Karakteristik ajaran al-Qur’an

b. Al-Qur’an Kitab Suci Universal

Universalitas al-Qur’an adalah konsekwensi logis dari keilahiyan dan keabadian ajarannya. Universalitas al-Qur’an berarti ia diperuntukkan bagi seluruh manusia tanpa membedakan ras dan bangsa, sesuai untuk semua kebudayaan tanpa dibatasi ruang dan waktu. Kedatangan Muhammad saw., tidak saja untuk kebahagiaan umat Islam, tetapi non muslim juga harus merasakan kebahagiaan itu.

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiyâ’ (21) : 107)

Memang merupakan kewajiban dakwah umat untuk mengajak mereka menganut Islam melalui cara-cara beradap dan sopan. Pemaksaan akan berlawanan dengan

ajaran al-Qur’an sendiri. 20

Universalitas al-Qur’an sama dengan keuniversalan alam itu sendiri. Al- Qur’an memuat ajakan untuk membaca alam dan merenungkan rahasia-rahasia, juga hukum-hukumnya. Sebagaimana ia memerintahkan setiap individu merenungkan apa

19 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur ’ an, Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, Bandung, Mizan, 2001, cet. X, h. 267

20 Ahmad Syafii Maarif, Membumikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1995, cet. I, h. 30 20 Ahmad Syafii Maarif, Membumikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1995, cet. I, h. 30

sesama sekaligus memahami kesatuan alam. Karena hampir tidak mungkin satu individu dapat menguasai alam ini tanpa bantuan dari individu-individu lainnya. Penyalahgunaan universalitas al-Qur’an dengan mengungkung diri dalam bahasan tertentu, fiqih dalam arti sempir misalnya, akan mengakibatkan kemunduran drastis umat ini dalam bidang ilmiah. Padahal kitab inilah yang memproklamirkan dirinya sebagai peringatan bagi semesta alam,

Al-Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta alam. (QS. At- Takwîr (81) : 22)

Tidak terpeliharanya kitab-kitab suci sebelum al-Qur’an, dan terpeliharanya al-Qur’an sepanjang zaman, menuntut umat Islam untuk memandang Ajaran al- Qur’an secara konprehensif sebagai konsekwensi logis dari pemecahan permasalan

yang tetap ada dan tidak mungkin ada solusi kecuali dengan petunjuk Ilahi. 22

c. Al-Qur’an Kitab Suci yang Manusiawi

Al-Qur’an bersumber dari Tuhan Sang Pencipta untuk kepentingan manusia. Tidak ada satu ayatpun dalam al-Qur’an kecuali untuk kemaslahatan manusia.

21 Muhammad al-Ghazâly, Kaifa Nata ‘ âmal,Op. Cit.

h. 118

22 Muhammad Yusuf Musa, al-Islâm wa Hâjatu al-Insâniyah Ilaihi, Cairo, Wazâratu al-Auqaf al-Majlis al-‘Ala, 2001, h. 101

Dengan beragam coraknya, seluruh ayat yang ada ditujukan untuk menusia.

Muhammad saw., adalah juga seorang manusia, sebagai utusan Tuhan untuk kemanusiaan, sebagaimana ditegaskan

Katakanlah: "Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?" Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka: "Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasul?". (QS. al-Isrâ’ (17) : 93-94)

Sebagai kitab suci yang diturunkan untuk manusia, tentu semua ajaran yang berkaitan dengan manusia bersifat manusiawi. Ajaran-ajaran al-Qur’an akan senantiasa sesuai dengan kemampuan serta kebutuhan manusia. Meskipun al-Qur’an diturunkan dengan berbahasa Arab, namun dapat dipahami seluruh manusia, meski harus menggunakan terjemah. Hal ini dibuktikan oleh generasi-generasi awal yang segera menyambut Dakwah Rasul, adalah merupakan kebanyakan dari golongan yang

tidak terpelajar dan bukan penduduk asli Arab. 23 Untuk dapat melihat wujud kemanusiawian al-Qur’an dapat dilihat pada uraian berikut :

