Akibat-akibat Perilaku Dhalâl

A. Akibat-akibat Perilaku Dhalâl

Pada bab ini akan dilakukan analisa terhadap sejumlah perilaku kesesatan yang terjadi pada masyarakat Arab baik menjelang datangnya Islam maupun selama dakwah Nabi Muhammad SAW. Perilaku-perilaku masyarakat Arab

periode tersebut penting untuk diungkap dan dilakukan analisa karena akan dapat mengungkap sejumlah konteks dan pola hubungan ayat-ayat al-Qur̀an yang turun dengan masyarakat yang dituju pada masa turun al-Qur̀an. Sebagaimana metode yang ditawarkan oleh Muhammad Abed Al-Jabiri, bahwa untuk menjadikan ayat al-Qur̀an relevan dengan dirinya, peneliti harus meletakkan ayat tersebut dalam konteks sosialnya yang lebih spesifik yaitu konteks masyarakat tempat ayat

tersebut turun. 67 Jazirah Arab secara geografis terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian

tengah dan bagian tepi. Bagian tengah terdiri dari tanah pegunungan yang amat jarang dituruni hujan, penduduknya tidak menetap karena selalu mengembara mencari daerah yang ada hujan dan mencari padang rumput untuk menggembala binatang ternak. Penduduk yang mendiami bagian tengah ini disebut kaum Badui, yaitu penduduk gurun (padang pasir). Unta dan biri-biri adalah binatang ternak yang umumnya menjadi andalan kehidupan Badui. Air susunya untuk diminum, dagingnya untuk dimakan dan kulitnya untuk pakaian serta tenda perkemahan.

Muhammad Abed Al-Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, Penerjemah: Ahmad Baso (Yogyakarta: LkiS, 2000) h. 42

Adapun jazirah Arab bagian tepi adalah merupakan sebuah pita kecil yang

melingkari jazirah Arab. Pada bagian tepi ini hujan turun hampir dengan teratur, maka penduduknya tiada mengembara. Mereka menetap dan mendirikan kota dan kerajaan sehingga terbinalah sebuah kebudayaan. Penduduk daerah ini disebut "Ahlul Hadhar" (penduduk negeri). 68

Wilayah padang pasir adalah daerah yang kejam dan mengerikan, hawanya kering dan tanahnya mengandung garam. Tidak ada sungai yang mengalir

seeara tetap dan bermuara ke laut, yang ada hanyalah wadi-wadi yang hanya ada air ketika hujan turun. Sifat yang tak mengenal putus asa dan tahan ujilah yang memberi kemungkinan bagi kaum Badui yang mendiami padang pasir untuk bertahan hidup. Mereka tidak pernah mengenal kehidupan bermasyarakat. Rasa penghormatan atas hak milik bersama hanya melingkungi hak milik keluarga, begitu juga disiplin serta ketaatan atas perintah dan kekuasaan bukanlah termasuk

soal yang dijunjung tinggi. 69 Karena di padang pasir tidak ada badan resmi atau pemerintah yang

mengaturnya, maka individu-individu yang terhubung dalam satu garis keturunan atau dalam satu kerabat membentuk satu kekuatan dalam satu klan atau suku. Kabilah atau suku inilah yang merupakan satu kesatuan yang mengikat warganya dalam ikatan darah atau keturunan untuk melakukan perlindungan dari penganiyaan dan tindakan sewenang-wenang dari siapa saja. Bila salah seorang dari warganya atau dari pengikut-pengikutnya dianiaya orang atau dilanggar

68 Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1992) h. 32 69 Philip K. Hitti, Dunia Arab, Penerjemah: Usuludin Hutagalung dan O.D.P Sihombing (Bandung:

