Faktor-Faktor Penghalang Menuju Kejayaan Dalam Perspektif Surah

B. Faktor-Faktor Penghalang Menuju Kejayaan Dalam Perspektif Surah

Ar-Rûm.

Al-Qur’an menjelaskan terhalangnya sebuah kebangkitan peradaban, faktor- faktor penyebab kebangkitan sekaligus kejatuhannya mirip dengan interpolasi- interpolasi matematis. Namun apabila kita menelaah sejarah, kita akan menjumpai bahwa tenggelamnya peradaban Umat Islam belum pernah hilang dan tenggelam 100%, hal ini sebagai bukti sebab adanya wahyu, serta spesifikasi sebab kekalnya al-

Qur’an yang selalu terbuka untuk mengantarkan umat ini menuju kebangkitan dan kejayaan. 25

Kerusakan internal, otoriter politik, dan kemunduran spirituil orang Islam merupakan sebab hakiki dari setiap kemunduran. Jika secara kebetulan kita menyaksikan sebatang pohon yang tumbang lantaran amukan taufan, maka seharusnya janganlah kita mengutuk taufan itu atas penumbangannya terhadap pohon tersebut. Semestinya kritikan kita ditujukan pada pohon itu sendiri, karena kebusukan

yang terjadi dibagian dalamnya. 26 Setiap kemenangan, perkembangan, kekuatan, dan kejayaan Umat Islam tergantung dengan kedekatan mereka dengan ajaran-ajaran

Islam dan pengamalannya dalam kehidupan. Sejarah panjang telah membuktikan hal ini sejak masa kenabian, periode khulafâ ar-Râsyidîn, pemerintahan Umar Ibn Abdul Aziz (682M), Nurud ad-Dîn Mahmûd, Shalahuddîn al-Ayyubi (1193M) , Muhammad

25 Muhammad al-Ghazâly, Kaifa Nata ‘ âmal Ma ’ a al-Qur ’ ân ? Beirut, al-Maktab al-Islâmy, 1999, cet. 2. h. 165-166.

26 George Sarton, Antara Kebudayaan Timur, Islam dan Barat, terj. Moh. Ridlwan Assegaf, Surabaya, Pustaka Progressif, 1977, Cet. 1, h. 53.

al-Fâtih (1481M), dan pemerintahan dibawah pemimpin yang adil dan ihsan lainnya.

Seperti halnya setiap kekalahan, kelemahan, kehancuran, keterbelakangan, dan kejatuhan umat ini selalu terkait dengan jauhnya mereka dari ajaran-ajaran Islam serta pengamalannya, sejarah juga telah membeberkan hal tersebut, sungguh sangat

disayangkan. 27 Apabila ada pemerintahan yang pailit, perusahaan yang bangkrut, pasti ada

faktor-faktor penyebab tertentu yang mengakibatkan kejatuhannya. Kita sangat

berkepentingan mengetahui faktor-faktor penyebab melemahnya umat Islam yang membawa kekalahan dan pemusnahan di Andalusia, pembumihangusan yang dilakukan Tartar, lenyapnya perbatasan-perbatasan dan hilangnya sebagian tanah air Islam. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Hal ini harus kita pikirkan dengan menggunakan pendekatan yang tepat, menuju ke obyek permasalahan.

Al-Ghazâly mengisaratkan, bahwa kita belum memahami ketentuan dan undang-undang Allah yang menjadi pokok pembicaraan al-Qur’an, sebagai pedoman kita. Terlebih lagi memanifestasikannya untuk kepentingan pembangunan dan kemasyarakatan. Hasilnya, kita benar-benar tetap terbelakang, menjadi penonton setiap peradaban. Kita tidak dapat keluar dari kesulitan ini, kecuali menyimak kembali wahyu yang ada dan mengkajinya secara intensif. Berikutnya, kita

27 Yusuf al-Qardlâwi, Bayyinât al-Hilli al-Islâmi wa Subhâtu al- ‘ Ilmâniyyîn wa al- Mutagharribîn, Beirut, Muassasah ar-Risâlah, 1993, cet. 2. h. 5-6.

