UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Data hasil perhitungan jumlah spermatosit pakiten kemudian diolah menggunakan uji One Way ANOVA yang menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan secara bermakna p ≤0.05. Hasilnya kemudian
dilanjutkan dengan uji LSD yang menunjukkan terjadi perbedaan bermakna p
≤0.05 antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan yaitu dosis 100 mgkgBB, 200 mgkgBB, dan 400 mgkgBB. Juga terjadi
perbedaan bermakna antar kelompok uji seiring dengan terjadinya kenaikan dosis. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96 daun
sambiloto dapat mempengaruhi jumlah spermatosit pakiten dan juga dipengaruhi oleh kenaikan dosis, semakin tinggi dosis ekstrak maka
semakin tinggi penurunan jumlah spermatosit pakiten. Hasil analisa statistik dapat dilihat pada Lampiran 16.
4.2 Pembahasan
Salah satu tanaman yang diharapkan dapat digunakan sebagai agen antifertilitas adalah sambiloto Andrographis paniculata Nees.. Bagian
tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sambiloto yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik BALITRO
Bogor. Determinasi tanaman dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan
Kebun Raya Bogor – LIPI Bogor. Hasil determinasi menunjukkan bahwa
tanaman yang digunakan adalah benar Andrographis paniculata Nees. dari famili Acanthaceae.
Senyawa kimia yang terkandung dalam sambiloto yang diduga bertanggung jawab sebagai bahan antifertilitas adalah andrografolid, yang
memiliki sifat mudah rusak jika terkena panas yang tinggi Christijanti, 2007 dan Nurasiah, 2010.
Senyawa andrografolid merupakan dasar dalam pemilihan metode ekstraksi, pelarut dan konsentrasi pelarut. Metode
ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Metode maserasi dipilih karena dapat digunakan untuk menarik senyawa-senyawa yang tidak tahan
terhadap pemanasan. Selain itu memiliki keuntungan lain yaitu peralatan yang digunakan sederhana dan mudah dalam proses pengerjaannya.
Pelarut yang digunakan adalah etanol 96. Etanol merupakan pelarut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
universal yang dapat menarik senyawa baik polar, semipolar dan nonpolar. Menurut Kumoro et al 2009 senyawa andrografolid akan lebih banyak
tertarik pada pelarut metanol dan etanol, namun kurang larut dalam air. Menurut Depkes RI 2005 penggunan pelarut yang diperbolehkan untuk
ekstrak tumbuhan obat adalah etanol dan air, oleh karena itu digunakan pelarut etanol untuk ekstraksi. Etanol 96 dapat menarik senyawa
andrografolid lebih banyak jika dibandingkan dengan konsentrasi 75, 50, dan 25 Kumoro et al. 2009.
Filtrat hasil maserasi yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator yang bertujuan untuk
menguapkan pelarut sehingga diperoleh ekstrak kental. Dari 1 kg serbuk daun sambiloto yang dimaserasi, diperoleh 120,925 gram ekstrak kental.
Sehingga diperoleh rendemen ekstrak sebanyak 12,093. Pemeriksaan
parameter non spesifik seperti kadar air dan kadar abu dilakukan juga. Kadar air yang dilakukan bertujuan untuk memberikan batasan minimal
atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan Depkes RI, 2000. Sementara tujuan pemeriksaan kadar abu adalah untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak Depkes RI, 2000. Hasil yang
diperoleh pada pemeriksaan kadar air dan kadar abu ekstrak etanol 96 daun sambiloto adalah 13,55 dan 0,056.
