La Ilaha Illallah, Muhammadur Rasulullah, Abdul Qa- dir al-Jailaniy Waliyyullah

G. La Ilaha Illallah, Muhammadur Rasulullah, Abdul Qa- dir al-Jailaniy Waliyyullah

Ucapan sebagaimana tercantum dalam subjudul di atas adalah suara kokok ayam yang telah berhasil hidup kembali sesudah dimasak dan akan menjadi hidangan Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy. Demikianlah yang disebut sebagai salah satu karomah beliau yang tercantum dan dibaca dalam kitab manakib Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy.

Memang dalam berbagai kitab seperti Karamah al- Awliya‟ karya an-Nabhaniy, Hayat al-Hayawan karya ad- Damiriy, dan at-Thabaqah al-Kubra karya asy- Sya‟raniy di- sebutkan peristiwa ayam, tetapi tanpa keterangan ada kokok ayam sebagaimana disebutkan di atas. Baik ada atau tidak ada kokok ayam, yang menjadi masalah adalah bahwa bacaan tersebut sudah dilazimkan oleh pembaca manakib. Biasanya bila pembacaan sudah sampai di situ, alhadlirun wal mustami‟un, para hadirin dan pendengar secara reflek atau instruktif bersama-sama mengulangi pembacaan itu sekali sampai tiga kali atau lebih. Bukankah itu suatu bentuk dzikir yang harus dipikirkan hukumnya? Jika ayam itu benar berkokok demikian, maka ini merupakan ikjab terhadap kekuasaan Allah dan tahqiq terhadap kewalian Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy. Sebenarnya kewalian dari Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy tidak dapat diragukan lagi, baik ada kokok ayam yang demikian atau tidak.

Paling tidak ada tiga alasan seseorang tidak setuju kepada ucapan tersebut:

1. Karena tasyabuh atau serupa dengan ucapan dan iktikad golongan Syiah la ilaha illallah, muhammadur rasulullah, aliy ibn abi thalib waliyyullah.

2. Sighat tersebut menjadi talqinudz dzikr bagi orang Islam.

3. Penambahan satu kalimat lagi dalam kalimat sya- hadat, sehingga merupakan tsalatsu syahadat.

Persoalannya, jika betul ayam tersebut berkokok demikian dan bukan iftiraq, maka kata-kata ayam tersebut tak mungkin dihapus dan diubah dari kitab-kitab manakib yang sudah ada. Untuk klarifikasi makna tasyabuh, talqi- nudz dzikr, dan penambahan kalimat syahadat perlu dicer- mati ulasan berikut.

Tasyabuh

Dalam ucapan tersebut terdapat tasyabuh. Hanya saja tidak dapat diterima anggapan menempatkan kata Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy Waliyyullah itu berarti sama dengan kedudukan Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy sebagai wali dengan Nabi Muhammad sebagai rasul atau Allah sebagai Tuhan. Bahkan dengan penyebutan ini dapat diamankan penyelewengan di bidang akidah. Kalau sekira- nya tidak demikian, orang bisa saja akan mengangkat Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy sebagai nabi atau tuhan lan- taran terlalu kultus kepada pribadinya.

