Upaya Meningkatkan Asertivitas Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Kandeman Kabupaten Batang

(1)

MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK

PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 1

KANDEMAN KABUPATEN BATANG

SKRIPSI

Diajukan dalam rangka Penyelesaian Studi Strata 1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Khalimatussa’diyah 1301406519

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2011


(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, September 2011

Khalimatussa’diyah NIM. 1301406519


(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada :

Hari : ……….

Tanggal : … September 2011

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Drs. Hardjono, M.Pd. Drs. Suharso, M.Pd., Kons

NIP.19510801 197903 1 007 NIP. 19620220 198710 1 001

Penguji Utama

Drs. Eko Nusantoro, M.Pd. NIP. 19600205 199802 1 001

Penguji/Pembimbing I Penguji/ Pembimbing II

Dra. Ninik Setyowani, M.Pd. Dra. Sinta Saraswati, M.Pd, Kons NIP. 19521030 197903 2 001 NIP. 19600605 199903 2 001


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Besarnya kesuksesan anda ditentukan oleh seberapa besar keinginan anda, mimpi anda dan kecakapan anda dalam mengatasi kekecewaan yang anda alami.

(Robert. T. Kiyosaki)

Kupersembahkan karya ini untuk: 1) Ibu dan ayahku tercinta

Ibu Nurul Habibah dan Bapak Zainuddin, S.Pd 2) Adik-adikku tersayang

Amprina Rosyada dan Qoni’atuzzahroh


(5)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil’Allamin mengucap syukur pada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Upaya Meningkatkan Asertivitas Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa Kelas IX SMP N 1 Kandeman Kabupaten Batang”. Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Penyusunan skripsi ini diperoleh dari hasil penelitian eksperimen yang dilakukan dalam suatu prosedur terstruktur dan terencana. Tidak sedikit hambatan yang dihadapi dalam penyusunan skripsi ini. Namun berkat kuasa Allah SWT dan kerja keras, dapat terselesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor UNNES yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di Fakultas Ilmu Pendidikan.

2. Drs. Hardjono, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES yang telah mengesahkan skripsi ini.

3. Drs. Suharso, M.Pd., Kons, Ketua Jurusan Bimbingan Konseling UNNES yang telah memberikan rekomendasi ijin penelitian pada penulis.


(6)

vi

4. Dra. Ninik Setyowani, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing I yang dengan sabar memberikan bimbingan, motivasi, dan saran sampai terselesaikannya skripsi ini.

5. Dra. Sinta Saraswati, M.Pd, Kons. Dosen pembimbing II yang dengan sabar memberikan bimbingan, motivasi, dan saran sampai terselesaikannya skripsi ini.

6. Tim Penguji yang telah menguji skripsi dan memberi masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah telah memberikan bekal pengetahuan bimbingan dan motivasinya selama mengikuti perkuliahan sampai dengan selesai.

8. Kepala SMP Negeri 1 Kandeman Kabupaten Batang, Bapak Sukarya, S.Pd. yang telah memberikan ijin penelitian.

9. Guru Bimbingan Konseling SMP Negeri 1 Kandeman Kabupaten Batang, Bapak Kasobar, S.Pd dan Ibu Fasikha, S.Pd, yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama proses penelitian di SMP N egeri 1 Kandeman Kabupaten Batang.

10.Siswa kelas IX SMP Negeri 1 Kandeman Kabupaten Batang atas kerjasamanya.

11.Kedua orang tua (Bapak Zainudin, S.Pd dan Ibu Nurul Habibah) atas doa, semangat, motivasi, cinta dan kasih sayangnya selama ini.

12.Untuk seseorang yang selalu memberikan semangat, motivasi, doa dan dukungan untuk penulis.


(7)

vii

13.Widya Dara Arum Prabandari, terima kasih selama ini telah menjadi sahabat terbaikku, menjadi tempatku berbagi baik suka maupun duka, dan untuk bantuan, motivasi, dukungan serta nasehat yang kau berikan.

14.Siti Aminah, terimakasih atas nasehat, motivasi dan dukungan yang selama ini kau berikan. Terimakasih juga atas kesabarannya selama ini dalam memberikan bimbingan kepada penulis.

15.Sahabatku “cucune mbah uty” (Widya, Feni, Finda, Agnes, Egi, Titih, Rahmi) terimakasih atas semangat dan dukungan kalian. Tanpa kalian, hidup ini terasa sepi. Kalian adalah semangatku.

16.M.Octa Bagus, terimaksih karena selama ini telah banyak membantu memberikan bimbingan, motivasi serta dukungan untuk penulis.

17.Temanku Asri, terimakasih selama ini sudah setia menemani dan mendengarkan semua keluh kesahku.

18.Keluarga kecilku di Pondok Permai Kost (Mami kost, Emy, Afif, O’ah, Rista, Diah, Eka), terimaksih atas bantuannya selama ini.

19.Teman-teman seperjuangan BK FIP angkatan 2006.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan skripsi ini sangat diharapkan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Semarang, 19 September 2011 Penulis


(8)

viii

ABSTRAK

Khalimatussa’diyah. 2011. Upaya Meningkatkan Asertivitas Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Kandeman Kabupaten Batang. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dra. Ninik Setyowani, M.Pd. dan Pembimbing II: Dra. Sinta Saraswati, M.Pd., Kons.

Kata kunci : Asertivitas dan bimbingan kelompok

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan fenomena yang terjadi di SMP Negeri 1 Kandeman Kabupaten Batang yang menunjukkan rendahnya asertivitas siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan kecenderungan siswa yang diam pada saat proses kegiatan belajar mengajar, serta siswa tidak berani bertanya tentang materi pelajaran yang belum dipahami. Untuk itu perlu upaya untuk meningkatkan asertivitas siswa salah satunya dengan melaksanakan kegiatan bimbingan kelompok. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan asertivitas siswa kelas IX SMP Negeri 1 Kandeman Kabupaten Batang. Manfaat penelitian ini untuk memberikan sumbangan yang positif bagi pengembangan bimbingan konseling di sekolah.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Negeri 1 Kandeman Kabupaten Batang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling, dengan mengambil sampel siswa secara acak yang berjumlah 20 orang. Metode pengumpulan data dengan menggunakan skala psikologi. Uji validitas: rumus korelasi Product Moment dan reliabilitas: rumus

Alpha. Homogenitas sampel: rumus Chi Kuadrat. Analisis data: uji Wilcoxon. Berdasarkan hasil pre test rata-rata asertivitas siswa pada kelompok eksperimen 57% (rendah) dan kelompok kontrol 61% (sedang). Sedangkan pada hasil post test pada kelompok eksperimen setelah diberikan layanan bimbingan kelompok, rata-rata asertivitas siswa menjadi 75% (tinggi) dan hasil pos test rata-rata asertivitas siswa kelompok kontrol yang tidak diberikan layanan bimbingan kelompok menjadi 62% (sedang). Hasil uji Wilcoxon diperoleh Thitung = 6 dan

Ttabel = 8. Apabila Thitung < Ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Karena Thitung < Ttabel maka ada perbedaan yang signifikan antara nilai post test kedua kelompok sampel, itu berarti layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan asertivitas siswa.

Disimpulkan bahwa kegiatan layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan asertivitas siswa. Hal tersebut terlihat pada peningkatan hasil post test kelompok eksperimen sebagai berikut: terbuka 75,11%, tidak cemas 73%, berprinsip kuat 73%, dan tidak mudah dipengaruhi 78%. Saran bagi siswa diharapkan siswa lebih bisa untuk mengekspresikan perasaanya kepada orang lain, khususnya kepada guru pada waktu proses belajar mengajar, sehingga siswa akan mengerti dan lebih jelas apabila ada sesuatu yang kurang dimengerti.


(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR DIAGRAM ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Sistematika Skripsi ... 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 13

2.2 Asertivitas ……. ... 15

2.2.1 Pengertian Asertivitas ... 15

2.2.2 Ciri-Ciri Individu yang Asertif ... 19

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi asertivitas ... 21

2.2.4 Komponen-Komponen Perilaku Asertif . ... 23

2.2.5 Manfaat Perilaku Asertif ... 24

2.2.6 Cara untuk Mengembangkan Asertivitas... 24

2.3 Layanan Bimbingan Kelompok ... 26

2.3.1 Pengertian Bimbingan Kelompok ... 27

2.3.2 Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok ... 30

2.3.3 Fungsi Layanan Bimbingan Kelompok ... 32

2.3.4 Asas-Asas Layanan Bimbingan Kelompok ... 34

2.3.5 Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok ... 35

2.3.6 Operasionalisasi Layanan Bimbingan Kelompok... 38

2.3.7 Penilaian Layanan Bimbingan Kelompok... 43

2.4 Upaya Meningkatkan Asertivitas Melalui Layanan Bimbingan Kelompok... 43


(10)

x BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Desain Penelitian ... 47

3.3 Variabel Penelitian ... 51

3.3.1 Identifikasi Variabel ... 51

3.3.2 Hubungan Antar Variabel ... 52

3.3.3 Definisi Operasional Variabel ... 52

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 53

3.4.1 Populasi Penelitian ... 53

3.4.2 Sampel Penelitian ... 54

3.5 Metode dan Alat Pengumpul Data ... 58

3.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 58

3.5.2 Alat Pengumpul Data ... 60

3.6 Prosedur Penyusunan Instrumen ... 63

3.7 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 66

3.7.1 Validitas Instrumen ... 66

3.7.2 Reliabilitas Instrumen ... 67

3.8 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 68

3.8.1 Hasil Validitas Instrumen Skala Asertivitas ... 68

3.8.2 Hasil Reliabilitas Instrumen Skala Asertivitas... 69

3.9 Teknik Analisis Data ... 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pelaksanaan Penelitian ... 72

4.2 Hasil Penelitian... 74

4.2.1 Hasil Analisis Deskriptif Kuantitatif ... 74

4.2.1.1 Asertivitas Siswa Kelas IX SMP N 1 Kandeman Kabupaten Batang Sebelum Diberikan Layanan Bimbingan Kelompok (Kondisi Awal/Pre Test) ... 74