Hasil penapisan fitokimia terhadap eksrak etanol 96 daun sambiloto menunjukkan adanya alkaloid, flavonoid, tanin, steroid, dan
diterpenoid. Karena andrografolid ini diduga sebagai senyawa yang berperan untuk bahan antifertilitas maka untuk memastikan keberadaan
senyawa tersebut dilakukan analisa kualitatif senyawa andrografolid dengan uji KLT Kromatografi Lapis Tipis yang kemudian pengamatan
hasilnya dilanjutkan menggunakan TLC scanner. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kromatogram yang selanjutnya pada Rf 0,39
dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum maka diperoleh 233 nm. Menurut beberapa literatur senyawa andrografolid memiliki panjang
gelombang maksimum 230 nm - 235 nm Awal, 2011; Nugroho, 2014;
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Chamoli, 2013. Panjang gelombang maksimum 233 nm masih termasuk kedalam rentang, diduga ekstrak etanol 96 daun sambiloto ini
mengandung andrografolid yang terlihat pada Rf 0,39. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor
tikus jantan galur Sprague Dawley yang berusia 7-8 bulan. Tikus yang digunakan merupakan tikus yang sehat dan fertil dengan bobot tikus
sekitar 350 – 400 gram. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok
kontrol dan tiga kelompok perlakuan yang diberi ekstrak dengan dosis rendah 100 mgkgBB, dosis sedang 200 mgkgBB, dan dosis tinggi
400 mgkgBB. Setiap kelompok ditempatkan dalam kandang yang berbeda dengan jumlah masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.
Penentuan jumlah tikus tersebut berdasarkan Research Guidelines for Evaluating The Safety and Efficacy of Herbal Medicines WHO, 2000
yang menyatakan bahwa hewan pengerat masing-masing kelompok perlakuan harus terdiri dari setidaknya lima ekor. Hewan uji kemudian
diaklimatisasi selama 3 minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru.
Pemberian ekstrak etanol 96 daun sambiloto selama 48 hari kepada masing-masing tikus menggunakan alat bantu pencekok oral
sonde. Sebelum diberi perlakuan, setiap hari tikus ditimbang berat badannya terlebih dahulu untuk menyesuaikan pemberian dosis ekstrak
yang akan diberikan. Sediaan bahan uji dibuat dengan mendispersikan ekstrak dengan Tween 80 konsentrasi 2. Tween 80 digunakan sebagai
pembawa karena ekstrak etanol daun sambiloto terdispersi lebih baik dalam Tween 80. Menurut Evaluation Report of Food Additives
Polysorbates Polysorbates 20, 60, 65 and 80 2007 pemberian Tween 80 konsentrasi 5 dan 10 kepada tikus jantan dan betina tidak
menyebabkan efek yang nyata pada fungsi reproduksi serta pada pemberian Tween 80 konsentrasi 2 tidak memberikan efek pada fertilitas
dan pertumbuhan. Pada hari ke-0 dan hari ke-49 dilakukan pengambilan darah tikus
melalui ekor lateral tail vein serta pada hari ke-49 tikus dikorbankan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cara membiusnya menggunakan eter. Kemudian dilakukan pembedahan dan diambil testis serta kauda epididimisnya. Kauda
epididimis berperan penting dalam penyimpanan sperma yang matang. Sehingga diperkirakan jumlah spermatozoa yang telah matang paling
banyak di bagian kauda epididimis. Berdasarkan hasil perhitungan spermatozoa yang dilakukan di bilik
hitung Neubauer menunjukkan bahwa terjadi kenaikan konsentrasi spermatozoa namun secara tidak bermakna p0,05. Pada penelitian
menurut Kumar et al 2011 pemberian ekstrak air daun sambiloto selama 45 hari pada tikus jantan dapat menyebabkan penurunan konsentrasi
spermatozoa jika dibandingkan dengan kontrol. Juga pada penelitian yang dilakukan oleh Akbarsha et al. 2000, bahwa dengan pemberian serbuk
daun kering sambiloto terjadi penurunan konsentrasi spermatozoa. Dalam penelitian ini peningkatan konsentrasi spermatozoa pada kelompok
perlakuan terhadap kontrol yang terjadi tidak berbeda secara signifikan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
menurut Allan et al 2009, bahwa pemberian ekstrak etanol daun sambiloto selama 65 hari dapat meningkatkan konsentrasi spermatozoa
jika dibandingkan dengan kontrol, namun peningkatannya tidak berbeda secara bermakna. Konsentrasi spermatozoa pada kelompok kontrol yaitu
9,688 x 10
6
per mL, sehingga konsentrasi spermatozoa tersebut masuk dalam kriteria subfertil, yaitu 13,8x10
6
mL Guzick, 2001. Menurut Beekhuizen et al 2012 subfertil merupakan kemampuan seorang pria
atau wanita ataupun pasangan untuk dapat menyebabkan kehamilan yang lebih rendah dibandingkan dengan normal tetapi masih tetap bisa hamil.
