Kejayaan Umat Islam Masa Khulafâ’ ar-Râsyidin

c. Kejayaan Umat Islam Masa Khulafâ’ ar-Râsyidin

Nabi Muhammad saw., berpulang ke haribaan Allah swt., meninggalkan warisan yang tidak ternilai harganya. Sebagai teladan umat beliau telah berhasil

mendidik para sahabat ra., menjadi sarjana-sarjana pengamal al-Qur’an kedalam seluruh sendi kehidupan. Suku-suku Arab telah menemukan persatuan yang kokoh, dalam asas Islam. Mereka telah menemukan jalan penyelamat dari kebodohan, kesewenang-wenangan, keputus asaan, kehinaan dan keterbelakangan. Sungguh Muhammad saw., telah menunaikan tugas dan menyampaikan amanat yang dipikulkan kepadanya. Tugas dan misi Nabi seperti yang dinyatakan Allah swt.,

(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.(QS. Ibrâhîm (14) : 1)

sama seperti halnya tugas atau misi Musa as., yang mempunyai misi pembebasan dan pencerahan, Allah berfirman :

64 Muhammad Farij Wajdi, Min Ma ‘ âlimi al-Islâm , h. 70

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): "Keluarkanlah kaummu dari gelap

gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah". (QS. Ibrâhîm (14) : 5)

Estafeta kepemimpinan Umat Islam kemudian diterima oleh Khalifah ar- Râsyidîn. Mereka bersama-sama Kaum Muslimin meneruskan Dakwah Islamiyah mengikuti jejak Nabinya, tanpa mengubah atau mengganti ajaran, dan budaya yang diwariskan. Mereka menegakkan agama dengan sebaik-baiknya, menyiarkan ke

seluruh penjuru membawa ajaran Allah swt . Karena diutusnya Muhammad saw., bertujuan untuk menciptakan sebuah kehidupan dan peradaban yang ramah di alam

ini, sesuai dengan penugasannya, firman Allah,

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiyâ’ (21) : 107)

Merujuk kepada ayat ini dan masih banyak lagi ayat-ayat yang lain, yang berarti bahwa kemanusiaan Islam itu adalah kemanusiaan sejagat, dan umat ini tidak boleh hanya memikirkan dirinya sendiri. Selain menyebarkan Islam untuk sesama manusia, ungkapan “sebagai rahmat bagi semesta alam” berarti juga mengandung makna bahwa sistim ekologi harus di jaga agar tidak tercemar sehingga dapat

merusak alam semesta ini. 66 Pesan ramah ini dipraktekkan oleh kaum muslimin bukan saja pada saat damai, pada saat perangpun juga diterapkan manusiawi penuh

65 Muhammad as-Sayyid Muhammad Yusuf, Op. Cit. h. 16 66 Ahmad Syafii Maarif, Membumikan Islam, h. 30 65 Muhammad as-Sayyid Muhammad Yusuf, Op. Cit. h. 16 66 Ahmad Syafii Maarif, Membumikan Islam, h. 30

Perang sebelum bertempur, untuk tidak merusak ekologi, kecuali hal tersebut adalah bagian dari strategi perang. Lihat firman Allah,

Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik. (QS. Al-Hasyr (59) : 5)

Keberadaan Islam sebagai anugerah bagi semesta alam, diakui oleh orang- orang Kristen Arab, mereka juga mengakui dan berbangga atas budaya dan peradaban Islam, meski mereka sendiri tetap tidak memeluk agama Islam. Hal ini yang mendorong orang-orang Masihi yang berpikiran jernih, di Mesir, Suriah dan lainnya untuk mengatakan ; “ Masihi adalah agamaku, Islam adalah negara dan

budayaku”. 67 Tidak mengherankan kalau kepemimpinan Khulafâ’ ar-Râsyidîn yang tidak

lebih dari 30 tahun, sudah dapat menyumbangkan peradapaban yang jauh lebih berpengaruh, dari Kekaisaran Romawi dan Kisra Persia yang menguasai dunia

berabad-abad lamanya. 68 Dalam waktu yang sangat singkat tersebut telah

67 Yusuf al-Qardlâwi, Bayyinât al-Hilli al-Islâmi wa Subhâtu al- ‘ Ilmâniyyîn wa al- Mutagharribîn, Beirut, Muassasah ar-Risâlah, 1993, cet. 2, h. 257

68 Kekaisaran Romawi berdiri sejak tahun 30 SB. M. Pada tahun 395 M. Kemaharajaan ini pecah menjadi dua, Romawi Timur dengan Ibukotanya Constantinopel, Romawi Barat dengan

