Mufti Konsep al Quran dalam Pengentasan Kefakiran

KONSEP AL-QUR'AN DALAM PENGENTASAN KEFAKIRAN

Tesis

Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar

Magister Agama Islam

Oleh :

Mufti 02.2.00.1.05.01.0048

PROGRAM PASCA SARJANA KONSENTRASI TAFSIR-HADITS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2005

II KONSEP AL-QUR'AN DALAM PENGENTASAN KEFAKIRAN

Tesis

Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar

Magister Agama Islam

Oleh :

Mufti 02.2.00.1.05.01.0048

Pembimbing: Dr. Ahzami Sami'un Jazuli Dr. Abdul Khair

PROGRAM PASCA SARJANA KONSENTRASI TAFSIR-HADITS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2005

III KONSEP AL-QUR'AN DALAM PENGENTASAN KEFAKIRAN

Tesis

Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar

Magister Agama Islam

Oleh :

Mufti 02.2.00.1.05.01.0048

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ahzami Sami'un Jazuli Dr. Abdul Khair

PROGRAM PASCA SARJANA KONSENTRASI TAFSIR-HADITS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2005

IV PERSETUJUAN TIM PENGUJI

Tesis dengan hudul : " KONSEP AL-QUR'AN DALAM PENGENTASAN KEFAKIRAN " yang ditulis oleh saudara Mufti NIM: 02.2.00.1.05.01.0048 telaqh diperbaiki sesuai dengan permintaan tim penguji sidang Munaqasyah tesis yang dilaksanakan pada tanggal : 27, Desember, 2005

Tim penguji

Penguji I Penguji II

( Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA ) ( DR. Abbas Ghazali)

Pembimbing I Pembimbing II

( DR. KH. Azami Sami’un Jazuli, MA ) ( Dr. Abdul Khair )

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

A. KONSONAN

ﺀ='/A ﺏ=B

ﺝ=J ﺡ=h

ﺕ=T

ﺕ =Ts

ﺭ=R ﺯ=Z

ﺥ = Kh

ﺩ=D

ﺫ = Dz

ﺽ = Dh ﻁ = Th

ﺱ=S

ﺵ = Sy

ﺹ = Sh

ﻑ=F ﻕ=Q

ﻅ = Zh

ﻉ='/'

ﻍ = Gh

ﻥ=N ﻭ=W

ﻙ=K

ﻝ=L

ﻡ=M

ﻩ=H

ﻱ=Y

ﺓ = Ah

C. VOKAL PANJANG ______ = A

B. VOKAL PENDEK

ا ______ = À َ َ ______ = I ِ ي ______ = î ِ

______ = U و ______ = û

D. DI POTONG

E. PEMBAURAN ﻮــ = Au

ﺍ = Al َ ﻝ

ﻰــ ِ = Ai ﺶﻟﺍ = Al-Sy

لاو = Wa al

CATATAN: Di kecualikan dari pedoman translitasi ini, penulisan kata-kata yang sudah biasa di dengar dan tidak menimbulkan kesulitan dalam bacaan seperti lafadz ﻚ ﻟﺎﻣ مﺎ ﻣإ di tulis " Imam Malik" tidak ditulis " Imâm Mâlik". Di adoptasi dari buku pedoman Translitasi Program Pasca Sarjan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun Akademik 2001.

VI KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kesabaran dan keteguhan hati sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini tanpa halangan yang berarti. Sholawat serta salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wassalam sebagai contoh suri tauladan yang baik dalam setiap aspek kehidupan

Selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus- tulusnya kepada pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tesis ini, di antaranya:

1. Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada para Peserta Program Pasca Sarjana untuk menyelesaikan studinya dengan baik.

2. Bapak Prof. Dr. H. Said Agil Husain Al-Munawwar, MA. Sebagai Direktur Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang dengan ketekunannya membimbing serta mengarahkan para mahasiswa selama berlangsung program ini.

3. Bapak Dr. Ahzami Sami'un Jazuli, MA. Dan Bapak Dr. Abdul Khair. Keduanya sebagai pembimbing pertama dan pembimbing kedua sekaligus dosen pada Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas segala nasehat dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulis, terutama selama proses penulisan tesis ini.

VII

4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan wawasan pengetahuan sehingga penulis dapat memperoleh secercah sinat ilmu dari para bapak-bapak dan ibu-ibu dosen.

5. Kedua Orang Tua penulis Bapak H. Sanadi dan Ibu Hj. Fatimah Zahra, dengan cucuran keringatnya telah mendidik, membesarkan penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang. Penulis hanya bisa membalasnya dengan

ucapan terima kasih yang tulus serta panjatan do'a " Ya Allah, Ampunilah segala dosa hamba-Mu ini, serta Ampunilah segala disa kedua Orang Tua hamba-Mu ini dan sayangilah keduanya sebagaimana keduanya telah menyayangi hamba-Mu ini di waktu kecil", Amin.

6. Seluruh handai taulan dan adik-adik penulis terutama Ubaidillah, Muzayyanah, Fahrurrozi, Masyitoh, Nurul Alim, dan Muhammad Ali Shalahuddin al-Ayyubi yang telah membantu serta mendo'akan untuk keberhasilan penulis demi rampungnya tesis ini.

Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, semoga karya tulis ini dapat bergunas bagi kita semua, dan penulis do'akan semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang berlipat ganda di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'ala, Amin.

Jakarta; 01, Februari, 2006 Penulis

MUFTI

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang.

Dunia nampak semakin tua dengan beban yang semakin berat. Ditambah

lagi perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang luar biasa telah mengantar kehidupan manusia pada kemajuan fisik yang semakin canggih.