Sumur Bandung, tt) h. 14-16 Sumur Bandung, tt) h. 14-16

balas. Dari sinilah seringkali peperangan antar suku terjadi. Jazirah Arab bukanlah hanya padang pasir, sebagaimana dijelaskan di muka Jazirah Arab terdiri dari daerah gurun yang berada di wilayah tengah dan daerah subur yang sering turun hujan serta kota dagang yang berada di wilayah tepi. Untuk itulah menurut Montgomery Watt mengaitkan sejarah Islam hanya dengan masyarakat padang pasir yang tak bermasyarakat merupakan tindakan yang

menyesatkan. Pendapat Montgomery tersebut didasarkan pada kenyataan ayat-ayat al-Qur̀an yang lebih sering menunjuk pada kesibukan orang-orang dagang di kota

Makkah, sebagaimana surat Quraisy 71 berikut ini:

Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergiah pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka ̀bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (Quraisy, 106: 1-4)

Ayat tersebut memang ditujukan kepada suku Quraisy yang mendiami kota Makkah dan menunjukkan salah satu kebiasaan penduduknya yaitu berdagang. Pada musim panas mereka melakukan perjalanan ke utara yaitu ke Syam dan pada musim dingin mereka berjalan ke selatan yaitu ke negeri Yaman.

70 Syalabi, Sejarah, h. 33-34 71 W. Montgomery Watt, Pengatar Stud; Al-Qur'an, Penerjemah: Taufik Adnan Amal (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 1995) h. 4-5

Kota Makkah memegang peranan penting dalam perniagaan setelah Yaman 72

dijajah oleh bangsa Habsyi dan kemudian oleh bangsa Persia. Para penjajah dapat menguasai jalur laut, namun jalur darat di Jazirah Arab dapat dikuasai oleh Makkah. Letak kota Makkah memang strategis yaitu ditengah-tengah Jazirah Arab yang menghubungkan antara daerah utara dan selatan. Keadaan buminya yang kering dan tandus telah juga membuat penduduknya suka merantau untuk berniaga. 73

Makkah sejak awal memang telah mengenal pemerintahan, di antara suku- suku yang telah memegang kekuasaan di Makkah ialah suku-suku Amaliqah, yaitu sebelum Nabi Ismail dilahirkan. Kemudian datang ke Makkah suku-suku Jurhum. Suku Jurhum dapat mengalahkan Amaliqah dan mengusimya dari Makkah. Pada masa suku Jurhum berkuasa inilah Ismail kecil bersama ayahnya Nabi Ibrahim datang ke Makkah. Mereka membangun kàbah dan menyerukan manusia untuk ttlengerjakan haji sehingga Makkah berkembang menjadi kota suci selain kota transit perniagaan. Pemerintahan Makkah-pun telah terbagi kedalam dua urusan utama, suku Jurhum memegang kendali politik dan peperangan dan keturunan

Ismail mengurusi sepenuhnya Baitullah dan urusan-urusan keagamaan. 74 Selain kota dagang Makkah, ada beberapa wilayah lain di Jazirah Arab

yang sudah mengalami pertumbuhan sosial dan kebudayaan yang tinggi, diantaranya adalah negeri Yaman. Yaman terkenal dengan daerah pertanian. Di daerah ini hujan turun dengan teratur, tanahnya subur dan penduduknya telah

72 'Imâd al-Dîin Abî al-Fidâ' ismâ'îl bin Katsîr, Tafsir al-Qur' ân al- 'Azhîm, (Kuwait: Jam'iyyâh Ihya' al-Turâts al-Islâmiy, 1998) Juz. 4, h. 44-45

73 Syalabi, Sejarah, h. 52-53 74 Syalabi, Sejarah, h. 47-48 73 Syalabi, Sejarah, h. 52-53 74 Syalabi, Sejarah, h. 47-48

kondusifnya daerah ini, maka Yaman tidak hanya tumbuh sebagai daerah pertanian tetapi juga perdagangan dan telah pernah memegang peranan penting dalam kelancaran perniagaan Timur dan Barat. Stabilitas penduduk di daerah ini, juga memungkinkan berkembangnya pemerintahan yang kuat. Di antara kerajaan penting yang telah berdiri di Yaman adalah Màin, Qutban, Sabà dan Himyar. 75