Sehingga tikus jantan yang digunakan diperkirakan masih memiliki kemampuan untuk membuahi ovum atau menyebabkan kehamilan.
Konsentrasi spermatozoa pada hewan uji yang lebih sedikit dikarenakan tikus sudah lebih dari dewasa atau bisa dikatakan sudah tua
dengan usia sekitar 7-8 bulan. Menurut Lucio et al 2013 dalam penelitiannya yang membandingkan konsentrasi spermatozoa pada tikus
usia 3 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan, konsentrasi sperma yang dihasilkan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari tikus tua hanya sekitar setengahnya dari tikus muda. Namun belum ada penelitian yang menyatakan bahwa dengan terjadinya pengurangan
konsentrasi spermatozoa tersebut cukup dapat mengurangi fertilitas. Sehingga pemberian ekstrak etanol daun sambiloto selama 48 hari pada
penelitian ini tidak berpengaruh pada konsentrasi spermatozoa tikus jantan. Dalam menentukan suatu senyawa toksik potensial yang
berpengaruh pada jumlah sperma diperlukan periode perlakuan yang lebih lama, dan juga untuk melihat efeknya terhadap sel germinal
spermatogonium yang diperoleh dari kauda epididimis atau dari sperma yang diejakulasikan, perlakuan pada pria dewasa seharusnya dilanjutkan
selama minimal 6 siklus epitel germinal, atau sekitar 80 hari pada tikus Allan et al. 2009.
Pengamatan selanjutnya yang dilakukan
yaitu morfologi spermatozoa abnormal pada tikus jantan. Abnormalitas spermatozoa dapat
terjadi pada bagian kepala, midpiece atau ekor Sukmaningsih et al, 2012. Hasil analisa data menunjukkan terjadi perbedaan bermakna antara
kelompok dosis dengan ketiga kelompok perlakuan yaitu dosis rendah, dosis sedang, dan dosis tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
ekstak etanol 96 daun sambiloto dapat meningkatkan morfologi spermatozoa yang abnormal. Semakin bertambahnya dosis ekstrak yang
diberikan semakin meningkatnya morfologi spermatozoa yang abnormal. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya Kumar et al 2011 namun dengan perbedaan jenis ekstrak yang digunakan yaitu ekstrak air daun sambiloto, yang dapat
meningkatkan persentase abnormalitas morfologi spermatozoa secara signifikan. Jika dilihat secara statistik dari data LSD, perbedaan nilai mean
antara kelompok kontrol dan dosis tinggi paling tinggi dibandingkan dengan dosis rendah dan dosis sedang. Dosis perlakuan yang paling dapat
menyebabkan peningkatan abnormalitas pada morfologi spermatozoa adalah dosis tinggi 400 mgkgBB.
Menurut WHO 2010 kriteria morfologi normal jika bentuk spermatozoa normalnya ≥ 4. Pada kelompok kontrol dan kelompok
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tikus yang diberi perlakuan ekstrak dengan dosis 100 mgkgBB, 200 mgkgBB dan 400 mgkgBB memiliki persentase morfologi spermatozoa
normal yang memasuki kriteria. Nilai persentase abnormalitas morfologi spermatozoa pada penelitian ini masih termasuk ke dalam kriteria
morfologi normal, meskipun demikian ekstrak etanol 96 daun sambilo ini dapat menyebabkan peningkatan persentase morfologi spermatozoa
yang abnormal yang dipengaruhi dengan kenaikan dosis. Bentuk morfologi spermatozoa berpengaruh terhadap pembuahan, jika jumlah
abnormalitas spermatozoa terlalu tinggi maka akan menurunkan fertilitasnya Ermayanti et al. 2010.
