Akibat Hukum Perceraian Perceraian dan Nafkah Anak dalam Perundang-Undangan

27 sembilan puluh hari. Apabila perkawinan putus, janda tersebut dalam keadaan hamil, maka waktu tunggu ditetapkan sampai ia melahirkan. 37 Adanya iddah bagi suami yang mentalak istrinya memiliki ketentuan sebagaimana yang terdapat di dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 151 yang menyatakan bahwa bekas istri selama dalam iddah, wajib menjaga dirinya dengan tidak menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain. Adanya iddah antara lain dimaksud untuk memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk rukun kembali. 38 UU No. 1 tahun 1974 pasal 37 dan penjelasan pasalnya dikatakan mengenai akibat hukum perceraian terhadap harta bersama diatur menurut hukumnya masing- masing, yang mencangkup hukum agama, hukum adat atau hukum yang lain. Harta bersama dalam perkawinan adalah harta suami istri yang diperoleh selama dalam ikatan perkawianan, baik dengan cara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama tanpa mempersoalkan atas nama siapa harta itu terdaftar. 39 Harta bersama baru dapat dibagi bila putusnya hubungan perkawinan karena kematian mempunyai ketentuan hukum yang pasti sejak kematian salah satu pihak, formal mulai saat itu harta bersama sudah boleh dibagi. Apabila keputusan hakim yang menentukan putusnya hubungan perkawinan belum mempunyai kekuatan hukum pasti, maka harta bersama antara suami belum dapat dibagi. Akan tetapi 37 Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, h. 400. Lihat UU No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 39. 38 Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2007, h. 32. 39 Muhammad Zain dan Mukhtar Alshodiq, Membangun Keluarga Humanis Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam yang Kontroversial itu Jakarta: Grahacipta, 2005, h. 66. 28 dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 156 ditentukan bahwa akibat hukumnya perkawinan karena perceraian terhadap harta bersama dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 97 yang memuat ketentuan bahwa janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 40 Dengan demikian maka, akibat hukum pasca perceraian memiliki ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam peraturan perundang-undangan. Istri memiliki masa iddah untuk diberikan nafkah sebagai tanggung jawab seorang suami yang telah bercerai. Kemudian harta yang dimiliki oleh suami selagi tidak memiliki perjanjian perkawinan maka harta yang dimilikinya dapat dibagi rata kepada istri. 2. Akibat Hukum terhadap Anak Akibat hukum yang muncul ketika putus ikatan antara seorang suami dengan seorang istri dapat dilihat beberapa garis hukum, baik yang tercantum dalam Undang- Undang perkawinan maupun yang tertulis dalam KHI. 41 Akibat hukum perceraian terhadap kedudukan dan perlindungan hak-hak anak menurut pasal 41 huruf a UU No. 1 tahun 1974 ialah baik bapak maupun ibu tetap mempunyai kewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, maka pengadilan yang memberikan keputusannya. Akibat hukum perceraian terhadap anak ini tentu saja hanya berlaku terhadap suami dan istri yang mempunyai anak dalam perkawinan, tetapi tidak berlaku 40 Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, h. 428-429. 41 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 77. 29 terhadap suami dan istri yang tidak mempunyai anak dalam perkawinan mereka. 42 Anak merupakan titipan yang diberikan oleh Allah Swt kepada setiap pasangan suami istri yang dikehendaki-Nya. Oleh karena itu seharusnya orang tua yang diberikan anak haruslah memberikan kesejahteraan bagi anak serta sebagai orang tua melaksanakan kewajibannya. Kewajiban dan tanggung jawab orang tua, sesuai ketentuan Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 26, adalah untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindunginya. Pemeliharaan anak memiliki tujuan untuk menumbuh kembangkan sesuai kemampuan, bakat, dan minatnya dan mencegah terjadinya perkawinan usia dini. Apabila orang tua tidak ada atau karena sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya maka kewajiban dapat dialihkan kepada keluarga. 