Ibukotanya Roma. Perjalanan sejarah Romawi Barat tidak berlangsung lama, pada tahun 476 M berakhir, yang tinggal kemudian adalah Romawi Timur yang dikenal juga dengan Kemaharajaan Byzantium. Pasukan Islam pernah beberapa kali berusahan menaklukkan Ibukota Byzantium ini, pada masa Khalifah Ustman Ibn ‘Affan pada tahun 32/653, di teruskan oleh Mu‘awiyah Ibn Abi Sofyan pada tahun 44/664 mengepung selama 7 tahun, namun gagal, begitupun usaha-usaha lain untuk Ibukotanya Roma. Perjalanan sejarah Romawi Barat tidak berlangsung lama, pada tahun 476 M berakhir, yang tinggal kemudian adalah Romawi Timur yang dikenal juga dengan Kemaharajaan Byzantium. Pasukan Islam pernah beberapa kali berusahan menaklukkan Ibukota Byzantium ini, pada masa Khalifah Ustman Ibn ‘Affan pada tahun 32/653, di teruskan oleh Mu‘awiyah Ibn Abi Sofyan pada tahun 44/664 mengepung selama 7 tahun, namun gagal, begitupun usaha-usaha lain untuk

69 sejarah.

Kecepatan yang mengagumkan dan luar biasa dari sumbangsih kaum muslimin untuk pencerahan peradaban dunia, seperti telah disebutkan di atas, adalah merupakan keberhasilan Muhammad saw., dalam mendidik dan menyiapkan generasi awal umat ini. Namun kita tidak boleh mengesampingkan faktor-faktor external yang menambah kemudahan kaum muslimin membebaskan negeri-negeri. Faktor

terpenting adalah kondisi dan suasana riil dari bangsa-bangsa yang berkuasa saat itu. Keadaan kala itu adalah masa kemunduran jiwa dan sosial, dimana kasta-kasta, bangsawan dan yang berkuasa berkelakuan nista. Rakyat dipenuhi oleh dendam kesumat, letih lesu melihat keadaan, penuh hasrat dan harapan akan memperoleh

perobahan yang lebih baik. 70 Keadaan ini mirip seperti di ceritakan al-Qur’an tentang hukum runtuhnya kekuasaan,

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan

menaklukkan Kon sehingga Constantinopel namun juga gagal. Baru pada tahun 1453 di bawah pimpinan Sultan Muhammad II (1451-1481) dari dinasti Ottoman, Benteng ini jatuh ke tangan tentara Muslim, yang sekaligus kemudian di jadikan Ibukota pemerintahan dengan nama baru Istanbul. Sedangkan Kemaharajaan Parsia dapat di tundukkan pada masa Khalifah Umar Ibn al-Khattâb, raja terakhirnya Yardigird III dari Dinasti Sasaniyah tewas dalam pelarian pada tahun 652 M. Lihat, M.A. Enan, Decisive Moments in the History of Islam, terj. Detik-Detik Menentukan Dalam Sejarah Islam, oleh Mahyuddin Syaf, Surabaya, Bina Ilmu, 1979, h. 40-54. Mukhtar Yahya, Perpindahan- Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1985,

h. 405-415/441-470. Ensiklopedi Islam 2, Jakarta, PT Ichtiar Baru Van Hoave, 1994, cet. II, h. 273- 275.

69 Muhammad Qutb, Haula at-Tafsîr al-Islâmi li at-Târîkh, Cairo, al-Majmû‘ah al-Islâmiyah, tth, cet. 3, h. 218

70 M.A. Enan, Op. Cit. h. 13 70 M.A. Enan, Op. Cit. h. 13

sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (QS. Al-Isrâ’ (17) : 16)

Penduduk membutuhkan agama dengan aturan-aturan yang murni dan kepercayaan suci dari berhala. Agama Zoroasther atau Majusi dan Manichaenisme telah mati, agama Yahudi telah lama beku tiada bergerak, sedang agama Kristen menimbulkan pertentangan yang tajam dan terpecah kepada sekte-sekte, yang kuat

menindas yang lemah. Keadaan intern Bangsa Arab yang tidak pernah tunduk atau ditaklukkan, mempunyai pengaruh dahsat dalam membangkitkan kepercayaan diri menghadapi

ekspansi-ekspansi besar-besaran. 72 Agama Islam dengan kesucian dan kemurnian tata susila, serta norma-norma

masyarakatnya, dapat memperbaharui semangat dan perasaan masyarakat yang diaturnya. Hikmah toleransi beragama dengan menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan, adalah juga merupakan politik jitu dalam mempermudah meluasnya kekuasaan dan ajaran Islam, serta dapat menjamin kesetiaan bangsa-bangsa dibawah naungan pemerintahan Islam.

