Faktor-Faktor Pendorong Tercapainya Kejayaan.

A. Faktor-Faktor Pendorong Tercapainya Kejayaan.

Kehidupan di dunia fana ini sangat penting sebagai sarana menuju kehidupan yang abadi di akhirat kelak yang merupakan akhir dari perjalanan. Kehidupan di dunia akan menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan di akhirat, untuk itu kejayaan dan kecermelangan hidup adalah kehidupan yang dikawal oleh tujuan-tujuan akhirat, ayat ke-7 dan 8 surah ar-Rûm mengisyaratkan hal tersebut. Hal ini bukan berarti Islam mengabaikan hidup di dunia, karena tanpa kehidupan yang wajar dan realistik sesuai dengan kebutuhan, akan sukar bagi umatnya untuk dapat hidup

6 Al-‘Angkabût yang dalam kronologis turunnya menempati urutan ke 84 setelah ar-Rûm yang menempati urutan ke 83 justru di letakkan sebelumnya, sebaliknya Lukman yang kronologis

turunnya setelah as-Shâffât pada urutan ke 55 di tempatkan setelah ar-Rûm. As-Suyûthi, al-Itqân fi ‘ Ulûmi al-Qur ’ ân, Dâr al-Fikr, Beirut, 1999, juz, 1. Cet. 1, h. 13-14.

mengembangkan potensi ruhani dan intelektualnya secara optimal dalam rangka

menciptakan kebudayaan dan peradaban yang ramah dan cemerlang. Untuk meraih kejayaan dan kecemerlangan hidup, membangun peradaban yang ramah, penuh kasih, dan sarat dengan muatan moral, surah ar-Rûm memberikan beberapa tuntunan dan langkah penting yang perlu kita ambil, bergerak menuju tujuan. Langkah-langkah ini merupakan sistimitasi bab sebelumnya dari pembahasan

ini sekaligus sebagai sarana tadabbur yang lebih menukik. 7

Pertama, Surah ar-Rûm menekankan akan pentingnya perkara ilmu sebagai

salah satu asas kejayaan dan kecemerlangan hidup. Ilmu harus didukung penuh

oleh kekuatan iman sebagai potensi rohani, ilmu bertugas membawa ke alam konkret, sehingga menjadi aktual dalam sejarah. Asas iman dan ilmu yang berada di tangan umat ini akan melahirkan peradaban yang ramah dan mengagumkan.

Umat Islam akan mendapat tempatnya yang terhormat dalam percaturan peradaban sebagai pemimpin, apabila mengembangkan budaya ilmu sampai batas- batas yang tidak bertepi. Tanpa ilmu yang mantap kejayaan hanya akan menjadi sebuah utopia belaka. Namun keberadaan ilmu yang tidak dibarengi dengan iman akan membawa kepada pengrusakan dan keganasan. Ilmu harus dikendalikan dan dikawal oleh tujuan-tujuan moral yang bermuara kepada akhirat sebagai tujuan paling tinggi. Ayat ke-7 dan 8 menegaskan hal ini.

7 Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. QS. An-Nisâ’ (4):82

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci? QS. Muħmmad (47):24

Tujuan âkhirat sebagai puncak keimanan dalam kehidupan yang serba

materialistik sekarang ini tentulah amat berat. Namun perlu diingat bahwa apa yang kita alami sekarang ini, juga sudah dilalui oleh manusia sebelum ini. Dalam kacamata al-Qur’an, manusia yang mengingkari jatidirinya, pelan tapi pasti akan dihadapkan kepada hukuman sejarah. Hukuman ini dapat berupa hancurnya peradaban yang telah dibangun dan dibina atau terjadinya transformasi budaya secara radikal. Ayat ke-9 dan 10 memperingatkan, dengan terus mengetengahkan argumentasi kepastian hari

kebangkitan pada ayat ke-11 hingga 16. Komunisme pada dekade-dekade pertama abad ini dinilai oleh sebagian penulis sebagai alternatif lokomotif peradaban. Komunisme tidak punya konsep tentang al-âkhirat, tentang surga dan neraka. Semua perkara mau diputuskan kini dan disini. Akhirnya sejarah memberi kata putus kepada ideologi ini untuk meneruskan peran operasinya. Begitupun sistim kapitalisme yang tidak menghiraukan prinsip- prinsip keadilan dan membudayakan doktrin double-standard menghadapi persoalan umat manusia, lambat atau cepat tanpaknya akan mengalami nasib yang tidak

berbeda dengan nasib komunisme hanya akan tinggal kenangan. 8 Orang-orang yang mementingkan peradaban pada segi material, berbicara

mengenai siklus peradaban, tentang munculnya sebuah peradaban, dan jatuh bangunnya. Apabila mereka membaca sejarah, siklus itu tidak berlaku bagi kondisi Umat Islam secara keseluruhan. Ada sejumlah peradaban yang pernah muncul dalam

