Batasan Masalah Nilai moral tokoh aku dalam novel Bukan Pasarmalam karya Pramoedya Ananta Toer dan relevansinya dengan pembelajaran bahasa dan sastra indonesia di SMA

Hal-hal yang bersifat ekstrinsik, seperti penulis, pembaca, atau lingkungan sosial budaya harus tersampingi karena tidak punya kaitan langsung struktur karya sastra tersebut. 6 Karya sastra dipandang sebagai tanda, lepas dari fungsi referensial atau mimetiknya. Karya sastra menjadi tanda yang otonom, yang berhubungan dengan kenyataan bersifat tidak langsung. Siswanto mengatakan bahwa pendekatan objektif adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra. Pembicaraan kesusastraan tidak akan ada bila tidak ada karya sastra, karena karya sastra menjadi sesuatu yang inti. 7 Di bidang ilmu sastra, penelitian yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra dirintis oleh kelompok peneliti Rusia tahun 1915- 1930. Mereka biasanya disebut kaum Formalis, dengan tokoh utama Roman Jakobson, Shklovsky, Eichenbaum, dan Tynjanov. Pada awalnya mereka ingin membebaskan ilmu sastra dari kungkungan ilmu-ilmu lain, misalnya psikologi, sejarah, atau kebudayaan. 8 Tugas peneliti pertama-tama adalah meneliti struktur karya sastra yang kompleks dan multi dimensional yang setiap aspek dan unsur berkaitan dengan aspek dan unsur lain yang semuanya mendapat makna penuh dan fungsinya dalam totalitas karya itu. konsep penting kaum formalis adalah konsep dominan, ciri menonjol sebuah karya sastra berbentuk prosa yaitu tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, amanat, gaya bahasa. Pendekatan ini memiliki kaitan yang erat dengan teori sastra modern, khususnya teori yang menggunakan konsep dasar struktur. Pendekatan objektif mengidentifikasikan perkembangan pikiran manusia sebagai evolusi teori selama lebih kurang 2.500 tahun. Evolusi ini berkembang sejak Aristoteles hingga awal abad ke-20, yang kemudian menjadi revolisi teori selama satu abad, yaitu awal 6 M. Atar Semi , Metode Penelitian Sastra, Bandung: CV Angkasa, 2012, h. 84. 7 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT Grasindo, 2008, h. 183. 8 Ibid. abad ke-20 hingga awal abad ke-21, dari strukturalisme menjadi strukturalisme dinamik, resepsi, interteks, dekonstruksi, postrukturalisme pada umumnya. 9 Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang terpenting, sebab pendekatan apapun yang dilakukan pada dasarnya bertumpu atas karya sastra itu sendiri. Pendekatan objektif dengan demikian memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur yang dikenal dengan analisis intrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspek historis, sosiologis, politis, dan unsur sosiokultural lainnya, termasuk biografi. Masuknya pendekatan objektif ke Indonesia sekitar tahun 1960, yaitu dengan diperkenalkannya teori strukturalisme, memberikan hasil-hasil yang baru sekaligus maksimal dalam rangka memahami karya sastra. Adanya penolakan unsur yang berada di luarnya, maka masalah yang dipecahkan dalam pendekatan objektif harus dicari dalam karya tersebut, seperti citra bahasa, stilistika, dan aspek-aspek lain yang dapat menimbulkan kualitas estetis dalam suatu karya sastra. Ada beberapa kekuatan pendekatan objektif yang diungkapkan oleh Semi, yaitu: 1 pendekatan objektif memberi peluang untuk melakukan telaahan atau kajian sastra lebih dalam, 2 pendekatan ini mencoba melihat sastra sebagai sebuah karya sastra dengan hanya mempersoalkan apa yang ada di dalam dirinya, 3 karena analisis yang objektif dan bersifat analitik banyak memberi umpan balik kepada penulis dan dapat mendorong penulis untuk menulis secara lebih berhati-hati dan teliti, kesalahan yang kecil sekalipun tidak luput dari pengamatan pembaca. Di samping adanya kekuatan seperti yang dikemukakan tersebut, terdapat pula beberapa kelemahan pendekatan objektif, kelemahan pendekatan objektif, antara lain: 9 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2008, h. 73.