PILAR-PILAR KEJAYAAN UMAT ISLAM PERSPEKTIF SURAH AR-R ÛM TESIS

PILAR-PILAR KEJAYAAN UMAT ISLAM PERSPEKTIF SURAH AR-RÛM T E S IS

Diajukan Kepada Program Pascasarjana untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh

gelar Magister Agama

Oleh : Mawardi Abdullah

NIM. 02.2.00.1.05.01.0076

Pembimbing :

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M A

Dr. A bd. Chair

PASCASARJANA KONSENTRASI TAFSIR – HADITS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis yang berjudul “Pilar-pilar Kejayaan Umat Islam Perspek tif Surah ar-Rûm”, yang ditulis oleh: Mawardi Abdullah. No. Induk 02.2.00.1.05.01.0076, program studi Tafsir Hadis, disetujui untuk dibawa ke dalam ujian/penilaian tesis.

Tanggal, Mei 2005 Tanggal, Mei 2005 Pembimbing I

Pembimbing II

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A Dr. Abdul Chair, M.A

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

kh

ش sy

ب b د d ص sh

ه h ث ts

ذ dz

ض dl

ط th

ظ zh

ة h/t

Vokalisasi

a. Vokal Pendek b. Vokal Panjang

Diftong

ــــــــ ــــ ي = ai ـــــــــــ و = au

Kata Sandang.

Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan tetap menggunakan huruf tersebut. Misalnya kata, ﺲﻤﺸﻟا ditulis asy-Syamsu, kata ةﺪﯿﺴﻟا ditulis as-Sayyidah, dan lainnya. Kata sandang yang diikuti huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Misalnya kata ﻢﻠﻘﻟا ditulis al-Qalam, kata ةﺮﻘﺒﻟا ditulis al-Baqarah dan lainnya.

Syaddah

Syaddah atau tasydid yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan tanda ( ّ ), dalam transliterasinya dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut. Misalnya ﺎﻨّﺑر ditulis rabbana, dan lain sebagainya. Khusus lafal ﷲا, artikel لأ tidak ditulis al, melainkan tetap ditulis Allah dan jika dikaitkan dengan nama seseorang atau kata lain, maka tulisannya disambungkan, misalnya, ﷲا ﺪﺒﻋ ditulis ‘Abdullah, ﷲا ﻞﯿﺒﺳ ditulis sabîlillâh dan lainnya.

Singkatan.

swt : Subhânahu wa Ta‘âla saw

: Shallâ-Allâh ‘Alaihi wa Sallam

h. : halaman QS.

: al-Qur’an Surah t.p.

: tanpa penerbit tt.p.

: tanpa tempat terbit t.th.

: tanpa tahun M

: Masehi

H : Hijriyah w.

: Wafat

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. Yang Maha Mengetahui, Yang Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. Berkat rahmat dan pertolongan-Nya lah penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw.

Tesis dengan judul “Pilar-pilar Kejayaan Umat Islam Perspektif Surah ar-Rûm” ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengungkapkan ajaran Islam yang universal untuk membangun peradaban ramah dan manusiawi. Kajian ini dipandang perlu sebagai usaha untuk mengentaskan keterbelakangan dan ketertinggalan umat Islam yang nota bene sebagai pewaris ajaran al-Qur’an. Meski harus disadari bahwa hal ini baru merupakan upaya awal yang harus ditindaklanjuti.

Penulisan tesis ini akan sulit diselesaikan tanpa bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setulus- tulusnya kepada;

Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, selaku rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA, selaku Direktur Pascasarjana, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengenyam pendidikan di program pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Bapak Prof. Dr. H. Thib Raya, MA selaku ketua konsentrasi Tafsir Hadits di

pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, atas motifasi dan dukungan tiada hentinya yang diberikan kepada penulis, sehingga diselesaikannya tesis ini.

Kepada Bapak Pembimbing, Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA dan Bapak Dr. Abdul Chair, MA, terimakasih dan semoga Allah memberikan pahala kebaikan atas arahan dan bimbingannya, hingga terselesaikannya tulisan ini.

Para dosen pengasuh di pascasarjana baik yang bertemu langsung maupun

tidak langsung, semoga Allah memberikan keberkahan atas ilmu mereka yang telah disumbangkan guna memperoleh pencerahan berfikir, bersikap, dan bertindak.

Kawan-kawan belajar dan berdiskusi, terutama kawan-kawan konsentrasi Tafsir Hadis angkatan 2002 yang tidak bisa disebut satu persatu. Kedua orang tua penulis tercinta H. Abdullah Ahmad dan Hj. Maimunah, yang tidak henti-hentinya mendoakan bagi kebaikan penulis. Kepada istriku tercinta Anisah Husniyah, S.Pd.I. beserta buah hati kami, Muhammad Hilmi Furqan yang selalu mendorong dan merelakan waktunya tersita untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Dan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan yang tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu.

Akhirnya, penulis hanya dapat memohon kepada Allah swt. semoga seluruh kebaikan yang telah mereka berikan dicatat sebagai amal saleh dan mendapatkan balasan yang baik di sisi-Nya.

Jakarta, 02 Mei 2005

Penulis

Mawardi Abdullah.

LEMBAR PENGESAHAN i TRANSLITERASI

ii KATA PENGANTAR

iv DAFTAR ISI

vi BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Perumusan Masalah

C. Tujuan dan Signifikasi Masalah

D. Tinjauan Kepustakaan

E. Metode Penelitian

14 BAB II

F. Sistematika Pembahasan

AL-QUR’AN DAN LINTASAN SEJARAH KEJAYAAN UMAT 16 ISLAM

A. al-Qur’an dan Umat Islam.

a. Kembali Kepada al-Qur’an Kembali Meraih Kejayaan.

b. Langkah Bersama al-Qur’an

B. Karakteristik Ajaran al-Qur’an

a. al-Qur’an Terpelihara Sepanjang Zaman.

b. al-Qur’an Kitab Suci Universal.

c. al-Qur’an Kitab Suci Manusiawi

C. Sejarah Kejayaan Umat Islam

a. Kondisi Masyarakat Prakelahiran Nabi Muhammad saw. 52

b. Kejayaan Umat Islam Masa Rasulullah.

72 BAB III

c. Kejayaan Umat Islam Masa Khulafâ ar-Râsyidîn.

SURAH AR-RÛM DAN BERITA KEJAYAAN UMAT ISLAM

A. Mengenal Surah ar-Rûm

a. Makna dan Nama Surah

b. Kandungan Umum dan Tujuan Utama Surah ar-Rûm

c. Munasabah Surah ar-Rûm dengan Surah Sebelum dan 89

Sesudahnya.