8 Ahmad Syafii Maarif, Membumikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1995, cet. I, h. 22- 23 8 Ahmad Syafii Maarif, Membumikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1995, cet. I, h. 22- 23

terhadap nilai historik. Sementara itu, apabila kita menela’ah sejarah secara benar, kita bisa menjumpai proses kebangkitan dan tenggelamnya peradaban sesuai dengan kondisi Umat Islam yang segi-segi peradabannya belum pernah tunduk 100% pada hukum jatuh-bangunnya sebuah peradaban. Ini sebagai salah satu bukti dari adanya

wahyu dan kekalnya al-Qur’an 9 serta selalu terbukanya jalan kebangkitan, tinggal bagaimana umat ini mau atau tidak dalam meraih kembali kejayaannya.

Untuk itu kembalilah ke al-Qur’an, bertasbih menyucikan Allah dan memujiNya dalam setiap detik waktu, yang bukti-bukti kekuasaan dan keesaanNya, serta keharusan hari kebangkitan dapat kita saksikan dalam kehidupan keseharian, ayat ke-17 hingga ke-29 menegaskan.

Kedua, Surah ar-Rûm mengharuskan kita memiliki konsep yang benar dan jelas tentang Islam. Pemahaman yang parsial akan menghalangi kita menangkap makna Islam dan tujuannya secara utuh dan padu.

Umat ini hendaknya tidak dibuat bingung oleh banyaknya impian-impian, pemimpin, partai atau kekuasaan yang ada. Mereka harus mengisi hati dengan kasih sayang dan bergantung kepada iman. Bangkit dan bebaskan diri dari harapan dan impian-impian kosong yang ada akibat propaganda dan kebergantungan kepada dunia Timur ataupun Barat. Arahkan wawasan lurus-lurus kepada agama Allah. Bergeraklah menuju agama yang merupakan sumber keimanan yang murni dengan

9 Muhammad al-Ghazâly, Kaifa Nata ‘ âmal Ma ’ a al-Qur ’ ân ? Beirut, al-Maktab al-Islâmy, 1999, cet. 2. h. 165-166 9 Muhammad al-Ghazâly, Kaifa Nata ‘ âmal Ma ’ a al-Qur ’ ân ? Beirut, al-Maktab al-Islâmy, 1999, cet. 2. h. 165-166

kebenaran. Kembalilah kepada agama yang sesuai dengan fitrah Allah, yang telah menciptakan manusia sesuai dengan fitrahnya. Umat ini harus mempunyai kepercayaan kepada dirinya sendiri, menjadi diri sendiri, menghargai diri sendiri, dan menemukan seluruh kekuatan yang tersembunyi. Allah ada dalam diri manusia, maka bergantunglah kepadaNya, karena Dia adalah sumber harapan yang nyata dan kebahagiaan sejati.

Mari kita kembali kepada fitrah ketika Allah menciptakan seluruh manusia, yaitu fitrah manusia bukan fitrah mereka yang menggantungkan diri kepada kekaisaran Timur maupun Barat, atau lebih menyukai seorang penguasa atau satu golongan atas penguasa atau golongan yang lain. Fitrahlah yang menganggap umat manusia sebagai wakil Allah dan pemimpin di bumi. Fitrahlah yang memberi manusia kedaulatan atas dunia dan kebebasan berkarya membangun peradaban yang

ramah. 10 Semua fonomena di dunia yang merupakan ciptaan Allah mengikuti aturan-

aturan penciptaan. Umat manusia harus berpegang kepada aturan-aturan itu, yang tidak dapat diubah oleh hukum atau siapapun, bahkan adikuasa-adikuasa yang menyatakan diri mampu mengubah arah seluruh dunia, dan juga sejarah, sama sekali tidak berdaya jika kekuatan mereka dibandingkan dengan kekuatan Allah. Umat Islam dapat selalu bergantung kepada ideologi yang kuat dan kekal ini untuk dapat

