27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai dari bulan Februari 2014 sampai Mei 2014. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Obat, Laboratorium
Penelitian I, Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Hewan Animal House, Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Riset Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Hewan Uji
Hewan uji yang akan digunakan dalam penellitian ini adalah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang sehat berumur 7
– 8 bulan dengan berat 300
–400 g dan fertil yang diperoleh dari Home Industri Animal
Alamiah Bogor.
3.2.2. Bahan Uji
Bahan uji yang akan digunakan adalah ekstrak etanol 96 daun sambiloto Andrographis paniculata Nees.. Daun sambiloto diperoleh
dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik BALITRO Bogor. Sebelum dilakukan penelitian, tanaman di determinasi terlebih dahulu di
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor – LIPI Bogor.
3.2.3. Bahan Kimia
Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah tween 80, aquadest, etanol 96, Na CMC, eter, HCl 2N, NaOH 10, Na
2
SO
4
anhidrat, pereaksi tembaga asetat, kloroform, n-heksana, FeCl
3
, larutan garam gelatin, pereaksi H
2
SO
4
P, CH
3
COOH anhidrat, etil asetat, etanol 95, HCl P, anhidrat asetat, pereaksi Bouchardat P, Pereaksi Mayer P,
Pereaksi Dragendorff P, larutan NaCl 0,9, metanol, larutan George, larutan Eosin-Y 1, dan larutan formalin 10.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2.4. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : timbangan analitik, gelas ukur, botol maserasi, ayakan mesh 40, corong, kertas saring,
kapas, perangkat vacuum rotary evaporator EYELA, beaker glass, pipet tetes, tabung reaksi, spatula, cawan penguap, labu Erlenmeyer, hot plate,
batang pengaduk, botol sampel, aluminium foil, plastic wrap, oven, tanur, botol timbang, krus silikat, krus tang, desikator, pinset, kandang tikus,
tempat makan dan minum tikus, timbangan hewan, alat pencekok oral sonde, syringe, kaca objek, cover glass, mikropipet, seperangkat alat
bedah, wadah pembiusan, mikroskop optik, tube, centrifuge, vortex, Hemasitometer Improved Neubauer, freezer, waterbath, Kit ELISA,
ELISA reader, plat KLT silika gel, chamber, lampu UV-Visible, dan TLC Scanner.
3.3. Rancangan Penelitian
3.3.1. Besar Sampel
Penelitian ini bersifat eksperimental yang terdiri atas 4 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan galur Sprague-
Dawley. Jumlah tikus yang digunakan pada setiap kelompok penelitian berdasarkan pada Research Guidelines for Evaluating The Safety and
Efficacy of Herbal Medicines WHO, 2000 yaitu untuk pengujian pada hewan pengerat masing-masing kelompok terdiri dari setidaknya lima
ekor. Hewan uji yang digunakan sebanyak 20 ekor tikus.
3.3.2. Dosis Perlakuan
Acuan dosis yang digunakan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kumar, et al 2013. Perhitungan dosis yang diberikan
dapat dilihat pada lampiran. Pemberian ekstrak dilakukan selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis tikus Krinke, 2000. Perlakuan
yang digunakan adalah kontrol tanpa perlakuan dan tikus yang diberi ekstrak daun sambiloto Andrographis paniculata Nees. dengan 3 dosis
yang berbeda. Perlakuan yang digunakan terdiri dari :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1 Perlakuan terhadap kelompok tikus
Kelompok Perlakuan
Lama Perlakuan
Bagian yang digunakan
Pengukuran I
Kontrol Negatif
Diberi pembawa
Tween 80 sebanyak 1 mL
48 hari - Cauda
epididimis - Testis
- Darah - Morfologi
spermatozoa - Jumlah
spermatosit pakiten
- [ ] Spermatozoa - [ ] T
II Kondisi
untuk dosis rendah
Diberi emulsi ekstrak daun
sambiloto Andrographis
paniculata Nees.