Menurut Ermayanti et al 2010 meningkatnya bentuk spermatozoa yang abnormal kemungkinan disebabkan oleh abnormalitas primer dan
abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer diduga karena adanya gangguan spermatogenesis di dalam tubulus seminiferus pada fase
spermiogenesis yaitu saat pembentukan spermatozoa dari spermatid. Fase spermiogenesis terdiri dari fase golgi, tutup, akrosom dan pematangan
spermatozoa untuk membentuk morfologi normal spermatozoa yang terdiri dari kepala, leher, dan ekor yang normal Sinaga, 2012. Sementara
abnormalitas sekunder terjadi diduga karena adanya gangguan maturasi spermatozoa dalam epididimis sehingga mengakibatkan ditemukannya
spermatozoa abnormal Ermayanti et al. 2010. Senyawa metabolit sekunder flavonoid yang terkandung dalam ekstrak etanol 96 daun
sambiloto diduga berperan dalam menyebabkan abnormalitas primer karena flavonoid memiliki kemampuan dalam merusak tahapan akhir
spermatogenesis Nurcholidah et al 2013. Jumlah spermatozoa yang dihasilkan testis tidak cukup untuk
mendiagnosa fertil atau infertilnya seseorang yang normal tetapi bila memiliki morfologi dan kecepatan yang kurang baik akan bisa
menyebabkan fertil. Sebaliknya dengan jumlah spermatozoa yang sedikit tapi memiliki morfologi dan kecepatan normal maka masih bisa fertil
Guyton, 1997.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Parameter lain yang dilakukan yaitu pengukuran konsentrasi hormon testosteron. Hormon testosteron yang diukur diperoleh dari serum
darah tikus pada hari ke-0 dan hari ke-49. Hasil pengukuran konsentrasi testosteron antara hari ke-0 dan hari ke-49 menunjukkan penurunan
konsentrasi pada kelompok kontrol dan kelompok dosis 200 mgkgBB serta peningkatan konsentrasi pada kelompok dosis 100 mgkgBB dan 400
mgkgBB. Menurut Alpco Diagnostics 2013, rentang konsentrasi testosteron normal pada tikus jantan yaitu 0,66
– 5,4 ngml. Penurunan konsentrasi testosteron pada kelompok kontrol dan dosis 200 mgkgBB
serta peningkatan konsentrasi testosteron pada kelompok 400 mgkgBB masih berada dalam rentang normal. Berbeda dengan peningkatan
konsentrasi testosteron pada kelompok dosis 100 mgkgBB melebihi rentang konsentrasi normal yaitu 8,17 ngml. Hasil analisa dengan Paired-
Sample T-Test menunjukkan bahwa kelompok dosis 100 mgkgBB mengalami peningkatan konsentrasi yang bermakna p≤0,05. Pada
kelompok dosis 400 mgkg peningkatan konsentrasi yang terjadi tidak mengalami perbedaan yang bermakna. Begitu juga pada kelompok kontrol
dan kelompok dosis 200 mgkgBB yang mengalami penurunan konsentrasi testosteron yang tidak bermakna p≥0,05.
Menurut Dasuki et al 2010, profil kadar testosteron tikus setelah pemberian ekstrak 50 etanol sambiloto selama 4 minggu dengan lima
variasi dosis yaitu 0,5 mgkgBB, 1 mgkgBB, 10 mgkgBB, 100 mgkgBB dan 1000 mgkgBB menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi
testosteron pada dosis 10 mgkgBB. Peningkatan ini terjadi secara bermakna jika dibandingkan dengan kelompok dosis lain. Dengan
kenaikan dosis menjadi 100 mgkg BB dan 1000 mgkgBB, konsentrasi testosteron mengalami penurunan walaupun tidak bermakna, dengan nilai
konsentrasi yang masih masuk kedalam rentang normal testosteron. Hasil penelitian Dasuki et al 2010 mendukung hasil penelitian ini yang
dilakukan menggunakan ekstrak etanol 96 daun sambiloto bahwa pada dosis rendah yaitu dosis 100 mgkgBB, dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan konsentrasi testosteron. Kemudian seiring dengan kenaikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dosis menjadi 200 mgkgBB terjadi penurunan konsentrasi meskipun tidak bermakna.
