Pelayanan kesehatan masa kehamilan, persalinan, dan nifas

14.3. Pelayanan kesehatan masa kehamilan, persalinan, dan nifas

Setiap kehamilan dapat menimbulkan risiko kematian ibu . Pemantauan dan perawatan kesehatan

kehamilan sampai masa nifas sangat penting untuk kelangsungan hidup ibu dan bayinya. Dalam

upaya mempercepat penurunan kematian ibu, Kementerian Kesehatan menekankan pada ketersediaan pelayanan kesehatan ibu di masyarakat.

Riskesdas 2013 menanyakan kepada semua perempuan 10-54 tahun yang pernah melahirkan. Selanjutnya pada responden yang pernah melahirkan (lahir hidup dan lahir mati) pada periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara ditanyakan lebih lanjut tentang pengalaman mendapat pelayanan kesehatan selama periode hamil sampai masa nifas. Analisis dilakukan terhadap 49.603 kelahiran untuk mendapat gambaran indikator pelayanan kehamilan, persalinan sampai masa nifas.

Terdapat 2 indikator MDGs yang diperoleh dari bagian ini yaitu cakupan ANC minimal 1 kali dan ANC minimal 4 kali serta proporsi penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

a. Pelayanan kesehatan ibu hamil dan indikator cakupan ANC

Antenatal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama kehamilannya dan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan/SPK (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2010). Tenaga kesehatan yang dimaksud di atas adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum, bidan dan perawat.

Pada laporan ini disajikan indikator ANC yang sesuai dengan MDG (K1 dan ANC minimal 4 kali) maupun indikator ANC untuk evaluasi program pelayanan kesehatan ibu di Indonesia seperti cakupan K1 ideal dan K4.

Gambar 14.9 menunjukkan bahwa 95,4 persen dari kelahiran yang mendapat ANC (K1). Persentase K1 dan ANC minimal 4 kali merupakan indikator ANC tanpa memperhatikan periode trimester saat melakukan pemeriksaan kehamilan. Cakupan K1 bervariasi dengan rentang antara 71,7 persen (Papua) dan 99,6 persen (Bali). Namun untuk cakupan ANC minimal 4 kali, DI Yogyakarta (96,5%) lebih tinggi dibandingkan dengan Bali (95,8%). Selisih antara K1 dan ANC 4 kali menunjukkan adanya kehamilan yang tidak optimal mendapat pelayanan ANC.

Definisi operasional indikator ANC K1 atau ANC minimal 1 kali adalah proporsi

pada kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil minimal 1 kali tanpa memperhitungkan periode waktu pemeriksaan.

K1 ideal adalah proporsi pada kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil pertama kali pada trimester 1.

K4 adalah proporsi pada kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu hamil selama 4 kali dan memenuhi kriteria 1-1-2 yaitu minimal 1 kali pada trimester 1, minimal 1 kali pada trimester 2 dan minimal 2 kali pada trimester 3.

ANC minimal 4 kali adalah proporsi pada kelahiran yang mendapat pelayanan kesehatan ibu

hamil

minimal

4 kali tanpa memperhitungkan periode waktu pemeriksaan.

K alte

Gambar 14.9 Cakupan indikator ANC K1 dan ANC minimal 4 kali menurut provinsi, Indonesia 2013

Gambar 14.10 menyajikan cakupan K1 ideal dan K4. Indikator K1 ideal dan K4 adalah indikator untuk melihat frekuensi yang merujuk pada periode trimester saat melakukan pemeriksaan kehamilan. Kementerian Kesehatan menetapkan K4 sebagai salah satu indikator ANC (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2010).

Indikator K1 ideal dan K4 yang merujuk pada frekuensi dan periode trimester saat dilakukan ANC menunjukkan adanya keberlangsungan pemeriksaan kesehatan semasa hamil. Setiap ibu hamil yang menerima ANC pada trimester 1 (K1 ideal) seharusnya mendapat pelayanan ibu hamil secara berkelanjutan dari trimester 1 hingga trimester 3. Hal ini dapat dilihat dari indikator ANC K4. Cakupan K1 ideal secara nasional adalah 81,6 persen dengan cakupan terendah di Papua (56,3%) dan tertinggi di Bali (90,3%). Cakupan K4 secara nasional adalah 70,4 persen dengan cakupan terendah adalah Maluku (41,4%) dan tertinggi di DI Yogyakarta (85,5%). Berdasarkan penjelasan di atas, selisih dari cakupan K1 ideal dan K4 secara nasional memperlihatkan bahwa terdapat 12 persen dari ibu yang menerima K1 ideal tidak melanjutkan ANC sesuai standar minimal (K4).