Ke ad aan sep e rti itu te lah men imb u lkan d amp ak p o s itif d an n eg atif

b eru p a ketimp an gan d alam k eh id u p an man u sia d en gan alamn ya, s eh in gga

d an me mp rih atin k an . Berb agai tragedi dan masalah yang memb ahayakan keh idu pan manusia seperti bencana kelaparan dan kekeringan yang merupakan salah satu simbo l kemiskinan dan kefakiran di jagat ini telah di coba untuk

d u n ia saat in i

b erad a

d alam k ead aaan krisis

d irenun gkan d an kemu dian dicoba pemecahann ya dituangkan dalam sebuah karya ilmiyah ini. Al-Faqr (kefakiran) dan kemiskinan adalah dua kata yang saling berdekatan maknanya sedekat itu pula dengan realita kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Pemandangan tersebut sering terlihat pada negara- negara dunia ketiga, negara yang selalu terimage dengan segala bentuk keterbelakangan dalam berbagai bidang.

Di berbagai belahan bumi, sekarang ini terdapat sekurang-kurangnya satu milyar penduduk yang hidup dalam kondisi yang tidak layak (kemiskinan dan kefakiran serta kepapaan), kurang sandang, kurang makan, dan kurang papan. Dari satu milyar penduduk itu, menurut Bank Dunia, 560 sampai 600 juta di antaranya

adalah "gelandangan" 1 . Mereka hidup di 44 negara miskin di dunia yang hanya bernaung di bawah kolong jembatan di emper-emper gedung bertingkat, terminal,

pinggir rel kereta api atau gubuk-gubuk kumuh. Gelandangan adalah fenomena sosial daerah perkotaan di hampir seluruh dunia. Gelandangan mempunyai dimensi sosial dan psikologis di samping ekonomi. Secara konseptual, gelandangan ialah lapisan sosial, ekonomi, dan budaya paling bawah dalam stratifikasi masyarakat kota.

Kemiskinan, dan kepapaan itu tidak mengenakkan. Adapun jika seseorang melihat jumlah musuh yang sangat banyak adalah hal yang menakutkan, namun kemiskinan adalah suatu hal yang lebih sangat menakutkan dan mengerikan. Sebab

kefakiran adalah kematian yang terbesar 2 sebelum kematian itu sendiri. Statistik angka di atas menghadirkan sebuah gambaran perbandingan yang

sangat kontras antara the have dan the haven't dilihat dari sisi kuantitas, sebuah perbandingan yang menyakitkan bahkan sangat memilukan, mengingat bahwa bumi

1 Hemb in g Wija ya Kusu ma, S e la m a tka n M a n u sia d a ri Ke b in a s a a n , ( Ja kar ta : P us ta ka Kar tini, thn . 1 9 9 1 M), h al: 3 9 6 .

2 . Geo rg e J or dac , S u a r a K ea d ila n ; S o so k A g u n g A li b in A b i T h a lib , ( Ja kar ta , P ene rb it Len te ra, 1 9 9 7 ), hal:8 0 2 . Geo rg e J or dac , S u a r a K ea d ila n ; S o so k A g u n g A li b in A b i T h a lib , ( Ja kar ta , P ene rb it Len te ra, 1 9 9 7 ), hal:8 0

Namun ternyata yang terjadi adalah potret kebalikan, sebuah potret kesenjangan. Dibelahan bumi lain tergambar kemakmuran yang menyertai para penghuninya namun di belahan bumi yang lain tergambar sebaliknya, tergambar sebuah potret kemiskinan.

Terbesit sebuah pertanyaan dari hal tersebut, mengenai kebenaran tentang ketidak-mampuan bumi ini yang dianggap sudah tidak cukup lagi untuk menopang hajat kehidupan para penumpangnya khususnya manusia. Atau seharusnya bukan itu bentuk pertanyaannya, karena sudah terbukti dari awal penciptaan bumi berbarengan dengan kehidupan para makhluk penghuninya itu sangat mampu untuk terpenuhi, tapi realita malah menyuguhkan fenomena kebalikannya. Atau mungkin sebenarnya karena faktor alam itu sendiri yang memang sudah tidak mampu mencukupi lagi, atau mungkin sebetulnya dari sebab faktor makhluk penghuninya itu sendiri, terutama manusia dengan segala keinginannya (kalau boleh disebut ketamakan).

Mengomentari hal tersebut, bagi kaum muslimin tentu pernah mendengar apalagi bagi yang sering membaca ayat-ayat suci al-Qur'ân akan menemukan firman Allah ta'ala:

Artinya: Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah Artinya: Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah

Wahbah Zuhaily menafsîrkannya adalah bahwa ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa seluruh hajat kehidupan manusia dimuka bumi itu akan tetap

terpenuhi 3 mulai dari awal kehidupannya hingga hari kiamat kelak sebagai karunia atau rezeki dari Allah Ta'ala.

Al-Qur'ân dalam hal ini mengisyaratkan bahwa bumi dengan sumber dayanya yang begitu banyak akan tetap terus ada dan memperbaharui dirinya sampai kiamat kelak. Dengan bukti bahwa andaikan sumber daya alam itu sudah habis, maka tidak perlu menunggu sampai saat sekarang ini (apalagi sampai kiamat kelak), saat dimana manusia masih menikmati segala kemakmuran yang diberikan bumi, niscaya bangsa manusia ataupun makhluk hidup lainnya akan mati punah lebih cepat disebabkan ketiadaan sumber daya alam.

Sebagai seorang muslim (mungkin juga bagi non-muslim) berkeyakinan, bahwa sangat mustahil bagi segala makhluk hidup itu tercipta tanpa disertai dan dilengkapi dengan diciptakannya pula segala sesuatu yang menopang hajat kehidupannya kelak oleh Sang Maha Pencipta, Allah ta'ala berfirman :

Artinya: Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.

3 .Wa hb a h Z uha ily, T a f sîr M u n îr, ( Beir ut: D âr al- Fik r, T hn 1 4 1 1 H. ), jilid 3 0 , ha l 70.