Di samping Yaman, ada pula sejumlah oase di Arabia barat yang telah

berkembang menjadi daerah pertanian. Yang terpenting diantara oase-oase tersebut adalah Yatsrib yang kemudian dikenal dengan nama Madinah. Panenan utama

daerah ini adalah kurma dan biji-bijian lain. 76 Pada masa menjelang kelahiran Islam Jazirah Arab telah berkembang

menjadi daerah yang mengalami krisis kemanusiaan yang parah. Di daerah utara, suku-suku Badui memang sejak awal sudah tidak mengenal kehidupan bermasyarakat apalagi berpemerintahan, kehidupan mereka mengembara dan menjarah untuk bertahan hidup. Kepada penduduk yang mendiami wilayah gurun itulah sangat tepat di alamatkannya masa jahiliyah yang disebutkan dalam sejarah Islam yaitu masa kegelepan dan kebodohan. Pada Arab selatan meskipun daerah ini adalah daerah kaya yang mengenal budaya dan kehidupan sosial, namun jaminan moral dan kehidupan yang lebih beradab sudah pula hancur. Kekerasan, penjarahan, penindasan, pelanggaran hukum, kesewenang-wenangan yang kuat terhadap yang lemah, laki-laki terhadap perempuan merupakan kehidupan yang biasa bahkan menjadi budaya mereka. Di bawah ini akan diungkapkan perilaku

Ibid, h. 36 76 Montgomery Watt, Pengatar Studi, h. 11 Ibid, h. 36 76 Montgomery Watt, Pengatar Studi, h. 11

Nabi dan dampak dari perilaku mereka yang sesat.

A.1. Akibat Dhalâl dalam Perilaku Keagamaan.

Masyarakat Badui yang mendiami daerah gurun pasir sebagian besar adalah penganut animis dan polities. Mereka meyakini bahwa seluruh obyek alam dan peristiwanya merupakan kehidupan roh yang dapat membantu atau

mengganggu manusia. Masyarakat Badui juga menyembah nenek moyang, bulan, dan bintang serta dewa-dewa yang berupa batu atau pohon besar yang menempati

tempat-tempat keramat yang dijaga kesuciannya. Di dalam lingkungan kerajaan juga menganut polities. Tempat-tempat suci (al-haram) dan kuil-kuil kerajaan diperuntukkan untuk penyembahan. Kabah masyarakat Makkah merupakan tempat suci sejumlah Dewa yang memiliki susunan hirarki. Beberapa Dewa mestilah

dipuja dengan persembahan kurban. 77 Agama-agama monoteistik juga telah dikenal oleh bangsa Arab. Agama

ini diperkenalkan oleh warga yang menetap yang beragama Yahudi dan Kristen, propagandis, pedagang keliling dan oleh tekanan imperium Bizantium dan Abyssinia. Orang-orang Kristen banyak tinggal di beberapa oasis kecil di Yaman dan di beberapa wilayah perbatasan sebelah utara. Mereka adalah kelompok

minoritas yang sangat berpengaruh. 78 Menurut Montgomery pengaruh Kristen cukup kuat meski tidak terkonsentrasi, namun perdagangan telah memaksa orang-

orang Makkah untuk bersentuhan dengan Kekaisaran Bizantium dan Abisinia yang

Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam (Jakarta:, PT. Raja Grafindo Persada, 2000) Bag. Satu dan Dua, h. 24-25

78 Ibid, h. 25-26

Kristen. Beberapa orang dari suku pengembara Badui juga sudah ada yang

memeluk agama Kristen. Di Makkah individu-individu seperti Waraqah ibn Nawfal sepupu istri pertama Nabi Muhammad SAW. dikabarkan telah memeluk Kristen. 79