be T B ar im ng D KI iau Ba D IY aluku Pa M Pa lte

a r r ng

li pu alut ba lba

ta ltr N T lsel

ESIA Ba N Jab Jat pu RM

Ba m p. Jateng

K1 Ideal

ANC K4

Gambar 14.10 Cakupan indikator ANC K1 ideal dan ANC K4 (ANC 1-1-2) menurut provinsi, Indonesia 2013

b. Tenaga dan tempat pemeriksaan kehamilan

Tenaga kesehatan yang kompeten memberi pelayanan pemeriksaan kesehatan ibu hamil adalah dokter kebidanan dan kandungan, dokter umum, bidan dan perawat (Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2009). Fasilitas kesehatan disediakan untuk meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil dari rumah sakit hingga posyandu.

Gambar 14.11 adalah proporsi pelayanan ANC menurut tenaga dan tempat menerima ANC. Bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling berperan (87,8%) dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu hamil dan fasilitas kesehatan yang banyak dimanfaatkan ibu hamil adalah praktek bidan (52,5%), Puskesmas/Pustu (16,6%) dan Posyandu (10,0%). Pola ini juga terlihat di semua provinsi.

Poskesdes/Pol

Praktek dr/

Praktek bidan 52,5

Dr umum

Dr kebid. &

Proporsi pemeriksaan kehamilan menurut tenaga dan tempat mendapat pelayanan ANC,

Indonesia 2013

Proporsi tenaga kesehatan yang memberi pelayanan pemeriksaan kehamilan menurut provinsi dan karakteristik dapat dilihat pada buku Riskesdas 2013 dalam Angka. Masyarakat dengan karakteristik tinggal di perdesaan, pendidikan rendah dan berada pada kuintil indeks kepemilikan terbawah hingga menengah cenderung memilih bidan saat melakukan pemeriksaan kehamilan. Sebaliknya dokter spesialis kebidanan dan kandungan dipilih oleh masyarakat di perkotaan, pendidikan tinggi dan kuintil indeks kepemilikan teratas.

Proporsi tempat mendapat layanan ANC menurut provinsi dan karakteristik dapat dilihat pada buku Riskesdas 2013 dalam Angka.

c. Konsumsi zat besi

Zat besi sangat dibutuhkan oleh ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia dan menjaga pertumbuhan janin secara optimal. Kementerian Kesehatan menganjurkan agar ibu hamil mengonsumsi paling sedikit 90 pil zat besi selama kehamilannya (Depkes RI, 2001). Pada Riskesdas 2013 menanyakan apakah mengonsumsi zat besi selama hamil dan berapa hari mengonsumsi zat besi selama hamil. Zat besi yang dimaksud adalah semua konsumsi zat besi dalam bentuk tablet/pil, kaplet, sirup dan lain-lain selama masa kehamilannya termasuk yang dijual bebas maupun multivitamin yang mengandung zat besi.

Gambar 14.12 menunjukkan konsumsi zat besi dan variasi jumlah asupan zat besi selama hamil di Indonesia sebesar 89,1 persen. Di antara yang mengonsumsi zat besi tersebut, terdapat 33,3 persen mengonsumsi minimal 90 hari selama kehamilannya.

Tidak konsum si zat besi

Mengon

sumsi Zat besi

Proporsi konsumsi zat besi (Fe) dan jumlah hari mengonsumsi, Indonesia 2013

d. Kepemilikan buku KIA dan pelaksanaan P4K

Buku Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) telah dirintis sejak 1997 dengan dukungan dari JICA (Japan International Cooperation Agency). Buku KIA berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin dan nifas) dan anak (bayi baru lahir, bayi dan anak balita). Buku KIA juga memuat informasi tentang cara memelihara dan merawat kesehatan ibu dan anak. Setiap kehamilan mendapat 1 buku KIA.

Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan program terobosan Kementerian Kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat tentang kesehatan ibu sebagai upaya untuk menurunkan kematian ibu (Factsheet Ditjen Bina Kesehatan Ibu). P4K adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan, kader, tokoh agama/tokoh masyarakat untuk meningkatkan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam perencanaan persalinan, persiapan menghadapi komplikasi kehamilan/persalinan, perencanaan penggunaan kontrasepsi pasca persalinan bagi setiap ibu hamil dengan menggunakan media stiker sebagai penanda. Wujud penerapan P4K tersebut juga dituliskan pada Buku KIA dalam Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan program terobosan Kementerian Kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat tentang kesehatan ibu sebagai upaya untuk menurunkan kematian ibu (Factsheet Ditjen Bina Kesehatan Ibu). P4K adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan, kader, tokoh agama/tokoh masyarakat untuk meningkatkan peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam perencanaan persalinan, persiapan menghadapi komplikasi kehamilan/persalinan, perencanaan penggunaan kontrasepsi pasca persalinan bagi setiap ibu hamil dengan menggunakan media stiker sebagai penanda. Wujud penerapan P4K tersebut juga dituliskan pada Buku KIA dalam

Pada Riskesdas 2013, enumerator menanyakan kepemilikan Buku KIA. Apabila responden bisa menunjukkan buku KIA, maka dilanjutkan dengan observasi 5 komponen P4K terhadap lembar Amanat Persalinan yang terkait dengan perencanaan persalinan, persiapan kegawatdaruratan dan perencanaan KB yaitu :

1. Penolong persalinan (nama-nama tenaga kesehatan yang akan menangani saat bersalin).

2. Dana persalinan (rencana sumber pembiayaan yang akan digunakan untuk biaya persalinan).

3. Kendaraan/ambulans desa (kendaraan yang disiapkan untuk membawa ibu hamil menuju tempat bersalin jika sewaktu-waktu akan melahirkan/perlu rujukan).

4. Metode KB (rencana jenis KB yang akan dipilih setelah melahirkan), dan

5. Sumbangan darah (nama-nama calon donor darah apabila sewaktu-waktu terjadi kasus perdarahan/komplikasi lain yang memerlukan sumbangan darah).

Kendaraan/ Metode

Donor Isian

persalinan persalinan ambulans

KB

Darah Lengkap

Tidak memiliki Buku KIA

Memiliki Buku KIA-tidak bisa menunjuk kan Memiliki Buku KIA-menunjukkan buku KIA

Gambar 14.13

Proporsi kepemilikan buku KIA dan isian 5 Komponen P4K berdasarkan hasil observasi lembar

Amanat Persalinan dari yang dapat menunjukkan Buku KIA, Indonesia 2013

Hasil analisis menunjukkan bahwa 80,8 persen mempunyai buku KIA, namun yang bisa menunjukkan hanya 40,4 persen.

Gambar 14.13 juga menunjukkan hasil observasi buku KIA terhadap 5 komponen P4K dalam lembar amanat persalinan menunjukkan isian penolong persalinan 35,4 persen, dana persalinan 17,3 persen, kendaraan/ambulans desa 14,4 persen, metode KB pasca salin 19,2 persen dan 12,1 persen untuk isian sumbangan darah. Kelengkapan isian pada semua komponen sebesar 10,7 persen dan 64,0 persen tidak ada isian.

e. Metode persalinan

Masa bersalin merupakan periode kritis bagi seorang ibu hamil. Masalah komplikasi atau adanya faktor penyulit menjadi faktor risiko terjadinya kematian ibu sehingga perlu dilakukan tindakan medis sebagai upaya untuk menyelamatkan ibu dan anak.

Di Indonesia, bedah sesar hanya dilakukan atas dasar indikasi medis tertentu dan kehamilan dengan komplikasi (Depkes, 2001c). Riskesdas 2013 menanyakan proses persalinan yang dialami. Gambar 14.14 menyajikan proporsi persalinan dengan bedah sesar menurut provinsi dan Gambar 14.14 menurut karakteristik. Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan kelahiran bedah sesar sebesar 9,8 persen dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta (19,9%) dan terendah di Sulawesi

Tenggara (3,3%) dan secara umum pola persalinan melalui bedah sesar menurut karakteristik menunjukkan proporsi tertinggi pada kuintil indeks kepemilikan teratas (18,9%), tinggal di perkotaan (13,8%), pekerjaan sebagai pegawai (20,9%) dan pendidikan tinggi/lulus PT (25,1%).

