Bentuk Nilai Moral Hakikat Moral 1. Pengertian Moral

ketentraman, dan sebaliknya pengecut akan selalu timbul rasa gelisah dan keraguan-keraguan pada dirinya. Selain itu, keberanian juga menghilangkan kesulitan dan kepahitan. Perasaan sulit sebenarnya berakar pada rasa takut cemas, ketika keberanian timbul maka hilanglah rasa kesulitan tersebut. Seseorang yang takut menghadapi urusan, maka ia akan merasa sangat sulit hidupnya. Tetapi jika dia berani menghadapi urusan itu, maka seketika itu hilang kesulitannya. h. Religius Menurut Mangunwijaya dalam Teori Pengkajian Fiksi Karya Burhan, religius bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak, formal, dan resmi. 17 Religius adalah sifat yang keluar dari lubuk hati, bukan sekedar beragama, buktinya banyak orang yang mengaku memiliki agama dan dicantumkan di KTP namun ia tidak mendalami agamanya tersebut, orang yang seperti itu dapat dikatakan memiliki agama tetapi tidak religius, karena religius tidak sekedar formalitas. Seorang yang religius adalah orang yang mencoba memahami dan menghayati hidup dan kehidupan ini lebih dari sekedar yang lahiriah saja. Dia tidak terikat pada agama tertentu yang ada di dunia ini. moral religius menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani yang dalam, harkat martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki oleh manusia. 18

B. Hakikat Sastra

Sastra Sansekerta Shastra merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta shastra , yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar shas yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” 17 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2005, Cet. 5, h. 327. 18 Ibid. atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. 19 Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis dan sastra lisan yang mediumnya bahasa. Dalam pengertian ini, sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan saja, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Menurut B. Rahmanto dalam buku Metode Pengajaran Sastra, sastra mengandung kumpulan dan sejumlah bentuk bahasa yang khusus, yang digunakan dalam berbagai pola yang sistematis untuk menyampaikan segala perasaan dan pikiran. 20 Sastra merupakan sebuah permainan bahasa yang bertujuan untuk menyampaikan pemikiran dan perasaan. Menurut Teeuw dalam Buku Metode Penelitian Sastra karya Semi, bahwa dalam dua dasawarsa belakangan ini ilmu sastra internasional berkembang dengan cepat ke arah yang menjadikan ilmu ini sangat penting, sehingga perlu diperhatikan oleh penelitian sastra Indonesia. 21 Sastra nasional harus dapat mengimbangi perkembangan sastra internasional. Sastra menggambarkan kehidupan pada saat sastra itu ditulis, sastra mengandung nilai-nilai sosial, falsafi, dan religi. Semuanya dirumuskan secara tersurat dan tersirat inilah yang menjadi sifat ambiguitas karya sastra, karya yang memiliki multitafsir. Sastra tidak saja lahir karena fenomena-fenomena kehidupan lugas, tetapi juga dari kesadaran penulisnya bahwa sastra sebagai suatu yang imajinatif, fiktif, dan harus dapat dipertanggungjawabkan. Sastrawan saat menciptakan karyanya tidak hanya sekedar didorong untuk menciptakan keindahan, tetapi juga harus dapat menyampaikan pikiran-pikiran, pendapat- pendapatnya, dan kesannya terhadap sesuatu. Sebuah karya sastra dapat dikatakan luar biasa apabila memiliki nilai yang luar biasa dalam proses pembuatannya mampu melibatkan semua aspek. Karya sastra yang bernilai tinggi akan dapat kita nikmati ketika membaca isinya mampu melibatkan batin, dapat disimpulkan 19 Ratih Mihardja, Buku Pintar Sastra Indonesia, Jakarta: Laskar Aksara, h. 2. 20 B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, Yogyakarta: Kanisius Anggota IKAPI, 1988, Cet. 8, h. 10. 21 M. Atar Semi, Metode Penelitian Sastra, Bandung: CV Angkasa, 2012, h. 2. bahwa sastra yang berkualitas memiliki nilai tinggi dari segi pengarang dan karya itu sendiri.

C. Hakikat Novel 1. Pengertian Novel

Kata novel berasal dari bahasa Latin novellus. Kata novellus dibentuk dari kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Dikatakan baru karena bentuk novel adalah bentuk karya sastra yang datang kemudian dari bentuk karya sastra lainnya, yaitu puisi dan drama. 22 Menurut Ratih novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif. Biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia, “novella” yang berarti “sebuah kisah, sepotong berita”. Novel lebih panjang setidaknya 40.000 kata dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrical sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitikberatkan pada sisi-sisi yang aneh dan naratif tersebut. 23 Novel dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius didaktif dan karya hiburan rekreatif. Novel memiliki fungsi rekreatif, yaitu seseorang dapat memperoleh kesenangan atau hiburan yang dikisahkan oleh pengarang. Karya sastra rekreatif ini menitikberatkan pada aspek hiburan, karya sastra seperti ini disebut dengan sastra populer. Selain itu sastra juga memiliki fungsi didaktif, artinya dari karya sastra seseorang akan mendapat pengetahuan tentang seluk- beluk kehidupan manusia dan pelajaran tentang nilai-nilai di dalamnya, fungsi ini menitikberatkan pada pelajaran dan pengetahuan disebut sastra serius. Pendapat 22 Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, Jakarta: PT Bumi Aksara, h. 124. 23 Ratih Mihardja, Buku Pintar Sastra Indonesia, Jakarta: Laskar Aksara, h. 39. demikian memang benar tapi ada kelanjutannya, yakni bahwa tidak semua yang mampu memberikan pengetahuan bisa disebut sebagai karya serius.

2. Jenis Novel

Burhan menggolongkan jenis novel menjadi dua, yaitu; a. Novel Populer Novel populer adalah novel populer pada masanya dan banyak yang penggemarnya, khususnya pembaca dari kalangan remaja. Novel jenis ini selalu menampilkan permasalahan yang aktual selalu sesuai dengan zamannya, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Sebab apabila demikian novel populer akan menjadi berat dan berubah menjadi novel serius, dan boleh jadi akan ditinggalkan pembacanya. Oleh karena itu, novel populer pada umumnya bersifat artificial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi. Ia, biasanya, cepat dilupakan orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya. 24 Novel populer akan terus bermunculan dan akan terus menutupi novel-novel populer yang sudah lebih dahulu diterbitkan, dan akan hilang seiring berubahnya zaman. Sastra populer adalah perekam kehidupan, dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Ia menyajikan kembali rekaman-rekaman kehidupan itu dengan harapan pembaca akan mengenal kembali pengalaman-pengalamannya sehingga merasa terhibur karena seseorang telah menceritakan pengalamannya itu. sas tra populer hanya setia memantulkan kembali “emosi-emosi asli”, dan bukan penafsiran tentang emosi itu. oleh karena itu, sastra populer yang baik banyak mengundang pembaca untuk mengidentifikasikan dirinya. 25 24 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2005, Cet. 5, h. 18. 25 Ibid.