Ibnu Katsîr menafsîrkannya bahwa seluruh makhluk baik di darat maupun di laut itu seluruh urusan rezekinya ditanggung dan dijamin adanya oleh Allah ta'ala

Sang Maha Pemberi Rezeki 4 . Ini berbeda halnya dengan statement ekonom yang menyatakan bahwa sumber

daya alam itu terbatas, menjawab statement tersebut dengan; pertama: hal tersebut benar adanya apabila dihadapkan dengan keinginan manusia yang tidak terbatas

(tidak pernah terpuaskan) sebagaimana yang di isyaratkan oleh Umer Chapra , sehingga timbul sebuah ungkapan bahwa dunia ini cukup untuk semua orang namun tidak pernah cukup bagi seorang manusia yang serakah. Dan kedua: apabila yang dimaksud dengan sumber daya alam adalah sebuah macamnya seperti minyak bumi yang diperkirakan akan habis dalam beberapa puluh tahun lagi, maka manusia yang di anugerahi akal dengan segala kecerdasan yang dimilikinya mampu menjawab hal tersebut dengan penemuan-penemuan baru dalam ipteknya untuk menggantikan sebuah macam sumber daya alam yang mulai langka tersebut, hal ini di buktikan dengan ditemukannya teknologi yang menggunakan minyak bumi menggantikan batubara yang sudah langka, dan sekarang sudah di temukan teknologi yang menggunakan air serta teknologi yang memanfaatkan sinar matahari menggantikan minyak bumi yang mulai langka, dan begitu seterusnya daur teknologi yang menggunakan sumber daya alam.

4 Ib nu Katsîr, T a fs îr a l-Q u r' a n a l- ' A zh îm , (B eirut: D âr al- fikr , tah un:1 4 1 2 H) , J ilid:2 , Ha l:5 3 2 .

5 . U mer Ch ap r a, M a sa d e p a n E k o n o m i; S e b u a h T in ja u a n Is la m , (J ak arta, Gema Ins an i P r ess ), hal: 1 8 .

Ini adalah gambaran umum manusia yang sebenarnya. Jika dianalogikan, apabila manusia sudah mempunyai dua ladang emas niscaya akan menginginkan

ladang emas yang ketiga 6 . Manusia memang tidak akan pernah terpuaskan keinginannya terhadap materi duniawinya hingga ajal menjemputnya.

Pernyataan bahwa sumber daya alam itu terbatas apabila dihadapkan pada ketamakan dan keserakahan manusia adalah benar, namun hal itu menjadi tidak benar

bila tertuju pada materi sumber daya alam itu sendiri sebagai penopang makhluk hidup dimuka bumi ini.

Akibat dari keinginan manusia yang tak terbatas (keserakahan dan ketamakan), dia akhirnya terjerumus ke dalam kefakiran dan kemiskinan. Kemudian bersangka-sangka dengan sangkaan yang buruk terhadap Allah ta'ala, bahwa seakan- akan Dia ta'ala itu pelit, kikir dan bakhil.

Allah ta'ala berfirman

Artinya : Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.

6 . Muha mmad b in Is a b in S uwa rah a t- T irmidzi, S u n a n a t- T ir m id zi, CD Maktab ah a l- Had is t a s- S ya rif.

Adapun sebab turunnya ayat ini, bahwa Ahli Suffah tatkala melihat materi duniawi yang begitu memikat, maka timbul keinginan untuk memilikinya seraya

berkata "andaikan ini semua milik kami", maka turun ayat ini 7 . Muhammad Hasan al-Hashmy menafsirkannya adalah bahwa Allah telah

menentukan ukuran rezeki tersendiri bagi para hamba-Nya sesuai menurut hikmah- Nya 8 Allah ta'ala berfirman pada lain ayat:

Artinya : Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.

Muhammad Hasan al-Hashmy menafsîrkannya adalah bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang tidak berpasangan 9 , termasuk kaya yang berpasangan

dengan miskin, dengan kata lain sebenarnya orang miskin itu sudah diwajibkan keberadaannya oleh Allah ta'ala. Meskipun begitu, bukan berarti orang miskin itu tidak diindahkan rezekinya seperti telah diterangkan.

Sebagaimana Islam menunjukkan jalan h idu p kebenaran bagi mereka yang termasuk golongan The Have, maka begitu juga halnya, Islam juga menunjukkan jalan hidup kebenaran bagi mereka yan g termasu k dalam golo ngan The Haven 't. Firman Allah ta'ala :

7 As- S uyû thi, A sb â b a n - Nu z û l li a s- S u y û th î, (D a mask us : D âr al-R asyîd), tan p a tah un, hal:4 2 6

8 Muha mmad Has an al-Ha sh my, S y u r û h wa ta ' liq ô t kitâ b m u f ra d â t a l- Q u r 'a n , ( D am ask us : D âr a l- Ras yîd, ta np a tah un) , Ha l:4 8 6

9 Muha mmad Ha sa n al-Ha shmy, op . cit., H al:5 2 2 .

Artinya : (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).

Dari latar belakang yang di kemukakan diatas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang cara penanggulangan al-Qur-ân terhadap kefaqiran yang terulang sebanyak14 kali dalam al-Qur'ân ke dalam bentuk tesis yang berjudul "Konsep Al-Qur-ân Dalam Mengatasi Kefaqiran".

B. Permasalahan.

Permasalahan yang akan dibahas dalam proposal tesis ini terdiri dari dua permasalahan yaitu:

1- Identifikasi Masalah

Penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

a- Membahas pengertian al-Faqr, baik secara bahasa maupun istilah.

b- Mengkaji Asbab an-Nuzul ayat-ayat al-Faqr.

c- Menganalisa tentang tafsîr ayat-ayat al-Faqr dalam berbagai bentuknya.

d- Mengkaji tentang aspek- aspek al-Faqr itu sendiri.

e- Menganalisa tentang upaya penanggulangan kemiskinan dan kefakiran menurut al-Qur'ân .

2- Pembatasan dan Perumusan Masalah

Karena luasnya permasalahan yang akan dibahas, penulis membatasi persoalan ini pada hal-hal sebagai berikut: Karena luasnya permasalahan yang akan dibahas, penulis membatasi persoalan ini pada hal-hal sebagai berikut:

b- Paradigma pandangan al-Qur'an tentang kefakiran.

c- pemaparan mengenai program-program al-Qur'an yang berupaya menanggulangi kefakiran. Maka permasalahan pokok yang dibahas dalam tesis ini adalah Bagaimana

konsep al-Qur'ân menanggulangi kefaqiran?”

