untuk
memilih selain dari pilihan jawaban yang sudah ditentukan; demikian juga penilai juga tidak mungkin memberikan skoring yang menyimpang dari pilihan jawaban yang benar.
Setidaknya ada empat bentuk tes obyektif, yaitu: pilihan ganda al-ikhtiyâr min muta„addid, multiple choise, pilihan benar-salah ikhtiyâr al-shawâb wa al-khatha‟,
mencari pasangan al-muzâwajah, matching dan melengkapi isian al-takmilah, completion dengan jawaban yang bersifat tertutup.
12
Selanjutnya, dari segi cara dan bentuk pengujiannya, tes dapat dibagi menjadi dua: tes lisan ikhtibâr syafawî dan tes tulis ikhtibâr tahrîrî. Yang pertama adalah tes yang soal
dan jawabannya diberikan secara lisan, sebaliknya yang kedua adalah tes yang soal dan
11
Rusydi Ahmad Thu‘aimah, Ta‟lim al-„Arabiyyah…, h. 249.
12
Muh a
ad Abd al-Khâliq Muhammad, Ikhtibarat al-Lughah, ‘iyadh: Ja i ah al-Malik Sa ud, , h. -15.