Talqinudz dzikr

Adapun kekhawatiran kata-kata tersebut menjadi tal- qinudz dzikr yang menjadi amaliah golongan ahli manakib khususnya dan ahli Thariqah Qadiriyah umumnya, maka sepanjang pengetahuan dan penyelidikan yang ada hanya diucapkan pada waktu si pembaca manakib datang kepada masalah ayam yang sedang berkokok. Tak satupun ahli manakib membacanya pada kesempatan yang lain, baik hal itu dilakukan pada waktu khususiyah maupun majlis dzikir yang lain. Sebab pada dasarnya umat Islam dilarang melakukan dzikir dengan sighat dzikir yang mubham atau madatudz dzikr yang masih menimbulkan keraguan di kalangan umat Islam. Madatudz dzikr dan sighatudz dzikr harus jelas dari tuntunan Rasulullah atau dari Kitab Allah. Oleh karena itu sighatudz dzikr bagi umat Islam biasanya adalah kalimat thayibah, lafdhul jalalah, tasbih, tahmid, tak- bir, memperbanyak salawat kepada Nabi, atau membaca Adapun kekhawatiran kata-kata tersebut menjadi tal- qinudz dzikr yang menjadi amaliah golongan ahli manakib khususnya dan ahli Thariqah Qadiriyah umumnya, maka sepanjang pengetahuan dan penyelidikan yang ada hanya diucapkan pada waktu si pembaca manakib datang kepada masalah ayam yang sedang berkokok. Tak satupun ahli manakib membacanya pada kesempatan yang lain, baik hal itu dilakukan pada waktu khususiyah maupun majlis dzikir yang lain. Sebab pada dasarnya umat Islam dilarang melakukan dzikir dengan sighat dzikir yang mubham atau madatudz dzikr yang masih menimbulkan keraguan di kalangan umat Islam. Madatudz dzikr dan sighatudz dzikr harus jelas dari tuntunan Rasulullah atau dari Kitab Allah. Oleh karena itu sighatudz dzikr bagi umat Islam biasanya adalah kalimat thayibah, lafdhul jalalah, tasbih, tahmid, tak- bir, memperbanyak salawat kepada Nabi, atau membaca

Quran surat al- 141 Isra‟ayat 110:

Katakanlah, “Serulah Allah atau serulah ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru (adalah boleh) karena Dia mempunyai nama- nama yang baik.”

Dalam ajaran Islam sudah muttaffaq alayh bahwa qi- raatul quran dan dirasatul quran yaitu membaca dan mem- pelajari al- Quran merupakan a‟dhamul awrad wa afdlaliha, wirid agung dan yang paling utama. Nabi Muhammad saw pernah berkata dalam memberikan tuntunan tentang dzikir dalam haditsnya, misal hadits riwayat Ahmad dan Thab-

raniy, 142 الله ىلص الله لوسر نأ امهرٌؼو ًناربطلاو دمحأ ىور دمف

141 Al-Quran, op.cit., hal. 293 142 Ahmad al-Kamsyanhanawiy an-Naqsyabandiy , Jami’ al-Ushul fi al- Awliya’, t.p., t.t., hal. 25

Diriwayatkan oleh Ahmad dan at-Thabraniy dan lain- lainnya bahwasanya Rasulullah saw mengajarkan dzikir kepada para sahabatnya baik bersama-sama maupun perorangan. Adapun yang kolektif, bersama-sama, adalah hadits yang dikatakan oleh Syadad ibn Aus, Kami berada di rumah Nabi saw, lalu beliau bertanya, “Apakah di antara kamu ada orang yang asing (golongan ahli kitab)?” Syadad menjawab, “Tidak.” Kemudian Nabi saw memerintahkan untuk menutup pintu dan bersabda, “Angkatlah tanganmu semua, ucapkan bersama la ilaha illallah. Alhamdulillah, ya Allah, sesungguhnya Engkau mengutus saya dengan kalimat ini, Engkau perintahkan, Engkau janjikan surga. Engkau tidak mengingkari janji. (Kepada para sahabat), ingatlah, bergembiralah, sesungguhnya Allah telah mengampuni dosamu.”