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang konsep al-Qur'ân dalam menanggulangi kefaqiran. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

a- untuk memperkaya khazanah Islam dalam bidang Tafsîr al-Qur'ân, khususnya tentang penanggulangan kefaqiran dalam al-Qur'ân, disamping itu penelitian ini juga diharapkan berguna sebagai bahan pembantu dan pembuka jalan bagi penelitian-penelitian lain dalam topik-topik yang sama.

b- Untuk turut serta berusaha menanggulangi kefakiran dan kemiskinan walaupun baru hanya sebatas pada taraf wacana.

c- Sebagai salah satu syarat guna meraih gelar megister dalam bidang agama Islam Konsentrasi Tafsîr dan Hadits pada Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Kajian kepustakaan.

Sejauh pengetahuan penulis, setelah menelusuri buku-buku yang berkaitan dengan hal ini, penulis menemukan beberapa buku yang berbicara tentang al-Faqr ini, diantaranya:

a- Kitab Ihyâ' 'Ulûm al-Dîn karya Imâm al-Ghazâli, didalamnya berisi tentang pembahasan al-Faqr, pada jilid ketiga dari seperempat hal yang

tercela, pada pembahasan ini berisi tentang celaan terhadap kekayaan dan pujian terhadap kefakiran.

b- Kitab Al-Isyarah ila mahasin at-tijarah karya Ja'far bin Ali ad- Dimasyqy, didalamnya berisi tentang masalah macam-macam jenis pekerjaan.

c- Buku Selamatkan Umat Manusia Dari Kehancuran karya Hembing Wijayakusuma, didalamnya berisi tentang kemiskinan global.

d- Buku Memahami Bank Syari'ah karya Zainul Arifin, didalamnya ada tentang mekanisme pemicu kemerosotan ekonomi dan dampaknya, hal tersebut berguna untuk sebagai salah satu upaya menghindarkan dari keterjerumusan dalam kefakiran.

e- Buku Teori dan Praktek Ekonomi Islam karya M. Abdul Manan, didalamnya terdapat perencanaan dan pembangunan ekonomi dalam Islam.

f- Buku Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf karya Mohammad Daud Ali, didalamnya terdapat tentang nilai instrumental ekonomi Islam, hal

ini berkaitan erat dengan upaya penanggulangan kefakiran melalui sistemnya.

Semua pembahasan dalam kitab-kitab maupun buku-buku diatas itu kemungkinan lebih banyak mengambil dalil dari hadits Nabi dan sedikit sekali penjelasannya dari al-Qur'ân tenteng masalah kefakiran secara tersendiri, sedangkan yang membahas tentang al-Faqr secara menyeluruh menurut al-Qur'ân dalam

pandangan penulis itu belum ada, maka dari itu penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian ini yaitu: "Konsep Al-Qur'ân dalam pengentasan kefaqiran "

E. Metode Penelitian.

1. Sumber Penelitian.

Penelitian ini bersifat kepustakaan (Library) murni, dalam artian, semua sumber datanya berkaitan dengan bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan topik yang dibahas. Karena studi ini menyangkut al-Qur'ân secara langsung, maka kitab suci al- Qur'ân merupakan sumber data primer. Mushhaf yang digunakan sebagai pegangan adalah al-Qur'ân al-Karîm (mushhaf al-Madînah al-Nabawiyah) yang diteritkan oleh (Majma' al-Malik Fahd lithiba'ati al-Mushhaf al-Syarif, Madînah,1405 H / 1980 M).

Selain menggunakan kitab suci al-Qur'ân, penulisan tesis ini merujuk beberapa kitab Tafsîr sebagai sumber data sekunder. Kitab Tafsîr yang penulis jadikan rujukan, diantaranya: Pertama

: Jâmi' al-Bayân 'an Ta'wîl âyi al-Qur'ân karya Abi Ja'far Muhammad Ibn Jarîr al-Thabarî.

Kedua :Tafsîr Al-Qur'ân al-'Adzîm karya 'Imaduddin Abi al-Fida' Isma'il Ibnu Katsîr al-Qurasyi al-Dimasyqi.

Ketiga :Tafsîr al-Munîr fî al-'Aqîdah wa al-Syarî'ah wa al-Manhâj karya Wahbah al-Zuhaily.

Keempat : Rûh al-Ma'âni fi Tafsîr al-Qur'ân al-'Adzîm wa al-Sab 'al-Matsâni karya Abi al-Fadhal Syihâb al-Dîn al-Sayyid Mahmûd al-Alûsy al-

Baghdâdy. Kelima

: Al-Mîzân fi Tafsîr al-Qur'ân karya Muhammad Husain al- Thaba'thaba'i.

Keterangan dan pendapat ulama dalam sejumlah kitab tafsîr tersebut, dijadikan sebagai informasi awal dan informasi bandingan dalam rangka melakukan analisa dan interpretasi lebih lanjut.

Penulis juga menggunakan beberapa kitab penting untuk melakukan kajian kitab Tafsîr , diantaranya: Pertama

: Fath Al-Rahm ân karya Al-Husny sebagai pedoman untuk mempermudah dalam melacak ayat-ayat al-Qur'ân .

Kedua : Mufradât fî Gharîbi al-Qur'ân karya Al-Raghîb al-Ashfahany (w 711 H) sebagai pedoman untuk mencari kosa kata ayat-ayat al- Qur'ân .

Ketiga : Lisân al-'Arâb karya Ibn Manzhûr (w. 425 H) sebagai pedoman mencari kosa kata arab. Disamping itu penulis membaca pula

sejumlah kitab dan buku lainnya yang dianggap perlu untuk kepentingan tesis ini.