B. Menelusuri Kejayaan Umat Islam Melalui Surah ar-Rûm

a. Janji Allah Bagi Kejayaan Umat Islam di Pentas Dunia 94 Adalah Kemenangan Keimanana Yang Melampui Nalar.

b. Bukti-Bukti Kekuasaan Allah swt. Di Alam Semesta 109 Sebagai Bukti Bahwa Dia Kuasa Menganuhgerahkan Kejayaan Umat Islam.

c. Karakteristik Umat Beriman, Pewaris Kejayaan. 134

d. Obyektifitas

Dalam Mencapai Kecemerlangan Hidup Dengan Selalu Meyakini Kebenaran Janji al-Qur’an.

dan

Realistis

BAB IV KEJAYAAN UMAT ISLAM DALAM PERSPEKTIF SURAH 144 AR-RÛM

A. Faktor-Faktor Pendorong Tercapainya Kejayaan. 148

B. Faktor-Faktor Penghalang Mencapai Kejayaan 162

C. Kejayaan Umat Islam Yang Dinantikan 170 BAB V

PENUTUP 181 DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an sebagai kitab penuntun manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya dan kemuliaan. 1 Al-Qur’an merupakan pusat ajaran Islam, sebagai sentral

perkembangan ilmu-ilmu keislaman sekaligus inspirator, pemandu dan pemadu gerakan umat Islam sepanjang zaman, sehingga bumi diganti dengan bumi yang lain

begitu pula dengan langit. 2 Kemajuan dan kemunduran umat ini tergantung kepada kedekatan, dan kekokohan dalam pengejawantahan al-Qur’an. Dengan demikian,

pemahaman terhadap ayat ayat al-Qur’an melalui penafsiran-penafsirannya yang benar, mempunyai peranan penting bagi maju mundurnya umat Islam, sekaligus dapat mencerminkan perkembangan serta corak pemikiran umat ini.

Umat Islam tidak akan bisa selamat dari kemelaratan kecuali jika mereka dapat kembali sebagaimana keadaan semula, yakni dengan menjadi sebaik-baik umat. Hal ini tidak akan terwujud kecuali jika umat ini menjadikan al-Qur’an al-Karim sebagai jalan keselamatan, petunjuk, penyelamat, penggugah dari tidur yang lelap, dan pelita kegelapan. Dengan berpedoman kepada al-Qur’an umat ini akan hidup, di bawah naungan cahayanya dan akan mengantarkan kepada kejayaan.

1 QS. Ibrâhim (14): 1 2 QS. Ibrâhim (14): 48

2 Umat kita hari ini membutuhkan kepada sesuatu yang dapat menyelamatkan

mereka, saat ini mereka bagaikan orang kelaparan, walaupun bekal sudah di tangan,dan bagaikan musafir kehausan padahal air di atas punggung. 3 Untuk itu

maka perlu adanya seruan kepada umat ini akan pemahaman yang benar dan komprehensif untuk memurnikan ajaran Islam dan kembali kepada al-Qur’an dan al- Sunnah.

Berbagai upaya dilakukan untuk memahami al-Qur’an, yang kemudian

tertuang kedalam metode, dengan sumber serta corak penafsiran yang cukup beragam. Usaha-usaha tadabbur tersebut telah mewariskan khasanah peradaban gemilang sebagaimana dilukiskan oleh Abdullah Darraz yang dinukil oleh M. Quraish Shihab, bagaikan intan yang setiap sudut-sudutnya memancarkan cahaya- cahaya yang berbeda dengan cahaya yang terpancar dari sudut yang lain, dan tidak mustahil jika anda mempersilahkan orang lain untuk memandangnya, maka ia akan

melihat lebih banyak lagi cahaya dari yang anda lihat. 4

Dari metode-metode penafsiran al-Qur’an yang berkembang, penulis melihat metode tematik (maudlu’î) sangat cocok sebagai solusi problematika kontemporer. Metode ini sebenarnya telah pernah dirintis oleh Ibnu Katsir dalam karya monumentalnya at-Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm. Metode ini berdasarkan gagasan menguraikan al-Qur’an terhadap satu masalah tertentu dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat yang berbicara tentang satu topik tertentu, kemudian dikaitkan antara satu dengan yang lainnya, sehingga pada akhirnya dapat diambil

3 Nashir Bin Sulaiman al-Umar, Tafsir Surah al-Hujarât, Manhaj Pembentukan Masyarakat Berakhlak Islam, terj. Agus Taufiq, Jakarta, Pustaka al-Kautsar, 2001, h. 3

4 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur ’ an, Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung, Mizan 1993 h. 72

3 pengertian yang menyeluruh dan komprehensif tentang masalah tersebut menurut

petunjuk al-Qur’an. Dalam pentadabburan ini akan dipusatkan dalam salah satu surah dalam al-Qur’an.

Kajian tematik terhadap salah satu surah ini penting diangkat, karena sebagaimana ditegaskan oleh Rif’at Fauzi bahwa setiap surah dalam al-Qur’an itu mengusung tema sentral yang berbeda dengan surah-surah lainnya. Meski juga tema sentral yang telah dibahas dalam suatu surah terdapat dalam beberapa surah, namun

sifatnya bukan merupakan pembahasan pokok . Tafsir tematik surah dapat dijadikan alternatif pemecahan, dengan pertimbangan bahwa pandangan tematik terhadap sebuah surah dalam al-Qur’an berusaha mengungkap berbagai tujuan yang ada secara bersamaan dan dapat juga tercipta acuan kebudayaan, di samping sudut pandang yang

komprehensif. 7 Al-Qur’an bukan merupakan kitab sejarah, dalam artian tidak menyebutkan

tanggal, tempat kelahiran dan tidak menyebutkan secara spesifik peristiwa-peristiwa. Terdapat banyak ayat di dalam al-Qur’an yang mengajak kita untuk mempelajari perihal nenek moyang dan mengenalkan sejarah mereka sebagai suatu sumber pengetahuan. Menurut al-Qur’an, sejarah manusia berevolusi menurut serangkaian hukum dan prinsip. Keagungan, kesukaran, keberhasilan, kegagalan, kegembiraan, dan kemalangan yang pernah terjadi dalam sejarah memiliki aturan yang sistimatis

4 Ibid, h. 114 6 Rif’at Fauzi Abdul Muthallib, al-Wahdah al-Maudhû ’ iyah li as-Sûrah al-Qur ’ âniyyah,

Kairo, Dâr al-Salâm, Cet 1, 1986, h. 7-8 7 Muhammad al-Ghazâly, Kaifa Nata ‘ âmal Ma ’ a al-Qur ’ ân ? Beirut, al-Maktab al-Islâmy,

