Pengajaran Sastra di Sekolah

BAB III TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Biografi Pengarang

Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, 6 Februari 1925, sebagai anak sulung Bapak Mastoer dan Ibu Oemi Saidah. 1 Pram merupakan pengarang Indonesia paling terkemuka. Banyak karyanya yang diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing. Berkali-kali dicalonkan untuk mendapat hadiah Nobel. 2 Satu-satunya penulis Indonesia yang pernah berkali-kali menjadi kandidat pemenang nobel sastra. Pramoedya kecil sering menderita akibat kekerasan dan kesewenangan ayahnya. Ia selalu merasa bersalah dan minder karena prestasinya di sekolah sangat mengecewakan ayahnya; tiga kali ia tidak naik kelas. Ketika ia masuk kelas empat, ayahnya melarangnya masuk sekolah lagi dan mulai memberi pelajaran pribadi. 3 Ayahnya yang seorang guru merasa malu mempunyai anak yang tiga kali tidak naik kelas, dan ia merasa mampu untuk memberi pelajaran secara pribadi, tidak di dalam kelas dan tidak bersama anak-anak lain. Walau ayahnya menolak membantu Pramoedya untuk meneruskan pelajarannya, ia sempat belajar di sekolah kejuruan radio Radio Vakschool di Surabaya, berkat usaha ibunya yang mulai berdagang padi dan lain-lain sebagai ‗tengkulak‘. Kurikulum sekolah yang terdiri dari tiga semester berhasil dituntaskannya dengan nilai yang cukup baik; hanya hasil ujian praktek nya kurang dan tidak mencukupi angkanya. Pada hari akhir ujian 8 Desember 1941, terdengar Jepang menyerang Pelabuhan Pearl Harbour, dengan demikian perang dunia II juga mulai berkobar di daerah Asia Timur dan Lautan Pasifik. Oleh karena kekacauan keadaan perang itu, ijazah sekolah yang seharusnya datang dari 1 A. Teeuw, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1997, h. 4. 2 Ajip Rosidi, Yang Datang Telanjang: Surat-Surat Ajip Rosidi dari Jepang 1980-2002, Jakarta: PT Gramedia, 2008, h. 765 3 A. Teeuw, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1997, h. 11. 35 Bandung tidak pernah sampai pada Pramoedya. 4 Ijazah yang tak pernah sampai ke tangan Pramoedya membuat hasil belajarnya tidak memiliki bukti sah kelulusan. Pemerintahan Prancis, sebagai pimpinan sebuah Negara yang mempunyai tradisi penghargaan sastra yang tua dan kuat, tentu tidak sembarang membagikan “La croix de l‘Ordre des Arts et des Lettres”, sebuah bintang penghargaan yang cukup berwibawa. Tidak setiap pengarang hebat yang dimiliki suatu Negara dianugerahi bintang itu. Pasti harus ada alasan-alasan kuat yang masuk akal bagi pemerintah Prancis di balik setiap penganugerahannya. Adapun alasan penganugerahan penghargaan itu kepada Pramoedya yang diberitakan di surat kabar adalah, karya-karya Pramoedya senantiasa mengungkapkan perjuangan melawan ketidakadilan dan penindasan, dan jasa dalam bidang sastra dan budaya. 5 Pram merupakan sosok penting dalam perjalanan sastra Indonesia, bukan hanya karena karya-karyanya yang dapat dibanggakan baik di dalam maupun di luar negeri, tetapi Pram juga merupakan sosok seorang penulis yang sangat idealis. Pram yang dituding sebagai “jubir” Lekra percaya bahwa seni harus melayani rakyat dan politik, sementara kebanyakan Angkatan 1945 bersikeras bahwa seni memiliki kriteria estetiknya sendiri dan harus dipisahkan dari politik. Berbenturan pandangan politik serta kebudayaan inilah yang akhirnya mencetuskan Peristiwa Manikebu 1963-1964. 6 Peristiwa yang amat penting menentukan bagi Pram berlangsung pada juli 1956. Pram diundang oleh wakil kedutaan Cina untuk menghadiri peringatan wafat kedua puluh tahun lu Hsun. Karena perjalanan Pramoeya ke Cina tersebut, orang mulai menilai Pram bukan hanya memihak pada komunis, bahkan telah menjadi komunis. 7 Kisah asmara Pramoedya juga tidak lepas dari pengaruh realitas kemiskinan, realitas yang bahkan masih jamak menghinggapi kehidupan para 4 Ibid., h. 14-15 5 Apsanti Djokosujatno, Membaca Katrologi Bumi Manusia Magelang: Indonesiatera, 2004, h. 1. 6 JJ Rizal, ed., Pram dan Cina Jakarta: Komunitas Bambu, 2008, h. 49-50. 