Semangat beragama yang tertanam dalam generasi awal umat ini, kegigihan dan kesucian moral, dapat mengimbangi keahlian, keperwiraan, dan disiplin tentara adikuasa Persia dan Romawi.

71 Ibid, h. 14 72 Ibid

Perkembangan tradisi keilmuan juga berkembang dengan sangat pesatnya.

Pemerintahan Islam menetapkan kalender baru dan tanggal baru. Umat Islam memulai tanggalannya dengan kalender Islam hanya 17 tahun sesudah hijrah, sementara orang Kristen memerlukan waktu 1000 tahun untuk menetapkan kalender

masihi. 73 Ditetapkannya Kalender Islam adalah juga merupakan bentuk pengamalan dari al-Qur’an, firman Allah diantaranya adalah,

Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. at-Taubah (9): 36)

73 George Sarton, The Incubation Of Western Culture In The Middle East, terj. Antara Kebudayaan Timur, Islam dan Barat, Moh. Ridlwan Assegaf, Surabaya, Pustaka Progressif , 1977, cet.

1, h. 36.

Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,

supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus (10): 5)

Demikianlah pada semula umat Islam memiliki warisan budaya, peradaban, dan sejarah kejayaan, serta pemerintahan yang bebas dari tirani. Sehingga datang

sesudahnya pemerintahan yang dipegang oleh penguasan yang otoriter. Secara umum kepemimpinan Khulafâ’ ar-Râsyidîn terbagi menjadi dua

periode, Periode pertama, masa kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddîq dan Umar Ibn al-Khattab ra., yang merupakan periode paling mulus dan cemerlang, yang belum ada bandingannya. Kedua, periode kepemimpinan Ustman Ibn ‘Affân dan Ali Ibn Abi Thâlib ra., yang masih dapat melaksanakan kekhalifahan dengan baik, meski pembantu-pembantu mereka kerap melakukan kesalahan, sehingga Ustman Ibn ‘Affân terlihat sering terpengaruh dan mendengarkan saran mereka. Ketika itu Bangsa Arab agak berlebihan di berikan kebebasan dan akhirnya mereka justru memandulkan peran khalifah sendiri. Namun keadaan tersebut masih jauh labih baik dibandingkan dengan pemerintahan selanjutnya dibawah Dinasti Umayyah maupun

Abbasiyah. 74 Berakhirnya kepemimpinan Khulafâ’ ar-Râsyidîn bukan berarti, berakhir pula

Kejayaan Umat Islam, namun yang tepat adalah bahwa, Zaman Ideal Keemasan

74 Muhammad al-Ghazâli, Kaifa Nata ‘ âmal.

h. 191 h. 191

Keadaan Umat Islam tambah lama, bertambah jauh dari ajaran Islam, maka sesuai hukum Allah bertambah jauh pula kejayaan dari tangan mereka, sehingga berada di puritan peradaban dunia, mengekor dan terbelakang. Hal ini adalah akibat dari

perbuatan mereka sendiri 75 .

Secara keseluruhan sebagaimana dikatakan oleh Muhammad as-Sayyid, mengutip dari Sayyid Qutb, 76 sejarah kejayaan umat Islam itu dapat dibagi menjadi

tiga, pembagian ini bukan merujuk kepada rentang waktu, akan tetapi lebih kepada ragam dan macamnya ; Pertama, Fase penetrapan ajaran Islam secara ideal, Maka yang didapat adalah Kejayaan yang ideal. kedua, Fase menjalankan ajaran Islam secara biasa-biasa, maka yang dialami adalah Kejayaan biasa. Ketiga, Fase dengan kondisi bertambah jauhnya dari Kebenaran Islam, dengan kondisi kehilangan kejayaan beserta kemenangan musuh. 77 Pembagian ini mungkin merujuk kepada

pembagian kaum muslimin dalam menerima ajaran al-Qur’an, yang terbagi tiga,

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara

75 al-Qur’an, al-Baqarah (2) :57. al-A’râf (7) :160. an-Nahl (16) :23,118. 76 Sayyid Ibn Qutb Ibn Ibrahîm adalah pemikir Islam dari Mesir, lahir di desa Musya pada

tahun 1324/1906. meninggal di tiang gantungan pemerintahan Republik Mesir pada tahun 1387/1966.

