Karomah Aulia

E. Karomah Aulia

Menurut keyakinan seorang muslim yang telah me- mahami ajaran agama Islam, sesuatu yang ada ini adalah terdiri dari dua alam nyata (fisika) dan alam tidak nyata (metafisika). Allah adalah Dzat yang menciptakan segala yang ada dan semua makhluk baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan. Allah bukan saja menciptakan segala yang ada ini, bahkan Allah yang mengaturnya dengan memberikan aturan, hukum, atau undang-undang yang ha- rus ditaati dan dilaksanakan. Kepala alam dan manusia, Allah memberikan hukum sunnatullah dan syariat yang ber- laku hukumnya bagi manusia dan alam. Perbuatan yang bertentangan dengan sunnatullah tidak mungkin terjadi

95 Ibid., 95 Ibid.,

Dalam al-Quran disebutkan ada lima hal gaib (al- mughayyabah al khamsu) yang mutlak hanya ada pada pe-

ngetahuan Allah. 96

Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui segala yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha dalam pengetahuan-Nya. (QS Luqman: 34)

Oleh karena itu dalam surat al- An‟am ayat 50 Nabi Muhammad saw disuruh berkata, 97

96 Al-Quran, op.cit., hal. 414 97 Ibid., hal. 133

Katakanlah, “Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa perbendaharaan Allah ada pada aku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku berkata kepadamu bahwa aku seorang malaikat, aku tidak mengikuti

yang diwahyukan kepadaku."”Katakanlah, “Apakah sama antara orang yang buta dengan orang yang melihat?” Tidakkah kamu memikirkan(nya)? (QS al- an‟am: 50)

kecuali

apa

Jadi pada prinsipnya pengetahuan yang gaik hanya pada Allah saja, sehingga para rasul dan malaikat tidak bi- sa tahu, kecuali kalau sebelumnya diberitahu oleh Allah

swt. Dalam surat al-Jin ayat 26 dan 27 al-Quran berkata, 98

(Yaitu Tuhan) Yang Maha Mengetahui yang gaib, dan Dia tidak menyatakan kepada seorang pun tentang yang gaib itu kecuali kepada rasil yang diridlai-Nya. Maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS al-Jinn: 26- 27)

Al-Imam Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya yang ter- kenal menjelaskan bahwa pengetahuan seorang rasul atau nabi merupakan mukjizat, di mana oleh Allah telah diperli-

hatkan terlebih dahulu kepada mereka. 99 Hal ini sesuai de- ngan pengakuan Nabi Ya'‟ub as di hadapan para putranya

dengan ucapan, 100

98 Ibid., hal. 573 99 Abu al- Fida’ Ismail Ibn Katsir al-Qurasyiy ad-Dimasyqiy, Tafsir al-

Quran al-Adhim , juz 4, Singapura, Su layman Mar’iy, t.t., hal. 433 100 Al-Quran, op.cit., hal. 247

Aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tidak mengetahuinya. (QS Yusuf: 96)

Demikian pula perkataan Nabi Hidlir as sewaktu akan menerima Nabi Musa sebagai muridnya seperti terse-

َىِعَم َعٌِطَتْسَت نَل َنَّنِإ َلاَل ا ًًۭرْبَص , artinya: Dia menjawab, “Sesungguhnya kamu

but dalam surat al-Kahfi ayat 67

sekali- kali tidak akan sanggup sabar bersama aku;” yang dijawab oleh Nabi Musa,

َلآ َو ا ًًۭرِباَص ُ َّللَّٱ َءٓاَش نِإ ٓىِنُد ِجَتَس ا ًًۭرْمَأ َنَل ى ِصْعَأ artinya “Insyaallah kamu akan mendapati

aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.” 101 Kesudahan

dari masalah kedua nabi tersebut berakhir sebagaimana ramalan Nabi Hidlir as. Itu semua bukan merupakan pengetahuan Nabi Hidlir as an sich, namun pemberitahuan lebih dahulu kepadanya dari Allah swt.

Nampaknya hukum Allah berupa hukum alam, hu- kum causalitas, dan lain-lainnya dapat berubah kalau yang Mencipta hukum yang Berkuasa itu menghendakinya. Ka- rena sunnatullah merupakan suatu kebiasaan yang bersifat permanental validity, sehingga kalau ada hal-hal yang me- nyimpang, orang melupakan siapa Yang Berkuasa meng- ubah kebiasaan tersebut.

Al-Ustadz Abbas Mahmud al-Aqqad dalam al-Falsa- fah al-Quraniyyah berkata dengan mensitir kata-kata al-

Imam al-Ghazaliy, 102

101 Ibid., hal. 301 102 Abbas Mahmud al-Aqqad, al-Falsafah al-Quraniyyah, Kairo, Lajnah

at- Ta’lif wa at-Tarjamah, 1947, hal. 15

Lawan (ahli filsafat) menganggap bahwa yang dapat menimbulkan kebakaran hanya api belaka. Memang ini terjadi karena demikianlah dengan sendirinya, tetapi tidak secara ikhtiar, maka tidak bisa terjadi kebakaran karena api yang biasanya membakar. Hal ini tidak benar sebab yang membuat terbakar hanyalah Allah belaka, baik dengan perantaraan malaikat maupun tidak. Adapun api sendiri hakekatnya hanya benda yang tidak berkuasa apa-apa. Bagi golongan ahli filsafat, tidak ada alasan bagi kata-kata mereka kecuali terlihat timbulnya kebakaran karena ada api. Penglihatan ini hanya membuktikan terjadinya kebakaran, tetapi tidak menunjukkan bagaimana terjadinya kebakaran itu dan siapa yang mengadakan itu.