2. Metode Penelitian.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian yang bersifat deskriptif-analisis. Dalam penelitian ini digunakan tekhnik pengumpulan data berupa studi

literatur, hal ini dikarenakan sumber datanya diperoleh dari literatur. Berbagai literatur yang diteliti merupakan data, baik yang bersifat primer seperti ayat-ayat al- Qur'ân yang berkenaan dengan al-Faqr, maupun yang sekunder seperti kitab-kitab Tafsîr dan sejumlah buku penunjang lainnya. Fakta mengenai data yang ada yang berkaitan dengan penelitian akan dikumpulkan melalui studi kepustakaan atas berbagai literatur yang diperoleh.

Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan, pertama-pertama penulis membaca dan meneliti berbagai literatur yang ada kaitannya dengan pembahasan tesis ini, bahan-bahan yang ditemukan itu dicatat dan dikumpulkan dalam catatan- catatan khusus, kemudian dipilah-pilah dan disusun sesuai dengan komposisi bab tesis ini.

Meneliti al-Faqr dalam perspektif al-Qur'ân , berarti penulis menemukan aspek-aspek, dampak dan obat untuk menanggulangi kemiskinan dan kefakiran yang terdapat dalam al-Qur'ân al-Karîm, kemudian ayat tersebut penulis teliti dalam berbagai kitab tafsîr, ayat-ayat tersebut disusun berdasarkan relevansinya dengan al-

Faqr yang memuat aspek-aspek, dan upaya untuk menanggulangi kemiskinan dan kefakiran itu sendiri.

Yang menjadi pembahasan inti dalam tesis ini adalah untuk mencari serta untuk mendapatkan konsep penanggulangan kefaqiran dalam al-Qur'ân. Sebelum memasuki pembahasan ini, penulis dituntut untuk melakukan inventarisasi terhadap ayat-ayat al-Faqr tersebut, kemudian ayat-ayat dikelompokkan sesuai dengan

kelompok pembahasannya. Setiap ayat yang akan dianalisi selalu diikuti dengan terjamahan yang bersumber dari Al-Qur'ân dan terjemahannya yang disusun oleh Departemen Agama RI, sesudah terjemahan dikemukakan berbagai uraian dan penafsiran ulama tentang ayat-ayat itu.

Setelah data-data yang diperlukan terkumpul, langkah berikutnya adalah menyusun dan menganalisa data. Penulis melakukan analisa secara sistematis dan mendalam terhadap makna yang terkandung dalam keseluruhan data yang diperlukan.

3. Metode Pembahasan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yang dikenal dengan nama Tafsîr Maudû'i (tafsîr tematik), yaitu metode Tafsîr yang berusaha mencari jawaban al-Qur'ân terhadap suatu masalah tertentu dengan menghimpun seluruh ayat terkait, lalu menganalisanya dengan menggunakan ilmu-ilmu pendukung yang relevan dengan masalah yang dibahas, untuk kemudian melahirkan suatu uraian yang utuh berdasarkan al-Qur'ân tentang masalah tersebut.

Adapun langkah-langkah dalam menerapkan metode ini adalah:

1- Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang memuat kata al-Faqr berdasarkan petunjuk dalam kitab Fath Al-Rahmân.

2- Ayat-ayat tersebut disusun sesuai dengan tertib mushaf. Dalam hal ini, disertai pula dengan asbab nuzulnya.

3- Selanjutnya ayat-ayat tersebut diklasifikasi berdasarkan pertimbangan

tertentu untuk memberikan gambaran umum tentang pengertiannya. Klasifikasi yang dimaksud tercermin pada perumusan sub bab dan penjabarannya.

4- Pada setiap klasifikasi ditetapkan sejumlah ayat yang menjadi pembahasan pokok, ayat-ayat lain digunakan sebagai keterangan penjelas atau penguat.

5- Setiap ayat dianalisa dengan menggunakan tekhnik-tekhnik yang lazim dikenal dalam metodologi tafsîr, seperti memperhatikan asbâb al-nuzûl ayat, Munâsabat ayat, arti mufradât (kosa kata), uraian konteksnya, penjelasan ayat dengan ayat, penjelasan ayat dengan hadits dan sejumlah pengetahuan penunjang lainnya.

6- Cara kerja diatas dipadukan dan dikembangkan lagi dengan pendekatan lain, terutama pendekatan kebahasaan dan sosio-historis, pendekatan kebahasaan diterapkan antara lain dengan menelusuri asal kata dan pengertiannya, penggunaan ayat bentuk kata yang berkenaan dengan al- Faqr, posisi dan fungsi kata dalam ayat, dan hikmah pilihan kata.

Sedangkan pendekatan sosio-historis diterapkan dengan memperhatikan data sejarah tentang kehidupan masyarakat Arab pada masa turunnya al- Qur'ân untuk memahami makna ayat tertentu.

7- Keterangan yang diperoleh dengan cara kerja diatas, kemudian diband ingkan den gan pendap at ulama yan g d imuat dalam buku tafsîr atau karya tulis lainnya. Sesudah itu penulis mengemukakan

pemahaman, pemandangan, atau kesimpulannya. Analisis tersebut disajikan secara tertulis dengan memperhatikan hubungan diantara berbagai keterangan yang diperoleh. Pola penyajiannya dimulai dari hal-hal yang bersifat umum kemudian yang khusus atau sebaliknya.

F. Sistematika Penyusunan.

Adapun sistematika pembahasan masalah ini sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

G. Latar Belakang.

H. Permasalahan.

1- Identifikasi Masalah

2- Pembatasan dan Perumusan Masalah

I. Tujuan dan Kegunaan Penelitian. J. Kajian kepustakaan.

K. Metode Penelitian.

1. Sumber Penelitian.

2. Metode Penelitian.

3. Metode Pembahasan. L. Sistematika Penyusunan.

Bab II Pengertian Faqr dan terma lain yang berkaitan dengannya

A. Pengertian Umum

1- Tinjauan Bahasa

2- Tinjauan Istilah

3- Rumus Kefakiran

4- Macam Kefakiran

5- Bentuk Pengungkapan kata al-Faqr dalam al-Qur'an

6- Tinjauan Historis.