4.2.1.2 Asertivitas Siswa Kelas IX SMP N 1 Kandeman Sesudah Diberikan Layanan Bimbingan Kelompok (Kondisi Akhir/Post Test) ... 81

4.2.1.3 Perbandingan Hasil Pengujian Kondisi Awal/ Pre Test dan Pengujian Kondisi Akhir/Post Test Dari Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 85

4.2.1.4 Deskripsi Keefektifan Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap Peningkatan Asertivitas Siswa ... 90

4.2.2 Hasil Analisis Deskriptif Kualitatif... 94

4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 131

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 141

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 142


(11)

xi

5.2 Saran ... 143

5.2.1 Bagi Guru Pembimbing ... 143

5.2.2 Bagi Siswa... 143

DAFTAR PUSTAKA ... 144


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Hasil Observasi... 4

2.1 Operasionalisasi Layanan Bimbingan Kelompok... 38

3.1 Langkah-Langkah Layanan Bimbingan Kelompok... 49

3.2 Rancangan Pemberian Perlakukan Layanan Bimbingan Kelompok... 51

3.3 Populasi Penelitian ... 54

3.4 Tabel 2x5 untuk mencari X2 ... 57

3.5 Perhitungan fh ... 57

3.6 Format Skala Asertivitas ... 61

3.7 Penskoran Item ... 61

3.8 Kriteria Tingkatan Asertivitas ... 62

3.9 Kisi-Kisi Instrumen Asertivitas... 64

3.10 Tabel Penolong untuk Tes Wilcoxon ... 70

4.1 Kegiatan Penelitian di SMP N 1 Kandeman Kabupaten Batang... 73

4.2 Rekapitulasi Hasil Pre Test Kelas IX ... 76

4.3 Daftar Siswa Kelas IX Sebagai Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol... 77

4.4 Hasil Pre Test Kelompok Eksperimen... 78

4.5 Hasil Pre Test Kelompok Kontrol... 79

4.6 Hasil Perhitungan Total Pre Test Asertivitas Siswa ... 81

4.7 Hasil Post Test Kelompok Eksperimen... 81

4.8 Hasil Post Test Kelompok Kontrol ... 83

4.9 Hasil Perhitungan Total Post Test Asertivitas Siswa ... 85

4.10 Perbandingan Hasil Pre Test dan Post Test Antara Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 86

4.11 Perbandingan Hasil Pre Test dan Post Test Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Berdasarkan Karakteristik Asertivitas ... 86


(13)

xiii

4.13 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ... 94 4.14 Deskripsi Progress Asertivitas Siswa... 122


(14)

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

3.1 Pre Test – Pos Test Group Design... 48 3.2 Hubungan Antar Variabel (X) dan (Y) ... 52 3.3 Prosedur Penyusunan Instrumen ... 64


(15)

xv

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

4.1 Hasil Pre Test Kelompok Eksperimen ... 79

4.2 Hasil Pre Test Kelompok Kontrol... 80

4.3 Hasil Post Test Kelompok Eksperimen... 82

4.4 Hasil Post Test Kelompok Kontrol ... 84

4.5 Perbandingan Hasil Pre Test dan Post Test Pada Kelompok Eksperimen. 87 4.6 Perbandingan Hasil Pre Test dan Post Test Pada Kelompok Kontrol ... 89

4.7 Perbandingan Hasil Post Test Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 90


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kisi-kisi Instrumen Skala Asertivitas 2. Pernyataan Skala Asertivitas

3. Opersionalisasi Layanan Bimbingan Kelompok 4. Materi Layanan Bimbingan Kelompok

5. Tabel UCA Laiseg 6. Permainan

7. Satuan Layanan Bimbingan Kelompok 8. Laporan Pelaksanaan Program Penelitian 9. Gambar Dokumentasi Foto Penelitian


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Assertiveness atau tegas sering disebut pula dengan ketegasan diri berarti bahwa perilaku orang yang cenderung dapat menyatakan apakah dirinya setuju atau tidak. Menurut Calhoun dalam Sugiyo (2005:105) mengemukakan bahwa sikap tegas adalah menuntut hak pribadi dan menyatakan pikiran, perasaan, dan keyakinan dengan cara langsung jujur dan tepat. Orang menjadi asertif atau tegas berarti bahwa orang tersebut telah belajar dari hidupnya untuk mendapatkan apakah dia lurus dan tegas dan berkomunikasi dengan cara yang jujur serta konstruktif. Orang yang asertif tidak membiarkan orang lain menghalangi jalur pemenuhan kebutuhannya dan berkomunikasi dengan sopan, halus dan baik sehingga orang lain merasa mendapat perlakuan yang menyenangkan dan pada gilirannya orang lain tersebut akan mengerti apa yang dikomunikasikan. Dengan demikian maka akan tercipta suatu hubungan yang baik dengan orang lain sehingga komunikasi menjadi menyenangkan.

Menurut Sugiyo (2005:112) ketegasan merupakan suatu bentuk sikap dan perilaku seseorang yang menunjukkan beberapa sikap seperti :

1) Perilaku yang membuat individu mampu bertindak dengan caranya sendiri tetapi juga tidak menutup diri dari saran orang lain yang menjadikan dirinya lebih baik.

2) Mampu menyuarakan hak-haknya tanpa menyinggung orang lain. 3) Percaya diri, mengekspresikan diri secara spontan (pikiran dan

perasaan), banyak dicari dan dikagumi orang lain.


(18)

Menurut Astrid French (1998:50) perilaku asertif adalah mengekspresikan perasaan, pikiran, dan harapan, dan tetap mempertahankan hak sebagai insan manusia tanpa melanggar hak asasi orang lain. Perilaku asertif lebih mengacu pada cara mengatakan apa yang kita maksudkan dan menghormati diri sendiri dan orang lain.

Kemampuan mengekspresikan perasaan secara terbuka kepada orang lain khususnya terhadap apa yang kita inginkan, akan memaksimalkan peluang mendapatkan lebih apa yang kita inginkan. Jika biasanya seorang pasif, lalu agresif terhadap orang lain, maka tindakan tersebut mengurangi harga diri dan percaya diri. Agresif biasanya menyebabkan orang menghindari kita. Dengan bertindak asertif, kita mendapatkan lebih apa yang diinginkan apapun kondisinya. Nantinya akan muncul harga diri dan memberikan percaya diri untuk bertindak asertif. Adalah penting untuk bertindak asertif tidak hanya untuk mendapatkan lebih dari apa yang kita inginkan tetapi juga merasakan lebih baik terhadap diri sendiri dan perilaku kita.

Menurut Robert Norton dan Barbara Warnist dalam Sugiyo (2005:112) mengemukakan bahwa terdapat empat karateristik orang asertif yaitu : (a) terbuka, (b) tidak cemas, (c) berprinsip, (d) tidak mudah dipengaruhi. Dalam hal ini terbuka yaitu ada keterusterangan dan mengungkapkan perasaan mereka terhadap orang lain, tidak cemas dalam menjalani kehidupan dan berkomunikasi, selalu bersemangat dan merasa siap dalam menghadapi situasi yang penuh dengan tekanan tanpa rasa takut. Selain itu karakteristik orang asertif juga dapat dilihat dari kemampuan untuk berprinsip kuat yaitu, mempunyai pandangan yang positif


(19)

dan dalam berkomunikasi antar pribadi walaupun dengan teman mereka selalu membantah apabila tidak setuju namun tetap menunjukkan sikap yang sederajat dengan teman tersebut. Tidak mudah dipengaruhi juga termasuk dalam karakterisktik orang yang asertif yaitu, tidak mudah dibujuk walaupun yang membujuk adalah teman atau atasan mereka. Keaneka ragaman individu yang ada terkadang membuat kita kurang dapat membedakan individu yang asertif maupun individu yang agresif atau bahkan cenderung pasif.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) pada tahun 2009 dari bulan Oktober sampai Desember di SMP N 1 Kandeman Kabupaten Batang, bahwa pada saat proses pembelajaran di dalam kelas VII (sekarang kelas IX) menunjukkan dari 40 siswa hanya 7 siswa yang aktif dan itupun harus diminta oleh guru. Misalnya untuk maju di depan kelas dan bertanya tentang materi yang sedang diajarkan. Hal tersebut terjadi hampir di semua mata pelajaran.

Selain melakukan pengamatan, peneliti juga melakukan wawancara dan juga observasi langsung kesemua kelas IX. Wawancara peneliti lakukan dengan guru pembimbing, guru mata pelajaran dan beberapa siswa. Hasil wawancara dengan guru pembimbing menunjukkan bahwa pada saat kegiatan pemberian layanan bimbingan dan konseling, baik klasikal maupun kelompok, siswa kelas IX belum dapat untuk asertif. Perilaku yang dapat diamati yaitu, siswa masih merasa malu-malu untuk mengungkapkan perasaan dan lebih banyak diam pada saat mengikuti kegiatan. Hasil wawancara dengan guru mata pelajaran menunjukkan bahwa dalam setiap mata pelajaran, siswa-siswa kelas IX masih


(20)

belum bisa untuk bersikap asertif. Siswa cenderung diam ketika ditanya oleh guru tentang materi yang telah diberikan walaupun sebenarnya siswa belum paham dengan materi yang dijelaskan. Ketika guru memberikan pertanyaan seputar dengan materi yang disampaikan, siswa tidak mempunyai keberanian untuk mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan tersebut, sehingga guru harus menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan itu. Hal tersebut terjadi disemua mata pelajaran. Sedangkan hasil wawancara dengan siswa menunjukkan bahwa siswa tidak mau bertanya dikarenakan mereka masih merasa ragu-ragu dan tidak percaya diri meskipun sebenarnya mereka belum memahami materi yang sudah dijelaskan oleh guru. Selain itu siswa juga merasa takut salah dan takut jika dimarahi sehingga mereka cenderung diam di dalam kelas.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada tanggal 29 April- 7 Mei 2011 (hasil observasi terlampir) diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Tabel 1.1 Hasil Observasi

No. Kelas Jumlah Siswa Siswa yang Asertif Prosentase %

1. IX A 40 12 28,57 %

2. IX B 40 12 28,57 %

3. IX C 40 12 28,57 %

4. IX D 40 10 23,00 %

5. IX E 40 12 28,57 %

6. IX F 40 10 23,00 %

7. IX G 40 3 7,10 %

8. IX H 40 14 33,00 %

(Sumber: Siswa Kelas IX SMP N 1 Kandeman) Dari tabel 1.1 menunjukkan bahwa masih banyak siswa di kelas IX yang belum bisa untuk berperilaku asertif. Rata-rata di dalam kelas yang jumlah siswanya 40 anak, terdapat 12 siswa yang asertif itu juga ada beberapa yang harus ditunjuk


(21)

oleh guru. Hal tersebut terjadi hampir disemua mata pelajaran. Dari hasil observasi tersebut maka peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian di kelas IX.