10 Ali Syari’ati, Op. Cit. h. 126 10 Ali Syari’ati, Op. Cit. h. 126

sholat memperkokoh keimanan. Aral dan rintangan yang mengombang-ambingkan kehidupan manusia akan keyakinannya atas pertolongan Allah seperti yang disinggung pada ayat ke-33 hingga ke-37. yang seperti ini tidak boleh terjadi pada Umat Islam. Memang orang-orang yang mengaku beriman telah mengalami kekalahan berkepanjangan dalam sejarah. Mereka yang seharusnya mengarahkan kekuatan-kekuatan sejarah telah berubah

menjadi orang-orang yang dipermainkan sejarah. Apakah Allah dalam hal ini telah memungkiri janji? Padahal Allah pasti akan menepati janjinya, Sesungguhnya

Engkau tidak menyalahi janji. 11 Jika demikian adanya, apakah pertolongan Allah itu datang dengan tiba-tiba

tanpa ada kerja-kerja dan perjuangan yang sungguh-sungguh? Al-Qur’an menjawab dengan syarat-syarat agar kita mendapat pertolongan Allah. Diantara syarat-syarat itu adalah agar kita sungguh komitmen terhadap cita-cita moral, cita-cita kebenaran, keadilan, persamaan, dan cita-cita luhur lainnya. Ungkapan jika kalian menolong

agama Allah, Dia pasti menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian, 12 adalah gambaran al-Qur’an tentang komitmen yang sungguh-sungguh itu. 13

Umat beriman tidak boleh berputus asa, atau terombang-ambing oleh tantangan dan beban yang harus dipikul. Namun sekalipun kadang-kadang hampir putus asa, itupun sebenarnya bukan hal yang istimewa, karena para rasul pun pernah

11 QS. Âli ‘Imrân (3):194 12 QS. Al-Fatħ (47):7 13 Ahmad Syafii Maarif, Op. Cit. h. 122 11 QS. Âli ‘Imrân (3):194 12 QS. Al-Fatħ (47):7 13 Ahmad Syafii Maarif, Op. Cit. h. 122

Sehingga apabila para rasul putus asa dan telah mengira bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami daripada

orang-orang yang berdosa. 14 Jaminan bahwa pertolongan Allah pasti datang tidak diragukan lagi, maka apabila Allah telah turun tangan membela umat beriman, itu

maknanya bahwa mereka pasti berjaya, di dunia ini dan bahagia di akhirat kelak.

Ketiga, Untuk meraih kejayaan diperlukan fondamen umat yang kuat. Segala usaha kita dalam berbagai bidang akan mandek apabila dasar ekonomi kita lemah. Dalam al-Qur’an tidak ada satu perintah agar kita menerima zakat. Kita mendapati banyak sekali perintah untuk memberikan dan mengeluarkan zakat. Hal ini mengandung makna agar Umat Islam menjadi umat yang suka dan mampu memberi, bukan umat yang suka menerima. Kalaupun terpaksa menerima atau meminjam, hal itu haruslah bersifat sementara. Islam memang agama yang mengayomi orang-orang

miskin, tapi sebenarnya benci kepada kemiskinan. Kemisikinan adalah di antara penyakit sosial yang harus dibasmi. Untuk mengentas kemiskinan ini salah satu caranya adalah dengan memprioritaskan pemberian dan pengeluaran si kaya kepada keluarga dekatnya, hal ini agar tidak terjadi tumpang tindih dalam penerimaan bantuan dan mengurangi orang-orang yang butuh serta lebih memperat kekeluargaan. Ayat ke-38 dalam surah ar-Rûm memberikan tuntunan. Bantuan yang diberikan kepada mereka yang membutuhkan akan membuat mereka mampu berperan dalam

14 QS. Yûsûf (12):110 14 QS. Yûsûf (12):110

diperhatikan. Islam sesungguhnya telah mengajarkan umatnya sejak awal untuk mengeluarkan zakat. Oleh karenanya ayat-ayat tentang kewajiban zakat diturunkan di

Makkah, sedang perincian-perincian nisabnya memang diturunkan di Madinah. 15 Hal ini membuktikan bahwa umat ini untuk meraih kejayaannnya harus mempunyai

bangunan ekonomi yang kokoh, pembangunan dan perbaikan sektor ini harus dimulai

sedini mungkin dengan terus memperhahatikan kepentingan akar rumput paling bawah

Segala bentuk pengorbanan baik berupa materil maupun inmateril dalam meraih kejayaan ini harus dilandasi semangat lillâhi ta’ala, semangat tanpa pamrih untuk kepentingan individu dan golongan, ayat ke-38 menuturkan. Ketegasan Islam dalam menuntut sikap ikhlas, membersihkan niat semata-mata karena Allah serta meluruskan arah hidup menuju ridhaNya bukanlah tuntunan tanpa dasar. Kahidupan pada dasarnya tidak akan sempurna tanpa orang-orang ikhlas. Kebanyakan musibah dan malapetaka yang menimpa umat manusia lebih dikarenakan kelalaian menaruh harapan kepada Allah dan tidak mengharap kehidupan akhirat sebagai terminal.