1999, cet. 2, h. 97

4 dan seksama. Dengan mengetahui aturan-aturan itu kita akan dapat mempengaruhi

sejarah masa kini dan memanfaatkan untuk memperbaiki kehidupan. Untuk memahami al-Qur’an sebagai pedoman utama Umat Islam diperlukan asbâbu al-Nuzûl yang keberadaannya tidak terlepas dari bingkai sejarah. Memahami hadits juga diperlukan latar belakang terbitnya hadits tersebut berupa asbâbu al- Wurûd beserta riwayat hidup para tranmisator hadits yang kita kenal dengan Rijâlu al-Hadits. Bahkan perintah peneladanan Rasulullâh tidak akan terlepas dari bingkai

sejarah, sebagaimana dalam surah al-Ahzâb (33) : ayat 21:

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan banyak menyebut Allah. al-Ahzâb (33) : 21

Kaum muslimin pernah mempunyai sejarah emas pada abad 1H / 7M sampai sekitar abad 3H /9M. Kebanggaan akan keberhasilan pada masa itu mengantarkan kepada kepuasan yang salah, hal ini berakibat kepada kemunduran pada segala lini kehidupan baik sosial, politik, ekonomi, budaya dan militer. Kemunduran ini dapat kita lihat sejak penghujung abad 12H / 18M sampai dengan usainya perang dunia kedua hingga saat ini, Dunia Islam praktis berada di bawah kekuasaan Barat, baik

langsung maupun tidak langsung. 9

Bandung, Mizan, 1998, cet. X, h. 113-114. 9 . Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-Jeram Peradaban Muslim, Yogyakarta, 1996, hal. 175

8 Murtadha Muthahhari, Perspektif al-Qur ’ an Tentang Manusia dan Agama,

5 Surah yang khusus mengangkat tema perjalanan sebuah bangsa yang pernah

hidup bersama dalam percaturan politik dan budaya adalah Surah ar-Rûm. Ar-Rûm dinisbahkan kepada kekaisan Romawi Timur (Byzantium). Surah ini berisi berita perebutan pengaruh dan peperangan antara Imperium Romawi dan Persia, yang mana pada waktu itu Umat Islam tidak berarti apa-apa. Umat Islam masih sangat lemah, dan tidak mungkin untuk menjadi sebuah bangsa, mirip dengan kondisi Umat Islam sekarang yang berada di puritan panggung budaya dunia. Namun ketika itu Allah

memberikan kabar gembira akan kemenangan dan kejayaan umat Islam. Kesamaan dan kemiripan kondisi terpuruk yang dihadapi oleh Umat Islam pada saat itu, ketika agama ini masih di anut oleh segelintir kaum lemah dan papa, dengan kondisi Umat Islam sekarang yang hampir tidak mempunyai peran dalam segala sektor kehidupan inilah yang memunculkan keinginan keras bagi penulis untuk menelaah kembali Surah ar-Rûm, dalam rangka turut membidani Kejayaan Umat Islam. Dalam tesis ini penulis menggunakan kajian tematik dalam menelaah salah satu surah al-Qur’an, yaitu surah ar-Rûm.

Umat yang dimaksudkan adalah Ummah yang menurut al-Qur’an mempunyai karakteristik tertentu yaitu, komunitas masyarakat yang seluruh aktivitasnya didasari semangat tauhid. Sebagaimana disebutkan dalam surah-surah di bawah ini :

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang- orang yang rugi (QS. Âli ‘Imrân (3) : 85)

Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata dari Allah untukmu . (QS. Adz-Dzâriyyât (51) : 56)

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu ", (QS. an- Nahl (16) : 36)

Al-Qardlawi menjelaskan tentang pengertian ketauhidan ini bahwa, pertama, dengan tauhid akan memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia dari segala bentuk penghambaan kepada selain Allah, kedua dapat membantu kepada pembentukan kepribadian yang harmonis, sehingga jelas arah dan tujuannya, ketiga dengan berlandaskan tauhid dapat memenuhi dan mengisi jiwa dengan rasa ketentraman dan ketenangan, jauh dari kungkungan ketakutan, keempat Ketauhidan akan memberikan rasa optimisme, konsisten, tawakkal, rela terhadap apa yang di berikan Allah serta selalu sabar, dan kelima ketauhitan merupakan dasar bagi

tegaknya rasa ukhuwah, persamaan, dan kesamaan dalam kehidupan. 10 Surah ar-Rûm secara umum lebih menekankan kepada berita dan janji Allah

untuk Kejayaan Umat Islam, hal ini dapat kita lihat secara jelas dalam pembukaan surah tepatnya pada ayat keenam, yang mana setelah memaparkan tentang perbedaan tatanan kehidupan antara yang beriman kepada Allah akan mendapat kemenangan

10 Yusuf al-Qardhawi, Hakekat Tauhid dan Fonemena Kemusyrikan, terj. Jakarta, Rabbani Press, 1998, 146-156

7 dan ketenangan dengan kaum durhaka yang berakhir pada kesengsaraan, maka

kemudian Allah menutup surah ini pada ayat ke enampuluh dengan perintah bersabar terhadap janji Allah yang pasti datang.

Janji Allah untuk Kejayaan Umat Islam dalam surah ini, tentunya diikuti oleh perangkat-perangkat yang harus dimiliki sebagai semangat pengabdian dan ibadah kepadaNya. Untuk itu penulis berupaya untuk merekontruksi piranti-piranti tersebut, sehingga mudah bagi kita melihatnya sebagai landasan, maka judul penelitian ini

kemudian adalah , “Pilar-Pilar Kejayaan Umat Islam, Perspektif Surah ar-Rum”.

B. Perumusan Masalah

Penelitian ini berupaya mengungkap informasi al-Qur’an tentang janji pertolongan dan Kejayaan Umat Islam dalam pentas peradaban dunia, yang sekaligus mengantarkan kepada kebahagiaan hidup di akhirat yang kekal. Untuk itu yang menjadi fokus masalah yang akan dikaji ialah bagaimana konsep al-Qur’an tentang Kejayaan Umat Islam dalam Perspektif Surah ar-Rûm?

Kemudian untuk membantu mengarahkan penulisan, penulis akan membuat rumusan yang terbingkai dalam pertanyaan berikut :

1. Bagaimana kedudukan al-Qur’an sebagai sumber pedoman hidup bagi kaum mu’min untuk mencapai kejayaan ?

2. Bagaimana bentuk pertolongan Allah atas kaum mu’min untuk meraih

Kejayaan dalam Perspektif Surah ar-Rûm ?

