35
dalam masyarakat; kedua, Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hokum; ketiga, Suami adalah kepala keluarga dan isteri sebagai ibu rumah tangga.
Disamping yang telah disebutkan di atas suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya, suami yang berkewajiban memberikan nafkah itu adakalanya dia seorang yang tidak mampu.
56
Oleh karena itu, dalam hal ini pertimbangan- pertimbangan batas kemampuan seseorang sangat penting sebagai barometer dalam
memberikan nafkah kepada anaknya.
C. Perceraian dan Nafkah Anak dalam Praktek di Pengadilan Agama
Putusnya perceraian di pengadilan agama terdapat tiga hal sebagaimana Undang-Undang Perkawinan pasal 38 yaitu; kematian, perceraian dan berdasarkan
putusan pengadilan. Adapun mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan karena kematian ialah apabila salah satu orang tua meninggal dunia karena suatu kejadian
yang tidak satu pun manusia mengetahuinya. Putusnya perkawinan dalam hal ini meliputi baik fisik, yakni kematiannya
diketahui jenazahnya sebagaimana mati disini kematian secara biologis. Maupun kematian secara yuridis, yakni dalam kasus mafqud hilang tidak diketahui apakah
masih hidup ataupun sudah meninggal dunia, lalu melalui proses pengadilan hakim dapat menetapkan kematian suami tersebut.
57
56
Firdaweri, Hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1989, h. 61.
57
Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 248.
36
Kemudian Kompilasi Hukum Islam pasal 114 mengatakan bahwa putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau
berdasarkan gugat perceraian. Kemudian KHI pasal 115 yang menegaskan bunyi pasal 39 ayat 1 sesuai dengan consern KHI yaitu perceraian hanya dapat dilakukan
di depan sidang pengadilan agama setelah pengadilan agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
didamaikan kedua belah pihak.”
58
Mengenai alasan-alasan terjadinya perceraian majelis hakim dalam memberikan pertimbangannya berlandaskan pada ketentuan yang terdapat dalam PP
Nomor 9 tahun 1975 pasal 19 Jo. pasal 116 Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari: a.
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-turut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiistri;
58
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, cet.V, Jakarta: Radar Jaya Offset, 2007, h. 141.
37
f. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
59
Adapun di dalam KHI terdapat tambahan alasan terjadinya perceraian yang khusus berlaku bagi pasangan perkawinan yang memeluk agama Islam, yaitu:
a. Suami melanggar taklik talak;
b. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan
dalam rumah tangga.
60
Perceraian menjadi fokus perhatian penting terlebih lagi dengan meningkatnya angka perceraian setiap tahunnya dibandingkan dengan pasangan yang
melakukan pernikahan. Asas-asas hukum perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dapat dikemukakan dan dikembangkan dalam beberapa asas hukum
perceraian, yang mengatakan bahwa terdapat asas kepastian pranata dan kelembagaan hukum perceraian sebagaimana terkandung arti asas hukum dalam UU No. 1 tahun
1974 yang meletakkan peraturan perundang-undangan sebagai peranata hukum dan pengadilan sebagai lembaga hukum yang melibatkan dalam proses hukum
perceraian.
61
Peraturan perundang-undangan penting untuk menciptakan kepastian hukum, karena peraturan perundang-undangan dapat dibaca, dapat dimengerti dengan
cara lebih mudah, sehingga sekurang-kurangnya dapat menghindarkan spekulasi di
59
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h. 141.
60
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h. 141.
61
Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, h. 39.
38
antara subjek hukum tentang apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan, tentang apa yang boleh dilakukan, dan tentang apa yang merupakan hak dan kewajiban.
62
Perihal pasca putusnya perkawinan terdapat beberapa akibat hukum yang terjadi, baik kepada istri maupun terlebih lagi kepada anak. Anak menjadi korban atas
perceraian yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Terkait akibat hukum yang kini menjadi perhatian dikalangan praktisi hukum yaitu mengenai akibat hukum kepada
seorang anak. Pemberian hadhanah sebagaimana ketentuan di dalam pasal 105 huruf a bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum umur 12 tahun adalah
hak ibunya. Kendati pun saat memutuskan perkara yang berkaitan dengan pemeliharaan
anak maka hakim mempertimbangkan dengan memperhatikan kepentingan anak, berupa umur anak, pendidikan, kesejahteraan anak yang masuk kedalam Undang-
Undang perlindungan anak sebagaimana UU No. 23 tahun 2002 untuk kepentingan anak dan dalam hal ini bukan untuk kepentingan orang tua, dan intinya demi
kepentingan anak dan demi kesejahteraan anak. Oleh karena itu, pemeliharaan anak tidak hanya diposisikan kepada ayah atau pun ibu sebagaimana Kompilasi Hukum
Islam.
63
Akan tetapi mengenai kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anak sebagaimana terdapat dalam pasal 14:
1. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada
alasan danatau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
62
Titon Slamet kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia Bandung: PT. Alumni, 2009, 49.
63
Nurwathon, Wawancara Pribadi, Jakarta, 17 April 2015.