Bagian wilayah Madinah seperti Tayma, Fadak, Wadi al-Qura, dan Khaybar adalah daerah pemukiman Yahudi. Asal-usul etnis suku dan kaum Yahudi ini tidak begitu jelas. Mereka telah mengadopsi bentuk-bentuk kemasyarakatan,

adat-istiadat orang Arab, namun berbeda dalam soal agama. 80 Para penggembala Badui memang sejak awal diakui sebagai kelompok

masyarakat yang tidak mudah berubah apalagi terpengaruh oleh budaya dan agama pendatang. Sebagaimana diungkapkan Syalabi, bahwa semenjak kehadiran agama Nabi Ibrahim, bangsa Arab tetap menolaknya dan kembali menyembah berhala dan

batu. 81 Sikap Badui yang berkepala batu tersebut diceritakan dalam al-Qur̀an diataranya dalam surat al-Haj ayat 42-44 berikut ini:

Dan jika mereka (orang-orang musyrik) mendustakan kamu, maka sesungguhnya telah mendustakan juga sebelum mereka kaum Nuh, ̀Aad dan Tsamud. dan kaum Ibrahim dan kaum Luth, dan penduduk Madyan, dan telah didustakan Musa, lalu Aku tangguhkan (azab-Ku) untuk orang- orang kafir, kemudian Aku azab mereka, maka (lihatlah) bagaimana besarnya kebencian-Ku (kepada mereka itu). (al-Haj, 22: 42-44)

Montgomery Watt, Pengatar Studi, h. 11-12

Ibid, h. 11

81 Syalabi, Sejarah, h. 63

Mereka dari generasi kegenarasi selalu bersikap sama yaitu mendustakan setiap rasul yang datang diutus oleh Allah. Maka Allah menceritakan hal tersebut di

atas untuk menghibur Nabi Muhammad SAW. yang juga mendapat perlakuan sebagaimana utusan terdahulu.

Kelompok Badui akan selalu meyisakan kisah yang perlu perhatian khusus dalam suatu peIjalanan dakwah. Daerahnya yang berupa gurun yang tandus sehingga membentuk pola hidupnya yang tidak menetap untuk mencari padang rumput yang dapat menghidupinya, telah mencetak meraka menjadi gerombolan yang tidak mengenal cara bermasyarakat, berwatak keras dan berfikir pragmatis, dimana dia bisa bertahan hidup dan selamat. Beriman dan menjalankan agama secara benar nampaknya tidak penting bagi mereka, sehingga kebiasaan dari generasi ke generasi untuk memeluk agama secara setengah hati terus berlanjut bahkan sepeninggal Rasulullah Muhammad SAW. Pola beragama ini dituturkan al-Qur̀an dalam surat al.Nisâ ̀ ayat 137.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pu1a), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepadajalan yang lurus. (al-Nisâ ̀̀, 4:137)

Ayat tersebut pada dasarnya diturunkan kepada orang-orang munafiq, namun kandungannya mencakup pula orang-orang murtad. Pada masa Rasu1u1lah

SAW. setidaknya pernah terjadi tiga kali terjadi peristiwa riddat. Pertama,

murtadnya Banu Mudlaj pimpinan al-Aswad, kedua murtadnya Banu Hanifah pimpinan Musaylamat al-Kadzdzab dan yang ketiga adalah murtadnya Banu Asad pimpinan Tu1ayhat bin Khuwaylid. 82

Pada dasarnya tidak ada perilaku kesesatan yang berupa penentangan terhadap dakwah nabi yang lebih berat selain yang dilakukan oleh suku Quraisy. Hal ini karena merupakan lingkungan nabi, dimana nabi dilahirkan dan dibesarkan

di Makkah dimana suku Quraisy berkuasa dan para pemimpin mereka adalah para keluarga nabi sendiri. Kerasnya pertentangan ini dilukiskan dalam al Qur̀ an surat al-Lahab berikut ini:

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pu1a) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehemya ada tali dari sabut. (al-- Lahab, 111: 1-5)

Ayat tersebut turun ketika nabi Muhammad SAW. sedang menyampaikan ceramah kepada orang-orang Quraisy di bukit Safa. Abu Lahab, pemimpin Quraisy yang juga hadir dalam forum tersebut melakukan interupsi dan mengecam Nabi: “celaka kau Muhammad, apakah hanya untuk ini kau undang kami semua di sini. Maka Allah menurunkan ayat tersebut sebagai kecaman balik, bahwa Abu