Pada kelompok dosis rendah 100 mgkgBB yang mengalami peningkatan konsentrasi testosteron secara signifikan diduga dipengaruhi
juga oleh kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak etanol 96 daun sambiloto yaitu flavonoid. Menurut Susetyarini 2009 flavonoid mampu
menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang mengkatalis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron.
Menurut penelitian Burgos 1997, pemberian ekstrak kering herba sambiloto selama 60 hari dosis 20 mgkgBB, 200 mgkgBB dan 1000
mgkgBB pada tikus jantan menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi testosteron secara tidak bermakna. Sel Leydig sangat berperan
dalam produksi testosteron pada pria. Untuk mengetahui apakah adanya perubahan morfologi pada sel Leydig maka dilakukan pengamatan
histologi testis tikus jantan dengan mikroskop elektron. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan morfologi sel Leydig. Hal
tersebut menunjukkan
bahwa esktrak
kering sambiloto
tidak mempengaruhi hormon LH tikus jantan melainkan hormon FSH, sehingga
LH yang berfungsi untuk merangsang sel Leydig dalam menghasilkan hormon testosteron masih bisa disintesis secara normal, meskipun terjadi
penurunan. Menurut Susetyarini 2009, hormon FSH berfungsi merangsang sel Sertoli dalam pembentukan Androgen Binding Protein
ABP. ABP berperan dalam pengangkutan testosteron ke dalam tubulus
seminiferus dan epididimis. Apabila produksi FSH terhenti atau berkurang oleh karena efek umpan balik negatif tersebut, maka spermatogenesis
menjadi terhenti pula, dan akibatnya jumlah sel-sel spermatogenik menjadi berkurang Widiyani, 2006.
Berdasarkan penelitian diatas, maka ekstrak sambiloto yang memiliki kandungan utama senyawa andrografolid diduga memang dapat
meningkatkan dan menurunkan konsentrasi testosteron. Pengaruhnya terhadap produksi testosteron melalui mekanisme umpan balik. Pada saat
dosis rendah maka dapat meningkatkan konsentrasi testosteron, namun
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada saat dosis tinggi akan menyebabkan penurunan konsentrasi testosteron. Terjadinya penurunan konsentrasi testosteron ini tidak berbeda
secara bermakna, hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi testosteron dipertahankan dalam kondisi normal.
Testosteron yang meningkat atau rendah diluar rentang normal dalam darah akan berakibat umpan balik negatif pada hipotalamus dan
hipofisis anterior. Jika terjadi efek umpan balik negatif pada hipotalamus maka sekresi GnRH Gonadotropins Releasing Hormone akan terhenti
sehingga menghambat sekresi gonadotropin LH dan FSH oleh hipofisis anterior. LH Luteinzing Hormone berfungsi merangsang sel Leydig
untuk menghasilkan testosteron, sedangkan FSH Follicle Stimulating Hormone berfungsi merangsang spermatogenesis dan pembentukan
protein pengikat androgenABP Androgen Binding Protein oleh sel sertoli. Selain membentuk ABP, sel sertoli juga membentuk inhibin, yaitu
suatu hormone nonsteroid yang mempunyai mekanisme umpan balik untuk menghambat produksi FSH yang berlebihan. Mekanisme ini penting
untuk mencapai kadar testoteron yang dibutuhkan untuk terjadinya spermatogenesis. Penghambatan dan sekresi FSH serta LH tampak oleh
umpan balik melalui hipotalamus dan GnRH Susetyarini, 2009. Penurunan kadar hormon testosteron dapat menyebabkan penurunan
kualitas spermatozoa karena fungsi dari hormon testosteron antara lain adalah mempengaruhi maturitas spermatozoa Nuraini, 2012.