dengan dosis rendah yaitu 100 mgkg BB
48 hari - Cauda
epididimis - Testis
- Darah - Morfologi
spermatozoa - Jumlah
spermatosit pakiten
- [ ] Spermatozoa
- [ ] T III
Kondisi untuk dosis
sedang Diberi emulsi ekstrak
daun sambiloto
Andrographis paniculata
Nees. dengan dosis sedang
yaitu 200 mgkg BB 48 hari
- Cauda epididimis
- Testis - Darah
- Morfologi spermatozoa
- Jumlah spermatosit
pakiten - [ ]
Spermatozoa - [ ] T
IV Kondisi
untuk dosis tinggi
Diberi emulsi ekstrak daun
sambiloto Andrographis
paniculata Nees.
dengan dosis tinggi yaitu 400 mgkg BB
48 hari - Cauda
epididimis - Testis
- Darah - Morfologi
spermatozoa - Jumlah
spermatosit pakiten
- [ ] Spermatozoa
- [ ] T
Keterangan : [ ] Spermatozoa : konsentrasi spermatozoa [ ] T : konsentrasi testosteron serum
3.4. Kegiatan Penelitian
3.4.1. Pemeriksaan Simplisia Determinasi
Sebelum dilakukan penelitian, daun sambiloto terlebih dahulu di determinasi di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI
Bogor untuk memastikan kebenaran simplisia
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.2. Penyiapan Simplisia dan Pembuatan Ekstrak
Sebanyak 15 kg daun sambiloto dikumpulkan kemudian dicuci bersih dengan air dan dikering-anginkan. Daun sambiloto yang telah
kering dihaluskan dengan blender dan diayak menggunakan ayakan ukuran 40 mesh, sehingga diperoleh serbuk simplisia sebanyak 1 kg.
Serbuk simplisia kemudian dimaserasi menggunakan pelarut etanol 96 dengan perbandingan 1:10. Hasil maserasi disaring sehingga
diperoleh filtrat. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang
dihasilkan ditimbang dan dicatat beratnya selanjutnya disimpan di dalam lemari pendingin atau freezer.
3.4.3. Penapisan Fitokimia
Pada penapisan fitokimia dilakukan pemeriksaan terhadap kandungan golongan senyawa kimia dari ekstrak etanol daun sambiloto
seperti alkaloid, flavonoid, diterpenoid, steroidtriterpenoid, saponin, tanin dan fenolik.
1. Identifikasi Alkaloid 0,5 mg ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1 mL asam klorida 2 N
dan 9 mL aquades, dipanaskan di penangas air selama 2 menit, dan didinginkan. Kemudian disaring dan ditampung filtratnya. Filtrat
digunakan sebagai larutan percobaan selanjutnya. a. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Bouchardart LP, terbentuk
endapan coklat sampai dengan hitam positif alkaloid. b. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Mayer LP, terbentuk endapan
menggumpal berwarna putih atau kuning yang larut dalam metanol P positif alkaloid.
c. Larutan percobaan ditambahkan 2 tetes Dragendorf LP, terbentuk endapan coklat sampai dengan hitam positif alkaloid Depkes RI,
1995.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Identifikasi Flavonoid 0,5 mg ekstrak dalam tabung reaksi dilarutkan dalam NaOH 10 dan
ditambahkan HCl. Perubahan larutan dari warna kuning menjadi tidak berwarna menunjukkan adanya flavonoid. Godghate, Asvin et al dan
Yadav, Jaideep Singh, et al, 2012 3. Identifikasi Diterpenoid
0,5 mg ekstrak dalam tabung reaksi dilarutkan dalam air dan ditambahkan 10 tetes tembaga asetat. Terbentuk warna hijau emerald yang
menunjukkan ekstrak mengandung diterpenoid. Godghate, Asvin et al 2012
4. Identifikasi SteroidTriterpenoid Sebanyak 3 gram ekstrak dicampurkan dengan 2 ml kloroform. Kemudian
ditambahkan 2 ml asam asetat anhidrat dan 2 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati. Terjadinya perubahan warna menjadi violet menunjukkan adanya
triterpenoid, sementara jika terjadi perubahan warna menjadi biruhijau menunjukkan ekstrak mengandung steroid Edeoga et al, 2005.