82 Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam Al-Qur an (Jakarta: Bulan Bintang, 1991) h.151

Lahablah yang sebenamya celaka. 83

Setelah peristiwa yang menyebabkan turunnya surat Al-lahab tersebut, keganasan suku Quraisy terhadap Nabi dan pengikutnya semakin meningkat. Mereka menuduh Nabi sebagai kahin, ahli nujum dan tukang ramal karena telah menyampaikan adanya hari pembalasan. Pelecehan terhadap dakwah Nabi tidak hanya sampai di situ, mereka kemudian melakukan penyiksaan terhadap Muhammad SAW. dan pengikutnya serta melakukan sebuah pemboikotan ekonomi

sehingga mempersu1it pengikut Nabi memenuhi kebutuhan makanan di pasar. Perlawanan tersebut terutama dilatarbelakangi oleh ketakutan Quraisy bahwa Nabi akan menghancurkan seluruh institusi keagamaan yang tengah berlangsung di Makkah yang akan berdampak pada kehidupan ekonomi suku Quraisy. Sebagaimana diketahui bahwa sumber ekonomi Quraisy sangat bergantung pada proses ritual di ka ̀bah. Selain itu keberadaan Muhammad akan mengguncang

otoritas para tokoh dan solidaritas suku Quraisy . 84 Setelah Nabi dan pengikutnya mendapat tekanan keras dari suku-suku

Badui dan Quraisy di Makkah sehingga tidak kondusif lagi untuk melanjutkan misi dakwah maka Nabi beserta pengikutnya melakukan Hijrah ke Madinah, di mana Nabi memiliki hubungan baik dengan sejumlah pemimpin di kota yang berperadaban ini. Berbeda dengan kehidupan gurun pasir dimana orang-orang Badui dan suku Quraisy tinggal, Madinah merupakan wilayah subur sehingga pertanian dan perdagangan cukup maju. Yang lebih mendukung misi dakwah

83 Abî al-Hasan ̀Alî bin Ahmad al-Wâhidî al-Naysâbûrî, Asbab al-Nuzûl, (Mesir: Maktabah wa Mathba'̀ah al-Manâr, 1968) h. 261-262

84 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial, h. 35

Muhammad SAW., bahwa penduduk Madinah mayoritas telah mengenal agama

yang mengesakan Tuhan. Sebagaimana disebutkan dalam sejarah bahwa daerah ini dihuni oleh pemeluk agama Kristen dan Yahudi.

Orang-orang Yahudi dan Kristen merupakan potensi dan sekaligus tantangan yang berat. Potensi karena dengan Nabi mengidentikkan bahwa agama yang dibawanya adalah agama Ibrahim murni yang telah diselewengkan orang-orang Yahudi dan Nasrani, maka mereka tidak sulit untuk kembali kepada

Islam. Namun pernyataan dan misi kehadiran Islam untuk meluruskan ajaran Kristen dan Yahudi jelas mendapat tantangan keras dari pendeta-pendeta dan pemimpin-pemimpin yang telah memeluk Kristen dan Yahudi. Penyimpangan dari jalan lurus yang dilakukan oleh Yahudi antara lain karena mereka mengimani Taurat yang dibawa oleh Musa, tetapi mengingkari Injil yang dibawa oleh Isa dan al-Qur ̀an oleh Muhammad SAW. Sedangkan orang-orang Nasrani mempercayai

Taurat dan Injil namun mengingkari al-Qur ̀an. 85 Penyimpangan selanjutnya yang dinilai berlebihan adalah diangkatnya

oleh mereka Nabi Isa as. sebagai anak Allah. Hal tersebut telah diperingatkan al-Qur̀an dalam surat al-Nisầ ayat 171 agar orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak berlebihan dalam beragama. Maksudnya dengan menjadikan Isa putra Maryam sebagai Tuhan, padahal Tuhan hanya menyuruh mereka untuk mematuhinya sebagai utusan Allah.