Efek peningkatan konsentrasi testosteron dari andrografolid yang terkandung dalam sambiloto, dapat digunakan sebagai afrodisiak dan
untuk mengobati ejakulasi dini Sattayasai, 2010. Afrodisiak adalah bahan atau obat yang meningkatkan gairah seksual atau libido Dorland,
2002. Pemberian sambiloto atau andrografolid pada pasien gangguan hormon testosteron dapat mengembalikan konsentrasi hormon testosteron
ke nilai normal, sehingga dapat memperbaiki penurunan libido dan penurunan aktivitas seksual Sattayasai, 2010.
Menurut Sattayasai et al. 2010 efek andrografolid terhadap sperma beragam baik yang menyebabkan efek negatif, positif ataupun tak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berefek. Hal tersebut diduga karena perbedaan jenis ekstrak yang diujikan, perbedaan hewan uji dan juga senyawa yang terkandung dalam ekstrak
yang beragam yang dipengaruhi oleh genetik bibit, lingkungan tempat tumbuh, rekayasa agronomi pemupukan selama pertumbuhan, dan
pemanenan waktu dan pasca panen Halim, 2004. Pengaruh waktu panen sangat penting terhadap kandungan senyawa andrografolid, karena
kandungan zat aktif daun sambiloto mencapai jumlah optimal pada saat tanaman akan berbunga umur tanaman sambiloto 2-3 bulan, sehingga
sebaiknya dipanen pada waktu tersebut untuk digunakan sebagai obat tradisional Halim et al, 2004 dan Sawitti, 2013. Pada penelitian ini
ekstrak yang digunakan diperoleh dari daun sambiloto yang dipanen saat sudah dewasa yaitu saat tanaman sambiloto sudah berbunga umur
tanaman sambiloto 3 bulan. Hal tersebut menunjukkan bahwa seharusnya kandungan andrografolid yang terdapat dalam ekstrak etanol 96 daun
sambiloto yang digunakan berada dalam jumlah optimal sehingga bisa mempengaruhi sperma.
Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi konsentrasi testoteron dalam tikus diantaranya adalah waktu pengambilan sampel,
faktor ini merupakan faktor yang penting saat menginterpretasikan serum testosteron. Menurut Heywood 1980 pada saat pagi hari konsentrasi
testoteron lebih tinggi, sehingga hal ini salah satunya dapat mempengaruhi peningkatan konsentrasi pada tikus yang diambil darahnya pada pagi hari,
sementara pada tikus yang diambil darahnya lewat dari pagi hari konsentrasi testoteronnya akan lebih rendah atau mengalami penurunan.
Faktor stres juga dapat berpengaruh terhadap konsentrasi testosteron pada tikus. Menurut Faldikova et al. 2001 stres dapat menyebabkan produksi
testosteron berkurang. Hal tersebut terjadi karena sensitivitas sel Leydig terhadap gonadotropin berkurang yang berpengaruh terhadap produksi
testosteron. Faktor lain yang dapat berpengaruh yaitu usia, penurunan konsentrasi testoteron berhubungan dengan usia Svartberg et al. 2003.
Penuaan dapat menyebabkan peningkatan SHBG Sex Hormone Binding
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Globulin yang berpengaruh terhadap penurunan testosteron Zitzmann et al. 2001.
