PELAKSANAAN Nafkah Anak Pasca Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Utara (Analisis dan Implementasi Putusan Nomor 0386/Pdt.G/2014/PA.JU)
2
perceraian. Bahkan perkara yang diterima pengadilan agama 80 persen adalah masalah perceraian.
7
Berdasarkan data perceraian pada tahun 2012 terdapat 403.545 kasus menjadi 432.253 kasus perceraian pada 2013 dan terakhir meningkat menjadi 459.758 kasus
perceraian pada tahun 2014 diseluruh Peradilan Agama yang berada di Indonesia.
8
Pada tahun 2012 angka perceraian yang masuk ke Pangadilan Agama Jakarta Utara hanya sampai 1.631 perkara yang masuk. Adapun pada tahun berikutnya yaitu 2013
perkara yang masuk mengalami peningkatan mencapai 1.720 perkara yang masuk di Pengadilan Agama Jakarta Utara kemudian jumlah perkara pada tahun 2014 yang
masuk sampai sekisar angka 2.073 perkara.
9
Mencermati tingginya angka perceraian di atas, telah tergambar perbedaan disetiap tahunnya, maka hal yang patut untuk diperhatikan ialah masalah kesadaran
masyarakat tentang perceraian mengalami peningkatan khususnya pada masyarakat Jakarta Utara sehingga peran hakim yang diperlukan. Apakah meningkatnya angka
perceraian di atas disebabkan karena kegagalan hakim mediasi dalam mendamaikan suami dan istri yang ingin bercerai, atau kah para hakim yang terlalu mudah
mengabulkan gugatan cerai tersebut sehingga aspek-aspek yang memungkinkan kedua belah pihak untuk dapat memperbaiki perkawinannya menjadi kurang
diperhatikan.
7
Syalaby Ichsan, “354 pasutri bercerai”, artikel diakses pada 27 Januari 2015 dari
http:www.republika.co.idberitakorankhazanah-koran140822naoz8815-354-ribupasutri-bercerai.
8
Diakses pada 1 Maret 2015 dari www.Infoperkara.badilag.net
9
Diakses pada 1 Maret 2015 dari http:www.pa-jakartautara.go.idyooindex.phpinfo perkarastatistik-perkara-pengadilanditerima-dan-diputus-pengadilan
3
Tidak dapat dipungkiri bahwa perceraian akan mendatangkan dampak negatif bagi perkembangan anak-anak mereka, bukan saja secara psikis tetapi juga terhadap
kebutuhan material mereka meskipun dalam setiap putusan hakim telah memerlukan kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab pihak suami pasca perceraian, namun
akibat hukum perceraian terhadap kedudukan dan perlindungan hak-hak anak juga perlu diperhatikan sebagaimana yang terdapat dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan pasal 41 huruf a ialah baik bapak maupun ibu tetap mempunyai kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan
kepentingan anak.
10
Bagi anak yang belum mumayyiz pemeliharaan menjadi prioritas ibunya, sedangkan biaya pemeliharaan tersebut tetap dibebankan kepada ayahnya.
Tanggung jawab ini tidak hilang meskipun mereka telah bercerai sebagaimana Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 34 ayat 1;
“suami mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan memberi segala kepentingan biaya yang
diperlukan dalam kehidupan rumah tangganya. ”
11
Kekuasaan bagi orang tua terhadap anak perlu ditetapkan agar mereka dapat menjalankan dan memenuhi kewajibannya terhadap anak-anak, yaitu kewajiban
memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Jadi, pemberian kekuasaan orang tua ini tidak diberikan untuk kepentingan orang tua semata,
10
Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, cet.II, Jakarta: Sinar Grafika, 2014, h. 371.
11
Abdul Manan, “Problematika Hadhanah dan Hubungannya dengan Praktek Hukum Acara di Pengadilan Agama”. Jurnal Mimbar Hukum, Aktualisasi Hukum Islam. No. 49 Thn XI 2000 Juli-
Agustus, h. 70.
4
melainkan untuk kepentingan anak.
12
Terlebih lagi mengenai hak hadhanah, menunjukkan bahwa anak yang sekaligus kewajiban untuk memelihara serta
mendidik anak-anak pada hakikatnya mengantarkan mereka pada masa depan yang cemerlang.
13
Oleh karenanya, keberanjakan point of departure hukum keluarga Islam dari fikih konvensional kepada peraturan perundang-undangan pun
memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan hukum Islam, terutama dalam kasus perceraian.
14
Akan tetapi adanya kelalaian untuk memberikan nafkah sehingga pihak yang wajib dinafkahi menjadi terlantar, merupakan permasalahan yang sering
terjadi dikalangan masyarakat Islam. Kenyataan seperti itu sering terjadi terutama dalam masyarakat yang kurang pengetahuannya tentang bagaimana cara memperoleh
suatu hak.
15
Berbagai persoalan yang terjadi di atas, kasus yang sangat menarik untuk dilihat adalah apa yang terjadi dalam putusan di Pengadilan Agama Jakarta Utara
mengenai nafkah anak yang terdapat dalam putusan Nomor 0386Pdt.G2014PA.JU. Landasan hukum majelis dalam memberikan pembebanan nafkah anak kepada
seorang suami tidak sesuai dengan metode ijtihad yang dilakukan. Hakim sebagaimana hukum acara Peradilan Agama memiliki sifat pasif, dalam perkara ini
tidak memuat dasar-dasar hukum yang berkaitan dengan pembebanan nafkah anak
12
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI, Kompilasi Bidang Hukum Kekeluargaan Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Depertemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI, 2007, h. 31.
13
Mushlihatul Umami, Ilmu Hukum Yogyakarta: Genta, 2007, h. 64.
14
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia Jakarta: Sinar Grafika, 2013, h. 230.
15
Satria Effendi M. Zein Problematika Hukum Keluarga Islam Kontenporer: Analisis Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah Jakarta: Kencana, 2004, h. 144.