77 Muhammad as-Sayyid Muhammad Yusuf, Op. Cit. h. 21 77 Muhammad as-Sayyid Muhammad Yusuf, Op. Cit. h. 21

Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. (QS. Fâthir (35): 32)

Demikianlah setelah kejayaan lenyap dari tangan umat Islam, krisis tumpang tindih datang silih berganti. Dimana-dimana berita yang terdengar adalah kabar memilukan dari saudara muslimin. Ada yang kehilangan kehormatan, kehilangan hak untuk sekedar menjalankan syari’ah, bahkan kehilangan kemerdekaan tanah airnya.

Sesuatu yang sangat sulit dilukiskan, biarlah kenyataan yang berbicara. Apakah

keadaan ini yang diisyaratkan oleh Hadits Nabi saw.,

Hampir-hampir kalian menjadi kerubutan manusia, sebagaimana pemakan daging menggerogoti daging hingga tulang sumsum. Ada sahabat yang bertanya ; Apakah hal itu karena jumlah kami sedikit? Rasul menjawab ; Tidak, jumlah kalian banyak, namun kalian seperti buih yang terombang ambing, dikarenakan Allah mencabut rasa takut dari musuh-musuh kalian, dan menimpakan atas kalian al-Wahn. Seorang sahabat bertanya ; Wahai Rasulullah, apa itu al-Wahn ? Rasulullah menjawab ; cinta kepada dunia disertai keengganan akan kematian.

Ketika krisis demikian akutnya, akankah umat ini diam dan berputus asa,

78 Abu Dâud Sulaimân Ibn al-Asy‘ast al-Sajastâni al-Azdi, Sunan Abî Dâud, Beirut, Dâr Ibn Hazm, 1998, h. 648-649, No. 4297.

serta menyatakan ini sudah bagian dan taqdir dari Allah. Hal seperti ini tentunya

adalah kesalahan besar dan tidak boleh dibiarkan, al-Qur’an sudah mengisaratkan untuk tidak pernah berputus asa, dan harus terus berupaya, jalan pasti ada, firman Allah,

dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (QS. Yûsûf (12)

Begitupun pula, umat Islam tidak bisa mengatasnamakan keadaan sekarang sebagai taqdir dan ketentuan yang tidak bisa diubah. Karena bisa saja seorang kafir, penuh maksiat kepada Allah dan aniaya terhadap sesama, mengatasnamakan perbuatannya dengan taqdir, dengan mengambil ayat,

“Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS. Ash-Shaffât (37) : 96)

Dengan berupaya lari dari tanggung jawab, berlindung di jubah taqdir. Padahal dipahami tidak boleh ada dikotomis dan memisahkan dari substansi yang sebenarnya. Karena hukum jatuh bangunnya suatu peradaban sudah ada sebagai hukum alam dan sunnah Allah, yang seluruh manusia terikat dengannya.

karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. (QS. Al-Fâthir (35) : 43)

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS. ar Ra‘du (13) : 11)

Merupakan kesepakatan bahwa al-Qur’an adalah pondasi Islam, yang tetap terjaga kemurniannya dari segala bentuk perubahan dan penyimpangan. Kesepakatan ini diakui oleh seluruh kaum Muslim di dunia, baik Sunni atau Syi‘ah dan semua

latar belakang budaya. 79 Ia juga universal terpelihara sepanjang zaman, yang mampu menjawab segala persolan dari berbagai segi. Dan al-Qur’an akan tetap dibutuhkan

guna memahami dinamika kemanusiaan, dari yang mengenai, kafir, munafik, ilmu pengetahuan, jatuh bangun peradaban dan sebagainya.

79 Ali Syari’ati, Membangun Masa Depan Islam, terj. Rahmani Astuti, Bandung, Mizan, 1988, cet. 1, h. 101

Untuk itu dalam kajian berikut ini, akan berupaya untuk mentadabburi, surah

ke 30 dari al-Qur’an, surah ar-Rûm. Surah ini sangat penting di angkat pada saat ini, yang mana umat Islam sedang mengalami krisis yang sangan akut dalam kancah peradaban, dan bahkan lebih dari itu. Keadaan ini mirip dengan keadaan awal ketika penyebaran Islam, hal mana mereka adalah kelompok paling terbelakang, terhina dan tertindas mental dan fisik. Dalam keadaan seperti itu Allah menjanjikan bagi Umat ini kemenangan dan kejayaan. Dan Janji Allah pasti adanya. ” Maka bersabarlah

kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu” . Ar- Rûm (30) : 60.