Perilaku tidak asertif yang dimiliki siswa tersebut disebabkan karena siswa merasa malu jika ingin bertanya kepada guru, siswa mengalami kesulitan untuk mengekspresikan perasaan kepada orang lain, siswa tidak mampu untuk mengatakan tidak, dan siswa mengalami phobia sosial. Dalam proses belajar, siswa yang kurang asertif akan merasa tidak jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Misalnya siswa mengatakan sudah paham dengan materi yang telah dijelaskan oleh guru padahal dia merasa belum paham. Siswa juga tidak percaya diri ketika ingin mengungkapkan pikiran, perasaan, pendapat dan idenya kepada orang lain. Selain itu siswa menjadi takut untuk bertanya ketika mengalami kesulitan dalam memahami materi, akibatnya nilai yang diperoleh tidak maksimal sehingga hasil belajar siswa menurun.

Berdasarkan hal tersebut maka asertif perlu untuk dimiliki siswa atau individu. Karena dapat membantu siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Dengan berperilaku asertif dapat mempengaruhi orang lain dengan pengaruh yang positif sehingga bisa membina hubungan yang lebih akrab dan lebih jujur dengan orang lain, dapat berkomunikasi secara terbuka dan wajar terhadap orang lain, selain itu tetap percaya diri dan tenang meskipun menghadapi kritik karena memberi kesempatan bagi orang lain untuk menyampaikan pendapat namun tetap mempertahankan pendapat sendiri. Oleh karena itu asertif perlu untuk


(22)

ditingkatkan pada siswa atau individu agar dapat membantu siswa dalam proses belajar mengajar. (www.e-psikologi.com).

Secara umum bimbingan dan konseling dalam pendidikan di sekolah merupakan proses pemberian bantuan kepada para siswa dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan tentang kesulitan yang diharapkan dalam rangka perkembangan yang optimal sehingga mereka dapat memahami diri, mengarahkan diri dan bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan visi bimbingan dan konseling dalam Mugiarso (2007:2) yang menyatakan bahwa pelayanan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.

Salah satu cara yang dipandang mampu untuk melatih, mengembangkan, serta meningkatkan asertivitas siswa adalah melalui layanan bimbingan kelompok. Hal tersebut cukup beralasan karena tujuan umum dari layanan bimbingan kelompok adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Selain itu tujuan khusus dari bimbingan kelompok menurut Prayitno (1995:179) yaitu: mampu berbicara di depan orang banyak; mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan dan perasaan kepada orang banyak; belajar menghargai pendapat orang lain; bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya; mampu mengendalikan diri dan emosi; dapat bertenggang rasa; menjadi akrab satu sama lain serta membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi kepentingan bersama. Tujuan


(23)

bimbingan kelompok tersebut sesuai dengan ciri-ciri individu yang asertif. Hal ini semakin memperkuat relevansi bimbingan kelompok dalam meningkatkan asertivitas siswa.

Dalam jurnal pendidikan psikologi dan konseling yang ditulis oleh Antonia Suwarni (2008) tentang hubungan kemampuan perilaku asertif dan komitmen hidup membiara para suster medior kongregasi “X”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biarawati yang berperilaku asertif termasuk dalam kategori tinggi sebanyak 33 orang (82%), untuk kategori sedang ada 7 orang (18%), sedangkan untuk kategori rendah tidak ada seorangpun yang masuk dalam kategori tersebut. Kesimpulannya bahwa sebagian besar para suster medior kongregasi “X” memiliki kemampuan asertif dalam kategori tinggi.

Dalam skripsi yang ditulis oleh Zayiroh (2007) Keefektifan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan Perilaku Komunikasi Antar Pribadi Siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keefektifan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan perilaku komunikasi antar pribadi siswa. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan perilaku komunikasi antar pribadi siswa setelah memperoleh layanan bimbingan kelompok. Dari hasil analisis data penelitian, diketahui bahwa rata-rata tingkat perilaku komunikasi antar pribadi siswa setelah memperoleh layanan bimbingan kelompok lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebelum memperoleh layanan bimbingan kelompok. Hal ini berarti bahwa layanan bimbingan kelompok efektif dalam meningkatkan perilaku komunikasi antar pribadi siswa.


(24)

Asertivitas merupakan unsur dari komunikasi antar pribadi. Siswa yang memiliki komunikasi antar pribadi yang baik, dia akan cenderung memiliki perilaku asertif yang baik pula. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan asertivitas siswa.

Bimbingan kelompok merupakan kegiatan kelompok yang memanfaatkan dinamika kelompok. Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu kegiatan kelompok dimana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi dan mengarahkan diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (Wibowo, 2005:17). Permasalahan yang dibahas dalam bimbingan kelompok sifatnya umum berupa permasalahan yang berkaitan dengan bidang pribadi, sosial, belajar dan karier.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, mengungkapkan bahwa bimbingan kelompok dapat membantu untuk meningkatkan asertivitas, yaitu dalam melatih siswa untuk mengungkapkan perasaan, pendapat, ide yang mereka miliki. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Asertivitas Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Siswa Kelas IX SMP N 1 Kandeman Kabupaten Batang”.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah yaitu apakah asertivitas pada siswa kelas IX SMP N 1


(25)

Kandeman Kabupaten Batang dapat ditingkatkan melalui layanan bimbingan kelompok. Dengan penjabaran sebagai berikut :

1) Bagaimana deskripsi asertivitas siswa kelas IX SMP N 1 Kandeman Kabupaten Batang sebelum mengikuti layanan bimbingan kelompok ? 2) Bagaimana deskripsi asertivitas siswa kelas IX SMP N 1 Kandeman

Kabupaten Batang setelah mengikuti layanan bimbingan kelompok ? 3) Adakah peningkatan asertivitas siswa kelas IX SMP N 1 Kandeman

Kabupaten Batang sebelum dan setelah mengikuti layanan bimbingan kelompok ?

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti dapat merumuskan tujuan sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui peningkatan asertivitas siswa kelas IX SMP N 1 Kandeman Kabupaten Batang sebelum mengikuti layanan bimbingan kelompok.

2) Untuk mengetahui peningkatan asertivitas siswa kelas IX SMP N 1 Kandeman Kabupaten Batang setelah mengikuti layanan bimbingan kelompok.

3) Untuk membuktikan peningkatan asertivitas siswa kelas IX SMP N 1 Kandeman Kabupaten Batang sebelum dan setelah mengikuti layanan bimbingan kelompok.


(26)

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan, khususnya bimbingan dan konseling yaitu meningkatkan asertivitas siswa melalui layanan bimbingan kelompok.

1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Bagi siswa

Hasil dari penelitian ini dapat melatih siswa dalam berkomunikasi di dalam kelompok, khususnya dapat menumbuhkan perilaku asertifpada siswa. 1.4.2.2 Bagi Guru Pembimbing

Hasil dari penelitian ini bisa bermanfaat untuk membantu guru pembimbing di sekolah dalam meningkatkan program layanan bimbingan kelompok.

1.5

Sistematika Skripsi

Untuk memberi gambaran yang menyeluruh dalam skripsi ini, maka perlu disusun sistematika skripsi. Skripsi ini terdiri atas tiga bagian yaitu bagian awal, bagian isi dan bagian akhir.

1.5.1 Bagian awal

Bagian awal skripsi memuat tentang halaman judul, persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, sari, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, daftar bagan, dan daftar lampiran.


(27)

1.5.2 Bagian isi

Bagian isi terdiri atas lima bab yaitu Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Hasil Penelitian dan Pembahasan, dan Penutup.

Bab I Pendahuluan, memuat uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika skripsi.

Bab II Tinjauan Pustaka, memuat uraian tentang penelitian terdahulu, kajian pustaka dan teori yang relevan dengan tema dalam skripsi ini, antara lain: pengertian asertivitas, ciri-ciri individu yang asertif, faktor-faktor yang mempengaruhi asertivitas, komponen-komponen perilaku asertif, manfaat perilaku asertif, cara untuk mengembangkan asertivitas, dan teori layanan bimbingan kelompok, yang meliputi pengertian bimbingan kelompok, tujuan bimbingan kelompok, fungsi bimbingan kelompok, asas-asas bimbingan kelompok, pelaksanaan bimbingan kelompok, operasional layanan bimbingan kelompok dan penilaian bimbingan kelompok, upaya meningkatkan asertivitas melalui layanan bimbingan kelompok, dan hipotesis.

Bab III Metode Penelitian, menguraikan tentang jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, rancangan penelitian, metode pengumpul data, validitas dan reliabilitas instrumen, dan teknik analisis data yang digunakan.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasannya, memuat uraian tentang hasil penelitian beserta penjelasan atas masalah yang dirumuskan pada bab pendahuluan.

Bab V Penutup, memuat uraian tentang simpulan hasil penelitian dan penyajian saran yang berisi masukan dari penulis.


(28)

1.5.3 Bagian akhir

Bagian akhir skripsi ini memuat tentang daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang mendukung penelitian ini.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan tentang: (1) Penelitian terdahulu (2) Asertivitas, (3) Layanan bimbingan kelompok, (4) Upaya meningkatkan asertivitas melalui layanan bimbingan kelompok, dan (5) Hipotesis.