lb N TB u a s pung u k m p u lt e n

p D Goront

Mal

IN

Gambar 14.14 Proporsi persalinan sesar menurut provinsi, Indonesia 2013

Menengah atas

ili il Inde em

Menengah

uint ep

Menengah bawah

T em T ingg

Perkotaan

Lainnya rjaan Petani/Nelayan/Buruh eke

Tidak berkerja Tamat D1-D3/PT

Tamat SLTA

didikan

Tamat SLTP

en P

Tamat SD Tidak Tamat SD Tidak sekolah

Gambar 14.15 Proporsi persalinan sesar menurut karakteristik, Indonesia 2013

f. Penolong persalinan

Penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten merupakan salah satu indikator MDGs target kelima. Tenaga kesehatan yang kompeten sebagai penolong persalinan (linakes) menurut PWS-KIA adalah dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter umum dan bidan. Kementerian Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan pada tahun 2012 (Depkes, 2000c). Untuk mengukur kemajuan dalam mencapai target ini, responden ditanya mengenai siapa saja yang menolong selama proses persalinan. Dalam analisis Riskesdas, penolong persalinan dinyatakan dalam penolong persalinan kualifikasi tertinggi dan kualifikasi terendah. Penolong persalinan dengan kualifikasi tertinggi apabila lebih dari satu penolong maka dipilih yang paling tinggi. Penolong persalinan dengan kualifikasi terendah apabila lebih dari satu penolong maka dipilih tenaga dengan kualifikasi yang paling rendah.

Gambar 14.16 menunjukkan bahwa pada persalinan kualifikasi tertinggi dan kualifikasi terendah, sebagian besar persalinan ditolong oleh bidan (68,6% dan 66,6%). Sehingga penolong linakes (dokter atau bidan) untuk kualifikasi tertinggi sebesar 87,1 persen dan kualifikasi terendah adalah 80,9 persen.

Kualifikasi tertinggi

Kualifikasi terendah

Gambar 14.16 Proporsi penolong persalinan kualifikasi tertinggi dan terendah, Indonesia 2013

g. Tempat persalinan

Tempat persalinan yang ideal adalah di rumah sakit karena apabila sewaktu-waktu memerlukan penanganan kegawatdaruratan tersedia fasilitas yang dibutuhkan atau minimal bersalin di fasilitas kesehatan lainnya sehingga apabila perlu rujukan dapat segera dilakukan. Sebaliknya jika melahirkan di rumah dan sewaktu-waktu membutuhkan penanganan medis darurat maka tidak dapat segera ditangani.

Gambar 14.17 menunjukkan 70,4 persen kelahiran pada periode 1 Januari 2010 sampai saat wawancara terjadi di fasilitas kesehatan dan polindes/poskesdes dengan persentase tertinggi di rumah bersalin, klinik, praktek dokter/praktek bidan (38,0%) dan terendah di Poskesdes/Polindes (3,7%). Namun masih terdapat 29,6 persen yang melahirkan di rumah/lainnya. Provinsi dengan persentase melahirkan di rumah yang paling tinggi adalah Maluku (74,9%).

Faskes (RS, Puskesmas, Klinik/RB, Praktek Nakes)

Polindes/Poskesdes

Rumah/ lainnya

Gambar 14.17 Proporsi tempat bersalin menurut provinsi, Indonesia 2013

Gambar 14.18 menyajikan proporsi tempat bersalin di fasilitas kesehatan (RS, RB/klinik/praktek nakes, puskesmas/pustu) dan polindes/poskesdes serta di rumah menurut karakteristik. Pada kelompok ibu berumur risiko tinggi (umur ibu kurang dari 20 tahun dan umur 35 tahun ke atas) lebih banyak melahirkan di rumah yang mencapai 64,5 persen. Sedangkan ibu dengan tingkat pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan teratas, bekerja sebagai pegawai dan tinggal di perkotaan paling banyak melahirkan di fasilitas kesehatan. Sebaliknya ibu dengan pendidikan rendah, tinggal di perdesaan dan dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah memilih melahirkan di rumah.

Umur saat

Kuintil indeks bersalin

Faskes dan Polindes/Poskesdes

Rumah/ lainnya

Gambar 14.18 Proporsi tempat bersalin menurut karakteristik, Indonesia 2013

h. Pelayanan kesehatan masa nifas

Masa nifas masih merupakan masa yang rentan bagi kelangsungan hidup ibu baru bersalin. Menurut Studi Tindak Lanjut Kematian Ibu SP 2010 (Afifah dkk, 2011), sebagian besar kematian ibu terjadi pada masa nifas sehingga pelayanan kesehatan masa nifas berperan penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu. Pelayanan masa nifas adalah pelayanan kesehatan yang diberikan pada ibu selama periode 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan. Kementerian Kesehatan menetapkan program pelayanan atau kontak ibu nifas yang dinyatakan dalam indikator:

1) KF1, kontak ibu nifas pada periode 6 jam sampai 3 hari setelah melahirkan

2) KF2, kontak ibu nifas pada periode 7-28 hari setelah melahirkan dan

3) KF3, kontak ibu nifas pada periode 29-42 hari setelah melahirkan.