Parameter terakhir yang dilakukan yaitu perhitungan jumlah spermatosit pakiten dengan melihat lima tubulus seminiinferus yang
mengalami tahap VII-VIII pada setiap hewan uji. Spermatosit pakiten merupakan sel yang memiliki aktivitas tertinggi selama spermatogenesis
yaitu terjadinya ekspresi gen untuk protein fungsional sebagai kelengkapan tugas fungsional spermatozoa Anas et al, 2011. Protein
tersebut paling banyak terdapat pada tubulus seminiferus yang mengalami tahap spermatogenik VII
– VIII Yotarlai et al, 2011. Hasil analisa data perhitungan spermatosit pakiten dengan uji One
Way ANOVA menunjukkan terjadi penurunan jumlah spermatosit pakiten secara bermakna p
≤0.05 antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis 100 mgkgBB, 200 mgkgBB, dan 400 mgkgBB. Penurunan jumlah
spermatosit pakiten menunjukkan adanya gangguan pada proses spermatogenesis Kalla, 1996. Menurut penelitian Satriyasa 2008
penurunan sel-sel spermatosit pakiten kemungkinan disebabkan oleh zat- zat aktif yang terkandung dalam biji papaya yang bersifat sitotoksik, anti
androgen atau berefek estrogenik. Efek sitotoksik ini menyebabkan metabolisme sel spermatogenik terganggu. Andrografolid yang terkandung
dalam sambiloto diduga bersifat sitotoksik. Diduga ekstrak etanol 96 daun sambiloto ini dapat menurunkan jumlah spermatosit pakiten karena
pengaruh andrografolidnya. Gangguan metabolisme sel spermatogenik bisa juga disebabkan oleh efek sitotoksik dari alkaloid yang terkandung
dalam biji papaya. Diduga alkaloid yang terkandung dalam ekstrak etanol 96 daun sambiloto ini juga berperan dalam meningkatkan efek sitotoksik
terhadap penurunan jumlah spermatosit pakiten. Penurunan sel-sel spermatosit pakiten tersebut mungkin juga
karena terjadi penurunan hormon gonadotropin FSH dan LH dan hormon testosteron. Penurunan hormon tersebut menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme pada sel spermatogenik didalam tubulus seminiferus. Penurunan sel spermatosit ini mungkin karena terganggunya fungsi dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sel sertoli sehingga menyebabkan suplai laktat dan piruvat menurun, yang mana keduanya merupakan sumber energi dari spermatosit pakiten. Proses
perubahan spermatosit primer menjadi spermatosit sekunder dan membentuk spermatid diatur oleh hormon testosteron dan FSH. Penurunan
FSH dan testosteron tersebut akan menyebabkan hambatan dalam pengangkutan glukosa kedalam sel spermatosit, yang mengakibatkan
sintesis protein spermatosit juga terganggu Satriyasa, 2008. Dalam penelitian ini penurunan konsentrasi testosteron yang terjadi tidak secara
bermakna sehingga diduga penyebab penurunan jumlah spermatosit pakiten ini tidak tidak dipengaruhi oleh hormon testosteron. Sel
spermatosit pakiten sangat sensitif terhadap pengaruh luar dan cenderung mengalami kerusakan setelah meiosis pertama Satriyasa, 2008. Bila sel-
sel spermatosit mengalami kerusakan dan mengalami degenerasi maka sel spermatosit ini akan difagositosis oleh sel Sertoli, sehingga menyebabkan
jumlah sel spermatosit berkurang Lohiya et al. 2012. Menurut Susetyarini 2013 senyawa antifertilitas dari tumbuhan
obat bekerja dengan 2 cara, yaitu melalui efek sitotoksik dan melalui efek hormonal. Efek sitotoksik yang terjadi dapat mempengaruhi rekombinan
meiosis pada epitel seminiferus yang berisi spermatogonium, spermatosit, spermatid serta merusak lamina basal dan jaringan interstisial. Sementara
jika melalui efek hormonal maka dapat mengakibatkan terhambatnya laju metabolisme sel spermiogeneisis dengan cara mengganggu keseimbangan
sistem hormon. Menurut Sukmaningsih 2011 gangguan spermatogenesis dapat terjadi melalui 3 mekanisme bersifat antifertilitas yaitu :
pretestikuler, testikuler dan post testikuler. Gangguan spermatogenesis melalui mekanisme testikuler bersifat sitotoksik.
Dilaporkan terdapat beberapa hewan uji yang mati selama perlakuan 48 hari baik pada kelompok kontrol maupun kelompok dosis
ekstrak etanol 96 daun sambiloto. pada kelompok kontrol tikus yang mati sebanyak tiga ekor, sementara pada kelompok dosis 100 mgkgBB
dan 400 gkgBB terdapat masing-masing satu tikus yang mati. Penyebab kematian dari tikus-tikus tersebut belum diketahui secara pasti karena
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
banyaknya faktor yang dapat menyebabkan kematian pada tikus, hal ini menyebabkan kesulitan dalam memastikan penyebab kematian tikus.
