Latar Belakang Nilai moral tokoh aku dalam novel Bukan Pasarmalam karya Pramoedya Ananta Toer dan relevansinya dengan pembelajaran bahasa dan sastra indonesia di SMA

Dalam setiap karya sastra yang bernilai sastra pasti memiliki makna yang sedang menunggu untuk digali dan dikaji. Nilai moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca, nilai moral merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya atau makna yang disarankan lewat cerita. 3 Novel Bukan Pasarmalam karya Pramoedya Ananta Toer merupakan sebuah karya besar yang lahir dari seorang sastrawan besar Indonesia yang diakui oleh dunia. Novel Bukan Pasarmalam dapat dijadikan bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, dan yang tak kurang penting adalah novel ini dapat memberikan pendidikan moral kepada murid di SMA. Nilai moral dalam novel Bukan Pasarmalam, memaparkan tokoh aku sebagai tokoh sentral, yang merupakan seorang pejuang muda zaman revolusi bangsa Indonesia yang berasal dari Blora. Ia memiliki moral yang baik, tokoh aku dalam Bukan Pasarmalam dapat menjadi contoh dalam membangun moral peserta didik ke arah yang baik. Penulis berpandangan bahwa novel Bukan Pasarmalam yang memiliki jumlah 104 halaman, cocok untuk dijadikan sebagai media pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia serta moral di SMA, karena jumlah halamannya yang tidak terlalu tebal dan mudah untuk membacanya hingga selesai bagi murid di tingkat SMA. Dalam novel Bukan Pasarmalam, pengarang ingin mengemukakan betapa anehnya permasalahan yang terjadi di dalam diri seorang pejuang muda, pemuda yang tampak dari luar tidak terlihat memiliki permasalahan hidup yang berarti, namun ketika diselami maka semakin dalam semakin terlihat kompleks permasalahan yang dihadapinya. Hal ini menyadarkan kepada kita bahwa setiap manusia memiliki permasalahan dalam dirinya, tidak ada seorang pun yang hidup di dunia ini yang tidak memiliki masalah, baik masalah yang ringan maupun masalah yang berat. Dari hal di atas, terdapat hubungan yang erat antara pengajaran sastra dengan penanaman moral, bagaimana seseorang agar prilaku bermoral sesuai dengan adat lingkungannya. Dengan pernyataan ini, penulis ingin memaparkan tentang moral dalam diri tokoh aku yang dituangkan Pramoedya Ananta Toer 3 Ibid., h. 3. dalam karyanya Bukan Pasarmalam, dengan menggunakan pendekatan Objektif. Maka penulis mengambil judul penelitian Nilai Moral Tokoh Aku dalam Novel Bukan Pasarmalam Karya Pramoedya Ananta Toer dan Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah tersebut, penelitian ini akan difokuskan pada upaya penggalian bagaimana Pramoedya Ananta Toer memasukkan nilai moral kehidupan dalam novelnya, maka timbul beberapa masalah yang dapat diidentifiasikan sebagai berikut: 1. Unsur-unsur intrinsik dalam novel Bukan Pasarmalam. 2. Unsur-unsur ekstrinsik dalam novel Bukan Pasarmalam. 3. Novel Bukan Pasarmalam menggambarkan kehidupan masyarakat pada waktu itu. 4. Nilai-nilai yang terkandung dalam novel Bukan Pasarmalam. 5. Nilai-nilai moral yang terdapat pada tokoh aku dalam novel Bukan Pasarmalam. 6. Implikasi nilai moral tokoh aku dalam novel Bukan Pasarmalam karya Pramoedya Ananta Toer dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah. 7. Relevansi antara novel Bukan Pasarmalam dengan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.

C. Batasan Masalah

Dari sejumlah masalah yang ada, maka dapat diambil kesimpulan bahwa karya sastra tidak dapat terlepas dengan nilai moral, setiap pengarang pasti memasukkan nilai moral dalam karyanya. Sejumlah permasalahan yang ada di dalam karya sastra diperoleh dari proses kreatifitas pengarang melalui penggalian objek yang dikajinya. Banyak terdapat permasalahan dalam novel Bukan Pasarmalam, maka penulis membatasi dan memfokuskan penelitian pada beberapa permasalahan yaitu Moral Tokoh Aku dalam Novel Bukan Pasarmalam Karya Pramoeya Ananta Toer dan Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa dan Sastra di Sekolah.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah seperti telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana nilai moral apa saja yang terdapat pada tokoh aku dalam novel Bukan Pasarmalam? 2. Bagaimana relevansi nilai moral tokoh Aku dalam novel Bukan Pasarmalam karya Pramoedya Ananta Toer dengan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah?

F. Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca untuk mendalami makna suatu karya sastra, sebagai bekal meningkatkan apresiasi dan wawasan masyarakat terhadap karya sastra. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terdapat pada tokoh Aku dalam novel Bukan Pasarmalam karya Pramoedya Ananta Toer. 2. Mengetahui relevansi nilai moral tokoh Aku dalam novel Bukan Pasarmalam karya Pramoedya Ananta Toer dengan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah.

E. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Strauss dan Corbin mengatakan bahwa penelitian kualitatif bisa dimaksud sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. 4 Dalam metode penelitian kualitatif terdapat dua sumber data, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer yaitu sumber utama penelitian yang diproses langsung dari sumbernya tanpa perantara. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel Bukan Pasarmalam karya Pramoedya Ananta Toer cetakan 2003. Sedangkan sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui perantara, tetapi masih berdasar kepada kategori konsep yang akan dibahas. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah jurnal, artikel, maupun pencarian secara online.

G. Pendekatan Objektif

Sausure mengatakan bahwa pendekatan objektif yaitu pendekatan yang menitikberatkan pada karya itu sebagai dirinya sendiri. 5 Pendekatan objektif bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada di luar dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti, yang harus dikaji dan diteliti adalah aspek yang membangun karya tersebut, seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa, serta hubungan harmonis antar aspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra. 4 Syamsuddin, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, Bandung: Rosdakarya, 2006, h. 73. 5 Rh. Widada, Saussure untuk Sastra Sebuah Metode Kritik Sastra Struktural, Yogyakarta: Jalasutra, 2009, Cet. 1, h. 4. Hal-hal yang bersifat ekstrinsik, seperti penulis, pembaca, atau lingkungan sosial budaya harus tersampingi karena tidak punya kaitan langsung struktur karya sastra tersebut. 6 Karya sastra dipandang sebagai tanda, lepas dari fungsi referensial atau mimetiknya. Karya sastra menjadi tanda yang otonom, yang berhubungan dengan kenyataan bersifat tidak langsung. Siswanto mengatakan bahwa pendekatan objektif adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra. Pembicaraan kesusastraan tidak akan ada bila tidak ada karya sastra, karena karya sastra menjadi sesuatu yang inti. 7 Di bidang ilmu sastra, penelitian yang menitikberatkan kajiannya pada karya sastra dirintis oleh kelompok peneliti Rusia tahun 1915- 1930. Mereka biasanya disebut kaum Formalis, dengan tokoh utama Roman Jakobson, Shklovsky, Eichenbaum, dan Tynjanov. Pada awalnya mereka ingin membebaskan ilmu sastra dari kungkungan ilmu-ilmu lain, misalnya psikologi, sejarah, atau kebudayaan. 8 Tugas peneliti pertama-tama adalah meneliti struktur karya sastra yang kompleks dan multi dimensional yang setiap aspek dan unsur berkaitan dengan aspek dan unsur lain yang semuanya mendapat makna penuh dan fungsinya dalam totalitas karya itu. konsep penting kaum formalis adalah konsep dominan, ciri menonjol sebuah karya sastra berbentuk prosa yaitu tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, amanat, gaya bahasa. Pendekatan ini memiliki kaitan yang erat dengan teori sastra modern, khususnya teori yang menggunakan konsep dasar struktur. Pendekatan objektif mengidentifikasikan perkembangan pikiran manusia sebagai evolusi teori selama lebih kurang 2.500 tahun. Evolusi ini berkembang sejak Aristoteles hingga awal abad ke-20, yang kemudian menjadi revolisi teori selama satu abad, yaitu awal 6 M. Atar Semi , Metode Penelitian Sastra, Bandung: CV Angkasa, 2012, h. 84. 7 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT Grasindo, 2008, h. 183. 8 Ibid.