6 jam-3 hr

7-28 hr

29-42

KF lengkap

Gambar 14.19 Proporsi pelayanan pemeriksaan masa nifas menurut kontak ibu nifas, Indonesia 2013

Gambar 14.19 memperlihatkan bahwa cakupan pelayanan kesehatan masa nifas seiring dengan periode waktu setelah bersalin proporsi semakin menurun. Sekitar 80 persen ibu nifas terjadi kontak dengan tenaga kesehatan pada dalam periode 3 hari setelah melahirkan. Kontak ibu nifas dengan tenaga kesehatan berikutnya pada periode 7-28 hari setelah melahirkan menurun menjadi 51,8 persen, sedangkan yang mendapat pelayanan ibu nifas pada periode 29-42 hari setelah melahirkan turun menjadi 43,4 persen. Adapun ibu nifas yang mendapat pelayanan kesehatan masa nifas secara lengkap yang meliputi KF1, KF2 dan KF3 hanya 32,1 persen.

Periode masa nifas yang berisiko terhadap komplikasi pasca persalinan terutama terjadi pada periode 3 hari pertama setelah melahirkan. Cakupan pelayanan kesehatan masa nifas periode 3 hari pertama setelah melahirkan bervariasi menurut provinsi (Gambar 14.20) yaitu tertinggi di DI Yogyakarta (93,5%) dan terendah di Papua (54,9%)

J oron

Cakupan pelayanan masa nifas periode 6 jam-3 hari setelah melahirkan menurut provinsi,

Indonesia 2013

Cakupan KF1 menurut karakteristik pada Gambar 14.21 memperlihatkan bahwa semakin tinggi pendidikan dan kuintil indeks kepemilikan cakupan makin besar, proporsi di perkotaan lebih tinggi dibanding perdesaan. Tidak ada perbedaan mencolok menurut karakteristik umur saat bersalin dan pekerjaan.

Rincian data cakupan pelayanan KF menurut provinsi dan karakteristik dapat dilihat pada buku Riskesdas 2013 dalam Angka.

n a Teratas 91,5 l ti s k

in k ili

Menengah atas e d m

Menengah Ku In e p

Menengah bawah t Ke

Terbawah a p l

Perdesaan Te ti

Perkotaan 86,5 n a Lainnya

a rj Petani/Nelayan/Buruh k e Wiraswasta Pe

Pegawai 91,6 Tidak berkerja

n Tamat D1-D3/PT 93,4 a ik

Tamat SLTA id d Tamat SLTP

n Tamat SD Pe

Tidak Tamat SD t

Tidak sekolah a a

Cakupan pelayanan masa nifas periode 6 jam-3 hari setelah melahirkan menurut karakteristik,

Indonesia 2013.

h. Pelayanan KB pasca salin

Salah satu program terobosan Kementerian Kesehatan dalam upaya melakukan percepatan penurunan angka kematian ibu adalah peningkatan KB pasca persalinan. KB pasca salin adalah penggunaan metode kontrasepsi pada masa nifas sampai dengan 42 hari setelah melahirkan sebagai langkah untuk mencegah kehilangan kesempatan ber-KB. Dalam Riskesdas 2013 menanyakan tentang pelayanan KB yang diterima pada periode masa nifas sampai 42 hari setelah melahirkan.

Gambar 14.22 menunjukkan bahwa cakupan pelayanan KB pasca salin di Indonesia sebesar 59,6 persen dan bervariasi menurut provinsi, dengan rentang 26,0 persen (Papua) dan 73,2 persen (Bangka Belitung).

ltra a e a h u m g ia

Gambar 14.22 Proporsi pelayanan KB pasca salin menurut provinsi, Indonesia 2013

Penerimaan pelayanan KB pasca salin di perkotaan (60,9%) lebih besar daripada di perdesaan (58,3%). Tidak ada kecenderungan bermakna menurut karakteristik lainnya.

Daftar Pustaka

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010, Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010, Jakarta

KB Pasca Salin, www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-content/.../download.php?id=56

Direktorat Bina

Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Factsheet Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi,

www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-

content/.../download.php?id=59

Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kemkes RI, 2010, Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta.

Kemenkes RI, 2011. “Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan”, Jakarta. Kementerian Kesehatan, 1997, Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta, cetakan tahun 2012.

Rajagukguk, Omas Bulan, 2010, Keluarga Berencana dalam Dasar-Dasar Demografi, Salemba Empat, Jakarta.

Republik Indonesia, 2002, Undang-Undang RI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Jakarta

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

11 143 2