Diduga terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kematian pada kelompok tikus yang diberikan ekstrak dosis 100 mgkgBB dan 400
mgkgBB. Salah satunya adalah karena faktor ekstrak, menurut Dey et al, 2013 pemberian dosis tinggi sambiloto dapat menyebabkan kehilangan
nafsu makan. Efek yang tak diinginkan tersebut dikarenakan rasa pahit dari andrografolid yang terkandung dalam sambiloto. jika dibandingkan
dengan dosis 100 mgkgBB, dosis 200 mgkgBB lebih tinggi daripada dosis 100 mgkgBB, namun pada kelompok dosis 200 mgkg tidak
dilaporkan kematian pada tikus, hal tersebut diduga karena perbedaan faktor fisiologis tiap individu tikus yang tidak tahan terhadap rasa pahit
dari sambiloto. Faktor lain yang diduga menyebabkan kematian tikus yaitu karena tikus mengalami stres sehingga tikus mengalami kehilangan nafsu
makan yang parah. Kehilangan nafsu makan yang dialami tikus dilihat dari terjadinya penurunan berat badan tikus setiap harinya, dikarenakan tikus
tidak pernah menghabiskan pakan yang telah diberikan yang berakibat pada rasa lemas yang dialami tikus.
Penelitian ekstrak etanol 96 daun sambiloto dapat mempengaruhi morfologi spermatozoa, jumlah spermatosit pakiten dan konsentrasi
testosteron namun tidak mempengaruhi konsentrasi spermatozoa. Pengaruh ekstrak terhadap konsentrasi testosteron berupa peningkatan dan
penurunan konsentrasi testosteron. Pada dosis rendah yaitu 100 mgkgBB dapat meningkatkan konsentrasi testosteron yang dapat digunakan sebagai
afrodisiak dan dengan dosis yang lebih tinggi dapat menurunkan konsentrasi testosteron dalam rentang normal. Terjadinya gangguan proses
spermatogenesis menyebabkan peningkatan abnormalitas morfologi spermatozoa dan penurunan jumlah spermatosit pakiten. Senyawa yang
mempengaruhi spermatogenesis
ini diduga
merupakan senyawa
andrografolid yang terkandung dalam ekstrak etanol 96 daun sambiloto. Mekanisme andrografolid dalam mempengaruhi spermatogenesis melalui
mekanisme testikuler bersifat sitotoksik. Dari hasil penelitian ini maka
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ekstrak etanol 96 daun sambiloto ini dapat berpotensi sebagai agen antifertilitas yang dapat dikembangkan.
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya:
1. Pemberian ekstrak etanol 96 daun sambiloto Andrographis paniculata Nees. dapat meningkatkan konsentrasi spermatozoa secara
tidak bermakna p≥0,05. 2. Pemberian ekstrak etanol 96 daun sambiloto Andrographis
paniculata Nees. dapat meningkatkan persentase morfologi spermatozoa yang abnormal secara bermakna p≤0,05.
3. Pemberian ekstrak etanol 96 daun sambiloto Andrographis paniculata Nees. dapat meningkatkan dan menurunkan konsentrasi
testosteron. 4. Pemberian ekstrak etanol 96 daun sambiloto Andrographis
paniculata Nees. dapat menurunkan jumlah spermatosit pakiten secara bermakna p≤0,05.
5. Dari beberapa hasil pengamatan diatas, ekstrak etanol 96 daun sambiloto Andrographis paniculata Nees. berpotensi sebagai agen
antifertilitas.
5.2 Saran
Adapun saran untuk penelitian lebih lanjut adalah: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perlakuan dosis yang
sama mengenai pengaruh pemberian ekstrak etanol 96 daun sambiloto terhadap konsentrasi hormon FSH dan LH.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian ekstrak etanol 96 daun sambiloto dengan perlakuan dosis yang sama namun
dengan periode perlakuan yang lebih lama untuk mengetahui apakah akan memberi pengaruh yang berbeda terhadap konsentrasi
spermatozoa dan testosteron.