38
antara subjek hukum tentang apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan, tentang apa yang boleh dilakukan, dan tentang apa yang merupakan hak dan kewajiban.
62
Perihal pasca putusnya perkawinan terdapat beberapa akibat hukum yang terjadi, baik kepada istri maupun terlebih lagi kepada anak. Anak menjadi korban atas
perceraian yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Terkait akibat hukum yang kini menjadi perhatian dikalangan praktisi hukum yaitu mengenai akibat hukum kepada
seorang anak. Pemberian hadhanah sebagaimana ketentuan di dalam pasal 105 huruf a bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum umur 12 tahun adalah
hak ibunya. Kendati pun saat memutuskan perkara yang berkaitan dengan pemeliharaan
anak maka hakim mempertimbangkan dengan memperhatikan kepentingan anak, berupa umur anak, pendidikan, kesejahteraan anak yang masuk kedalam Undang-
Undang perlindungan anak sebagaimana UU No. 23 tahun 2002 untuk kepentingan anak dan dalam hal ini bukan untuk kepentingan orang tua, dan intinya demi
kepentingan anak dan demi kesejahteraan anak. Oleh karena itu, pemeliharaan anak tidak hanya diposisikan kepada ayah atau pun ibu sebagaimana Kompilasi Hukum
Islam.
63
Akan tetapi mengenai kewajiban orang tua dalam memenuhi hak anak sebagaimana terdapat dalam pasal 14:
1. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada
alasan danatau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
62
Titon Slamet kurnia, Pengantar Sistem Hukum Indonesia Bandung: PT. Alumni, 2009, 49.
63
Nurwathon, Wawancara Pribadi, Jakarta, 17 April 2015.
39
adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
2. Perihal terjadinya pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, anak tetap
berhak: a Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua orang tuanya; b Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan
dan perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua orang tuanya sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c Memperoleh pembiayaan
hidup dari kedua orang tuanya; dan d Memperoleh hak anak lainnya ”.
64
Kewajiban orang tua dalam memenuhi hak-hak anak, berkaitan pula dengan nafkah anak yang dibebankan kepada orang tua suami dalam memberikan nafkah
anak demi terciptanya kesejahteraan bagi anak. Pembebanan nafkah anak berdasarkan hal-hal yang dituangkan dalam isi gugatan maka hakim mempertimbangkan
kebutuhan-kebutuhan lain suami. Pembebanan nafkah anak yang dicantumkan di dalam putusan Pengadilan
Agama tentang perceraian menandakan bahwa adanya nafkah anak di dalam putusan memberikan perlindungan kepada anak agar ayahnya yang telah bercerai dapat
memberikan haknya demi terpenuhinya kesejahteraan anak sampai anak itu dapat berdiri sendiri atau dewasa 12 tahun. Adapun mengenai kewajiban memberikan
nafkah anak juga sebagaimana diatur di dalam pasal 105 huruf c yaitu biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya serta pasal 156 sebagai pertimbangan hukum
64
Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
40
oleh majelis hakim bahwa semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut
dewasa dapat mengurus diri sendiri 21 tahun.
65
Oleh karena itu, orang tua memiliki kewajiban yang sama demi terciptanya kesejahteraan anak. Namun, peraturan
perundang-undangan dalam hal ini, memberikan ketentuan secara khusus mengenai pemeliharaan anak hadhanah sebagai kekhususan bagi ibu yang memiliki ikatan
batin yang kuat kepada anak. Adapun mengenai pemberian nafkah anak menjadi kewajiban yang melekat kepada seorang ayah untuk mendorong terwujudnya masa
depan anak yang lebih baik.
65
Lihat Impres Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 105 huruf c Jo. pasal 156.
41
BAB III PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TENTANG NAFKAH ANAK PASCA
PERCERAIAN A.
Deskriptif Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Utara
Pengadilan agama sebagai pengadilan tingkat pertama memiliki tugas dan fungsi dalam menerima, memeriksa, dan memutuskan setiap permohonan atau
gugatan pada tahap awal dan paling bawah.
1
Pengadilan agama juga dapat diartikan sebagaimana UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama pasal 1 angka 2 bahwa
Pengadilan ialah Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama dilingkungan Peradilan Agama.
2
Hal ini sejalan dengan pasal 6 bahwa lingkungan Peradilan Agama terdiri dari Peradilan Agama sebagai pengadilan tingkat pertama dan
Pengadilan Tinggi Agama sebagai pengadilan tingkat banding. Adapun diantara Peradilan Agama yang berada di wilayah Pengadilan Tingkat
Banding, dalam hal ini difokuskan di wilayah Pengadilan Tinggi DKI Jakarta ialah Pengadilan Agama Jakarta Utara sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman dalam
wilayah yuridisnya. Berdasarkan perkara-perkara yang masuk di Pengadilan Agama Jakarta Utara, mulai dari perkara yang diterima tahun 2012 sampai pada tahun 2014
mengalami peningkatan dari pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 angka perceraian yang masuk ke Pangadilan Agama Jakarta Utara sebanyak 1.631 perkara.
Tahun 2013 jumlah perkara meningkat menjadi 1.720 perkara di Pengadilan Agama
1
Sulaikin Lubis, dkk. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, cet.III, Jakarta: Kencana, 2008, h. 88.
2
Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama Jakarta: Kencana, 2005, h. 6-7.
42
Jakarta Utara. Adapun jumlah perkara pada tahun 2014 yang masuk sampai berkisar 2.073 perkara.