85 Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr, h. 173

Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, ̀Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (ltu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaanNya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara. (al-Nisầ, 4:171)

Oposisi Yahudi dan Nasrani ini mulai mengkristal setelah dipindahkan arah kiblat dari Yerussalem ke Ka ̀bah di Makkah sebagaimana dituturkan dalam surat al-Baqarah ayat 120:

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (al-Baqarah, 2: 120)

Ayat tersebut turun agar Muhammad menghentikan untuk tidak mencari Ayat tersebut turun agar Muhammad menghentikan untuk tidak mencari

kiblat. Nabi Diperintahkan untuk mencari ridha Allah dan berkonsentrasi terhadap apa yang dipesankan Allah dengan mengangkatnya menjadi Rasul. Sampaikan kepada mereka bahwa Petunjuk Allah yang mana Allah mengangkatku untuk menyampaikannya adalah haq, yaitu agama yang lurus, yang benar dan sempurna. 86

Berbeda dengan orang-orang Badui dan Quraisy di Makkah yang keras

dan kurang berperadaban, orang-orang Yahudi dan Nasrani merupakan komunitas dagang yang maju yang rasional dan memiliki pengalaman negosiasi dan diplomasi yang tinggi. Untuk itu Nabi berulangkali mengadakan negosiasi dengan kelompok yang disebut al-Qur ̀an ahl al-kitâb tersebut dan menandatangani sejumlah perjanjian. Namun dari sekian kali diadakan perjanjian, nampak bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah kelompok-kelompok yang tidak pernah konsisten untuk mematuhi perjanjian yang telah disepakati. Untuk itulah al-Qur ̀an mengecam terutama kepada kelompok Yahudi sebagai kelompok yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman,

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orangorang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang

86 Ibin Katsîr, Tafsîr al-Qur'ân, Juz I, h.216 86 Ibin Katsîr, Tafsîr al-Qur'ân, Juz I, h.216

demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. (al-Mâ ̀idah, 5: 82)

A.2. Akibat Dhalâl dalam Praktek Penegakan Moral dan Hukum

Suku Badui merupakan komunitas-komunitas individu yang memiliki standar moral dan hukum yang cukup rendah. Jika seorang anggota dari suatu suku

melakukan pembunuhan di dalam lingkungan suku mereka sendiri, maka tak seorang anggota yang lainpun akan membela dirinya. Jika ia dapat melarikan diri, maka ia telah berada di luar dasar hukum dan tidak lagi mendapat hak perlindungan dari suku dia berasal. Namun jika sipembunuh adalah anggota dari suku lain, maka direncanakanlah suatu pembalasan atas pembunuhan tersebut.

Hukum kuno di padang pasir menyatakan bahwa penumpahan darah harus dibalas dengan penumpahan darah. Dendam hati atas pembunuhan ini dapat

berlangsung terus menerus selama empat puluh tahun. 87 Seiring dengan kemiskinan kaum Badui dan kehidupan berpindah-pindah

dengan tujuari mencari kehidupan baik dengan mencari daerah-daerah subur untuk pertanian dan penggembalaan atau dengan penjarahan, kota Makkah telah tumbuh menjadi daerah kaya. Pada penghujung abad ke-6, para pedagang besar kota Makkah memperoleh kontrol monopoli atas perniagaan bolak-balik dari pinggiran pesisir barat Arabia ke laut tengah. Kafilah-kafilah musim dingin dan musim panas tersebut dirujuk dalam al-Qur̀an surat Quraisy.

87 Philip K. Hitti, Dunia Arab, h. 21

Kontras antara kehidupan pinggiran padang pasir yang dihuni kaum Badui

yang miskin dan orang-orang Quraisy Makkah yang bermegah-megahan menimbulkan kecemburuan sosial dan memicu tindakan-tindakan anarkisme. Orang-orang Badui yang sudah terbiasa menjarah bahkan menyerang menjadikan jalur-jalur perdagangan tersebut tidak aman. Kondisi tersebut memaksa orang orang Makkah membina hubungan baik dengan suku-suku pengembara. Namun hal tersebut bukanlah jaminan yang jitu, sehingga suku Quraisy yang menguasai kota