Oleh karena itu bagi al-Ustadz Abbas Mahmud al- Aqqad mukjizat para rasul tidak bertentangan dengan akal yang rasional, tetapi hanya bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku dan kelaziman yang sudah ada belaka. Padahal untuk megatasi suatu kemacetan dan kemudlaratan terkadang orang harus berani mengambil langkah yang tidak konvensional dan tidak rasional baik dalam bidang hukum, tradisi, maupun politik kenegaraan dan persoalan human relationship yang lain. Berdasarkan hal ini maka mukjizat atau karomah yang terjadi untuk para ulama bukanlah soal yang tidak wajar, bahkan merupakan soal biasa walau tidak secara geroutineerd, sudah berlaku sehari-hari.

Di dalam agama Islam, sud ah menjadi amrun mu‟ta- qadun bahwa sesudah Nabi saw sebagai nabi terakhir dan rasul penutup segala rasul wafat, maka tidak mungkin ada nabi dan rasil lagi. Yang ada hanya para ulama yang men- jadi pewaris tugas para nabi dan aulia. Para aulia dalam Di dalam agama Islam, sud ah menjadi amrun mu‟ta- qadun bahwa sesudah Nabi saw sebagai nabi terakhir dan rasul penutup segala rasul wafat, maka tidak mungkin ada nabi dan rasil lagi. Yang ada hanya para ulama yang men- jadi pewaris tugas para nabi dan aulia. Para aulia dalam

ucapkan oleh al-Bushiriy dalam salah satu syairnya, 103

Segala karomah manusia adalah mukjizat Yang telah digali dari perbendaharaanmu oleh para wali.

Apakah mungkin karomah para aulia sebagaimana mukjizat bertentangan dengan sunnatullah? Pada prinsip- nya mungkin dan bisa. Sebab karomah adalah sama juga dengan mukjizat dengan pengertian bahwa mukjizat dan karomah adalah sama-sama merupakan pemberian Allah swt.

Dapatkah karomah bertentangan dengan syariat? Dalam hal ini ada dua pendapat di kalangan umat Islam. Ada yang mengatakan hal itu boleh saja kalau memang ter- dapat hikmah dan ibrah, tetapi ada yang mengatakan tidak mungkin seorang wali berbuat maksiat atau melanggar sya- riat.

Pendapat pertama berdasar atas perbuatan Nabi Hi- dlir as sewaktu membunuh anak kecil yang belum mukallaf dan tidak punya dosa sehingga waktu itu perbuatannya

diprotes oleh Nabi Musa as, 104

Maka berjalanlah keduanya hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Hidlir membu- nuhnya. M usa berkata, “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena ia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar.” (QS al-Kahfi: 74)

103 Muhammad Musthafa Abu al- A’la, Hadits al-Islam., juz 1, Mesir, Musthafa al-Babiy al-Halabiy, 1958, hal. 15

104 Al-Quran, op.cit., hal. 301

Pendapat kedua adalah dari Rais at-Thaifah al-Imam Junaid al-Baghdadiy ketika ditanya apakah bisa seorang wali Allah berbuat maksiat. Beliau menjawab, “Kalau Allah menghendaki, mungkin juga seorang wali akan berbuat maksiat. Tetapi karena barokah ketaatannya, selalu berdzi- kir kepada Allah, mereka selalu mahfudh, dijaga oleh Allah untuk tidak berbuat maksiat.” Hal ini sama dengan keadaan Nabi Yusuf as sewaktu masih menjadi pemuda mengha- dapi percobaan isteri raja muda yang cantik jelita di negeri Mesir, saat mana detik-detik yang gawat akhirnya Allah menyelamatkan beliau dari perbuatan zina. Demikian juga Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy waktu menghadapi setan ib- lis yang berupa Tuhan dan menyuruh mulai saat itu, karena Allah sudah membebaskan khusus Syaikh Abdul Qadir al- Jailaniy, untuk berbuat muharromat sebab kewaliannya yang tinggi. Penolakan Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy atas ajakan setan pada momentum yang gawat itu merupakan hafdhotan dari al-Mawla Allah swt.

Imam al-Juwainiy berkata, 105

Kalau ada persoalan: Apakah beda antara mukjizat dan karo mah? Maka kami jawab, “Itu tak ada perbedaannya menurut pendapat akal. Hanya bedanya mukjizat diberi- kan sesuai dengan sifat dakwah nabi. Dan orang yang percaya pada karomah aulia tidak dapat memungkiri me nurut dalil sam‟iy. Misalnya para ashabul kahfi (yang mendapat karomah tidur 300 tahun) dan tanda-tanda

105 Al-Imam al-Haramayn al-Juwainiy, Kitab al- Irsyad Ila Qawathi’i al- Adillah fi Ushul al- I’tiqad, Mesir, Maktabah al-Khanjiy, t.t, t.t., hal. 319-320 105 Al-Imam al-Haramayn al-Juwainiy, Kitab al- Irsyad Ila Qawathi’i al- Adillah fi Ushul al- I’tiqad, Mesir, Maktabah al-Khanjiy, t.t, t.t., hal. 319-320