Adapun ajaran dzikir yang perorangan adalah sebagai- mana yang diriwayatkan oleh Yusuf al-Kuraniy dan lain- lainnya dengan sanad yang sahih bahwa Ali ra meminta Nabi saw, “Wahai Nabi, tunjukkan padaku jalan yang terdekat menuju Allah, termudah bagi hamba-Nya, dan paling utama bagi Allah.” Sabda Nabi saw, “Seutama- utama perkataanku dan para nabi sebelumku adalah ucapan la ilaha illallah. Seandainya tujuh langit dan tujuh bumi berada dalam satu timbangan dan kalimat la ilaha illallah dalam timbangan yang lain, pasti yang pertama lebih berat. Hari kiamat tidak akan tiba selama Adapun ajaran dzikir yang perorangan adalah sebagai- mana yang diriwayatkan oleh Yusuf al-Kuraniy dan lain- lainnya dengan sanad yang sahih bahwa Ali ra meminta Nabi saw, “Wahai Nabi, tunjukkan padaku jalan yang terdekat menuju Allah, termudah bagi hamba-Nya, dan paling utama bagi Allah.” Sabda Nabi saw, “Seutama- utama perkataanku dan para nabi sebelumku adalah ucapan la ilaha illallah. Seandainya tujuh langit dan tujuh bumi berada dalam satu timbangan dan kalimat la ilaha illallah dalam timbangan yang lain, pasti yang pertama lebih berat. Hari kiamat tidak akan tiba selama

Penambahan kalimat syahadat

Apakah perkataan la ilaha illallah, muhammadur ra- sulullah, abdul qadir waliyyullah merupakan kalimat syaha- dat? Kalau yang dimaksudkan sebagai kalimat syahadat yang harus diucapkan oleh orang yang baru masuk Islam, maka jawabnya jelas bukan. Orang yang baru masuk Islam harus mengucapkan asyhadu anla ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadar rasulullah. Tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih. Sebab hal tersebut merupakan tanda persaksian yang merupakan dasar dari segala iktikad keislaman dan keimanan. Sedangkan bagi orang yang sudah Islam dan sudah iman lagi pula sudah mengamalkan

ajaran keislaman, maka Nabi Muhammad saw bersabda, 143

Dari Ubadah ibn as-Shamit ra dari Nabi saw bersabda, “Barang siapa bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Allah yang tunggal tiada serikat bagi-Nya, Mu-

143 Muhammad ibn Abdul Wahhab, Kitab at-Tawhid, Damaskus, Ihsan, 1966, hal. 13 143 Muhammad ibn Abdul Wahhab, Kitab at-Tawhid, Damaskus, Ihsan, 1966, hal. 13

Orang Kristen beranggapan bahwa Isa as adalah ka- lam Tuhan, sebagaimana juga dinyatakan oleh hadits di atas dan al-Quran surat an- Nisa‟ ayat 171 yang artinya Sungguh, al-Masih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang di- sampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul- Nya dan ...... 144 Dengan ini mereka menyatakan bahwa ka-

limat itu sinonim dengan sesuatu yang terdapat dalam kitab Injil Perjanjian Baru Yuhanna 1:14 (Niew Testament) yang

berbunyi: 145 Het Woord is vlees geworden,

En heeft onder ons gewoond! En wij hebben zijn glorie aanschouwd: Een glorie als van den Eengeborene uit den Vader. Vol van genade en waarheid. Kalam/kalimat itu sudah menjadi daging, Dia berada di antara kita! Kita nampak Dia penuh keagungan: Keagungan yang dilahirkan dari bapanya. Penuh dengan anugerah dan kebenaran.

144 Al-Quran, op.cit., hal. 105 145 De Heilige Schrift, Brussel, Uitgeverij het Spectrum, 1948, hal. 108

Padahal kalimat menurut al-Quran adalah sebagai- mana yang dijelaskan dalam surat Ali Imran ayat 59 yaitu

ka 146 limat “Jadilah.”

ۥُهَل َلاَل َّمُث ٍٍۢبا َرُت نِم ۥُهَمَلَخ َمَداَء ِلَثَمَك ِ َّللَّٱ َدنِع ٰىَسٌِع َلَثَم َّنِإ ُنوُكٌََف نُك

Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menjadikan Adam dari tanah, kemudian Allh berfirman kepadanya, “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilan ia.

Jadi dengan kalimat itu Allah menciptakan Adam dan Isa, dan dengan kalimat itu Allah berfirman, نك .