2.1

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Tujuannya adalah sebagai bahan masukan bagi pemula dan untuk membandingkan antara penelitian yang satu dengan yang lain. Dalam penelitian terdahulu akan diuraikan pokok bahasan sebagai berikut:

Dalam jurnal psikologi yang ditulis oleh Marini dan Andriani (2005) perbedaan asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua (F=2.951, p<0.05), subjek dengan pola asuh Authoritative lebih asertif dari pada subjek dengan pola asuh Authoritarian, Permissive dan Uninvolved (mean=115.727 Sd=7.492).

Dalam jurnal pendidikan psikologi dan konseling yang ditulis oleh Antonia Suwarni (2008) tentang hubungan kemampuan perilaku asertif dan komitmen hidup membiara para suster medior kongregasi “X”. Hasil penelitian


(30)

menunjukkan bahwa biarawati yang berperilaku asertif termasuk dalam kategori tinggi sebanyak 33 orang (82%), untuk kategori sedang ada 7 orang (18%), sedangkan untuk kategori rendah tidak ada seorangpun yang masuk dalam kategori tersebut. Kesimpulannya bahwa sebagian besar para suster medior kongregasi “X” memiliki kemampuan asertif dalam kategori tinggi.

Dalam skripsi yang ditulis oleh Zayiroh (2007) Keefektifan Layanan Bimbingan Kelompok dalam Meningkatkan Perilaku Komunikasi Antar Pribadi Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Ungaran Tahun Pelajaran 2006/2007. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keefektifan layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan perilaku komunikasi antar pribadi siswa. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan perilaku komunikasi antar pribadi siswa setelah memperoleh layanan bimbingan kelompok. Dari hasil analisis data penelitian, diketahui bahwa rata-rata tingkat perilaku komunikasi antar pribadi siswa setelah memperoleh layanan bimbingan kelompok lebih tinggi jika dibandingkan dengan sebelum memperoleh layanan bimbingan kelompok. Hal ini berarti bahwa layanan bimbingan kelompok efektif dalam meningkatkan perilaku komunikasi antar pribadi siswa.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan asertivitas siswa. Asertivitas merupakan unsur dari komunikasi antar pribadi. Siswa yang memiliki komunikasi antar pribadi yang baik, dia akan cenderung memiliki perilaku asertif yang baik pula. Layanan bimbingan kelompok merupakan upaya membimbing sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama dengan cara menciptakan dinamika kelompok. Dengan


(31)

adanya dinamika kelompok, siswa akan dapat berlatih berbicara, menanggapi, mendengarkan, memahami diri sendiri dan lingkungan serta bertenggang rasa dalam suasana kelompok. Hal tersebut berkaitan dengan asumsi bahwa melalui dinamika kelompok yang tercipta, individu dapat mengembangkan diri yaitu kepedulian kepada orang lain dalam kelompok kecil saat itu. Dari kegiatan tersebut siswa dapat menerapkan kedalam kehidupan sosial dimasyarakat yang sesungguhnya.

2.2

Asertivitas

Landasan teoritis tentang asertivitas yang akan dibahas antara lain (1) pengertian asertivitas, (2) ciri-ciri individu yang asertif, (3) faktor-faktor yang mempengaruhi asertivitas, (4) komponen-konponen perilaku asertif, (5) manfaat perilaku asertif, (6) cara untuk mengembangkan asertivitas.

2.2.1 Pengertian asertivitas

Assertive berasal dari kata asing to assert yang berarti menyatakan dengan tegas. Secara harfiah perilaku asertif adalah kemampuan untuk menyatakan atau menegaskan pikiran, perasaan, tindakkan, keinginan dan kebutuhan dengan jelas tanpa menimbulkan konflik dengan orang lain.

Menurut Astrid French (1998:50) “perilaku asertif adalah mengekspresikan perasaan, pikiran, dan harapan, dan tetap mempertahankan hak sebagai insan manusia tanpa melanggar hak asasi orang lain”. Perilaku asertif lebih mengacu pada cara mengatakan apa yang kita maksudkan dan menghormati


(32)

diri sendiri dan orang lain. Asertif merupakan ketrampilan yang dapat kita miliki, bukan sifat pribadi.

Orang yang memiliki perilaku asertif adalah mereka yang menilai bahwa orang boleh berpendapat dengan orientasi dari dalam, dengan tetap memperhatikan sungguh-sungguh hak-hak orang lain. Mereka umumnya memiliki kepercayaan diri yang kuat. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Stein dan Book (2000:87) sebagai berikut:

Kemampuan asertif (ketegasan, keberanian menyatakan pendapat) meliputi tiga komponen dasar yakni:

1) Kemampuan mengungkapkan perasaan (misalnya untuk mengungkapkan perasaan marah, hangat, dan seksual).

2) Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka (mampu menyuarakan pendapat, menyatakan ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit melakukan ini dan bahkan sekalipun tidak mungkin harus mengorbankan sesuatu). 3) Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi (tidak

membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan kita).

“Asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun dengan tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain”. Dalam bersikap asertif, seseorang dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur pula dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan kebutuhan secara proporsional, tanpa ada maksud untuk memanipulasi, memanfaatkan ataupun merugikan pihak lainnya. (www.e-psikologi.com).

Sugiyo (2005:112) menjelaskan bahwa ketegasan merupakan suatu bentuk sikap dan perilaku seseorang yang menunjukkan beberapa sikap seperti :

1) Perilaku yang membuat individu mampu bertindak dengan caranya sendiri tetapi juga tidak menutup diri dari saran orang lain yang menjadikan dirinya lebih baik


(33)

3) Percaya diri, mengekspresikan diri secara spontan (pikiran dan perasaan), banyak dicari dan dikagumi orang lain

Willis (2007:72) mengemukakan bahwa di dalam konseling terdapat istilah assertive training. Assertive training merupakan teknik dalam konseling behavioral yang menitiberatkan pada kasus yang mengalami kesulitan dalam perasaan yang tidak sesuai dalam menyatakannya. Sebagai contoh ingin marah, tetapi tetap berespon manis. Assertive training adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam hal-hal berikut:

1) Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya.

2) Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil keuntungan daripadanya.

3) Mereka yang mengalami kesulitan dalam berkata “tidak”. 4) Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya. 5) Mereka yang merasa tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan

pikirannya.

Sedangkan dalam makalah tentang latihan asertif yang ditulis oleh Sunardi (2010:1) “asertif dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan diri dengan tulus, jujur, jelas, tegas, terbuka, sopan, spontan, apa adanya, dan tepat tentang keinginan, pikiran, perasaan dan emosi yang dialami”, apakah hal tersebut yang dianggap menyenangkan ataupun mengganggu sesuai dengan hak-hak yang dimiliki dirinya tanpa merugikan, melukai, menyinggung ataupun mengancam hak-hak, kenyamanan dan integritas perasaan orang lain. Perilaku asertif tidak dilatarbelakangi maksud-maksud tertentu, untuk memanipulasi, memanfaatkan, memperdaya ataupun mencari keuntungan dari pihak lain.

Ketegasan yang diperlihatkan pada perilaku asertif tidaklah dilakukan secara kaku seperti halnya memaksakan kehendak kepada orang lain sesuai dengan pendapat pribadinya. Kekeliruan yang sering muncul adalah dengan


(34)

mencampuradukan antara perilaku asertif dengan tindakan agresif. Bagi sebagian orang beranggapan sikap asertif sama saja artinya dengan agresif, karena mereka takut menyakiti orang lain, atau mereka dipandang sebagai orang yang tidak mnyenengkan.

Pada kenyataannya perilaku asertif sangatlah berbeda dengan perilaku agresif. Perilaku asertif ditandai oleh suatu pernyataan yang jelas tentang keyakinan seseorang, dengan tetap mempertimbangkan pendapat dan perasaan orang lain. Sedangkan sikap agresif cenderung tidak menghormati pandangan orang lain, dan juga tidak peduli pada kebutuhan atau perasaan orang lain. Mereka memaksakan pendapat atau keinginan mereka supaya diterima, dengan cara mengancam dan memanipulasi. Perilaku asertif biasanya merupakan titik tengah antara sikap pasif dan agresif. Orang pasif cenderung sulit mengungkapkan perasaan mereka pada orang lain. Mereka memendam permasalahan dan menghindari situasi yang tidak mnyenangkan. Akibatnya mereka lebih sering dimanfaatkan oleh orang lain dan sering menyia-nyiakan kesempatan.

Orang yang asertif yakni orang yang mampu mengekspresikan perasaan dengan sungguh-sungguh, menyatakan tentang kebenaran. Mereka tidak menghina, mengancam ataupun meremehkan orang lain. Orang asertif mampu menyatakan perasaan dan pikirannya dengan tepat dan jujur tanpa memaksakannya kepada orang lain.

Dari beberapa pengertian tentang asertif, maka dapat disimpulkan bahwa asertivitas atau tegas sering disebut pula dengan ketegasan diri dalam mengungkapkan pendapat, pikiran, perasaan, ide, gagasan kepada orang lain.


(35)

2.2.2 Ciri-Ciri Individu Yang Asertif

Keaneka ragaman individu yang ada terkadang membuat kita kurang dapat membedakan individu yang asertif maupun individu yang agresif atau bahkan cenderung pasif.

Sedangkan dalam makalah tentang latihan asertif yang ditulis oleh Sunardi (2010:3) secara umum, orang yang asertif dicirikan dengan sikapnya yang terbuka, jujur, sportif, adaptif, aktif, positif, dan penuh penghargaan terhadap diri sendiri maupun orang lain. Beberapa ciri lain, diantaranya adalah:

1) Mampu mengekspresikan pikiran, perasaan, dan kebutuhan dirinya, baik secara verbal maupun non verbal secara bebas, tanpa perasaan takut, cemas, dan khawatir.

2) Mampu menyatakan “tidak” pada hal-hal yang memang dianggap tidak sesuai dengan kata hati atau nuraninya.