15 dapat dilihat bahwa beberapa ayat berikut adalah merupakan ayat-ayat Makkiyah

( ٧ - ٦ : ﺖﻠﺼﻓ ) ﻥﻭﺮِﻓﺎَﻛ ﻢﻫ ِﺓﺮِﺧﺂْﻟﺎِﺑ ﻢﻫﻭ ﺓﺎَﻛﺰﻟﺍ ﻥﻮُﺗﺆﻳ ﺎَﻟ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ () ﲔِﻛِﺮﺸﻤْﻠِﻟ ٌﻞﻳﻭﻭ ( ٤٤ : ﺮﺛﺪﳌﺍ ) ﲔِﻜﺴِﻤْﻟﺍ ﻢِﻌْﻄُﻧ ﻚَﻧ ﻢَﻟﻭ () ﲔﱢﻠﺼﻤْﻟﺍ ﻦِﻣ ﻚَﻧ ﻢَﻟ ﺍﻮُﻟﺎَﻗ () ﺮَﻘﺳ ﻲِﻓ ﻢُﻜَﻜَﻠﺳ ﺎﻣ Muhammad al-Ghazâly, Kaifa Nata ‘ âmal Ma ’ a al-Qur ’ ân ?

h. 204

Islam tidak rela pemeluknya hidup dengan dua muka, satu untuk Allah dan

satu lagi untuk selainNya. Islam juga tidak menghendaki kehidupan pemeluknya terpecah dalam dua rel, satu untuk Allah dan satu lagi untuk berhala-berhala dunia. Dan sesungguhnya ikhlas, memurnikan tujuan lillâhi ta’ala, sangat berperan dalam

menyatukan kehidupan seorang muslim, dunia dan akhirat. 16 Dengan keikhlasan yang sempurna, seorang muslim rela sepenuh hati mengabdikan seluruh hidupnya kepada

Allah, dan Allah pun akan rela terhadap kita. ketika Allah rela terhadap umat ini,

maka pastilah kejayaan akan kita raih, sungguh merupakan nikmat yang paling besar mendapat keridhaan Allah swt. 17

Semangat lillhita’ala sangat dominan untuk meraih kesuksesan dan kecemerlangan hidup. Keikhlasan dapat menjadi penyeimbang idealisme seorang muslim, agar tidak mudah terombang-ambing, atau putus asa dengan pragmatisme kehidupan.

Keempat, Ungkapan sebagai rahmat bagi seluruh alam, mengandung makna bahwa sistem ekologi harus dijaga agar tidak tercemar sehingga dapat merusak seluruh sistem di alam semesta ini. Islam memandag alam semesta sebagai sesuatu yang harus dipelihara, agar dapat selalu dapat difungsikan sesuai tujuan penciptaannya. Meski manusia diberi kemampuan untuk menundukkan alam,

16 Yusuf Qardlâwi, Membentuk Sikap Ikhlas, trj. Shafau Qolbi, Jakarta Timur, Azan, cet. 1, h. 10

Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. QS. Al-Mujâdalah (58):22 Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. QS. Al-Mujâdalah (58):22

saksikan sejak revolusi industri pada akhirnya berakibat fatal bagi manusia sendiri. Untuk mencapai kecemerlangan hidup, kita tidak boleh semene-mena terhadap alam dan lingkungan. Alam dan lingkungan harus didekati secara etis dan baradab. Sekali alam tercemar, maka akan sulit bagi kita untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan sejagat. Menjadi tanggung jawab kolektif umat manusia untuk menjaga dan memelihara ekosistem alam semesta. Umat Islam wajib mempelopori usaha

menyelamatkan lingkungan hidup dari keserakahan dan kezaliman manusia yang tidak bertanggung jawab. 18