Penganggapan Isa sebagai kalam Tuhan yang menjadi sifat ketuhanan, yang berarti bahwa sifat Tuhan itu merupakan juga dzat ketuhanan, adalah mustahil menurut pendapat kaum muslimin. Kata kalam seolah-olah bersifat musytabihat atau allegoris metaphoris.

Manthuqul ma‟na dari hadits di atas sudah jelas. Na- mun bagaimana halnya bila seseorang yang sudah Islam dan mukmin berkata, “Asyhadu an la ilaha illallah, wa asy- hadu anna muhammadar rasulullah, wa asyhadu anna isa abdullahi wa rasuluh, wa kalimatuhu alqaha ila maryam, wa ruhun minhu, wa asyhadu annal jannata haqqun, wan nara

haqqun” di depan seseorang yang mendakwa ia sebagai orang yang diragukan keimanannya? Bagaimana hukum bagi orang yang berkata demikian? Apakah ia salah atau tidak? Bukankah maf humul ma‟na hadits tadi yang sharih seolah berbunyi dan membenarkan la ilaha illallah, muhammadur rasulullah, isa abdullahi wa rasuluh, al jannatu haqqun wan naru haqqun?

Apa yang diminta oleh agama Islam adalah haq. Kita harus berani menyaksikan dan mengatakan, baik ditambah sighat asyhadu maupun tidak. Bahkan hal itu dianjurkan. Misal pernyataan Abu Bakar Khalifatur Ra sul, “Hakku ada-

146 Al-Quran, op.cit., hal. 57

lah hak sepanjang keyakinan kita.” Walaupun keyakinan ini ditentang oleh golongan Syiah, sebagaimana kita akan ditentang oleh golongan Khawarij jika mengatakan ali ibn abi thalib khalifatu rasulillah, tetapi tetap dikatakan juga. Ini sama halnya dengan orang yang berkata la ilaha illallah muhammadur rasulullah abdul qadir al jailaniy waliyyullah, yang merupakan suatu simbol belaka, yang diucapkan secara tahkik terutama ditujukan kepada mereka yang tidak setuju akan keberadaan wali atau tidak percaya secara khusus tentang kewalian Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy. Mungkin, sebagai simbol perjuangan, di kalangan kaum Khawarij dalam keadaan marah akan mengata kan, “La ilaha illallah, muhammadur rasulullah, ali ibn abi thalib „aduwwullah” (tak ada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah, Ali bin Abu Thalib adalah musuh Allah). Kenyataannya, Ali bin Abu Thalib mati dibunuh di tangan Abdur Rahman ibn Mulajjam, seorang tokoh Khawarij pula. Bila, demi kebenaran, seorang Sunni berkata, “La ilaha illallah, muhammadur rasulullah, ali ibn abi thalib khali fatu rasulillah” dan sebab itu ia dibunuh oleh kaum Khawarij, apakah ia mati syahid atau mati konyol?

Seorang pengikut Qadiriyah atau seorang yang me- yakini kewalian Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy yang berkata

secara tahkik atau secara i‟jab, “La ilaha illallah, muham- madur rasulullah, abdul qadir al-jailaniy waliy yullah” adalah masalah biasa. Asalkan saja hal itu tidak dianggap sebagai dzikir atau syahadat dari agama Islam yang berlaku bagi mereka yang mau masuk Islam atau untuk tajdidul iman wal islam bagi mereka yang sudah Islam. Sebagaimana dike- tahui ucapan la ilaha illallah, muhammadur rasulullah, abdul qadir waliyyullah hanya keluar dalam upacara manakib be- laka dan tidak lebih dari itu.

Analog, kita tak akan mempermasalahkan dan tidak keberatan jika seorang Syiah berkata, “La ilaha illallah, mu- hammadur rasulullah, ali ibn abi thalib waliy yullah.” Namun tidak dapat diterima jika mereka berka ta, “La ilaha illallah, muhammadur rasulullah, ali ibn abi thalib nabiyyu llah.”