3) Mampu menolak permintaan yang dianggap tidak masuk akal, berbahaya, negatif, tidak diinginkan, atau dapat merugikan orang lain.

4) Mampu untuk berkomunikasi secara terbuka, langsung, jujur, terus terang sebagaimana mestinya.

5) Mampu menyatakan perasaannya secara jelas, tegas, jujur, apa adanya, dan sopan.

6) Mampu untuk meminta tolong pada orang lain pada saat kita memang membutuhkan pertolongan.

7) Mampu mengekspresikan kemarahan, ketidak setujuan, perbedaan pandangan secara proporsional.

8) Tidak mudah tersingung, sensitif, dan emosional. 9) Terbuka untuk ruang kritik.

10) Mudah berkomunikasi, hangat, dan menjalin hubungan sosial dengan baik.

11) Mampu memberikan pandangan secara terbuka terhadap hal-hal yang tidak sepaham.

12) Mampu meminta bantuan, pendapat, atau pandangan orang lain ketika sedang menghadapi masalah.

Menurut Robert Norton dan Barbara Warnist (dalam Sugiyo, 2005:112) mengemukakan bahwa terdapat 4 karakteristik orang asertif, yaitu:

a. Terbuka, ada keterusterangan dalam mengungkapkan perasaan mereka kepada orang lain.


(36)

b. Tidak cemas, maksudnya dalam menjalani kehidupan dan berkomunikasi selalu bersemangat dan mereka siap menghadapi situasi yang penuh tekanan tanpa rasa takut.

c. Berprinsip kuat, artinya mereka mempunyai pandangan yang positif dalam berkomunikasi antar pribadi.

d. Tidak mudah dipengaruhi atau tidak mudah dibujuk walaupun yang membujuk adalah teman atau atasan mereka.

Dari kedua pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri individu yang asertif adalah sebagai berikut:

1) Mampu menolak permintaan yang dianggap tidak masuk akal serta tidak mudah terbujuk oleh orang lain.

2) Mampu untuk berkomunikasi secara terbuka, langsung, jujur, terusterang sebagaimana mestinya.

3) Mampu menyatakan perasaan secara jelas, tegas, jujur, apa adanya dan sopan.

4) Mudah berkomunikasi.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Asertivitas

Sebenarnya orang-orang yang tidak asertif ini tahu tentang apa yang seharusnya mereka lakukan ketika berada dalam posisi yang mengharuskan ia berkata apa adanya. Namun mereka memiliki perasaan bahwa jika perasaan itu atau hal-hal tersebut diekspresikan maka orang lain akan membenci dirinya. Umumnya hal itu terjadi karena faktor belajar dan pengalaman.

Menurut Sugiyo (2005:106) ada tiga teori yang bisa menjelaskan faktor penyebab seseorang menjadi asertif atau tidak asertif, yaitu:

1) Innateness (Pembawaan yang halus)

Maksudnya bahwa tiap individu mempunyai perbedaan dalam hal kepekaan untuk mengutarakan uneg-uneg dikarenakan pembawaan yang halus.


(37)

2) Personal Inadequacy (Ketidakcakapan secara personal)

Ketidakcakapan personal ini bisa karena ada masalah/konflik. Gejala seperti ini berawal dari pengalaman traumatic atau penolakan dari orang tua, misalnya ibu, atau masalah yang sedang dihadapi sekarang misalnya penolakan dari teman sebaya, kegagalan berulang-ulang dalam prestasi sekolah.

3) Perilaku yang telah dipelajari

Tiap orang dalam hidupnya mempelajari perilaku tertentu, misalnya ada orang yang dalam keluarganya diajarkan untuk bersikap asertif sejak kecil, bisa jadi di keluarga lain tidak.

Terbentuknya perilaku asertif pada seseorang umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor yang sifatnya kompleks. Menurut Sunardi (2010:2) seperti: 1) pola asuh dan harapan orang tua, 2) faktor kebudayaan, 3) sosial ekonomi, 4) status, 5) harga diri, 6) dan cara berfikir yang ditumbuhkan atau yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman hidupnya dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Dari kedua pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berkembangnya perilaku asertif dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dialami individu dalam lingkungan sepanjang hidupnya. Oleh karena itu pengalaman, pola asuh orang tua, kebudayaan, tingkat pendidikan, situasi dan kondisi, dapat menentukan mampu tidaknya seseorang berperilaku asertif.

2.2.4 Komponen-Komponen Perilaku Asertif

Di dalam perilaku asertif kita tidak hanya dapat mengungkapkan perasaan atau keinginan secara lugas dan terbuka namun didasari oleh beberapa komponen yang tidak bisa terlepaskan dari pengertian dasar perilaku asertif.

Menurut Eisler, Miller & Hersen, Johnson & Pinkton (dalam Marini dan andriani, 2005:47) ada beberapa komponen dari asertivitas, antara lain adalah:


(38)

Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan orang lain. Yang perlu ditekankan di sini adalah keberanian seseorang untuk mengatakan “tidak” pada orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan keinginannya.

2) Duration of reply

Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang dikehendakinya, dengan menerangkannya kepada orang lain. Menurut eisler dkk (dalam marini dan andriani, 2005:47) mengemukakan bahwa orang yang tingkat asertifnya tinggi memberikan respon yang lebih lama (dalam arti lamanya waktu yang digunakan untuk berbicara) daripada orang yang tingkat asertifnya rendah.

3) Loudness

Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. 4) Request for new behavior

Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan tentang fakta atau perasaan dalam memberikan saran kepada orang lain, dengan tujuan agar situasi berubah sesuai dengan apa yang kita inginkan.

5) Affect

Afek berarti emosi; ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak berupa respons yang monoton ataupun respons yang emosional.

6) Latency of response

Jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk mulai berbicara. Kenyataan bahwa adanya sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripa yang tidak terdapat jeda. 7) Non verbal behavior

Komponen-komponen non verbal dari asertivitas antara lain: a. Kontak mata

b. Ekspresi muka c. Jarak fisik d. Sikap badan e. Isyarat tubuh

2.2.5 Manfaat Perilaku Asertif

Corey (1991) dalam Gunarsa (2004: 220), mengemukakan bahwa latihan asertif bisa bermanfaat untuk dipergunakan dalam menghadapi mereka yang:

1) Tidak bisa mengekspresikan kemarahan atau perasaaannya yang tersinggung.


(39)

3) Terlalu halus (sopan) yang mmbiarka orang lain mengambil keuntungan dari keberadaannya.

4) Mengalami kesulitan untuk mengeskpresikan afeksi (perasaan yang kuat dan respons-respons lain yang positif.

5) Merasa tidak memiliki hak untuk mengekspresikan pikiran, kepercayaan dan perasaannya.

2.2.6 Cara Untuk Mengembangkan Asertivitas

Dengan memperhatikan beberapa uraian diatas, dapat diketahui antara lain asertif merupakan sikap yang diperoleh manusia dari bawaan atau keturunan, namun asertif merupakan sikap yang diperoleh dari belajar dan latihan yang dibiasakan. Untuk itu selain dengan bantuan konselor, kita juga dapat melatihnya sendiri. Rini (dalam Sunardi, 2010:5) menguraikan beberapa tips agar kita bisa bersikap asertif yaitu sebagai berikut:

1) Bersikap pasti.

Tentukan sikap yang pasti, apakah ingin menyetujui atau tidak. Jika merasa belum yakin dengan suatu pilihan, maka bisa minta kesempatan berpikir sampai mendapatkan kepastian. Jika sudah merasa yakin dan pasti akan pilihan sendiri, maka akan lebih mudah menyatakannya dan juga merasa lebih percaya diri.

2) Bertanya.

Jika belum jelas dengan apa yang diungkapkan/dikatakan/ dijelaskan orang lain, maka bertanyalah untuk mendapatkan kejelasan atau klarifikasi.

3) Berikan penjelasan atas penolakan secara singkat, jelas, dan logis. Penjelasan yang panjang lebar hanya akan mengundang argumentasi pihak lain.

4) Gunakan kata-kata yang tegas.

Seperti secara langsung mengatakan “tidak” untuk penolakan,

dari pada “sepertinya saya kurang setuju. sepertinya saya kurang sependapat. saya kurang bisa”.

5) Sikap tubuh mengekspresikan atau mencerminkan “bahasa” yang sama dengan pikiran dan verbalisasi.

Seringkali orang tanpa sadar menolak permintaan orang lain namun dengan sikap yang bertolak belakang, seperti tertawa-tawa dan tersenyum.

6) Gunakan kata-kata “Saya tidak akan...” atau “Saya sudah memutuskan untuk...” dari pada “Saya sulit...”. Karena kata-kata

“saya sudah memutuskan untuk...” lebih menunjukkan sikap tegas atas

sikap yang Anda tunjukkan. 7) Mengalihkan.


(40)

Jika berhadapan dengan seseorang yang terus menerus mendesak padahal sudah berulang kali menolak, maka alternatif sikap atau tindakan yang dapat dilakukan adalah : mendiamkan, mengalihkan pembicaraan, atau bahkan menghentikan percakapan.

8) Tidak perlu meminta maaf atas penolakan yang di sampaikan (karena berpikir hal itu akan menyakiti atau tidak mengenakkan buat orang lain).

Sebenarnya, akan lebih baik mengatakan dengan penuh empati

seperti : “saya mengerti bahwa berita ini tidak menyenangkan bagimu,

tapi secara terus terang saya sudah memutuskan untuk ...”

9) Janganlah mudah merasa bersalah.

Apabila seseorang sudah melakukan hal yang baik di mata orang lain, maka dia tidak perlu untuk merasa bersalah kepada orang lain. Karena orang lain tidak merasa dirugikan atas perbuatan atau sikap yang telah dilakukannya.

10) Bisa bernegosiasi dengan pihak lain agar kedua belah pihak mendapatkan jalan tengahnya, tanpa harus mengorbankan perasaan, keinginan dan kepentingan masing-masing.