Kita memang tidak menafikan bahwa bumi tempat kita tinggal ini telah mengalami kadar pencemaran yang cukup krusial. Hampir diseluruh dunia orang menjerit bahwa sungai-sungai, udara, lingkungan telah dikotori oleh berbagai bentuk industri, lapisan ozon pun telah semakin menipis, sehingga diramalkan bahwa dalam masa yang tidak terlalu lama es-es yang ada dikutub akan mencair dan akan menggenangi bagian-bagian bumi yang lebih rendah. Dengan demikian tempat tinggal manusia akan semakin menyempit. Sementara itu suhu bumi dalam masa sekitar 60 tahun akan naik antara 2,5 derajat sampai 5 derajat celsius. Ini semua akan membunuh berbagai jenis margasatwa yang sangat dibutuhkan bagi keseimbangan

ekosistem. 19 Adalah tugas Umat Islam menyelamatkan dunia dari kehancuran sesuai dengan perintah al-Qur’an untuk tampil ke panggung peradaban dengan sikap

18 Ahmad Syafi’i Ma‘arif, Op. Cit. h. 30 19 Ibid, h. 38 18 Ahmad Syafi’i Ma‘arif, Op. Cit. h. 30 19 Ibid, h. 38

al-Mungkar, tugas ini tentunya tidak akan terlaksana tanpa kualitas ilmu pengetahuan dan keimanan yang mantap.

Jangan salahkan kalau kerusakan muncul dan terjadi dimana-mana. Penyebabnya adalah tangan manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab, yang mempertuhankan dunia dan kepentingan-kepentingan sesaat. Dan kini manusia menyaksikan dan merasakan buah tidakan-tindakannya, barangkali manusia akan

bangkit dari tidur tengah harinya, sadar dari kealpaan dengan mengubah kesadaran dan cara hidup, ayat ke-42 mengimformasikan akan sebab-sebab dari kerusakan- kerusakan di alam ini.

Untuk memimpin peradaban dunia ini kita memerlukan wawasan yang keislaman yang luas, tidak terkungkung dalam perkara-perkara kecil, sementara perkara-perkara besar yang akan menentukan nasib manusia secara keseluruhan tidak terpikirkan, ayat ke-42 hingga ke-45 mengisaratkan hal ini. Al-Qur’an memerlukan umat pendukung yang cerdas, cermat, dan mepunyai wawasan Islam yang luas dan menukik. Kesigapan dan kecerdasan harus menjadi budaya setiap anggota umat kita. Setiap individu tentu mempunyai tingkatan-tingkatan yang berbeda tergantung

kepada sensivitas masing-masing. 20 Semakin sensitif jiwa kita dalam menangkap

20 hal ini sudah menjadi sunnatullah dalam kehidupan () ﻥﻮﻌﻤﺠﻳ ﺎﻤِﻣ ﺮﻴﺧ ﻚﺑﺭ ُﺔﻤﺣﺭﻭ ﺎﻳِﺮْﺨﺳ ﺎًﻀﻌﺑ ﻢﻬُﻀﻌﺑ َﺬِﺨﱠﺘﻴِﻟ ٍﺕﺎﺟﺭﺩ ٍﺾﻌﺑ َﻕﻮَﻓ ﻢﻬَﻀﻌﺑ ﺎﻨﻌَﻓﺭﻭ ﺎﻴْﻧﺪﻟﺍ ِﺓﺎﻴﺤْﻟﺍ ﻲِﻓ ﻢﻬَﺘﺸﻴِﻌﻣ ﻢﻬﻨﻴﺑ ﺎﻨﻤﺴَﻗ ﻦﺤَﻧ Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan

Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. QS. Az Zukhruf (43):32 Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. QS. Az Zukhruf (43):32

benar dan tajam ini sangat perlu kita kembangkan di kalangan umat Islam agar kita dapat menjalani hidup ini secara lebih bermakna. Dan kejayaan akan lebih mudah diraih oleh umat ini apabila kita tampil sebagai umat yang cerdas, tanggap, dan berwawasan Islam yang benar, tajam, dan luas.

Surah-surah Makkiyah, yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw., selama tiga belas tahun pertama misi kerasulan, hampir semuanya menyoroti

masalah-masalah ciptaan dan kebangkitan kembali. Hal ini untuk menanamkan kesadaran bahwa manusia bertanggung jawab terhadap seluruh ciptaan dan keberadaan. Perhatian akan tanggung jawab kemasyarakatan hanyalah sebagian dari

perhatian akan tanggung jawab terhadap seluruh alam semesta dan wujud. 21 Kelima, Untuk menuju kejayaannya, Umat Islam harus selalu mempersiapkan

diri, sebagaimana petani menyiapkan lahannya. Kita harus terus berbuat dan berbuat tanpa rasa jenuh agar jarak antara cita-cita dan realita kehidupan kita sebagai umat semakin dekat. Inilah arena perjuangan yang penuh dengan aral, tanjakan, dan tantangan. Setiap perjuangan dan pengorbanan di jalan Allah pasti akan membuahkan

hasil, meski kita kadang tidak menyadarinya. 22 Mungkin yang dapat kita perbuat hanyalah sedikit, tidak terlalu bermakna

bagi perjalanan sejarah peradaban dan kejayaan, tapi hal ini sangat penting. Iman