Sebab yang benar atau haq adalah Allah adalah Tuhan kita, Nabi Muhammad adalah Rasulullah, dan Ali ibn Abi Thalib adalah termasuk wali Allah, bukan rasul atau nabi. Penegasan Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy sebagai wali adalah penghindaran agar tidak merusak akidah orang awam. Sebab kultus kepada seseorang wali yang melebihi batas juga akan membawa kepada kekufuran.

Dari uraian di atas terkesan bahwa ucapan la ilaha illallah, muhammadur rasulullah, abdul qadir al-jailaniy wa- liyyullah bukan merupakan suatu sighat dzikir yang diucap-

kan sebagai suatu wirid yang harus dibaca atau داروأ ةٌفٌظوت dan bukan sesuatu yang harus diamalkan. Ucapan

tersebut hanyalah reflexible belaka sewaktu pembacaan manakib sudah sampai kepada cerita ayam yang berdiri dan berkokok, secara imitative dan spontaneous. Lebih dari itu, ucapan itu sendiri tidak pernah diucapkan lagi baik secara perorangan maupun jamaah. Ini adalah fakta yang ada sesunguhnya.

Jangankan kata-kata abdul qadir qaliyyullah, se- dangkan kata-kata muhammadur rasulullah saja tidak per- nah dikaitkan secara bersambung dengan dzikir kalimah thayyibah. Kalau diucapkan, maka hanya sekali saja dalam rangkaian penutupan dzikir kalimah thayyibah, entah yang ke-100 kali atau ke-1.000 kalinya. Sebab orisinil menurut talqinudz dzikr yang kita terima dari Rasulullah memang demikian. Firman Allah swt dalam surat al- An‟am ayat 91 menyebutkan: 147

... Katakanlah, “Allahlah (yang menurunkannya)”, ke- mudian (sesudah kamu menyampaikan al-Quran ke- pada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.

147 Ibid., hal. 139

Allah berfirman dalam surat az-Zumar ayat 45, 148

Dan apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesal- lah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat.

Adapun sebagai kalimat syahadat yang ketiga untuk menambah kalimat syahadatain, itupun tidak pernah di- ucapkan baik oleh orang yang sering bermanakib (manakib- an) ataupun pengikut Thariqah Qadiriyah. Mereka yang sudah seringkali ikut bermanakib adalah pengikut aliran ahlus sunnah wal jamaah dalam ilmu tauhid, yang waktu mereka mengucapkan kalimat syahadat tidak pernah mem- bawa-bawa nama Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy. Sebab pada waktu Malaikat Jibril menemui Nabi Muhammad saw di tengah kelompok para sahabat, tuntunan pembacaan ka-

limat syahadat hanya terdiri dari الله لاإ هلإ لا نأ دهشت نأو الله لوسر امحمد نأو .

Syaikh Abdul Qadir al-Jailaniy adalah seorang tokoh wali yang jelas mengikuti aliran ahlus sunnah wal jamaah. Sebab dalam fiqh beliau berfatwa atas madzhab Syafii dan Hanbali. Sedangkan dalam ilmu tauhid beliau terkenal se- bagai pengikut paham Abu Hasan al- Asy‟ariy. Tetapi untuk menjaga jangan sampai ada kesan bahwa pembacaan tersebut:

a. bertasyabuh dengan iktikad Syiah,

b. merupakan dzikir dari seekor ayam,

c. merupakan tasyabuh dengan ucapan syahadat, dan

d. menjadikan fitnah lain yang tidak kita kehendaki ber- sama;

maka ulangan pembacaan secara reflexible dari hadirin tidak usah disuarakan bersama. Bahkan lebih baik diganti

148 Ibid., hal. 463 148 Ibid., hal. 463

Di daerah Lasem dan Rembang, Jawa Tengah, pem- bacaan bersama itu diganti dengan bacaan surat al-Ikhlas yang dapat mempertebal rasa ketauhidan.