Berbagai uraian di atas dapat memberikan kesimpulan bahwa orang asertif lebih matang secara emosi karena dia menanggapi kritik dengan lapang dada, marah dengan kepala dingin, mengungkapkan marah secara wajar, mampu menyatakan ketidak setujuan, bersikap tegas dan berani mengatakan tidak, mendukung pendapat orang lain dan dapat menyatakan perasaan.

Untuk melatih hal tersebut di atas, perlu adanya latihan atau dukungan dari orang lain, khususnya melalui kegiatan dalam bentuk kelompok. Karena melalui kegiatan kelompok siswa dapat belajar untuk mengemukakan pendapatnya kepada orang lain. Salah satu bentuk kegiatan yang dapat diberikan adalah bimbingan kelompok.

2.3

Layanan Bimbingan Kelompok

Di awal abad ke-21 ini dunia pendidikan di Indonesia mulai memasuki era profesional. Hal ini ditandai dengan penegasan bahwa “pendidik merupakan


(41)

tenaga profesional” (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 39 Ayat 2), dan “profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi”(UU No.14 Tahun 2005 Pasal 1 Butir 4).

Guru pembimbing atau konselor sekolah, yang adalah pendidik (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 1 Butir 6) , sebagai tenaga professional dituntut untuk menguasai dan memenuhi trilogi profesi dalam bidang pendidikan, khususnya bidang konseling, yaitu:

1) Komponen Dasar Keilmuan : Ilmu Pendidikan

2) Komponen Substansi Profesi : Proses pembelajaran terhadap pengembangan diri/ pribadi individu melalui modus pelayanan konseling.

3) Komponen Praktik Profesi : Penyelenggaraan proses pembelajaran terhadap sasaran pelayanan melalui modus pelayanan konseling.

Bimbingan konseling merupakan layanan yang diberikan kepada siswa oleh guru pembimbing yang terdapat dalam pola 17 plus yang terdiri dari enam bidang bimbingan, sembilan layanan, dan enam layanan pendukung. Diantara pemberian layanan tersebut adalah layanan bimbingan kelompok yang dilaksanakan oleh guru pembimbing untuk menangani sejumlah masalah siswa. Bimbingan Kelompok merupakan kegiatan untuk mencegah masalah- masalah perkembangan. Di dalamnya terdapat informasi tentang pendidikan, karier, pribadi, agama, sosial dan keluarga. Pelaksanaan bimbingan kelompok dapat dilakukan di luar jam sekolah, misalnya setelah pulang sekolah. Penjelasan teori tentang bimbingan kelompok dimulai dari pengertian bimbingan kelompok, tujuan layanan bimbingan kelompok, fungsi bimbingan kelompok, asas-asas


(42)

bimbingan kelompok, pelaksanaan bimbingan kelompok, operasional layanan bimbingan kelompok dan penilaian bimbingan kelompok yang akan diuraikan sebagai berikut :

2.3.1 Pengertian Bimbingan Kelompok

Menurut Kirby dalam Shetzer & Stone (1980:361), “incremental group guidance refers to a group process whereby the participants (group members)

approach the topics or problems presented for group consideration on

the-here-now level, without necessarily having full kthe-here-nowledge nor even seeking

fullinformation about the individual or ultimate goal”.

Berdasarkan pendapat Kirby bimbingan kelompok mengacu pada proses yang dilakukan secara berkelompok untuk membahas suatu topik yang menjadi perhatian dan merupakan kondisi nyata yang terjadi di sekitar individu sehingga dapat memberikan pengetahuan dan informasi kepada individu. Menurut Prayitno (1995:61) “bimbingan kelompok diartikan sebagai upaya untuk membimbing kelompok-kelompok siswa agar kelompok itu menjadi besar, kuat, dan mandiri”.

Menurut Sukardi (2000:48) “bimbingan kelompok yaitu layanan bimbingan yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu (terutama dari pembimbing/konselor) yang berguna untuk menunjang kehidupannya sehari-hari baik individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan”.

Gazda dalam Wibowo (2002:161) mengemukakan bahwa “bimbingan kelompok di sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat”. Bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang bersifat personal, vokasional, dan sosial. Berbagai informasi berkenaan dengan orientasi


(43)

siswa baru, pindah program dan peta sosiometri siswa serta bgaimana mengembangkan hubungan antar siswa dapat disampaikan dan dibahas dalam bimbingan kelompok.

Sedangkan menurut Winkel (2004:71) “bimbingan adalah proses membantu orang perorang dalam memahami dirinya sendiri dan lingkungannya, selanjutnya dinyatakan bahwa kelompok berarti kumpulan dua orang atau lebih”.

Dalam layanan bimbingan kelompok, siswa diajak bersama-sama mengemukakan pendapat tentang topik-topik yang dibicarakan dan mengembangkan bersama permasalahan yang dibicarakan pada kelompok, sehingga terjadi komunikasi antara individu di dalam kelompoknya kemudian siswa dapat mengembangkan sikap dan tindakan yang diinginkan dapat terungkap di kelompok (Mugiharso dkk, 2007:66). Bimbingan kelompok tidak hanya difokuskan pada pemberian informasi kepada sekelompok individu (siswa) saja. Dalam bimbingan kelompok juga sangat diperlukan adanya dinamika kelompok.

Dinamika kelompok adalah analisis dari hubungan hubungan kelompok sosial yang berdasarkan prinsip, bahwa tingkah laku dalam kelompok itu adalah hasil dari interaksi yang dinamis antara individu-individu dalam situasi sosial.

Anggota yang secara langsung terlibat dan menjalani dinamika kelompok dalam bimbingan kelompok juga akan dapat mencapai tujuan ganda, yaitu mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri untuk memperoleh kemampuan-kemampuan sosial seperti kemampuan beradaptasi, dan segi lain diperoleh berbagai informasi, wawasan, pemahaman, nilai dan sikap, serta


(44)

berbagai alternatif yang akan memperkaya pengalaman yang dapat mereka pratikkan dalam kehidupan sehari- hari.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok merupakan proses suatu bantuan yang diberikan pemimpin kelompok kepada anggota kelompok untuk memperoleh informasi yang bermanfaat yang dapat digunakan untuk menyusun rencana, mengambil keputusan yang tepat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya. Dimana dalam layanan bimbingan kelompok tersebut diperlukan adanya dinamika kelompok untuk meningkatkan interaksi antara pemimpin kelompok dan anggota kelompok.

2.3.2 Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok

Kesuksesan layanan bimbingan kelompok sangat dipengaruhi sejauh mana tujuan yang akan dicapai dalam layanan layanan kelompok yang diselenggarakan. Seperti yang dikemukakan oleh Shertzer & Stone (1980:361), tujuan secara umum dari bimbingan kelompok adalah:

1) Providing educational-vocational and personal-social information to students. 2) Enabling students to discuss and engage in personal and career planning

activities.

3) Giving students opportunities to investigate and discuss common problems, goals, and solutions.

Berdasarkan pendapat Shertzer & Stone tujuan bimbingan kelompok yaitu memberikan informasi mengenai bidang belajar, karier, pribadi dan sosial pada siswa, memungkinkan siswa untuk mendiskusikan dan terlibat dalam perencanaan karier dan kegiatan pengembangan pribadi, dan memberikan siswa kesempatan untuk menyelidiki dan membahas masalah yang sedang menjadi perhatian, tujuan pembahasan topik tersebut dan solusinya.


(45)

Menurut Prayitno (1995:178) tujuan bimbingan kelompok yaitu agar setiap anggota:

1) Mampu berbicara di muka orang banyak

2) Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan kepada banyak orang

3) Belajar menghargai pendapat orang lain

4) Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya 5) Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi

(gejolak kejiwaan yang bersifat negatif) 6) Dapat bertenggang rasa

7) Menjadi akrab satu sama lainnya

8) Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau menjadi kepentingan bersama.

Romlah (2001:13) mengemukakan tujuan bimbingan kelompok adalah sebagai berikut:

1) Memberikan kesempatan- kesempatan pada siswa belajar hal- hal penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan sosial.

2) Memberikan layanan- layanan penyembuhan melalui kegiatan kelompok dengan mempelajari masalah- masalah manusis pada umumnya, menghilangkan ketegangan- ketegangan emosi menambah pengertian mengenai dinamika kelompok dan mengarahkan kembali energi yang terpakai untuk memecahkan masalah- masalah tersebut dalam suasana yang permisif.

3) Untuk mencapai tujuan- tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan efektif daripada melalui kegiatan bimbingan individual.

4) Untuk melasanakan layanan konseling secara lebih efektif. Dengan mempelajari masalah- masalah yang umum dialami oleh individu dan dengan meredakan atau menghilangkan hambatan- hambatan emosional melalui kegiatan kelompok, maka pemahaman terhadap masalah individu menjadi lebih mudah.

Sedangkan menurut Wibowo (2002:162) “layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk membantu mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan pada diri peserta didik, mengubah sikap dan perilaku peserta didik melalui penyajian informasi yang teliti atau menekankan dorongan untuk berfungsinya kemampuan-kemampuan kognitif atau intelektif ”. Tujuan yang ingin dicapai melalui layanan bimbingan kelompok yaitu pengembangan pribadi, dan


(46)

pembahasan masalah atau topik-topik umum secara luas dan mendalam yang bermanfaat bagi para anggota. Melalui layanan bimbingan kelompok peserta didik dapat diajak untuk bersama-sama mengemukakan pendapat tentang sesuatu dan membicarakan topik-topik penting, mengembangkan nilai-nilai tentang hal tersebut, dan mengembangkan langkah-langkah bersama untuk menangani permasalahan yang dibahas di dalam kelompok.

Dari tujuan yang telah dipaparkan oleh beberapa ahli di atas dapat disimpulkan, tujuan umum bimbingan kelompok yaitu berkembangnya kemampuan bersosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan dan tujuan khususnya yaitu membahas topik- topik tertentu mengandung permasalahan aktual dan menjadi perhatian peserta dengan topik -topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi tingkah laku yang lebih efektif.