3. Apa Unsur-unsur pendorong tercapainya Kejayaan Umat Islam Perspektif Surah ar-Rûm ?

C. Tujuan dan Signifikasi Penelitian

Penelitian ini bertujuan antara lain untuk :

1. Mendapatkan pengertian yang utuh tentang al-Qur’an sebagai pedoman hidup.

2. Merumuskan Konsep Kejayaan Umat dalam Perspektif Surah ar-Rûm.

3. Memotifasi, membentuk dan mengembangkan sikap mu’min, menuju Kejayaan yang di janjikan.

Adapun signifikasi penelitian ini adalah :

1. Untuk membuktikan bahwa al-Qur’an tidak terbatas ruang dan waktu sebagai solutif segala patalogi sosial

2. Memberikan sumbangsih pemikiran tentang konsep dan teoritis dalam kajian al-Qur’an, serta menambah kazanah kepustakaan dalam meneliti dan memahami al-Qur’an sebagai inspirator gerakan umat

3. Untuk memenuhi salah satu sarat dalam menyelesaikan kuliah Program Magister Agama Islam di UIN Jakarta

D. Tinjauan Kepustakaan

Tulisan-tulisan yang mengkaji tentang Kejayaan Umat Islam dalam bentuk tafsir tematik atas surah tertentu dalam al-Qur’an belum penulis temukan, bahkan dalam penelusuran data yang penulis lakukan baik melalui penerbit-penerbit maupun toko-toko buku, penulis belum menemukan buku tertentu yang mengusung tema ini dalam kajian utuh. Kajian-kajian yang ada lebih berbentuk kumpulan artikel yang meskipun tidak berjudul sama, namun memuat tema-tema mirip, misalnya, Jalan

Baru Islam, Memetakan Paradigma Mutakhir Indonesia , Editor Mark R. Woodward. Buku ini lebih berbentuk kumpulan artikel tentang fonemena Islamologi di Indonesia. Jeram-Jeram Peradaban Muslim karya Nourouzzaman Shiddiqi. Buku ini merupakan kumpulan artikel beliau, juga tidak membahas secara langsung tema di atas dan nuansa ke-Indonesiaan sangat kental, hal ini terlihat dalam bab tiga dan empat.

Berikut Ali Syari’ati dalam Membangun Masa Depan Islam, mencantumkan pada bab tiga dari buku ini judul, Pesan Untuk Para Pemikir Tercerahkan, yang di dasari atas kajian Surah ar-Rûm. Kajian ini bersifat pengantar karena memang disajikan pada acara perkuliahan, seperti beliau akui bahwa sangat tidak mungkin untuk membahas utuh surah ini pada satu kali tatap muka.

Yusuf al-Qardlawî dalam bukunya Ummatuna Baina Qarnaini, menyinggung kebangkitan Umat Islam, namun buku ini lebih merupakan kumpulan dari seri-seri kebangkitan Islam. Begitu juga dengan Mahmûd Hamdi Za‘zûk dalam al-Islam Fî

10 ‘Asri al-‘Ûlamah, menyajikan pergesekan antara peradaban barat dan timur, bukan

berbasis kepada penafsiran. Demikian tinjauan kepustakaan yang penulis dapatkan

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan, Pengumpulan Data dan Analisis Pendekatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan ilmu

tafsir, sebab, untuk bisa mengelaborasi dan meng-kolerasikan tema penelitian dengan ayat-ayat yang akan jadi obyek penelitian, serta memperoleh pemahaman yang utuh

dan menyeluruh harus melalui ilmu tafsir. Dalam menelaah surah ar-Rûm, sebagai referensi primer penulis merujuk kepada kitab-kitab tafsir seperti, Jami’ al-Bayan fî Ta’wîl âyi al-Qur’an Karya Ibn Jarir ath-Thabarî (W. 929 M), Tafsîr al-Kasysyâf karya az-Zamakhsyari (W 538 H), Tafsîr al-Kabîr / Tafsir Mafâtih al-Ghaib karya ar-Râzi (606 H/1210 M), Tafsîr al- Qur’an al-Azhîm karya Ibn Katsir (W 774 H/1372 M), Al-Dûrr al-Mantsûr Karya as- Suyûthi (W. 911 H), Tafsir Rûh al-Ma’âni fî Tafsîr al-Qur’an al-Azhîm wa al- Sab’ul al-Matsâni karya al-Alusi(W.1270 H/1802 M), Tafsir Fî Zhilâl al-Qur’ân Karya Sayyid Quthub (W 1966 M), at-Tafsîr al-Munîr Fî al-Aqîdah wa asy-Syarî’ah wa al-Manhaj (Lahir 1932 M) dan kitab-kitab lainnya. Semua referensi ini akan di rujuk saat menelaah makna suatu istilah, konsep atau hukum yang terdapat pada surah ar-Rûm. Ketika ditemukan selisih pendapat antara para mufassir, maka akan penulis ambil pendapat mayoritas setelah mempertimbangkan dengan analisis

11 rasionil. Matsûrât yang terdapat dalam kitab-kitab hadits juga akan menjadi rujukan

beserta kitab-kitab pendukungnya. Untuk ‘Ulumul Qur’an penulis merujuk kepada, al-Burhân Fî ‘Ulûmi al- Qurân milik az-Zarkayi, al-Itqân fi ‘Ulûmi al-Qur’ân milik as-Suyûthi, Mabâhis fî ‘Ulûmi al-Qur’ân karya Mannâ’ al-Qaththân, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûmi al-Qurân karya az-Zarqânî dan kitab-kitab lainnya.

Untuk analisa kebahasaan, penulis akan merujuk kepada, Mu’jam Mufradât li

Alf âzh al-Qur’ân karya ar-Râghib al-Ashfahânî, Kitab at-Ta’rîfât karya al-Jurjânî, dan kitab-kitab kebahasaan lainnya.

Semua sumber data yang dirujuk ditelaah secara kritis sehingga konklusi yang diambil akurat dan rasional. Proses analisa dilakukan dengan metode berpikir induktif, deduktif atau komparatif.

2. Metode dan Langkah-langkah Penafsiran. Metode tafsir tematik yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

metode tafsir tematik satu surah dalam al-Qur’an. Dalam pelaksanaan, penulis berpedoman kepada langkah-langkah yang dirumuskan oleh Musthafa Muslim dalam bukunya Mabâhits fi at-Tafsîr al-Maudlû’î dan Shalãh al-Khâlidi dalam bukunya at- Tafsîr al-Maudlû’î Baina an-Nazhariyyah wa at-Tathbîq. Meski begitu atas pertimbangan teknis, tanpa mengurangi relevansi beberapa langkah yang ditawarkannya, dalam penelitian ini penulis akan melakukan modifikasi dan penyederhanaan langkah-langkah tersebut, sehingga menjadi lebih sederhana dan sesuai tujuan penelitian ini.

12 Adapun teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah:

a. Melakukan studi pustaka dengan mengumpulkan beberapa buku yang berkaitan dengan topik permasalahan.

b. Mengklasifikasikan data berdasarkan isinya untuk memudahkan pencarian informasi yang dibutuhkan.

c. Menghubungkan penjelasan data kepustakaan dengan penafsiran terhadap beberapa hadist yang berkaitan dengan topik permasalahan.