23 ‘Ammar Ibn Yâsir bukan dari suki Quraisy dan bukan penduduk asli Makkah, keturunan budak, tidak bisa membaca. Suhaib Ibn Sannân, keturunan Persia, yang tertawan oleh Bangsa Romawi,

berbadan merah di juliki Rûmi. Bilâl Ibn Rabâh seorang budak berkebangsaan Habsyah, tidak bisa baca tulis, kesemuanya termasuk as-Sâbiqûna al-Awwalûn. Husain Mu’nas, Dustûru Ummatu al- Islam, Dirâsatun Fî Usûli al-Hukmi wa Thabi ‘ âtihi wa Ghâyatihi ‘ Inda al-Muslimîn, Cairo, Maktabah al-Usrah, 2000, h. 54-55

Pertama, Manusia pada dasarnya membutuhkan al-Qur’an. Dengan segala

keterbatasannya, banyak hal yang tidak diketahui oleh manusia. Urusan-urusan ghaib yang mempunyai implikasi empiris, ketika akal dan segala perangkatnya tidak mampu untuk menapaki maka tentu manusia membutuhkan jawaban yang memuaskan dan menentramkan.

Yusuf al-Qardlawi menyebutkan beberapa alasan kenapa manusia membutuhkan Islam yang bersumber dari al-Qur’an, hal ini terkait dengan beberapa

kenyataan antara lain adalah : pertama, akal manusia ingin mengetahui hakikat dari rahasia wujud yang ada, tentang dirinya sendiri, alam sekitar dan fonemena lain yang penuh dengan misteri sulit diungkap. Pada akhirnya jawabannya adalah, Tuhan itu ada, Maha Esa dan Maha Kuasa serta sumber segala yang ada di alam semesta. Kedua, secara fitrah manusia membutuhkan kepuasan batin, selain kebutuhan kepuasan logika dan jasmani. Tidak semua masalah mampu dijawab dengan akal manusia sebagaimana tidak semua pekerjaan diselesaikannya, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan dalam jiwa. Maka tumpuan kepada Tuhan menjadi suatu kebutuhan hidup mutlak bagi manusia. Lebih dari itu, manusia juga membutuhkan kesehatan jiwa dan mental, yang hanya diperoleh manakala terpenuhi kebutuhan batin, dan kebutuhan batin akan terwujud apabila ada seperangkat keyakinan yang membangunnya. Manusia ingin mengabdi dan mengadu kepada Yang Kuasa. Manusia menginginkan hidupnya bermakna dan ingin nasibnya setelah mati tidak sia- sia. Disinilah terletak kebutuhan manusia kepada agama yang benar-benar mampu kenyataan antara lain adalah : pertama, akal manusia ingin mengetahui hakikat dari rahasia wujud yang ada, tentang dirinya sendiri, alam sekitar dan fonemena lain yang penuh dengan misteri sulit diungkap. Pada akhirnya jawabannya adalah, Tuhan itu ada, Maha Esa dan Maha Kuasa serta sumber segala yang ada di alam semesta. Kedua, secara fitrah manusia membutuhkan kepuasan batin, selain kebutuhan kepuasan logika dan jasmani. Tidak semua masalah mampu dijawab dengan akal manusia sebagaimana tidak semua pekerjaan diselesaikannya, sehingga menimbulkan berbagai permasalahan dalam jiwa. Maka tumpuan kepada Tuhan menjadi suatu kebutuhan hidup mutlak bagi manusia. Lebih dari itu, manusia juga membutuhkan kesehatan jiwa dan mental, yang hanya diperoleh manakala terpenuhi kebutuhan batin, dan kebutuhan batin akan terwujud apabila ada seperangkat keyakinan yang membangunnya. Manusia ingin mengabdi dan mengadu kepada Yang Kuasa. Manusia menginginkan hidupnya bermakna dan ingin nasibnya setelah mati tidak sia- sia. Disinilah terletak kebutuhan manusia kepada agama yang benar-benar mampu