2.3.3 Fungsi Layanan Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk memungkinkan siswa secara bersama- sama memperoleh berbagai bahan atau informasi (terutama dari guru pembimbing) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari- hari baik sebagai individu maupun sebagai siswa, anggota keluarga dan masyarakat. Dengan layanan bimbingan kelompok siswa diajak bersama-sana mengemukakakn pendapat tentang topik-topik yang dibicarakan dan mengembangkan bersama permasalahan yang dibicarakan pada kelompok. Sehingga terjadi komunikasi


(47)

antara individu di kelompoknya kemudian siswa dapat mengembangkan sikap dan tindakan yang diinginkan dapat terungkap di kelompok.

Menurut Wibowo (2002:163) “fungsi utama bimbingan dan konseling yang didukung oleh layanan bimbingan kelompok ialah fungsi pemahaman dan pengembangan”. Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman peserta didik terhadap diri sendiri dan pemahaman terhadap lingkungan sosial peserta didik. Pemahaman yang baik tentang hal-hal tersebut akan memungkinkan peserta didik menjalani kehidupan di sekolah dan di luar sekolah secara baik sebagaimana yang dikehendaki. Fungsi pengembangan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.

Menurut Mugiarso (2007:66) fungsi utama layanan bimbingan kelompok adalah sebagai berikut:

1) Fungsi Pemahaman

Dengan fungsi ini memungkinkan pihak-pihak yang berkepentingan dengan peningkatan perkembangan dan kehidupan klien (yaitu klien sendiri, konselor, dan pihak ketiga), memahami berbagai hal yang essensial berkenaan dengan perkembangan dan kehidupan klien. Dalam hal ini fokus utama pelayanan bimbingan dan konseling yaitu klien dengan berbagai permasalahannya, dan dengan tujuan-tujuan konseling. Pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang diri klien, beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh pihak-pihak lain yang membantu klien, termasuk juga pemahaman tentang lingkungan diri klien.

2) Fungsi Pengembangan

Fungsi ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat membantu para klien dalam mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah, dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini, hal-hal yang dipandang positif dijaga agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian klien dapat mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.


(48)

Dengan demikian selain dapat menciptakan hubungan baik diantara anggota kelompok, kemampuan berkomunikasi antar anggota kelompok dan untuk mengembangkan sikap. Jadi fungsi utama dari layanan bimbingan kelompok adalah fungsi pemahaman dan pengembangan.

2.3.4 Asas-Asas Layanan Bimbingan Kelompok

Menurut Prayitno (1995:79) bahwa ada 4 asas yang perlu dilaksanakan dalam bimbingan kelompok yaitu sebagai berikut: (1) asas kerahasiaan, (2) asas keterbukaan, (3) asas kesukarelaan dan (4) asas kenormatifan.

Asas Kerahasiaan yaitu semua yang hadir harus menyimpan dan merahasiakan apa saja, data dan informasi yang didengar dan dibicarakan dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Asas keterbukaan yaitu semua peserta bebas dan terbuka mengeluarkan pendapat, ide, saran, dan apa saja yang dirahasiakannya dan dipikirkannya, tidak merasa takut, malu atau ragu-ragu, dan bebas berbicara tentang apa saja, baik tentang dirinya, sekolah, pergaulan dan keluarga. Asas kesukarelaan, yaitu semua peserta dapat menampilkan dirinya secara spontan tanpa malu-malu atau dipaksa oleh teman yang lain atau oleh pemimpin kelompok. Asas kenormatifan yaitu semua yang dibicarakan dan yang dilakukan dalam kelompok tidak boleh bertentangan dengan norma-norma dan peraturan yang berlaku; semua yang dilakukan dan dibicarakan dalam bimbingan kelompok harus sesuai dengan norma-norma dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku.


(49)

Jadi, pada dasarnya ada empat asas yang perlu diterapkan dalam kegiatan layanan bimbingan kelompok. Adapun keempat asas itu yaitu asas kerahasiaan, asas keterbukaan, asas kesukarelaan, dan asas kenormatifan. Keempat asas tersebut harus benar-benar dilaksanakan agar kegiatan layanan bimbingan kelompok dapat terlaksana secara optimal.

2.3.5 Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok

Pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan kelompok dilakukan dengan menggunakan format kegiatan kelompok, sehingga dalam pelaksanaannya kegiatan bimbingan kelompok dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 7 s/d 15 orang. Pada pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok dilakukan dalam beberapa tahapan kegiatan.

Menurut Corey (1984:78-116) ada 4 tahap dalam bimbingan kelompok, yaitu:

1) Stage 1: Initial stage: orientation and exploration.

The initial stage of a group is a time of orientation and exploration, determining the structure of the grou, getting aquainted, and exploring the members expectations. During this phase, members learn how the group functions, define their own goals, clarify their expectations, and look for their place in the group. 2) Stage 2: Transition stage: dealing with resistance.

The transition stage is generally characterized by increased anxiety and defensiveness. These feelings normally give way to genuine openess and trust inthe stages that follow.

3) Stage 3: Working stage: cohesion and productivity.

The working stage is characterized by explorationof sicnificant problems and by effective action to bring about the desired behavioral changes. This is the time when are responsiblefor their lives.

4) Stage 4: Final stage: consolidation and termination

During the termination phase that consolidation of learning occurs; this is a time for summarizing, pulling together loosends, and integrating and interpreting the group experience.


(50)

Berdasarkan pendapat Corey pelaksanaan bimbingan kelompok terdiri dari 4 tahap yaitu (1) tahap awal: orientasi dan eksplorasi. Langkah awal dalam tahap ini adalah orientasi dan eksplorasi untuk menentukan struktur dalam kelompok, memperoleh keakraban dan kesempatan untuk menyelidiki harapan para anggota. Selama tahap ini para anggota dibantu untuk memahami kondisi dan situasi dalam kelompok, fungsinya dalam kelompok, tujuan dan harapannya pada kelompok. Anggota kelompok juga diharapkan dapat memahami perannya dalam kelompok. (2) tahap peralihan: berhadapan dengan pertahanan. Pada tahap ini biasanya mulai muncul kecemasan dan kekhawatiran pada anggota kelompok karena akan memasuki tahap kegiatan. Anggota biasanya merasa cemas dengan situasi kelompok dan topik yang akan dibahas. Maka pada tahap ini diperlukan adanya relaksasi yang biasanya berupa permainan ringan untuk membuat anggota kelompok merasa lebih nyaman. Pemimpin kelompok harus dapat menilai situasi dalam kelompok sebelum memasuki tahap kegiatan sehingga perlu menanyakan kesiapan dan pemahanan anggota kelompok mengenai kegiatan kelompok. Bila perlu pemimpin kelompok dapat mengulangi penjelasannya mengenai fungsi, peran anggota kelompok dan gambaran kegiatan yang akan dilakukan dalam kelompok. (3) tahap kegiatan: kohesi dan produktivitas. Pada tahap ini dimulailah pembahasan mengenai topik yang menjadi perhatian para anggota. Anggota kelompok diharapkan dapat aktif dan berperan dalam pembahasan topik ini. Pada tahap ini sangat memungkinkan bagi anggota kelompok untuk mempelajari perilaku-perilaku yang positif dan mengalami perubahan perilaku, dan (4) tahap pengakhiran: konsolidasi dan pengakhiran. Pada tahap ini kegiatan kelompok


(51)

mengarah pada kesimpulan mengenai pembahasan topik yang telah dilakukan. Selain itu juga mengeksplorasi pengalaman baru yang diperoleh anggota kelompok selama mengikutikegiatan kelompok.

Prayitno (1995:40-60) mengemukakan gambaran dari keempat tahap bimbingan kelompok secara ringkas:

1) Tahap Pembentukan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah: mengungkapkan pengertian dan tujuan bimbingan kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling; menjelaskan (a) cara-cara, dan (b) asas-asas kegiatan kelompok; saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri masing-masing anggota; serta permainan dan penghangatan atau keakraban.

2) Tahap Peralihan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah: menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya; menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan selanjutnya; membahas suasana yang terjadi dan meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota.

3) Tahap Kegiatan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah:

a) Masing- masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik bahasan (pada kelompok bebas). Sedangkan pada kelompok tugas, pemimpin kelompok mengemukakan suatu masalah atau topik.

b) Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terdahulu (pada kelompok bebas). Sedangkan pada kelompok tugas, melakukan tanya jawab antara anggota dan pemimpin kelompok tentang hal- hal yang belum jelas yang menyangkut masalah atau topik yang dkemukakan pemimpin kelompok.

c) Anggota membahas masalah atau topik tersebut secara mendalam dan tuntas, bila perlu ada kegiatan selingan.

4) Tahap Pengakhiran

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri; pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil- gasil kegiatan; membahas kegiatan lanjutan dan mengemukakan kesan dan harapan.

2.3.6 Operasionalisasi Layanan Bimbingan Kelompok

Dalam mempersiapkan penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok, agar dapat berjalan efektif, maka perlu dilaksanakan tahap-tahap layanan secara sistematis, tahap-tahap tersebut dioperasionalisasikan dalam tabel berikut ini:


(52)

Tabel 2.1

Operasionalisasi Layanan Bimbingan Kelompok Kelas IX SMP N 1 Kandeman Kabupaten Batang No Komponen Bimbingan Kelompok

(BKp)

Uraian Kegiatan 1. Perencanaan 1. Mengidentifikasi topik

yang akan dibahas dalam BKp (yaitu topik tugas)

2. Membentuk kelompok

3. Menyusun jadwal kegiatan

a.Mencari informasi dari berbagai sumber: internet, dan buku.

b.Pemimpin kelompok (PK) menentukan topik tugas yang akan dibahas berdasarkan variabel dalam penelitian yaitu Asertivitas.

c.Topik tugas yang dibahas adalah pengertian asertivitas, pentingnya berkomunikasi dalam kehidupan, menerapkan perilaku asertif di dalam kelas, meningkatkan kepercayaan diri, cara untuk mengendalikan emosi, pentingnya bersikap tegas dalam kehidupan sehari-hari, bersikap jujur dalam kehidupan, dan keterbukaan diri.

a. Membentuk anggota kelompok berdasarkan analisis pre test, yaitu siswa-siswa yang memiliki asertivitas dengan kriteria sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah.

a. Menyusun jadwal kegiatan dengan menyesuaikan jam pelajaran yang memungkinkan digunakan kegiatan bimbingan kelompok.

b. Dalam satu minggu diadakan 2 kali pertemuan, untuk harinya akan ditetapkan sesuai dengan kesepakatan antara guru pembimbing dan juga guru mapel yang bersangkutan.