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: Dalam menafsirkan surah ar-Rûm ini akan menggunakan langkah-langkah penafsiran tematik surah yang telah disederhanakan, adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut :

a. Diskripsi pengantar tafsir surah, yang mencakup penjelasan tentang :

1. Identitas Surah ar-Rûm, nama, jumlah ayat dan masa turunnya surah.

2. Kandungan Surah ar-Rûm secara umum.

3. Makna dan Munasabah surah. Uraian tentang tiga hal ini menjadi satu sub-bab dalam tesis ini. Pada pembahasan selanjutnya adalah mengungkap petunjuk dan pesan yang terdapat dalam surah ar-Rûm dengan tahap-tahap barikut :

b. Uraian tema utama dan sub-tema surah ar-Rûm, yang mencakup penjelasan tentang :

1. Korelasi judul penelitian dengan kandungan umum surah ar-Rûm.

2. Pembagian tema utama kepada sub tema kandungan ayat dan urutan

dalam mushaf.

3. Interpretasi ayat-ayat dalam setiap sub tema, yang meliputi :

i. Teks ayat dan terjemahnya.

ii. Analisa kata kunci yang terkait dengan sub tema

iii. Memperkuat analisa ayat dengan ayat lain, ma’stûrât Nabi, dan sahabat serta pendapat para ulama. Berkenaan dengan ayat hukum

penulis tidak menekankan kepada kajian fiqhnya, akan tetapi lebih kepada nilai filosofis dan hikmahnya. Apabila ada perbedaan penafsiran ulama, penulis memilih pendapat yang terkuat atau pendapat mayoritas ulama tafsir.

Hasil dari pembahasan pada sub bab III B ini, akan dijadikan sebagai bahan analisa dalam merumuskan jalan menuju kejayaan Umat Islam yang merupakan tujuan dari tesis ini, dengan tahapan kerja sebagai berikut :

c. Analisis kritis untuk mendiskripsikan tentang kejayaan Umat Islam, yang meliputi proses dan urain tentang :

i. Mengklasifikasikan ulang sub-tema dan mensistematis ulang penafsiran yang terdapat pada pembahasan sebelumnya, sesuai dengan tujuan penelitian ini.

ii. Paparan analisa tentang isi setiap sub-tema secara kritis dengan ulasan singkat, logis dan argumentatif

F. Sistematika Pembahasan

Agar penelitian ini tersusun secara terarah, sistematis dan sesuai dengan tujuan serta kegunaannya, maka sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut :

Bab pertama berisi tentang rancangan penelitian tesis, yang mencakup, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan signifikasi penelitian, tinjauan kepustakaan dan metode penelitian yang akan digunakan.

Bab kedua sebagai landasan teoritis akan dibahas secara umum tentang karekteristik al-Qur’an sebagai pedoman umat ini, berikut kilasan fakta sejarah Umat

Islam yang pernah menorehkan zaman kejayaannya. Bab ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran akan kerekatan Kejayaan Umat Islam yang tidak bisa dipisahkan dengan al-Qur’an.

Bab ketiga adalah pengenalan tentang surah ar-Rûm beserta kandungannya dalam tema kabar, janji terhadap Kejayaan Umat Islam. Pada bab ini akan dibahas tentang ; Pertama, pengenalan Surah ar-Rûm yang meliputi pembahasan tentang identitas Surah ar-Rûm dan kandungannya. Kedua, pengkajian berupa penelusuran Kejayaan Umat Islam melalui Surah ar-Rûm. Hasil kajian bab ketiga ini merupakan bahan-bahan pemikiran yang akan dirumuskan menjadi Pilar-Pilar Kejayaan Umat Islam dalam Perspektif Surah ar-Rûm

15 Bab keempat berisi analisa tentang Pilar-Pilar Kejayaan Umat Islam dalam

Perspektif Surah ar-Rûm. Bab ini mencakup pembahasan tentang faktor-faktor tercapainya kejayaan Umat Islam berikut penghalangnya.

Bab kelima merupakan bab penutup, sebagai kesimpulan dari pembahasan penelitian ini.

BAB II

AL-QUR’AN DAN LINTASAN SEJARAH KEJAYAAN UMAT ISLAM

A. al-Qur’an dan Umat Islam

Al-Qur’an sebagai pedoman untuk menuntun manusia kepada tujuan mulia, petunjuk dan jalan lurus menuju kebahagiaan nanti dan di sana, kejayaan kini di dunia ini.

Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS. Al-Mâidah (5) : 15-16)

Sesungguhnya al-Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus. (QS. Al-Isrâ’ (17) : 9)

Al-Qur’an telah menggambarkan posisinya dalam beberapa ayat, sebagai cahaya yang menerangi sekitarnya, menyingkap yang tersembunyi, mengangkat kebenaran, menepis kebatilan dan keraguan, serta berfungsi sebagai argumentasi petunjuk bagi yang bingung juga sebagai peneguh keimanan.

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mu`jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (al-Qur'an). (QS. An-Nisâ’ (4) : 174)

Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya (al-

Qur'an) yang telah Kami turunkan. (QS. At-Taghâbun (64) : 8)

Berikut al-Qur’an merupakan cahaya yang akan menuntun kepada keberuntungan

Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Muhammad saw), memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al- A‘râf (7) : 157)

Keberadaan al-Qur’an sebagai pemandu menuju kejayaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat telah di contohkan secara apik oleh generasi pertama umat ini. Ketika seluruh sendi-sendi kehidupan didasarkan pada al-Qur’an dengan pemahaman dan pengamalan yang benar. Al-Qur’an telah mengantarkan para sahabat ra.. dari kegelapan dan kesengsaraan menuju kecerahan hidup dan kebahagiaan. Jejak para sahabat ra. ini diikuti oleh murid-murid mereka begitupun setelahnya para generasi qur’ani, yang telah membebaskan negeri-negeri dari tirani dan penyembahan sesama Keberadaan al-Qur’an sebagai pemandu menuju kejayaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat telah di contohkan secara apik oleh generasi pertama umat ini. Ketika seluruh sendi-sendi kehidupan didasarkan pada al-Qur’an dengan pemahaman dan pengamalan yang benar. Al-Qur’an telah mengantarkan para sahabat ra.. dari kegelapan dan kesengsaraan menuju kecerahan hidup dan kebahagiaan. Jejak para sahabat ra. ini diikuti oleh murid-murid mereka begitupun setelahnya para generasi qur’ani, yang telah membebaskan negeri-negeri dari tirani dan penyembahan sesama

terbukti hanya beberapa saat setelah wafatnya Rasulullah saw., tepatnya pada tahun

50 H (670M) Tentara Islam telah sampai di Ibukota Romawi Konstantinopel. 1

Umat Islam saat itu berpedoman kepada al-Qur’an dan Hadits Rasul. Mereka tidak menunggu datangnya serangan orang-orang Romawi, justru mereka yang menyerang kalau siasat menguntungkan dengan menyerang. Maka meski tidak berpengalaman dalam mengarungi lautan, namun tentara Muslim paham betul bahwa

tidak mungkin mendapatkan kemenangan atas musuhnya kecuali dengan usaha membuat armada laut yang tangguh dan menghadang kekuatan asing di laut sebelum memasuki wilayah Islam. Mereka tidak berpikir untuk membaca al-Qur’an dan Hadits Rasul hanya karena mengharapkan keberkahan dan untuk mencapai kemenangan semata. Keberhasilan akan ada apabila umat ini mampu merealisasikan ajaran dan melaksanakan hukum-hukum al-Qur’an, sebagaimana ditegaskan oleh Allah,