B. Persepsi al-Qur'an terhadap kefaqiran

1- Al-Qur'an menolak persepsi yang menyakralkan kefakiran

2- Bahaya-bahaya kefakiran

a. Bahaya kefakiran terhadap Aqidah

b. Bahaya kefakiran terhadap Akhlak dan Tingkah Laku

c. Bahaya kefakiran terhadap Keluarga

d. Bahaya kefakiran terhadap Kemasyarakatan

e. Bahaya kefakiran terhadap Negara

Bab III Program – program Al-Qur'ân Dalam Mengatasi Kefakiran

A. Terhadap individu

1. Umum ( kaya dan fakir ) : bekerja

2. Kaya

a) Tanggung jawab social dari kaum kerabat yang kaya

b) Shodaqoh

a) Wajib ( zakat )

1. Sepintas kilas tentang zakat

2. Zakat dan pajak

3. Zakat diantara kapitalisme dan sosialisme

4. Zakat produksi dan konsumsi

5. Makna zakat bagi manusia modern

6. Ancaman bagi penghindar zakat

b) Sunnah

1. Perumpamaan orang yang bersedekah dalam al-Qur'an.

a. Perumpamaan al-Qur'an terhadap mukmin yang bersedekah

b. Perumpamaan al-Qur'an terhadap orang kafir yang bersedekah

2. Syarat-syarat bersedekah

a. Tidak disertai riya' dan niat untuk pamer diri.

b. Tidak disertai cercaan dan hinaan.

c. Ikhlas karena Allah Ta'ala

3. Kriteria barang yang disedekahkan

a. Barang yang paling disukai

b. Baik

c. Tidak berlebih-lebihan

4. Batasan bersedekah

B. Terhadap masyarakat : pemenuhan terhadap hak-hak wajib selain zakat.

1. Hak bertetangga

2. Qurban di Hari Raya Idul Adha

3. Melanggar sumpah

4. Kifarat sumpah dzihar

5. Kifarat bersenggama pada siang hari di Bulan Ramadhan

6. Fidyah kakek-nenek dan orang sakit yang tidak dimungkinkan kesembuhannya

7. al-Hadyu (qurban sembelihan di musim Haji)

C. Terhadap Negara.

1. Harta kekayaan yang terlihat

2. Harta kekayaan yang tidak terlihat

Bab IV

Konsekuensi-Konsekuensi Pengentasan Kemiskinan

A. Ada aturan Islam dan serta Masyarakat Islam

B. Totalitas

٢٠

1- Terhadap individu

2- Terhadap Negara

C. Menjaga kehormatan orang faqir

D. Kemandirian

Bab V Penutup

A. Kesimpulan

B. Saran-Saran.

Daftar Pustaka

Bab II Pemahaman Tentang Kefakiran

A. Pengertian Umum

1- Tinjauan Bahasa

Kata al-Faqr merupakan dari bahasa arab yang tersusun dari huruf ﺭﻕﻑ ,

secara etimologi, kata al-Faqr berarti lawan dari kaya, lafadz ﺭﻕﻑ , apabila dibaca

Dhommah pada huruf awalnya mempunyai makna kehinaan atau kejelekan, namun apabila dengan Fathah maka bermakna kebutuhan 10 , Isim failnya adalah Fakir yang

bermakna : orang yang membutuhkan, dengan sywâhidnya al-Qur'an

Artinya: Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.

Namun apabila dibaca dengan dhammah pada huruf Fa'nya, maka bermakna kehinaan, kejelekan, jurang atau lembah.

Hal senada juga diungkapkan oleh Thahir Ahmad Zakki dalam kitabnya Tartib al-Qâmus al-Muhith 11 , demikian juga tentang etimologi faqr ini terdapat dalam

Tâj al-'âruts yang dikarang oleh Muhammad Murtadha al-Hanafi 12

10 . Ib n u Man z hû r , L i sâ n a l-A r ab , (Be ir u t ; D âr al- Fikr , 1 9 90 ) , ha l. 6 0 . 11 . T hah ir Ahm ad al-Za kk i, T a rtib Q â m u s a l- M u h ith , ( Riyadh ; D â r al-A la m al- Kutub , 1 9 9 6 ) , jilid 3 , hal. 5 1 1 .

12 . Muh amma d Mur ta dha al- Hana fi, T â j a l-â ru ts (Be ir ut; D â r a l- Fikr , tan p a tah un) , jilid 3 , h al. 4 7 3

Louis Ma'luf mengartikan al-Faqr sebagai lawan dari kaya, dan hal ini terjadi apabila seseorang itu tiba-tiba membutuhkan sesuatu untuk dipenuhi, atau

mempunyainya namun tidak mencukupinya 13 . Dari pengertian diatas, bisa dipahami bahwa al-Faqr (dalam bahasa Indonesia

biasa diucapkan dengan kefakiran) itu adalah satu kebutuhan yang harus dipenuhi.

Faqr apabila di isytiqaqkan ke isim fa'ilnya maka berubah menjadi Faqir.

Adapun kata sinonim dengan fakir adalah miskin. Miskin juga berasal dari bahasa Arab, mashdarnya berasal dari huruf ﻥ ﻙ ﺱ yang ditambahkan ﻡ hingga menjadi

ٌﺔﻨﻜﺴﻣ 14 yang bermakna ketertundukan, kehinaan, sedikit harta, dan keadaan yang jelek .

Ini disyawahidkan dalam al-Qur'an al-Karim.

Artinya: Dan ditimpakan atas mereka kehinaan

Disamakan keadaan orang miskin dan fakir menurut arti secara kebahasaan, karena kedua-duanya sama-sama dipandang rendah, hina-dina dan selalu berada dalam jurang kesengsaraan.