Makkah menyusun satu kekuatan militer yang dapat menjamin kelancaran para pedagang yang melewati rute tersebut. 88

Jaminan keamanan terutama dari suku Quraisy yang menyembah berhala tersebut menjadikan mereka semakin besar kepala dan kehidupan orang-orang dagang di Makkah semakin disemangati oleh persaingan untuk menumpuk harta dengan segala cara. Jurang kesenjangan sosial-ekonomi yang semakin parah yang menimbulkan kerusakan moral dan tidak berlakunya hukum inilah yang menjadi setting ayat-ayat al-Qur̀an yang awal turun di kota Makkah. Selain ayat-ayat tersebut berbicara tentang ketuhanan, peringatan bahwa kekayaan dan jaminan keamanan tersebut sebenarnya datang dari Allah (surat Quraisy), ayat-ayat Makkiyah juga berbicara tentang kecaman kepada orang-orang dagang yang curang dan hanya berambisi menumpuk harta, seperti surat al-Humazah ayat 1-3,

88 Montgomery Watt, Pengantar Study, h. 5

Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat

mengekalkannya, (al-Humazah, 104:1-3)

Bermegah-megahan telah me1alaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. (al-Takâtsur, 102: 1-3)

Pada prinsipnya kehadiran Islam untuk menciptakan keadilan sosial dan menegakkan moral serta hukum disambut positif terutama bagi mereka yang

selama ini merasa tertindas dan diperlakukan tidak adil. Namun pembesar Quraisy terus melakukan propaganda untuk menghentikan dakwah Nabi. Pembesar Quraisy tersebut selain takut kehilangan kekuasaannya atas Makkah, juga semakin marah ketika turun ayat yang mengancam mereka yang tidak adil, hanya menumpuk harta, bangga dengan anak-anaknya akan disiksa dengan api neraka di hari kebangkitan nanti, sebagaimana surat al-Takâtsur di atas. Nabi baru dapat meletakkan dasar-dasar hukum yang adil setelah dapat mendirikan pemerintahan yang sesuai dengan cita-cita Islam di Madinah.

A.3. Akibat Dhalâl dalam Perlakuan terhadap Perempuan.

Seorang wanita Badui tidak memiliki kebebasan apalagi keberdayaan yang utuh. Mereka selalu dipingit dan hidup dalam keluarga yang berdasar polygami. Struktur keluarga mereka juga memandatkan kekuasaan penuh terhadap

laki-laki atas istri. 89 Meskipun demikian, suku Badui telah mengenal sistem

89 Philip K. Hitti, Dunia Arab, h.23 89 Philip K. Hitti, Dunia Arab, h.23

jauh daripada kerabat dekat. Sistem ini ditujukan untuk mewujudkan semaksimal mungkin bentuk-bentuk kerjasama, aliansi, atau persekutuan dengan suku lain yang memang sudah merupakan satu kebutuhan dalam sistem masyarakat kesukuan.

Sistem perkawinan antar suku dan perempuan yang menikah akan ikut suaminya, sementara sistem kepemilikan dalam suku adalah kepemilikan bersama, maka hal ini menimbulkan masalah dalam pemberian jatah waris bagi anak

perempuan. Anak perempuan yang telah dinikahkan dengan suku lain, tidak mendapat jatah warisan dari ayahnya yang meninggal, karena memberi jatah warisan kepada anak perempuannya berarti akan memberikan harta kepada suku lain. Terlebih poligami telah menjadi budaya umum di masyarakat kesukuan, maka dimungkinkan bila perempuan mendapat jatah waris, sementara laki-laki memiliki banyak istri dari berbagai suku, maka akan terjadi penumpukan kekayaan pada suku laki-laki. Hal ini merupakan suatu hal yang harus dihindari karena dapat

menimbulkan instabilitas pada hubungan antar suku. 90 Pembenahan sistem keluarga, perkawinan, dan waris yang adil dan tidak

merugikan perempuan merupakan agenda utama setelah masa tasyrî’ yaitu ketika Nabi dapat meletakkan dasar-dasar hukum Islam di Madinah.