(53)

4. Menetapkan prosedur layanan

5. Menetapkan fasilitas layanan

6. Menyiapkan kelengkapan administrasi

a. Memberitahukantata cara pelaksanaan bimbingan kelompok pada anggota

b. Menentukan peraturan yang disepakati bersama

c. Mengumumkan waktu dan tempat pelaksanaan

a. Menyiapkan ruangan BK untuk dijadikan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan bimbingan kelompok.

b. Mengunakan kursi plastik dengan posisi duduk melingkar.

a. Menyiapkan alat tulis dan daftar hadir anggota kelompok.

b. Menyiapkan lembar resume. c. Menyiapkan materi topik tugas 2. Pelaksanaan 1. Mengkomunikasikan

rencana layanan BKp.

2. Mengkoordinasikan kegiatan layanan BKp.

3. Menyelenggarakan layanan BKp melalui tahap-tahap

pelaksanaannya: a. Pembentukan b. Peralihan

a. Bertemu langsung dengan anggota. b. Memberitahukan kepada anggota

mengenai waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan BKp.

a. Memastikan kesiapan dan kelengkapan kelompok

b.Memastikan kelengkapan sarana dan prasarana berupa lembar resume, daftar hadir, dan ruangan.

c. Menentukan pelaksanaan kegiatan dengan posisi duduk melingkar/ roda.

a. Pembentukan

1) Mengucapkan salam. 2) Berdo’a.

3) Membagi daftar hadir. 4) Mengadakan kontrak waktu. 5) Menjelaskan arti bimbingan


(54)

c. Kegiatan d. Pengakhiran

kelompok.

6) Menjelaskan tujuan dari kegiatan bimbingan kelompok. 7) Menjelaskan tentang asas-asas

bimbingan kelompok.

8) Menjelaskan tentang aturan atau norma-norma yang harus

dipatuhi oleh setiap anggota kelompok selama kegiatan kelompok.

9) Perkenalan dari masing-masing anggota dan pemimpin

kelompok.

10) Menumbuhkan sikap saling percaya dan hangat.

11) Menjelaskan peranan anggota kelompok dalam kelompok tugas.

12) Mengadakan permainan bila diperlukan, untuk

menghangatkan suasana dalam kelompok.

b. Peralihan

1) Mengamati kesiapan anggota kelompok

2) Membahas suasana perasaan dalam kelompok.

3) Menjelaskan bahwa kegiatan inti akan segera dimulai.

c. Kegiatan

1) Menyampaikan topik tugas yang akan dibahas.

2) Memberikan kesempatan kepada masing-masing anggota untuk berpendapat tentang topik yang telah ditentukan (topik tugas). 3) Membahas topik bersama-sama. d. Pengakhiran

1) Pemimpin mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.

2) Pemimpin mengemukakan hasil pembahasan (kesimpulan). 3) Membahas kegiatan lanjutan. 4) Menanyakan pesan dan kesan. 5) Mengucapkan terima kasih.


(55)

6) Berdo’a.

7) Mengucapkan salam.

3. Evaluasi 1. Menetapkan materi evaluasi

2. Menetapkan prosedur evaluasi

3. Menyusun instrument evaluasi

4. Mengoptimalisasikan instrument evaluasi

5. Mengolah hasil instrument

a. Evaluasi proses (pada waktu kegiatan).

b. Evaluasi segera (melalui laiseg lisan dan tertulis).

c. Evaluasi hasil.

a. Diskusi b. Tanya jawab

a. Menyusun pertanyaan secara tertulis (laiseg BKp).

b. Membuat resum dari hasil kegiatan.

Mengaplikasikan instrumen yang dibuat (setelah selesai kegiatan BKp anggota kelompok mengisi laiseg).

Setelah diperoleh hasil, kemudian dianalisis / interpretasi

4. Analisis Hasil Evaluasi

1. Menetapkan norma / standar analisis

2. Melakukan analisis

3. Menafsirkan hasil analisis

a. Membuat batasan-batasan dari segi aspek yang akan dibahas.

b. Mengamati partisipasi dan aktivitas anggota kelompok.

Menginterpretasikan hasil bimbingan kelompok kemudian ditulis.

Membuat kesimpulan hasil analisis kegiatan bimbingan kelompok.

5. Tindak Lanjut

1. Menetapkan jenis dan arah tindak lanjut

Jenis tindak lanjut disesuaikan dengan permasalahan dan diarahkan pada anggota yang memiliki fokus masalah tersebut (konseling individu/ konseling kelompok).


(56)

2. Mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak terkait

3. Melaksanakan rencana tindak lanjut

Memberitahukan kepada pihak yang terkait (Guru Pembimbing) mengenai tindak lanjut.

Tindak lanjut dilaksanakan sesuai permasalahan yang dihadapi, misalnya melakukan konseling individu /

kelompok. 6. Laporan 1. Menyusun laporan

layanan BKp

2. Menyampaikan laporan kepada pihak terkait

3. Mendokumentasikan laporan layanan

Mengumpulkan semua data selama kegiatan untuk menyusun laporan hasil kegiatan BKp (hasil diskusi, evaluasi, satlan, resume dll).

a. Mendeskripsikan bagaimana proses pada tahap pembentukan, peralihan, kegiatan, dan pengakhiran secara tertulis.

b. Menyusun laporan secara sistematis.

a. Laporan hasil bimbingan kelompok yang sudah jadi disampaikan kepada kepada pihak guru pembimbing dan dosen pembimbing.

b. Menggandakan hasil laporan untuk disimpan dan bila ada keperluan yang terkait.

2.3.7 Penilaian Layanan Bimbingan Kelompok

Penilaian atau evaluasi kegiatan layanan bimbingan kelompok diorientasikan kepada perkembangan pribadi siswa dan hal-hal yang dirasakan oleh anggota berguna. Penilaian kegiatan bimbingan kelompok dapat dilakukan secara tertulis, baik melalui essay, daftar cek, maupun daftar isian sederhana (Prayitno, 1995:81).


(1)

LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM PELAYANAN KONSELING SATUAN LAYANAN (SATLAN)

SATUAN KEGIATAN PENDUKUNG (SATKUNG)

Sekolah : SMP Negeri 1Kandeman Bulan : September 2011

Kelas : IX Minggu : I (6 September 2011)

Praktikan : Khalimatussa’ Diyah No. Tanggal

Kegiatan Jam Pemb. Sasaran Kegiatan Kegiatan

Layanan/Pendukung Materi Kegiatan

Evaluasi

Hasil Proses

1. Selasa, 06-09-2011

08.30 10 siswa Kelas IX

Layanan Bimbingan Kelompok

Keterbukaan diri  Laiseg : siswa dapat

memahami mengenai materi yang disampaikan, siswa juga merasa senang selama pelaksanaan kegiatan layanan  Laijapen : siswa dapat

mengetahui tentang keterbukaan diri dan bagaimana untuk menjadi seorang yang terbuka.

Kegiatan berjalan lancar. Beberapa siswa dapat

mengemukakan pendapat dan gagasannya. Siswa yang semula sering diam, pelan-pelan sudah mau untuk mengemukakan pendapatnya.

Batang, 6 September 2011

Mengetahui,

Guru Pembimbing Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Pemberi Layanan

Kasobar, S.Pd Dra. Ninik Setyowani, M.Pd Dra. Sinta Sarasawati ,M.Pd.,Kons Khalimatussa’ Diyah

NIP.19650927 1989021 001

NIP.19521030 197903 2 001

NIP. 19600605 199903 2 001

NIM. 1301406519


(2)

211

LAPORAN PELAKSANAAN PROGRAM PELAYANAN KONSELING SATUAN LAYANAN (SATLAN)

SATUAN KEGIATAN PENDUKUNG (SATKUNG)

Sekolah : SMP Negeri 1Kandeman Bulan : September 2011

Kelas : IX Minggu : I (7 September 2011)

Praktikan : Khalimatussa’ Diyah No. Tanggal

Kegiatan Jam Pemb. Sasaran Kegiatan Kegiatan

Layanan/Pendukung Materi Kegiatan

Evaluasi

Hasil Proses

1. Rabu, 07-09-2011

07.00 10 siswa Kelas IX (Kelompok Kontrol)

Aplikasi Instrumentasi Post-Test Kegiatan berjalan dengan lancar siswa dapat mengisi skala sesuai dengan keadaannya.

2. 08.00 10 siswa

Kelas IX (Kelompok Eksperimen)

Aplikasi Instrumentasi Post-Test Kegiatan berjalan dengan lancar siswa dapat mengisi skala sesuai dengan keadaannya.

Batang, 7 September 2011

Mengetahui,

Guru Pembimbing Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Pemberi Layanan

Kasobar, S.Pd Dra. Ninik Setyowani, M.Pd Dra. Sinta Sarasawati ,M.Pd.,Kons Khalimatussa’ Diyah

NIP.19650927 1989021 001

NIP.19521030 197903 2 001

NIP. 19600605 199903 2 001

NIM. 1301406519


(3)

Gambar 1

Foto pada saat try out kelas IX A

Gambar 2

Foto pada saat pre test


(4)

213

Gambar 3

Foto kegiatan bimbingan kelompok (kelompok eksperimen)

Gambar 4


(5)

Gambar 5

Foto kegiatan bimbingan kelompok (kelompok eksperimen)

Gambar 7


(6)

215

Gambar 7

Foto kegiatan bimbingan kelompok (kelompok eksperimen)

Gambar 8