43 Kompilasi Hukum Islam KHI khususnya pasal 105 yang menyebutkan bahwa dalam hal terjadinya perceraian, maka pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibu. Adapun pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. 44 Kemudian mengenai pembiayaan pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya sebagaimana ketentuan yang terdapat dalam pasal 149 KHI Jo. pasal 156, menyatakan bahwa apabila perkawinan putus karena 42 Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, h. 371. 43 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-Qadha Jakarta: Rajawali Pers, 2012, h. 209. 44 Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, h. 381. 30 perceraian maka biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi kewajiban ayah sekurang- kurangnya sampai anak tersebut dapat berdiri sendiri umur 21 tahun. Hadhanah yang dimaksud sebagaimana dalam pasal 1 huruf g Kompilasi Hukum Islam adalah pemeliharaan anak, yaitu kegiatan mengasuh, memelihara, dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri. 45 Akan tetapi, apabila terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, maka pengadilan agama memberikan keputusan berdasarkan aturan-aturan di atas, bahkan pengadilan dapat pula menetapkan nominal biaya pemeliharaan dan pendidikan anak dengan mengingat kemampuan ayah meskipun anak-anak itu tidak turut tinggal bersamanya. 46 Adapun akibat lain yang akan timbul bagi seorang anak dari perceraian kedua orang tuanya yaitu kekuasaan orang tua ouderlijke macht karena hal ini akan 45 Muhammad Syaifuddin, dkk, Hukum Perceraian, h. 381. 46 Kompilasi Hukum Islam pasal 156 huruf a, b, c, d, e, f. a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh; 1. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu; 2. Ayah; 3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah; 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan; 5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah. b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya; c. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi maka atas permintaann kerabat yang bersangkutan pengadilan agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah pula; d. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya,sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri 21 tahun; e. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, pengadilan agama memberikan putusannya berdasarkan huruf a,b, dan d; f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya. 31 berakhir dan berubah menjadi perwalian voogdij. Karena itu, perwalian yang dilakukan terhadap anak-anak yang masih di bawah umur maka dilakukan dengan wali hakim. Penetapan wali oleh hakim dapat dilakukan setelah mendengar keluarga dari pihak ayah maupun dari pihak ibu yang rapat hubungannya dengan anak-anak tersebut. Hakim bebas menetapkan ayah atau ibu menjadi wali dari anak-anaknya dan penetapan wali ini juga dapat ditinjau kembali oleh hakim atas permintaan ayah dan ibu berdasarkan keadaan. 47 Namun bila orang tua justru melalaikan kewajibannya, dapat dilakukan tindakan pengawasan bahkan kuasa orang tua dapat dicabut melalui penetapan pengadilan. 48 Permohonan penetapan pengadilan ini dapat dimintakan oleh salah satu orang tua, saudara kandung atau keluarga sampai derajat ketiga. Pencabutan kuasa orang tua dapat juga diajukan oleh pejabat atau lembaga yang berwewenang, selanjutnya pengadilan dapat menunjuk orang, yang harus seagama, atau lembaga pemerintahmasyarakat sebagai walinya. Penetapan itu juga harus memuat pernyataan bahwa perwalian tidak memutus hubungan darah antara anak dengan orang tua kandungnya atau menghilangkan kewajiban orang tua untuk membiayai anaknya dan adanya penyebutan batas waktu pencabutan. 49 Dengan demikian, kewajiban orang tua kepada anak merupakan tanggung jawab yang terus melekat walaupun pasangan 47 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, h. 44. 48 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 30 yang telah di amandemen menjadi UU No. 35 tahun 2014. 49 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, h. 209. 32 suami istri telah bercerai. Hal ini menjadi akibat hukum demi terwujudnya kesejehteraan anak.