menempatkan ketentuan Allah secara profesional, menuju kebangkitan dan kejayaan

yang diharapkan. Ada beberapa hal pokok yang diberitahukan kepada kita oleh al-Qur’an, khususnya surah ar-Rûm tentang faktor-faktor penghalang menuju Kejayaan Umat Islam, yang antara lain adalah : Pertama, Lemahnya keimananan dan penyimpangan- penyimpangan kaum Muslimin dari manhaj Islam. Keimanan adalah sumber kekuatan yang maha dahsyat, yang dapat mengalahkan kekuatan apapun apabila telah

terpatri dalam hati, menyatu dengan jiwa, dan menjadi inspirasi setiap langkah. Keimanan yang kokoh merupakan senjata yang paling ampuh yang dimiliki oleh kaum muslimin dalam menundukkan lawan-lawannya dan dalam membentuk kehidupan yang tentram dan damai, menciptakan masyarakat yang bahagia dan

jaya. 29 Keimanan merupakan sarat mutlak untuk mendapat kebahagiaan dan kejayaan dengan pertolongan Allah, demikian ar-Rûm ayat ke-4 dan ke-5 menegaskan.

Kesengsaraan, kehinaan, dan keterbelakangan tidak akan pernah menimpa Umat Islam, selama umat ini berada pada jalur keimanan yang murni dan kokoh. 30

Lemahnya keimanan akan mengakibatkan penyimpangan-penyimpangan sekaligus kerusakan dan keangkaramurkaan. Tercabutnya keimanan dari kaum muslimin akan berarti tercabutnya kedaulatan umat ini. Tanpa keimanan, umat ini tidak akan

28 Muhammad al-Ghazâly, Kaifa Nata ‘ âmal Ma ’ a al-Qur ’ ân ? Op. Cit. h. 69. 29 Nasir Ibn Sulaiman al-Umar, Pembantaian Pada Abad 9, terj. Zainal Arif Fachruddin,

Jakarta, Firdaus, 1993, h. 17-18 ﲔِﻨِﻣﺆﻣ ﻢﺘﻨﹸﻛ ﹾﻥِﺇ ﹶﻥﻮﹶﻠﻋﹶﺄﹾﻟﺍ ﻢﺘﻧﹶﺃﻭ ﺍﻮﻧﺰﺤﺗ ﺎﹶﻟﻭ ﺍﻮﻨِﻬﺗ ﺎﹶﻟﻭ 30

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling mulia, jika kamu orang-orang yang beriman. QS. Âli ‘Imrân (3):139.

mempunyai bobot yang berarti dalam kancah kehidupan dan tidak akan memiliki arti

bagi pembentukan peradaban yang ramah dan manusiawi. Kedua, intelektualitas yang tidak dibarengi dengan keimanan yang kokoh akan menghambat laju umat Islam menuju kejayaan dan kecermelangan. Ayat ke-6 hingga ke-9 mengisaratkan hal ini berikut pengingkaran terhadap keesaan Allah dan hari akhir pada ayat-ayat setelahnya sampai pada ayat ke-29.

Banyak orang menduga bahwa cara yang telah ditempuhnya adalah satu-

satunya jalan keluar untuk mengeluarkan umat ini dari keterpurukan, akan tetapi ia tidak sadar bahwa usahanya justru menimbulkan problem yang lebih rumit. Sebagaimana juga hal yang memprihatinkan adalah mengklaim kembali kepada al- Qur’an secara langsung tanpa ada perangkat yang dibutuhkan. Kelompok ini melompat jauh di atas pemahaman yang telah dilakukan ulama-ulama sebelumnya, tanpa memiliki sarana-sarananya, terutama tentang masalah-masalah fiqih. Mereka ini ingin menimba langsung dari al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi kurang kemampuan dan keahlian sehingga melahirkan kekacauan. Mereka hanya bermodal keberanian

untuk menyerang para imam dan luka-luka sejarah. 31 Kondisi semacam ini merupakan bencana dari kebangkitan ilmiah modern di dunia Islam yang bukan

menyelesaikan masalah, tetapi menambah masalah baru. Memang zaman akan senantiasa berubah, begitu juga dengan pemahaman. Pendapat-pendapat bukan agama dan tidak mutlak, ia hanya merupakan hasil pemahaman pada kondisi-kondisi terhadap nash al-Qur’an pada abad tertentu dan