Dan al-Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.( QS. al-An‘âm (5) : 155)

1 M.A. Enan, Detik-Detik Menentukan Dalam Sejarah Islam, terj. Mahyuddin Syaf, Surabaya, Bina Ilmu, 1979, h. 44. Kemaharajaan dimaksud adalah Romawi Timur, tidak di sebut kata

timur, karena Kemaharajaan Romawi Barat tidak berumur panjang, hanya bertahan 81 tahun, tepatnya pada tahun 476 takluk dibawah suku barbar Vandel, maka yang meneruskan Kemaharajaan Romawi ini adalah Romawi Timur. Lihat Mukhtar Yahya, Perpindahan-Perpindahan Kekuasaan di Timur Tengah Sebelum Lahir Agama Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1985, h. 458-459

Berkah itu benar-benar ada, apabila kita mampu merealisasikan ayat-ayat

jihad menjadi jihad nyata, ayat-ayat penyerangan menjadi sebuah serangan yang kongkret dan dapat dipraktikkan dengan kondisi yang paling sesuai. Sungguh apa yang dicontohkan oleh generasi awal umat ini sangat menakjubkan, padahal mereka tidak jauh dari masa jahiliyah.

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan agar supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.(QS. As-Shâd (38) : 29)

Namun kemudian setelah abad pertama hijriyah secara perlahan hadir generasi-generasi yang meninggalkan al-Qur’an al-Karim. Umat Islam banyak terfokus kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan bacaan al-Qur’an, ilmu tajwid, dan terpaku kepada hafalan-hafalan teks-teks al-Qur’an semata. Mereka tidak begitu mementingkan aspek dialogis dan analisa, maka sudah pasti umat Islam akan kehilangan relefansinya terhadap realitas-realitas semesta. Orang-orang di luar Islamlah yang giat mengkaji realitas alam semesta sehingga dengan mudah mereka dapat menguasai dan memanfaatkan potensi alam. Sedangkan umat Islam yang mempunyai kitab suci menyeru kepada semangat berfikir analisis, disibukkan oleh hukum-hukum bacaan dasar, mad, ghunnah, ikhfâ’, yang hal ini sebenarnya hanya Namun kemudian setelah abad pertama hijriyah secara perlahan hadir generasi-generasi yang meninggalkan al-Qur’an al-Karim. Umat Islam banyak terfokus kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan bacaan al-Qur’an, ilmu tajwid, dan terpaku kepada hafalan-hafalan teks-teks al-Qur’an semata. Mereka tidak begitu mementingkan aspek dialogis dan analisa, maka sudah pasti umat Islam akan kehilangan relefansinya terhadap realitas-realitas semesta. Orang-orang di luar Islamlah yang giat mengkaji realitas alam semesta sehingga dengan mudah mereka dapat menguasai dan memanfaatkan potensi alam. Sedangkan umat Islam yang mempunyai kitab suci menyeru kepada semangat berfikir analisis, disibukkan oleh hukum-hukum bacaan dasar, mad, ghunnah, ikhfâ’, yang hal ini sebenarnya hanya

pada sama sekali tidak menyentuh al-Qur’an, sebagaimana disinggung oleh Allah dalam firmannya,

Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab, kecuali dongengan bohong belaka. (QS.Al-Baqarah (2) : 78)

Kata ﱐ ﺎﻣﺃ dalam ayat ini berarti angan-angan, harapan kosong, dongen atau

kebohongan. Ia juga berarti bacaan yang tanpa upaya pemahaman atau penghayatan. Ketiga sifat ini (angan-angan, dongeng, dan bacaan yang tidak di hayati) merupakan

sifat sebagian orang Yahudi, bahkan menjadi sifat sebagian kita umat Islam. 3 Untuk memahami, menentukan hukum serta penafsiran lebih lanjut tentang kandungan al-

Qur’an, sulit ditemukan dalam kalangan umat ini. Al-Qur’an adalah kitab yang mampu membentuk jiwa, membangun bangsa

dengan peradaban yang mengagumkan. Hal ini tidak dapat dilakukan karena kita telah mengambil jarak dengan al-Qur’an, Allah menggambarkan dalam firmannya,

2 Muhammad al-Ghazâly, Kaifa Nata ‘ âmal Ma ’ a al-Qur ’ ân ? Beirut, al-Maktab al-Islâmy, 1999, cet. 2, h. 38-39

3 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur ’ an , Jakarta, Lentera Hati, 2000, Vol. 1, cet. 1, h. 230-231

Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (QS. al-Mâidah (5): 15-16)

Ketika umat Islam tidak mengikuti petunjuk dan jalan Allah dengan sendirinya, umat ini tidak dapat mempunyai pengaruh dan peran di dunia ini. Seperti yang terjadi dan disaksikan sekarang ini lebih dari lima miliar manusia terhalang dari cahaya al-Qur’an. Penyebabnya adalah bahwa umat Islam sendiri yang membuat

penghalang dari cahaya al-Qur’an dan pada akhirnya tidak mampu berbuat banyak. 4 Tidak mengacuhkan al-Qur’an dengan hanya sebatas membaca, tanpa analisis dan

meninggalkan unsur dialogis, yang hal ini sebenarnya termasuk perbuatan berdosa. Allah menyindir perbuatan ini dalam firmannya,

Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan". (QS. Al-Furqân (25) : 30)

4 Muhammad al-Ghazâly, Kaifa. Op. Cit. h. 39

Kemudian lebih dari itu, selain memikul cara berpikir yang salah dengan

pemahaman al-Qur’an yang terbatas kepada literal saja tanpa merealisasikan dalam kerja nyata, umat ini juga menanggung beban keterbelakangan dari sumber-sumber kebudayaannya sendiri yang sudah banyak digunakan sebagai kerangka interpretasi. Kerangka interpretasi tersebut adalah warisan budaya yang sudah terbelakang, yang tentu saja akan mengahasilkan sebuah interpretasi yang terbelakang juga. Kebanyakan dari umat Islam hanya pandai mengutip ayat-ayat tertentu dan

menghubung-hubungkannya dengan ayat-ayat lainnya. Begitu juga dengan hadits- hadits, tanpa melihat kembali kesahihan sanadnya yang justru menjauh dari obyek sasaran dan tema yang diharapkan. Seakan-akan ayat-ayat al-Qur’an tidak mampu menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi, karena dibaca dengan metode tertutup

dan tidak sejalan dengan masalah-masalah yang dihadapi. 5

Demikian pula yang terjadi dalam ilmu-ilmu alam yang diambil dari teori- teori yang diciptakan oleh ilmuwan-ilmuwan Islam, seperti Jabir Ibn Hayyan (200 H) dalam ilmu kimia, Hasan Ibn al-Haitsam (430 H) dalam arsitektur, al-Khawarizmi (232 H) dalam matematika, dan lainnya. Penemuan-penemuan para ilmuwan tersebut dianggap bukan ibadah sunnah, tetapi justru di luar ibadah, padahal kemajuan peradaban suatu bangsa tidak dapat terbentuk, kecuali dengan menerapkan ilmu-ilmu tersebut. Pembahasan tentang fiqih juga dalam krisis membahayakan, karena tema pembahasannya tidak menyentuh problematika kehidupan, khususnya yang