5. Identifikasi Saponin Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara
memasukkan 2 mL sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 10 mL akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang
terjadi. Apabila terbentuk busa yang mantap tidak hilang selama 30 detik maka identifikasi menunjukkan adanya saponin. Uji penegasan saponin
dilakukan dengan menguapkan sampel sampai kering kemudian mencucinya dengan heksana sampai filtrat jernih. Residu yang tertinggal
ditambahkan kloroform, diaduk 5 menit, kemudian ditambahkan Na2SO4 anhidrat dan disaring. Filtrat dibagi menjadi menjadi 2 bagian, A dan B.
Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditetesi anhidrat asetat, diaduk perlahan, kemudian ditambah H2SO4 pekat dan diaduk kembali.
Terbentuknya cincin merah sampai coklat menunjukkan adanya saponin Marliana et al, 2005.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Identifikasi Tanin dan Polifenol Sebanyak 3 g sampel diekstraksi akuades panas kemudian didinginkan.
Setelah itu ditambahkan 5 tetes NaCl 10 dan disaring. Filtrat dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat
B ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl
3
, dan ke dalam filtrat C ditambah garam gelatin. Kemudian diamati perubahan yang terjadi Marliana et al,
2005.
3.4.4. Parameter Spesifik dan Non Spesifik Depkes RI, 2000
1. Parameter Spesifik
a. Identitas ekstrak Deskripsi tata nama sebagai berikut :
Nama ekstrak Nama latin tumbuhan sistematika botani
Bagian tumbuhan yang digunakan Nama Indonesia tumbuhan
b. Organoleptik Dengan menggunakan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna,
bau, rasa sebagai berikut : Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair
Warna : kuning, coklat, dll. Bau : aromatik, tidak berbau, dll.
Rasa : pahit, manis, kelat, dll.
2. Parameter Non Spesifik
a. Kadar Air
Masukkan lebih kurang 10 gram ekstrak dan timbang saksama dalam wadah yang telah ditara. Keringkan pada suhu 105
o
C selama 5 jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam
sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Kadar Abu
Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang secara seksama dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah
dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan,
tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam
krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
3.4.5. Uji Kualitatif Andrografolid dengan KLT
Uji kualitatif andrografolid dilakukan dengan menyiapkan larutan uji terlebih dahulu. Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak sebanyak
100 mg kemudian ditambahkan metanol 5 mL. Fase diam yang digunakan yaitu silika gel 60 F
254.
Dengan fase geraknya yaitu kloroform : metanol 9:1. Analisa spot dilakukan dibawah lampu UV 254 nm dan 366 nm.
Pengamatan hasilnya dilanjutkan dengan menggunakan TLC Scanner Menkes RI, 2009.
3.4.6. Persiapan Hewan Uji
Sebelum percobaan, disiapkan tempat pemeliharaan hewan uji meliputi kandang, sekam, tempat makan dan minum tikus. Tikus jantan
diaklimatisasi di Laboratorium Animal House selama 14 hari agar dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Tikus diberi makan dan minum standar ad libitum, dilakukan pengamatan kondisi umum tikus
serta ditimbang berat badannya.
3.4.7. Pemberian Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang diberikan empat perlakuan yang berbeda. Masing-
masing perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak daun sambiloto yang diperoleh didispersikan dalam pembawa Tween 80 2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan dosis yang telah ditentukan, diberikan secara oral dengan menggunakan alat pencekok oral sonde sebanyak 1 ml. Pemberian
ekstrak diberikan peroral satu kali sehari setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari.