2. Nafkah Anak dan Kewajiban Orang Tua Kepada Anak Pasca

Perceraian a. Pengertian Nafkah Anak Nafkah ialah yang dikeluarkan kepada wanita, seperti makanan, pakaian, harta dan lain sebagainya. 50 Sedangkan menurut istilah, nafkah berarti: sesuatu kewajiban sang suami memberikan suatu penghasilan pekerjaan nafkah kepada dirinya, istrinya, dan anak-anaknya. 51 Anak diartikan sebagai keturunan, anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu, anak pada hakekatnya seorang yang berada pada satu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa. 52 Pada pasal 1 ayat 1 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang dikatakan sebagai anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 53 Dilihat dari pengertian anak menurut UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dapat dilihat bahwa seorang anak memerlukan perlindungan dan pengawasan, agar dapat tumbuh dan berkembang 50 Ibrahim Muhammad al-Jamal, Fiqhu Al- Mar’ah al-Muslimah, h. 115. 51 Ash-Shabuni, Hadiyatul Afraa Lil’aruusain Hadiah untuk Pengantin Jakarta: Mustaqim, h. 229. 52 Anto M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.II, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, h. 30. 53 Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 33 secara optimal untuk masa yang akan datang. Anak dalam UU No. 3 tahun 1997 tercantum dalam pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: 54 “Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah menikah”. Hal ini terdapat persyaratan yang dikatakan sebagai anak yaitu: pertama anak dibatasi dengan usia 8 tahun sampai 18 tahun. Kedua anak tersebut belum pernah melangsungkan pernikahan artinya dalam hal ini anak tersebut belum pernah terikat dalam suatu perkawinan dan bercerai. Apabila anak tersebut sedang dalam ikatan perkawinan atau perkawinan tersebut putus karena perceraian, maka anak tersebut dikatakan sudah dewasa walaupun anak tersebut belum berusia 18 tahun. Adapun pengertian anak menurut Undang-Undang No 1 tahun 1974 tidak mengatur secara langsung pengertian tentang kapan seseorang dikatakan sebagai anak, akan tetapi hal tersebut dapat dilihat dalam pasal 6 ayat 2 yang memuat tentang syarat perkawinan bagi orang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tuanya. Hal ini diatur dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang ini memuat batas minumim usia untuk dapat menikah, bagi pria berumur 19 sembilan belas tahun dan untuk wanita berumur 16 enam belas tahun. Sejalan dengan hal di atas maka yang dimaksud nafkah anak ialah pemberian dari seorang suami sebagai bentuk kewajiban kepada seorang anak, berupa materi maupun non materi. Hal ini sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal 149 Jo. pasal 156 KHI, menyatakan bahwa apabila perkawinan putus karena perceraian maka 54 Undang-Undang Peradilan Anak Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 2. 34 biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi kewajiban ayah sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dapat berdiri sendiri umur 21 tahun. b. Kewajiban Orang Tua kepada Anak Pasca Perceraian Nafkah merupakan kewajiban suami terhadap istrinya dalam bentuk materi, karena kata nafaqah itu sendiri berkonotasi materi. Sedangkan kewajiban dalam bentuk non materi, seperti memuaskan hajat seksual istri tidak termasuk dalam artian nafaqah, meskipun dilakukan suami terhadap istri. 55 Masalah hak dan kewajiban suami istri dalam Undang-Undang Perkawinan diatur dalam Bab VI pasal 30 sampai dengan pasal 34, sementara dalam Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Bab XII pasal 77 sampai dengan pasal 84. Undang- Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 30 menyatakan suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat. Selanjutnya hak dan kedudukan pasangan suami dan istri adalah seimbang, suami berperan sebagai kepala keluarga sedangkan istri berperan sebagai ibu rumah tangga dan masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum, hal ini berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 31 sebagai berikut: pertama, Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama 55 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, h. 165. 35 dalam masyarakat; kedua, Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hokum; ketiga, Suami adalah kepala keluarga dan isteri sebagai ibu rumah tangga. Disamping yang telah disebutkan di atas suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, suami yang berkewajiban memberikan nafkah itu adakalanya dia seorang yang tidak mampu. 56 Oleh karena itu, dalam hal ini pertimbangan- pertimbangan batas kemampuan seseorang sangat penting sebagai barometer dalam memberikan nafkah kepada anaknya.

C. Perceraian dan Nafkah Anak dalam Praktek di Pengadilan Agama

Putusnya perceraian di pengadilan agama terdapat tiga hal sebagaimana Undang-Undang Perkawinan pasal 38 yaitu; kematian, perceraian dan berdasarkan putusan pengadilan. Adapun mengenai putusnya perkawinan yang disebabkan karena kematian ialah apabila salah satu orang tua meninggal dunia karena suatu kejadian yang tidak satu pun manusia mengetahuinya. Putusnya perkawinan dalam hal ini meliputi baik fisik, yakni kematiannya diketahui jenazahnya sebagaimana mati disini kematian secara biologis. Maupun kematian secara yuridis, yakni dalam kasus mafqud hilang tidak diketahui apakah masih hidup ataupun sudah meninggal dunia, lalu melalui proses pengadilan hakim dapat menetapkan kematian suami tersebut. 57 56 Firdaweri, Hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1989, h. 61. 57 Abdul Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, h. 248.

Dokumen yang terkait

Hak Pemeliharaan Dan Kewajiban Memberi Nafkah Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Perceraian Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Di Kota Binjai (Studi Putusan Pada Wilayah Hukum Pengadilan Agama Binjai)

1 42 105

Realisasi Pelaksanaan Nafkah Iddah Dalam Kasus Perceraian Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan Tahun 2012

0 13 113

Cerai Gugat Karena Suami Pengguna Narkoba (Analisis Putusan Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor 0154/Pdt.G/2013/Pa)

4 71 86

Pelimpahan Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian (Studi Putusan Pengadilan Agama Bekasi Nomor: 345/Pdt.G/2007/Pa.Bks.)

1 27 73

Perceraian akibat suami riddah: analisis koperatif putusan penagdilan agama bogor perkara Nomor 49/Pdt.G/2010/PA.BGR. dan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Pusat Perkara Nomor 378/Pdt.G/2009/PA.JP

0 3 62

Nafkah Anak Pasca Perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Utara (Analisis dan Implementasi Putusan Nomor 0386/Pdt.G/2014/PA.JU)

0 15 0

Hak Waris Anak Murtad (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Utara Nomor: 84/Pdt.P/2012/PA.JU)

1 18 0

Penyelesaian Harta Bersama Dalam Perceraian (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK)

2 18 0

Perceraian Anggota Polri (Studi atas Peraturan kapolri Nomor 9 Tahun 2010 dan Implementasinya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan )

13 168 137

Hak-Hak Isteri Pasca Cerai Talak Raj'i (Analisis Perbandingan Antara Putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor 1781/Pdt.G/2014/PA.Tbn dengan Putusan Pengadilan Agama Bojonegoro Nomor 154/Pdt.G/2014/PA.Bjn)

0 32 143