tuntunan hidup berdasarkan al-Qur’an. Ketiga, manusia membutuhkan motifator dan pedoman moral dalam hidupnya. Manusia akan mempunyai motifasi kuat dalam hidupnya apabila ia dituntut untuk mencapai sesuatu yang berharga dan mempunyai makna. Di samping itu, manusia juga membutuhkan pedoman moral tentang baik buruk, benar salah, dan sebagainya atas apa yang dilakukan dan dicari dalam hidup ini. Dan hanya al-Qur’anlah yang mampu memenuhi kebutuhan hidup tersebut.

Keempat, Manusia sebagai makhluk sosial, membutuhkan kerjasama dan integrasi. Setiap individu memiliki banyak kebutuhan dan kepentingan, maka agar tidak terjadi konflik dan permusuhan diperlukan adanya suatu aturan yang mampu menjalin solidaritas dan integrasi sosial, sehingga tercapai suasana kondusif bagi pemenuhan kebutuhan hidup berupa suatu sistim yang adil, manusiawi dan menyeluruh.

Kesemuanya ini ada dalam al-Qur’an. 24

Kedua, wujud kemanusiaan al-Qur’an adalah, ajarannya yang lengkap, integral, seimbang dan fleksibel di dalam mengayomi kehiduan manusia. Al-Qur’an memuat semua penyelesaian permasalah yang di perlukan manusia, baik dengan penjelasan ekplisit, maupun implisit, rinci maupun global, praktis maupun prinsip

24 Yusuf al-Qardlâwi, al-Madkhal lima ‘ rifati al-Islâm, Muqawwamatuhu, Khashâisuhu, Ahdâfuhu, wa Mashâdiruhu, Cairo, Maktabah Wahbah, 1996, cet. 1, 12-25

Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang

berserah diri. (QS. an-Naħl (16) : 89) Maka ketika telah lengkap seluruh dimensi kehidupan dimuat dalam al-

Qur’an, diserukan untuk menganut dan mengejawantahkan seluruh ajaran Islam secara sempurna, hal ini tentunya untuk kepentingan manusia itu sendiri, seruan Allah atas hamba-Nya

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah (2) : 208)

Selain mengayomi seluruh dimensi kehidupan manusia, al-Qur’an juga menekankah pentingnya keseimbangan di dalam penerapannya, keseimbangan yang dimaksud adalah : a) Keseimbangan antara keteraturan dan kebutuhan jasmani dan rohani. b) keseimbangan antara tuntunan dan kebutuhan yang bersifat personal dan komunal, c) keseimbangan antara kebutuhan dan kekuatan material dan spiritual,

dunia akhirat. 25

Keseimbangan ini ditekankan al-Qur’an karena Islam menginginkan terbentuknya manusia utuh dan terhormat, dalam pandangan Pencipta dan manusia. Al-Qur’an menentang pola hidup kerahiban, sebagaimana juga menentang orang

25 Wahbah Mushthafa az-Zuhaili, al-Qur ’ an al-Karîm Bunyatuhu at-Tasyrî ’ ah wa Khashâishuhu al- Ħ adlariah, Damaskus, Dâr al-Fikr, 1993, cet. 1, h. 28-29 25 Wahbah Mushthafa az-Zuhaili, al-Qur ’ an al-Karîm Bunyatuhu at-Tasyrî ’ ah wa Khashâishuhu al- Ħ adlariah, Damaskus, Dâr al-Fikr, 1993, cet. 1, h. 28-29

menentang sosialisme dan seterusnya. Setiap ibadah dalam Islam selalu bernilai sosial, sebagaimana aktivitas sosial juga berorientasi dan bernilai ibadah.