2- Tinjauan Istilah

Ibnu Katsir mendefinisikan Fakir dengan menukil perkataan sahabat Umar r.a : "tidaklah disebut fakir orang yang tidak mempunyai harta, tapi orang fakir adalah yang halus pekerjaannya", kemudian beliau juga mendefinisikan miskin dengan

13 . Lo uis Ma 'luf, M u n jid , (Be ir ut;P er cetak an Katsu likiya h, 1 9 5 2 ), Ce t. 1 5 , hal. 622.

14 . Ib n u Man z hû r , op . c it , ha l: 2 13 , Juz : 1 3 .

hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw bersada " orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai kecukupan guna memenuhi kebutuhannya dan tidak mempunyai keteramplan untuk mencari nafkah hingga diperbolehkan menerima sedekah, serta tidak meminta-minta

kepada orang lain" (mengemis) 15 . As-Suyuthi memberikan beberapa macam definisi terhadap fakir dan miskin

dengan menukil dari berbagai sumbernya, di antaranya adalah : - Dari Qatadah : bahwa fakir adalah orang yang mempunyai kelemahan (untuk memenuhi kebutuhan hidupnya), sedangkan miskin adalah orang yang tidak mempunyai kelemahan (untuk memenuhi kebutuhan hidupnya).

- Dari Jabir ibn Zayd : bahwa fakir adalah orang yang bersifat perwira (tidak

meminta-minta), sedangkan miskin adalah para peminta-minta. - Dari Zuhri : bahwa fakir adalah mereka yang berada dalam rumah mereka serta tidak meminta-minta, sedangkan miskin adalah mereka yang keluar dari rumah mereka serta meminta-minta.

- Dari Mujahid: bahwa fakir adalah orang yang berada dalam kaumnya, keluarga dan kerabatnya, namun tidak mempunyai harta. Sedangkan miskin adalah orang yang tidak mempunyai keluarga serta sanak kerabat, juga tidak

mempunyai harta 16 .

15 . Ib nu Katsir , T a f sir a l- Q u r' â n a l-A d zim , (B eirut; al-A'lâm a l- Kutub , tan p a tah un) , jilid 2 , h al. 3 6 4 .

16 . J alalud din a s- S uyuth i, A d -D u rr u a l- M a n tsu r fi a t- T a f sir a l- M a ' tsu r , (Be ir ut; D âr al- Kutub al-Ilmiyah 1 9 9 1 ) , jilid 3 , ha l. 4 5 0 .

- Dari Yusuf Qardhawi: bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki sesuatu atau memiliki sesuatu dibawah setengah kadar kebutuhan yang mencukupi baik untuk dirinya ataupun mereka yang berada dalam tanggungannya. Sedangkan miskin adalah orang yang memiliki sesuatu atau memiliki setengah kadar kebutuhan atau lebih namun tidak mampu

mencukupi secara keseluruhan 17 .

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata fakir berarti :

a. orang yang sangat kekurangan: orang yang terlalu miskin.

b. orang yang dengan sengaja membuat dirinya menderita kekurangan untuk mencapai kesempurnaan bathin.

c. 18 aku (bagi pengarang dalam syair dan sebagainya ) Adapun untuk definisi miskin adalah tidak berharta benda; serba kekurangan

(berpenghasilan sangat rendah). Dan apabila dibarengi dengan kata PAPA maka mempunyai makna superlatif: sangat miskin 19 .

Dari beberapa definisi diatas, untuk definisi Fakir yang sangat mendekati adalah definisi yang diberikan oleh Yusuf Qardhawi, karena dalam pandangan penulis itu lebih mewakili secara keseluruhan. Dan untuk definisi miskin maka yang terbaik adalah yang didefinisikan oleh Nabi Muhammad saw.

17 . Y us uf Q ar da wi, M u s yk ila t a l-Fa q r wa Ka if a ' âla ja h â a l-I sla m , (Be ir ut, Mu as sas ah a l- Risâlah , 1 9 9 4 ) , ha l. 8 7 .

18 . T im P en yu sun D e p ar te men P e ndidika n d an Ke b uda ya an, Ka m u s B e sa r B a h a sa I n d o n e sia , ( Ja kar ta ; Ba la i P us taka , 1 9 8 8 ) h al. 2 3 9 .

19 . op , c it . h a l 5 87 .

3- Rumus Kefakiran

Sebenarnya kefakiran itu adalah sebuah ungkapan terhadap ketidakmampuan dan ketidakberdayaan dalam pemenuhan kebutuhan tanpa harus perlu memandang kepada harta benda, seseorang bisa dikatakan Fakir apabila ia membutuhkan sesuatu namun tidak bisa memenuhinya walaupun ia berharta, namun seseorang yang tidak berharta bisa dikatakan kaya apabila dia tidak dalam keadaan membutuhkan terhadap

sesuatu untuk dipenuhinya. Dan untuk itu penulis mencoba membuat rumus tersendiri tentang fakir yaitu: F=K 1 + TD

Dimana F = Fakir K1 = Kebutuhan TD = tiada daya (tidak ada kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan)

Sedangkan untuk rumus sosial sendiri tentang kaya adalah K = K1 + D

Dimana K = Kaya K1 = Kebutuhan

D = Daya

Tidak dimasukkannya unsur harta benda dalam pembuatan rumus diatas disebabkan oleh sebuah dasar asumsi, bahwa tidak ada jaminan bagi orang-orang yang termasuk golongan The Have itu tidak membutuhkan sesuatu apapun, bahkan ternyata bisa jadi mereka lebih membutuhkan dari pada mereka yang penghasilannya jauh dibawah golongan The Have tersebut. Indikasinya bisa dilihat dari pelaku tindak pidana korupsi yang lebih banyak dilakukan oleh golongan kerah putih (The Have)

tersebut. Indikasi ini bisa menjadi tepat apabila diasumsikan bahwa tidak ada pencurian kecuali karena kebutuhan (untuk memenuhi 'sesuatu' ).