3.4.8. Pembuatan Preparat
Setelah 48 hari, masing-masing hewan coba dikorbankan untuk diambil organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah.
Bagian testis dipisahkan dengan bagian kauda epididimis dan kemudian bagian testis dimasukkan ke dalam larutan formalin 10 untuk dibuat
preparat. Pembuatan sediaan mikroanatomi testis di laboratorium Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan cara : testis yang telah diambil, difiksasi dalam larutan
Bouin, kemudian didehidrasi dengan etanol seri bertingkat, dan pada akhirnya ditanamkan dalam paraffin wax. Blok paraffin dipotong dengan
ketebalam 5µm dan dilakukan pewarnaan dengan hematoksiklin-eosin Yotarlai et al, 2011 .
3.4.9. Pengukuran Parameter 1.
Pengukuran Konsentrasi Testosteron
Selama 48 hari tikus diberikan perlakuan dengan cara memberikan ekstrak etanol daun sambiloto secara oral. Pada hari ke 0 dan 49 dilakukan
pengambilan darah melalui ekor lateral tail vein sebanyak ±1 mL kemudian dimasukkan ke dalam tube. Darah dalam tube disentrifugasi
dengan kecepatan 3.000 rpm untuk memisahkan serum yang akan digunakan untuk mengukur kadar testosteron tikus. Serum tersebut
disimpan dalam freezer suhu -20
o
C sampai hari pengukuran Akmal, dkk, 2010.
Pengukuran kadar hormon testosteron serum dilakukan dengan menggunakan kit ELISA testosteron dari DRG International. Kadar
hormon minimal yang dapat terdeteksi pada kit ini adalah 0,083 ngmL.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prosedur pengukuran hormon dilakukan berdasarkan instruksi manual yang disertakan dalam kit.
Pertama-tama setiap 25µL dari masing-masing standar, control dan sampel dimasukkan ke dalam sumuran pada plat. Dua ratus mikro liter
Enzyme Conjugate dimasukkan ke dalam setiap sumuran dan campur secara menyeluruh selama 10 detik. Plat diinkubasi selama 60 menit pada
suhu ruang tanpa menutup plat. Dengan cepat isi dalam sumuran ditumpahkan kemudian masing-masing sumurna dicuci dengan Wash
Solution 400µL setiap sumuran, proses tersebut diulangi sebanyak tiga kali, lalu plat dibenturkan pada kertas penyerap untuk menghilangkan sisa
tetesan pada sumuran. Sebanyak 200µL Substrate Solution ditambahkan ke dalam setiap sumuran lalu inkubasi selama 15 menit pada suhu ruang.
Reaksi enzimatik dihentikan dengan menambahkan 100µL Stop Solution kedalam setiap sumuran. Absorban dari tiap sumuran ditentukan dengan
menggunakan Microtiter plate ELISA reader pada panjang gelombang 450 ± 10 nm. Pembacaan sumuran sebaiknya dilakukan dalam 10 menit
penambahan Stop Solution.
2. Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa
Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang
didapat diletakkan pada kaca arloji yang berisi cairan NaCl 0,9 sebanyak 500µL. Spermatozoa dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer
Hemasitometer sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung Neubauer dan
selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung
No. Jumlah spermatozoa dalam
1 kotak Pengenceran
Kotak yang dihitung
1. 40
50 kali 5
2. 15
– 40 20 kali
10 3.
15 10 kali
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan jumlah spermatozoa yang diketahui, maka dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang dihitung
Ilyas, 2007.
Tabel 3.3 Cara Pengenceran
No. Pengenceran
Pembuatan Pengenceran 1.
50 kali a. 980µL Larutan George + 20µL spermatozoa
b. 2.450µL Larutan George + 50µL spermatozoa 2.