7 A. Teeuw, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer, Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1997, h. 33-34. penulis dan seniman masa kini. Perkawinan pertamanya berakhir dengan perceraian dan diusirnya Pramoedya dari rumah mertuanya karena hasil yang ia peroleh dari menulis yang belum menentu tak dapat menafkahi keluarganya. Sementara ia masih hidup tak menentu, suatu hari, meski tak memiliki uang sepeser pun, ia mengunjungi sebuah pameran buku pertama di Indonesia dan melihat salah seorang wanita penjaga gerai yang menarik perhatiannya. Ia pun nekad datang dan berkenalan dengan wanita yang ternyata bernama Maemunah. Setiap hari ia berlama-lama menemani Maemunah duduk di gerai itu layaknya seorang penjaga. Keteguhan dan pendekatannya pun membawa hasil, Maemunah terbukti adalah istri yang selalu tetap setia mendampingi dalam segala suka duka mereka sampai Akhir hayat. 8 Pramoedya memulai mengarang sejak zaman Japang dan awal revolusi, dia telah menerbitkan buku Kranji Bekasi Jatuh 1947, namun baru menarik perhatian dunia sastra Indonesia pada tahun 1949 ketika cerpennya ‗Blora‘ yang ditulisnya dalam penjara diumumkan dan romannya Perburuan 1950 mendapat hadiah sayembara mengarang yang diselenggarakan oleh Balai Pustaka ‗Blora‟ yang ditulis dalam gaya yang sangat padat, dimuat pertama kali dalam majalah Indonesia 1949. Cerpen itu kemudian bersama dua buah cerpen lain yang juga ditulis Pramoedya dalam penjara diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul Subuh 1950. 9 Novelnya yang berjudul Blora mengharumkan nama Pramoedya. Novel ini ditulis kira-kira bulan Mei 1949, waktu Pram berada di penjara Bukit Duri. Oleh jasa Dr. G.J. Resink, naskahnya bisa diselundupkan keluar dan dimuat dalam majalah Indonesia dan terjemahannya ke bahasa Belanda dalam majalah Orientatie. Novel ini terutama menarik perhatian oleh kemanusiaan yang 8 Ary Cahya Utomo, 11 Fakta mengenai Pramoedya Ananta Toer, 2005, http:pelitaku. sabda.org11_fakta_mengenai_pramoedya_ananta_toer 9 Ajip Rosidi, Ikhtisari Sejarah Sastra Indonesia, Jakarta: Binacipta, 1968, h. 109. memancar dari dalamnya, hasrat seorang tawanan pada kemerdekaan, pengalaman dalam angan-angan apa yang dilakukannya setelah merdeka. 10 Hampir separuh hidup Pramoedya dihabiskan di penjara: 3 tahun dalam penjara kolonial, 1 tahun di orde lama, dan 14 tahun di orde baru 13 Oktober 1965 – Juli 1969, pulau Nusa Kambangan Juli 1969 – 16 Agustus 1969, Pulau Buru Agustus 1969 – 12 November 1979 banyumanik November – Desember 1979 tanpa proses pengadilan. Pada tanggal 21 Desember 1979 Pramoedya Ananta Toer mendapat surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat dalam G30 PKI tetapi masih dikenakan tahanan rumah, tahanan kota, tahanan negara sampai tahun 1999 dan wajib lapor ke Kodim Jakarta Timur satu kali seminggu selama kurang lebih 2 tahun. Beberapa karyanya lahir dari tempat ini, diantaranya Tetralogi Buru Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. 11 Selama dalam penjara Pramoedya banyak menulis, kecuali roman Perburuan yang diselundupkan melalui Dr. G.J. Resink dan H.B Jassin untuk kemudian diikutkan pada sayembara mengarang Balai Pustaka, dalam sayembara itu Pramoedya juga menyelesaikan roman Keluarga Gerilja 1950 dan sejumlah cerpen. Cerpen-cerpen yang ditulisnya dalam penjara itu bersama-sama dengan beberapa cerpen yang ditulis sebelumnya, kemudian diterbitkan dalam sebuah buku berjudul Pertjikan Revolusi 1950. Pramoedya Ananta Toer adalah seorang yang sangat produktif menulis, baik berupa cerpen, roman, esai maupun kritik. Buku-buku tak henti-hentinya mengalir dari padanya. Kecuali yang tadi sudah disebut, karyanya yang berjudul Mereka Jang Dilumpuhkan dua jilid, terbit 1951-1952 merupakan pengalaman- pengalamannya selama dipenjara, Tjerita dari Blora 1952, sekumpulan cerpen yang berpusat di Blora, mendapat hadiah sastra nasional B.M.K.N. tahun 1952 untuk kumpulan cerpen Di tepi Kali Bekasi 1950 sebuah roman yang 10 H.B. Jassin, Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei, Jakarta: Gunung Agung, 1967, h. 96. 11 Pramoedya Ananta Toer, Bukan Pasar Malam, Jakarta: Lentera Dipantara, 2004, h. 1.