21 Murtadha Muthahhari, Masyarakat dan Sejarah, Kritik Islam atas Masxisme dan Teori Lainnya, trj. M. Hashem, Bandung, Mizan, 1995, cet. V, h. 192-193.

22 Abu al-Fadl al-Alûsî, Rûhu al-Ma ’ ânî fî Tafsîri al-Qur ’ ân al- ‘ Azhîm wa as-Sab ’ i al- Ma ’ ânî, Beirut, Dâr al-Fikr, 1997, juz 21, h. 26.

tanpa amal shalih perbuatan tidak lengkap dan bukan konsep iman menurut ajaran al-

Qur’an. Jika kalian menolong agama Allah, niscaya Dia akam menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu 23 .

Kematian dan kehidupan yang dianugerahkan kepada kita, sarat dengan muatan ujian sampai dimana kekreatifan kita mendinamiskan kesempatan ini. Iman tanpa perbuatan adalah sebuah iman yang tanpa kesan, tanpa implikasi. Lihatlah

implikasi dari keimanan dari seorang mu’min pada awal surah al-Anfâl. 24 Kesiapan

dan kesigapan umat ini digambarkan oleh Allah dengan hujan yang turun dari awan di langit, ia dapat merujuk kepada hujan biasa dan juga turunnya kesadaran, cinta, dan iman sejati yang merasuki jantung suatu umat yang telah mati untuk menghidupkannya kembali sebagaimana hujan memberi kehidupan kepada pohon- pohon yang kering. Demikian ayat ke-46 hingga ke-50 dalam surah ar-Rûm melukiskan. Begitu hujan sampai kepada orang-orang yang hatinya telah siap menerimanya, mereka akan hidup kembali, tumbuh, dan gembira. Mereka adalah yang menerima kabar baik dan menjadi berpengharapan. Hari-hari yang dingin yang telah mereka lalui akan berubah menjadi hari-hari yang hangat dan segar. Umat seperti ini yang siap menyongsong kejayaan dengan pertolongan Allah swt.

23 QS. Muħammad (47):7 ﻢﻫ ﻚِﺌَﻟﻭُﺃ ( ٣ )

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang- orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (ni`mat) yang mulia. QS. Al-Anfâl (8):2-4

Keenam, Untuk mencapai kejayaan, kita harus menanamkan kesabaran dan

keimanan yang kokoh serta semangat yang tinggi untuk dapat mengatasi, keputusasaan, ketidakmampuan, rasa pesimisme, dan cabaran maupun rongrongan dari kelompok-kelompok yang lebih mementingkan kepentingan pribadi dan golongan, mempertahankan kekuasaan tirannya. Mereka yang tertutup tidak terbuka terhadap kebenaran, tidak menghargai ayat-ayat Allah, dan tidak memiliki instink- instink yang memungkinkan dalam menyadari fakta maupun logika, mereka tidak

dapat dipandu atau diselamatkan. Hanya mereka yang terbuka terhadap kebenaran, berusaha keras untuk meninggalkan kegelapan saja, yang dapat menerima petunjuk. Mereka yang menghargai ayat-ayat Allah yakni orang-orang Muslim yang patuh kepada kehendak Allah karena mereka memiliki instink-instink yang memungkinkan untuk menyadari bahwa fakta-fakta dan logika mengarahkan mereka kepada kebenaran. Ayat ke-51 sampai penghujung surah ini mengetengahkan situasi dan kondisi secara realistis, tidak idealistis. Namun mengingatkan bahwa janji Allah itu pasti benar, dan kejayaan Umat Islam bukan sebuah utopia.

Diatas adalah merupakan langkah-langkah dan faktor-faktor yang dapat mengantarkan Umat Islam kepada kemenangan dan kejayaan yang dijanjikan. Langkah-langkah tersebut harus diwujudkan untuk merealisasikan kecermelangan dan kejayaan hidup di dunia ini dan kebahagiaan kelak di akhirat.