31 Muhammad al-Ghazâly, Loc. Cit. h. 216-217.

keadaan tertentu pula. Pendapat dan pemahaman adalah warisan pemikiran bukanlah

suatu yang suci, bisa salah bisa benar. Akan tetapi ia merupakan jembatan untuk sampai ke sumber asli. Untuk itu kita tidak perlu menghujat para ulama dan para imam, atau menyerang luka-luka sejarah. Yang kita perlukan adalah berpikir secara

serius masalah ini sampai pada tahap pemikiran Qur’ani dan filsafat Qur’ani. 32 Kemudian menyusun langkah-langkah yang diperlukan untuk membuat lendasan dan

kerangka metodologi kembali kepada al-Qur’an sebagai hamba-hamba yang

33 bertaqwa.

Ketiga, Persengketaan dan perpecahan dalam tubuh Umat Islam serta pupusnya solidaritas muslim. Tidak ada nilai-nilai positif yang dapat kita petik dari persengketaan dan perpecahan. Ketika ukhuwah islamiyah yang telah dibina dan dirintis semenjak zaman Rasulullah digantikan dengan fanisme golongan, fanatisme buta maka yang akan terjadi adalah pembantaian kaum muslimin seperti yang terjadi di Andalusia. Sesama muslim tidak akan peduli lagi akan keselamatan saudara-

saudaranya dari ancaman penindasan dan pembantaian. Surah ar-Rûm ayat ke-32 menekankan pentingnya semangat Ukhuwah Islamiyah dan memperingatkan akan bahaya dari fanatisme golongan.

32 Ibid, 33 sifat orang-orang yang bertaqwa seperti yang terangkum pada awal surah al-Baqarah,

Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. QS.al-Baqarah (2):2-4.

Keempat, Kemusyrikan dan keputusasaan merupakan faktor penghalang

menuju kejayaan paling dominan. Pengabdian kepada materi, penghambaan kepada kenikmatan duniawi menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan dewasa ini, dan dilakukan sebagai kewajaran. Dunia dijadikan tujuan, padahal dunia adalah sarana menuju akhirat.

Al-Qur’an mendekati masalah hidup di dunia ini secara wajar dan realistik. Manusia memerlukan makanan, pakaian, tempat tinggal yang wajar dan baik. Ini

semua merupakan keperluan hidup paling asas. Tanpa dilengkapi keperluan asas ini akan sukarlah baginya untuk mengembangkan potensi rohani dan intelektualnya dalam rangka menciptakan kebudayaan dan peradaban yang ramah penuh makna. Kehidupan di dunia ini bukan akhir dari perjalanan. Tujuan kita adalah akhirat. Orientasi akhiratlah yang memandu kita dalam kehidupan dunia yang cemerlang dan jaya.

Keputusasaan tidak seharusnya terjadi, karena segala pemberian karunia Allah kepada kita itulah yang terbaik bagi kita, namun mungkin karena keterbatasan indera kita, kita tidak mengetahuinya. Begitulah ar-Rûm ayat ke-33 hingga ke-37 menuntun kita.

Sebagai umat yang dipersiapkan untuk menjadi saksi dan penengah atas sekalian manusia, Umat Islam harus tahan uji, mempunyai sensifitas yang tinggi untuk menolong sesama dengan hanya mengharap balasan ridlo Allah swt., selalu menjaga akhlak mulia, dan selalu mengemban amanat yang dipercayakan Sebagai umat yang dipersiapkan untuk menjadi saksi dan penengah atas sekalian manusia, Umat Islam harus tahan uji, mempunyai sensifitas yang tinggi untuk menolong sesama dengan hanya mengharap balasan ridlo Allah swt., selalu menjaga akhlak mulia, dan selalu mengemban amanat yang dipercayakan

mukminin menuju kejayaannya adalah pasti sebagaimana ditegaskan pada ayat ke-47 surah ini. Berikut tentang kuasa Allah dalam mengentas dan membangunkan umat ini dari tidur panjang ditengah hari pada ayat ke-48 hingga ke-50.