5 Ibid, h. 77 5 Ibid, h. 77

masalah-masalah peribadatan yang kadang menambah permasalahan, karena para faqih hanya berupaya untuk mengisi kekosongan dan menghindari kefakuman. Begitupun dengan kisah-kisah qur’ani yang sudah berubah visi, kajian sejarah yang berhubungan dengan maju mundurnya peradaban beralih menjadi cerita-cerita biasa lepas dan tidak menyentuh hukum-hukum alam serta undang-undang Allah sama sekali. Maka timbullah kerancuan yang diikuti dengan munculnya khurafât dan

isrâiliyyât secara luas. 6 Kesemuanya ini menambah beban pengentasan umat dari keterpurukan dan keterbelakangannya.

a. Kembali Kepada al-Qur’an Kembali Meraih Kejayaan

Kembali kepada al-Qur’an berarti kembali membacanya, memahami, menganalisis, dan mengungkap sunnah-sunnah, hukum-hukum Allah, pesan-pesan, ketentuan-ketentuan, beragam ancaman, dan kabar gembira, serta berbagai kebutuhan lain umat Islam, untuk mengisi perannya dalam peradaban dunia.

Para generasi terdahulu memiliki sikap dan kepribadian yang tinggi ketika membaca al-Qur’an. Adanya dialogis antara pembaca dengan al-Qur’an, dengan menghadirkan jiwa yang cenderung kepada nilai-nilai kebenaran, untuk kemudian di kejawantahkan dalam seluruh sisi-sisi kehidupan.

6 Ibid. h. 89

Nabi Muhammad saw., sebagai panutan dan suri tauladan umat, mempunyai

sikap totalitas pengamalan al-Qur’an sebagaimana digambarkan oleh ummul mukminin 7 Aisyah ra., bahwa Ahklak Nabi adalah al-Qur’an. Ini bararti bahwa Nabi

saw., hidup dengan semangat qur’ani, pola pikir dan yang terpancar darinya adalah perilaku al-Qur’an. Beliau menyatu dengan alam pada saat merenung dan berpikir tentang kekuasaan Allah swt. Pada saat bercerita tentang masalah-masalah seputar alam yang luas membentang, beliau seperti pengembara sejati. Beliau seakan pernah

hidup pada suatu generasi, tatkala menceritakan kisah-kisah al-Qur’an. Pada saat al- Qur’an menggambarkan balasan-balasan di akhirat, semua itu seolah-olah nyata di

mata beliau. 8

Seharusnya hal itu juga dilakukan oleh umat Islam sekarang ini, sebab al- Qur’an adalah mukjizat Nabi saw., yang bermuatan tema-tema terbaik dalam masalah

pendidikan umat, peradaban, dan akhlaq mulia. 9 Pendahulu umat ini, pada saat mereka benar-benar membaca al-Qur’an secara analisis dan dialogis, terbentuk

menjadi bangsa yang menerapkan sistem musyawarah yang lebih baik dari sekedar sistim demokrasi. Bangsa yang menolak kesewenang-wenangan, mencintai perdamaian, membentuk sistem persamaan derajat kemanusiaan, menjauhi rasial ras dan etnis, serta menanggalkan kesombongan. Hal ini pernah diungkapkan oleh

7 Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim (261 H) dalam hadits panjang, yang merupakan jawaban Ummul al-Mu’minin ketika di tanya tentang akhlaq Nabi saw.,

نآﺮﻘﻟا نﺎﻛ ﻢﻠﺳو ﻪﯿﻠﻋ ﷲا ﻲﻠﺻ ﷲا ﻲﺒﻧ ﻖﻠﺧ نﺈﻓ ﺖﻟﺎﻗ Global Islamic Software Company, Mausû ‘ ah al-Hadits asy-Syarîf, Cairo, 1997. No. 1233 8 Muhammad al-Ghazâly, Kaifa. h. 37 9 Ibid نآﺮﻘﻟا نﺎﻛ ﻢﻠﺳو ﻪﯿﻠﻋ ﷲا ﻲﻠﺻ ﷲا ﻲﺒﻧ ﻖﻠﺧ نﺈﻓ ﺖﻟﺎﻗ Global Islamic Software Company, Mausû ‘ ah al-Hadits asy-Syarîf, Cairo, 1997. No. 1233 8 Muhammad al-Ghazâly, Kaifa. h. 37 9 Ibid

datang untuk mengeluarkan manusia dari penyembahan sesama mahkluk kepada menyembah Allah Yang Maha Esa, dari piciknya pandangan keduniaan beralih kepada luasnya kehidupan dunia sekaligus akhirat, dari agama primitif beralih kepada keadilan Islam”. Masyarakat jahiliyah kala itu menemukan dunia barunya menuju sebuah peradaban baru yang menempatkan manusia dalam bangunan kemanusiaan yang sempurna dan begitu tinggi. Itu semua apabila umat Islam menjadikan al-Qur’an

sebagai landasan dan semangat kehidupan. Peradaban Islam diilhami oleh al-Qur’an yang memang memuat perhatian terhadap masalah-masalah kemanusiaan.

Tanpa penetrapan secara total terhadap Islam yang berdasar kepada al-Qur’an, maka sesungguhnya Islam tidak bertanggung jawab dan tidak ada kaitannya dengan

apa yang dialami oleh umatnya sekarang ini. 10

b. Langkah Bersama al-Qur’an

Langkah-langkah memahami al-Qur’an telah diwariskan oleh generasi terdahulu, langkah kajian ini berkisar dalam usaha-usaha menentukan nilai-nilai sastra, fiqih, kalam, sufistik, filosofis, pendidikan dan sebagainya. Namun kemudian, dapatkah kita menggunakan langkah-langkan itu pada saat ini? Mungkinkah kita menggunakan metode tertentu, metode ahli ushul misalnya untuk membahas dalil- dalil serta menarik kesimpulan hukumnya, seperti dalam hukum syar‘i ? Apakah metode yang menyeluruh dan konprehensif tidak lebih memungkinkan untuk

10 Sayyid Qutb, al-Islâm wa Musykilâtu al- Ħ adlârah , Cairo, Dâr asy-Syurûq, 1992, cet. 11, h. 196.

memahami maksud al-Qur’an dalam mendekati tema-tema fiqih yuridis formal,

administrasi, pengenalan sunnah atau hukum jatuh bangunnya bangsa-bangsa, gambaran peradaban suatu bangsa, dinamika keagamaan dan pengaruhnya terhadap

masyarakat baik sosial maupun individu? 11

Tentu pandangan komprehensif, yang tidak terjebak pada spesialisasi tertentu, berusaha memberikan alternatif pemecahan terhadap berbagai problematika yang dihadapi masyarakat, akan lebih bisa dan solutif bagi permasalahan.