3
Perkara perdata yang banyak ditangani adalah masalah perceraian dibandingkan dengan perkara perdata lainnya. Masalah perceraian dalam hal ini
bukan lagi pihak suami sebagai kepala rumah tangga untuk mengakhiri pernikahannya di pengadilan. Akan tetapi, dewasa ini permasalahan menganai
perceraian juga banyak dilakukan oleh perempuan yang tidak ingin melanjutkan hubungan dengan pasangannya. Dengan demikian, keberadaan akan kesadaran
hukum mengenai perceraian yang terjadi di wilayah yuridis Pengadilan Agama Jakarta Utara termasuk menjadi pokok perhatian dikalangan para pengegak hukum.
Fenomena yang terjadi dewasa ini, dapat dikaji berdasarkan faktor yang mengakibatkan peningkatan angka perceraian menjadi tinggi. Oleh karena itu,
beberapa faktor yang mengakibatkan tingginya angka perceraian pada tahun 2014 ini yaitu sebagai berikut:
4
Berkisar sampai 663 perkara yang menjadi faktor perceraian yang diakibatkan karena poligami tidak sehat, tingkat ke dua disebabkan karena tidak ada tanggung
jawab dari salah satu pasangan suamiistri mencapai 58 perkara, kemudian ketidak harmonisan antara suami dan istri mencapai 54 jenis perkara, krisis akhlak mencapai
49 perkara, kemudian 47 perkara karena faktor ekonomi, 40 perkara yang disebabkan
3
Diakses pada 1 Maret 2015 dari http:www.pa-jakartautara.go.idyooindex.phpinfo perkarastatistik-perkara-pengadilan diterima-dan-diputus-pengadilan.
4
Diakses pada 16 Mei 2015 dari http:www.pa-jakartautara.go.idyooindex.phpinfo perkararekapitulasi-perkara-pengadilanfaktor-penyebab-perceraian-pengadilan.
43
karena faktor politis dan faktor yang lain sehingga mencapai 303 perkara. Beberapa faktor ini lah yang terjadi karena mental para suamiistri yang dapat menghalangi
para pasangan tidak mencapai keluarga yang diterangkan di dalam Alquran sebagai mitsaqan galidzan yaitu sebagai ikatan yang paling suci dan paling kokoh
5
sehingga tidak memperhatikan akibat-akibat hukum yang akan terjadi khususnya akibat hukum
bagi seorang anak.
B. Analisis Putusan Nomor: 0386Pdt.G2014PAJU
Para hakim Peradilan Agama harus menyadari bahwa tugas pokok hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan. Sehubungan dengan hal tersebut, setiap
putusan yang hendak dijatuhkan oleh hakim dalam mengakhiri dan menyelesaikan suatu perkara, perlu diperhatikan tiga hal yang sangat esensial, yaitu keadilan
gerechtigheit, kemanfaatan zwachmatigheit, dan kepastian rechtsecherheit. Ketiga hal ini harus mendapatkan perhatian yang seimbang secara profesional,
meskipun dalam praktik sangat sulit untuk mewujudkannya. Hakim harus berusaha semaksimal mungkin agar setiap putusan yang dijatuhkan itu mengandung asas
tersebut di atas.
6
Adapun putusan yang penulis analisis, terdapat di Pengadilan Agama Jakarta
Utara yaitu perkara Nomor:0386Pdt.G2013PAJU. Hal ini telah mengajukan pokok-pokok permasalahan sebagai berikut: Pada tanggal 15 September 2006, MSR
melangsungkan pernikahan dengan MNCH sebagai seorang istri setelah pernikahan
5
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah PT. Bina Ilmu, 1995, h. 316.
6
Abdul Manan, Penerapa Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama Jakarta: Kencana, 2008, h. 291
44
ini mereka telah dikaruniai 1 orang anak. Namun sejak Mei tahun 2013 sampai perkara ini diajukan ke pengadilan pada tanggal Rabu 19 Maret 2014, Pemohon
dengan Termohon mulai terjadi perselisihan dan percecokan yang terus-menerus dan
sulit untuk didamaikan sehingga atas percekcokan tersebut, MSR sebagai suami dari
satu anak untuk mengajukan gugatan cerai talak ke Pengadilan Agama Jakarta Utara yaitu dengan Nomor Perkara 0386Pdt.G2014 di Pengadilan Agama Jakarta Utara.
MSR sudah berusaha mempertahankan rumah tangga dengan memberi nasehat serta saran kepada Termohon agar ia dapat merubah sikapnya namun
Termohon tetap tidak dapat berubah. Pihak keluarga pun sudah berusaha mendamaikan namun tidak dapat dirukunkan. Oleh karena itu Pemohon telah
berketetapan hati untuk menceraikan Termohon sebagaimana alasan berikut: 1 Bahwa MNCH mengaku telah melakukan perselingkuhannya dengan laki-laki lain
yang berinisial YY; 2 Termohon sering bersikap kasar kepada Pemohon bahkan karena orang tua Termohon juga pernah bersikap kasar seperti itu; 3 Termohon
sering melawan ketika dinasehati oleh Pemohon.
7
Berdasarkan alasan-alasan di atas dan alasan-alasan lain yang tidak sempat dipaparkan, gugatan Pemohon ini. Pada
intinya memohon agar Pemohon dan Termohon dipanggil ke pengadilan untuk didengar, diperiksa dan diadili perkaranya dan pemohon memohon kepada
pengadilan agar memberikan putusan yang pada pokoknya adalah memberikan ijin
7
Lihat Salinan Putusan Nomor 0386Pdt.G2014PA.JU.