Kelima, Mengikuti hawa nafsu dan keangkaramurkaan, yang mengakibatkan pada kerusakan sistem ekologi alam. Kecenderungan orang-orang untuk menikmati

“surga dunia” kenikmatan fana, merupakan instink yang tidak membutuhkan

bimbingan, latihan, dan pembuktian argumen. Lain halnya dengan kebaikan, keutamaan, dan kebenaran, membutuhkan pengajaran, pendidikan, argumentasi, dan pengekangan nafsu. Kecendengan manusia untuk berbuat kerusakan dimuka bumi

adalah ibarat melepaskan kuda dari kendalinya. 35 Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, mengemban kemanusiaan semesta,

mengandung arti bahwa sistem ekologi harus dijaga agar tidak tercemar hingga dapat merusak seluruh sistem di alam ini. Setiap pemuasan kebutuhan, pembangunan, tidak boleh merusak alam dan lingkungan. Alam dan lingkungan harus didekati secara etis

34 Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang

yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang- orang yang takut terhadap azab Tuhannya. Karena sesungguhnya azab Tuhan mereka tidak dapat orang merasa aman (dari kedatangannya). Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang- orang yang memberikan kesaksiannya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itu (kekal) di surga lagi dimuliakan. QS. Al-Ma’ârij (70):19-35.

35 Abdurrahman Habnakah al-Maidani, Membendung Sikap Anti Islam, trj. Shabahussurur, Solo, Pustaka Mantiq, 1992, cet. 1, h. 143.

dan beradab. Sekali alam tercemar, maka akan sulitlah bagi kita untuk menciptakan

kemakmuran dan kesejahteraan sedunia. Ar-Rûm ayat ke-42 dan ke-45 menjelaskan. Untuk itu Umat Islam wajib mempelopori usaha besar demi menyelamatkan lingkungan hidup dari keserakahan dan kezaliman manusia yang tidak bertanggung jawab. Pengelolaan alam semesta ini perlu dilaksanakan dalam bingkai iman dan dzikir. Tanpa keimanan dan pemeliharaan, akan menguras habis kekayaan alam dengan dalih pembangunan, kemudian apa yang akan disisakan untuk generasi

berikutnya? Keenam, Subyektifitas dalam menanggapi masalah. Keegoisan, kepicikan, dan fanatisme sempit, hanya akan menyebabkan kematian sensifitas kepekaan, menghilangkan kreatifitas dan memberikan andil kepada pelemahan dan penghancuran umat. Fanatisme hanya akan mengakibatkan miskin wawasan maupun

pandangan terhadap sesama. 36 Usaha keras untuk meninggalkan kegelapan, melek dengan keadaan,

menyadari dengan fakta dan logika yang mengarahkan kepada kebenaran, dan tidak berputus asa dengan karunia Allah, serta meyakini kebenaran al-Qur’an, akan mengantarkan umat ini kepada kebangkitan menuju kecermelangan dan kejayaan. Ayat ke-51 dan setelahnya menekankan akan pentingnya bersikap obyektif dan rasional.

36 Karen Armstrong, Islam, Sejarah Singkat, trj. Funky Kusnaedy Timur, Yogyakarta, Jendela, 2005, cet. 5, h. 219

Generasi Muslim akan mendapatkan kecermelangan dan kejayaan apabila

mereka mengenal Allah, memahami dunia, dan menemukan nilai-nilai luhur yang dikaruniakan Allah kepada mereka. Dengan semangat tinggi, mereka akan dapat mengatasi keputusasaan, ketidak mampuan. pesimisme, kesalah pahaman, dan pengucilan. Ar-Rûm ayat 60 menyatakan, Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu. Orang-orang beriman harus

sabar, berdedikasi tinggi, dan sungguh janji Allah untuk kecermelangan dan kejayaan umat ini adalah benar.