20 kali 950µL Larutan George + 50 µL spermatozoa
3. 10 kali
a. 900µL Larutan George + 100µL spermatozoa b. 450µL Larutan George + 50µL spermatozoa
Keterangan : Poin a dan b menunjukkan opsi perlakuan pilih salah satu
Tahapan selanjutnya jika telah dilakukan pengenceran, dilakukan perhitungan spermatozoa dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai
dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada tabel diatas. Kemudian dilakukan pengukuran spermatozoa sesuai rumus dibawah ini
Keterangan : n
: jumlah spermatozoa yang terhitung 10.000
: volume kamar hitung Neubauer Fp
: faktor pengenceran yang dilakukan 25
: total kotak kecil yang terdapat dalam kamar hitung Neubauer k
: jumlah kotak kecil yang dihitung saat pengamatan v NaCl
: volume NaCl mL fisiologis yang digunakan
Tabel 3.4 Rumus Konsentrasi Spermatozoa
No. Jumlah kotak yang dihitung
Rumus konsentrasi spermatozoa 1.
5 n x 10.000 x 50 x 5 x 0,5
2. 10
n x 10.000 x 20 x 2,5 x 0,5 3.
25 n x 10.000 x 10 x 1 x 0,5
Konsentrasi spermatozoa = n x 10.000 x Fp x x Nacl
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Pengamatan Morfologi Spermatozoa
Morfologi sperma dapat diamati pada sediaan apus dengan pewarnaan eosin Y 1. Suspensi sperma sebanyak 50µL dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 300µL eosin Y 1 kemudian dikocok perlahan. Sperma diinkubasi pada suhu kamar selama sekitar 45-
60 menit kemudian diresuspensikan dengan pipet tetes. Pemeriksaan morfologi sperma dilakukan dengan membedakan
bentuk sperma normal dan abnormal dari 200 sperma yang diamati. Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 400-1000
kali. Inveresk Research et al., 2000.
4. Pengukuran Jumlah Spermatosit Pakiten
Preparat histologi testis tikus diamati dengan mikroskop perbesaran 400 kali 10x40. Analisis kuantitatif dilakukan dengan
menghitung jumlah spermatosit pakiten. Perhitungan dilakukan pada lima tubulus seminiferus yang mengalami spermatogenesis tahap VII dan VIII
Yotarlai et al., 2011.
3.5. Analisis Data
Hasil percobaan yang dianalisis untuk melihat adanya perbedaan yang nyata pada jumlah spermatosit pakiten, morfologi spermatozoa,
konsentrasi spermatozoa, dan konsentrasi testosteron dari masing-masing kelompok tikus perlakuan. Analisis data yang diperoleh diolah dengan
menggunakan program pengolahan data statistic SPSS 16 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametrik One-Way ANOVA atau
uji non parametrik Kruskal Wallis.
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor
– LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman uji adalah benar tanaman sambiloto
Andrographis paniculata Nees. famili Acanthaceae.
4.1.2 Ekstraksi
Sebanyak 1 kg serbuk daun sambiloto Andrographis paniculata Nees. dimaserasi dengan pelarut etanol 96.
Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator dan didapatkan
ekstrak sejumlah 120,925 gram. Rendemen yang didapatkan ialah 12,093.
4.1.3 Penapisan Fitokimia
Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 daun sambiloto Andrographis paniculata Nees. ditunjukkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Daun Sambiloto Golongan Senyawa
Hasil Penapisan Alkaloid
1. Tes Mayer : terbentuk endapan putih positif 2. Tes Bouchardat : terbentuk endapan berwarna
coklat positif 3. Tes Dragendorf : terbentuk endapan berwarna
jingga coklat positif Flavonoid
Terjadi perubahan warna kuning intens menjadi tak berwarna positif
Diterpenoid Terjadi perubahan warna dari hijau menjadi warna
hijau emerald positif Steroid
Terjadi perubahan warna hijau kecoklatan menjadi warna hijau muda positif
TaninFenolik Terjadi perubahan warna dari kuning menjadi warna
hijau kehitaman positif Saponin
Tidak terbentuk busa negatif