Khazanah metode-metode dan langkah-langkah yang diwariskan kepada kita, dapat menjadi landasan sebagai bahan kajian dengan barusaha keras merekontruksinya menuju tradisi keilmuan yang berwawasan dan berdasar kepada al- Qur’an dan hadits nabi, untuk mengisi peran aktif di tengah dinamika pemikiran dan mengisi ruang peradaban kemanusiaan. Disamping terus memperbaiki sistim pendidikan yang bersumber kepada al-Qur’an dan hadits nabi.

Metode konprehensif penting digalakkan karena ini juga merupakan metode qur’ani. Al-Qur’an dalam mengemukakan permasalahan selalu utuh dan universal. Pada saat membentangkan rahasia alam, al-Qur’an juga membangun akidah, akhlaq serta perumpamaan lainnya secara bersamaan. Berpikir tentang alam, peristiwa dan sejarah, membimbing kita kepada keimanan dan tauhid sekaligus membentuk akhlaq.

Seperti firman Allah swt. 12 ,

11 Muhammad al-Ghazâly, Op. Cit .h. 45 12 Ibid. h. 54-55

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang- orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah (2) : 21)

Ayat ini adalah ayat tauhid, yang kepada Tuhanlah semua urusan dikembalikan. Ayat ini kemudian dilanjutkan dengan dengan firman-Nya

Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah (2) : 22)

Jikalau diperhatikan secara seksama alangkah menyeluruhnya metode al- Qur’an dalam membentangkan rahasia-rahasia alam, pada saat yang sama sekaligus melarang kemusyrikan dan meletakkan dasar-dasar akidah tauhid.

Contoh metode dialogis al-Qur’an yang universal ini dapat diteladani dan terus berusaha membuat interpretasi rasional, untuk mengungkap rahasia-rahasia dibalik pernyataan ayat-ayat dan menyimpulkannya. Kemudian dikaitkan dengan masalah-masalah alam, balasan, jiwa manusia, keimanan, dan lainnya secara sistimatik.

Setiap individu harus terpanggil untuk menganalisis al-Qur’an, hal ini karena

obyek kajian al-Qur’an adalah manusia dan alam. Ini merupakan tanggung jawab logis umat Islam sebagai khalifah di jagad raya ini.

B. Karakteristik ajaran al-Qur’an

Sebelum Nabi Muhammad saw., diutus telah ada pendahulu-pendahulu utusan Allah, para Rasul beserta ajaran dan kitab-kitab sucinya. Kedatangan setiap Rasul

biasanya ditandai dengan kesesatan dan kegelapan dunia atas penciptanya, oleh karena itu seluruh Rasul adalah merupakan awal dari pencerahan sekaligus awal

adanya generasi baru muslim, hal ini dapat dipahami dari pernyataan Nabi Ibrâhim as ., pernyataan Nabi Musa as., yang diabadikan dalam al-Qur’an, firman Allah

tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".

(QS. Al-‘An’âm (6): 163) ١٤٣ : ﻑ ﺍﺮﻋﻻﺍ . ﲔِﻨِﻣﺆﻤﹾﻟﺍ ﹸﻝﻭﹶﺃ ﺎﻧﹶﺃﻭ ﻚﻴﹶﻟِﺇ ﺖﺒﺗ ﻚﻧﺎﺤﺒﺳ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﻕﺎﹶﻓﹶﺃ ﺎ ﻤﹶﻠﹶﻓ

…Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (QS. al-A’râf (7): 134) …Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (QS. al-A’râf (7): 134)

Ketika al-Qur’an diturunkan telah ada berbagai ajaran dan kitab suci yang berkembang dan dianut oleh manusia yang dijunjung tinggi serta dipatuhi. Aturan- aturan yang ada itu, menjanjikan kebahagiaan dan ketentraman sesuai doktrin ajarannya. Al-Qur’an juga banyak memuat pesan-pesan para nabi yang diutus Allah swt, sebagaimana dikatakan oleh al-Qur’an secara jelas,

Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa. (QS. Al-‘Ala (87) : 18-19)

Setelah al-Qur’an diturunkan sebagai babak baru pencerahan, masih banyak ideologi yang ditawarkan untuk mewujudkan tatanan hidup yang didambakan. Dalam kontek inilah menjadi urgen untuk membahas karakteristik ajaran al-Qur’an, kitab suci yang diperuntukkan untuk alam semesta sesuai dengan fungsi diutusnya

Muħammad saw., 14 dalam hal ini hanya akan didiskripkan beberapa karakteristik ajaran al-Qu’an, antara lain adalah ; al-Qur’an sebagai kitab suci yang terpelihara

sepanjang zaman, al-Qur’an kitab suci universal dan al-Qur’an sebagai kitab suci yang manusiawi.

a. al-Qur’an Terpelihara Sepanjang Zaman.

13 al-Qur’an, al-Hajj (22):78 14 al-Qur’an Saba’ (34) : 28 / al-Anbiyâ’ (21) : 107

Allah swt., menurunkan al-Qur’an kepada Nabi-Nya yang merupakan anugerah

agung dan berfungsi sebagai petunjuk abadi. Dengan kekalnya al-Qur’an sebagai petunjuk abadi, disisi lain kekal juga masalah-masalah yang dihadapi manusia. Dari kekalnya al-Qur’an manusia dituntut untuk menjadikannya sebagai jalan keluar dan pemecahan setiap problematika. Acuan kepada al-Qur’an untuk solutif permasalahan, berdasarkan kepada masyarakat yang hidup pada saat diturunkannya al-Qur’an, yang mewakili kondisi dan situasi sosial umat manusia sepanjang zaman. Dengan

sendirinya hukum yang berlaku merupakan hukum yang berlaku sepanjang zaman. Sebab bentuk hukum tersebut tidak saja hanya satu corak, ia bisa dianalogikan ke

segala bentuk yang ada sampai akhir zaman, disinilah adanya kekekalan ajaran. 15 Kekekalan al-Qur’an juga menuntut manusia untuk selalu bisa mengambil hal-hal

baru darinya, sebagai solusi pemecahan dan pencerahan kehidupan. 16