Mungkin rumus diatas menjadi berlawanan apabila dihadapkan pada ketentuan PBB yang memberikan batas antara mampu dan tidak mampu berdasarkan

pendapatan per kapitanya setiap tahun 20 . Namun saya melihatnya sebagai sebuah pengungkungan terhadap jati diri manusia seutuhnya dengan melihat sisi fisiknya saja

sekaligus juga pengingkaran terhadap sisi rohani manusia. Maka pembuatan rumus diatas lebih melihat pada mentalitas seseorang terhadap kebutuhannya kepada materinya, bukan untuk Non-Materi, karena bisa saja seseorang butuh terhadap materi namun tidak peduli terhadap kebutuhan rohaninya ataupun juga sebaliknya, juga bisa terjadi seseorang butuh kepada keduanya ataupun malah acuh tak acuh. Oleh karena tidak ada satu makhlukpun di dunia ini yang tidak membutuhkan kepada sesuatu sehingga bisa dikatakan tidak Fakir.

Maka dari sini, bisa dipahami kebenaran firman Allah Ta'ala :

Artinya: dan Allah itu Maha Kaya sedangkan kalian itu adalah fakir

Karena hanya Allah-lah yang tidak membutuhkan sesuatu apapun, justru para makhkluk-Nya yang sangat bergantung itu menjadikan kefakiran sabagai sebuah sifat yang sangat permanen bagi para makhluk.

20 . Muha mmad Ab d ul Ma nna n, T e o r i d a n Pr a k te k E ko n o m i I sla m , ( Y og ya kar ta , P T D ana Bh ak ti P rima Y as a, 1 9 9 7 ), h al:3 8 5 .

4- Macam-macam Kefakiran

Lawan dari kaya adalah fakir, maksudnya bahwa mafhum mukhalafah dari pembagian macam kekayaan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya:

Artinya: Ahmad bin Yunus berkata pada kami bahwa Abu Bakar berkata pada kami bahwa Abu Hashin berkata pada kami dari Abi Shalih dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: kekayaan itu bukan karena mempunyai materi yang banyak, tetapi karena budi pekerti.

Kekayaan dalam sabda Beliau SAW terbagi menjadi dua:

a. kaya materi

b. kaya moral 22 . Maka fakir yang merupakan mukhalafah dari kaya juga terbagi menjadi dua:

a. fakir materi

b. fakir moral Sebagaimana lebih baiknya kekayaan moral dibanding kekayaan materi tanpa disertai kekayaan moral, maka betapa berbahayanya fakir moral dibanding fakir materi. Kemiskinan moral membuat seseorang yang sebenarnya kaya materi akan selalu terus-menerus merasa kekurangan, akibatnya segala cara akan ia tempuh untuk memenuhi kekurangannya tersebut tanpa peduli halal dan haram.

21 .. Mu hamm ad b in Isma 'il a l- Bukh ar y, S h a h ih B u kh a ry , CD Ma ktab a h a l- Had is t a s- S yarif.

22 . A b du llah Ahma d b in Mu hamma d al-Q ur tub i, Q a m ' u a l-H irs h i b i a z- Z u h d i wa a l- Q a n â'a h , (Be ir ut, D âr al-Ku tub a l- Ilmiya h, 1 9 9 4 ) , h al. 7 7 .

Kemiskinan moral justru akan lebih berbahaya lagi bila menimpa orang yang fakir secara materi, timbul dari dirinya tidak hanya terbatas pada tindakan criminal seperti mencuri, merampok, tetapi juga merembet pada tindak kriminal lainnya seperti pembunuhan guna menutupi jejak perampokannya.

Hidup dalam alam hedonisme pada saat-saat sekarang ini, membuat manusia sepertinya secara sengaja di miskinkan secara moralitas (mentalitas). Demi

kepentingan industri, seseorang yang sebenarnya tidak membutuhkan suatu barang atau prodak tertentu seperti shampo misalnya, diiming-imingi dan diyakinkan melalu iklan atau pamflet atau brosur atau media periklanan lainnya bahwa guna perawatan rambut tidak cukup hanya dengan ini atau hanya dengan itu, kecuali ditambah dengan produknya, untuk lebih meyakinkan konsumen ditampilkan peragaan modelnya yang menggunakan produk tersebut supaya mencontohnya, lalu akhirnya seseorang yang dulunya tidak membutuhkan produk tersebut, padahal dia sudah cukup sebenarnya dengan produk yang sudah ada menjadi merasa mempunyai sesuatu yang kurang dari dirinya, terlebih lagi di perparah dengan rasa persaingan dengan tetangga sebelah yang sudah lebih dulu menggunakan produk yang sedang ditawarkan kepadanya.

Kemiskinan moral ini dengan gaya hidup hedonismenya membuat orang yang tipis iman bisa menjadi kafir dalam dua pengertian kufur sekaligus, yakni kufur ni'mat dan kufur iman. Dan hal tersebut dapat terjadi pada seseorang yang kaya secara materi tapi miskin moral, lebih mudah lagi terjadi bagi seseorang yang miskin materi lagi miskin moral.

5- Bentuk Pengungkapan kata al-Faqr dalam al-Qur'an

Dalam al-Qur’an, pengungkapan kata kefakiran sebagai istilah general dalam berbagai bentuk isytiqâqnya terulang sebanyak 14 kali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada ayat-ayat berikut ini :

6- Tinjauan Historis.

Yang dimaksud dengan tinjauan historis disini adalah tinjauan terhadap sebab- sebab turunnya ayat-ayat diatas. Dengan melihat kepada tinjauan historisnya maka kemungkinan tergelincir dalam kesalahan penafsiran ayat-ayat al-Qur’an al-Karim menjadi sedikit walau bukan seratus persen benar, sebab hanya Allah ta’ala yang mengetahui kebenaran sejati sesuatu.

Dari 14 ayat yang terdapat didalamnya lafadz al-faqr serta yang di musytaqkan darinya, hanya lima ayat yang mempunyai latar belakang historis; yaitu :

1. Surat al-Baqarah, ayat : 271, Yunus berkata kepadaku bahwa: Abdurrahman bin Syuraih berkata bahwa dia mendengar Yazid bin Abi

Hubaib berkata: bahwa ayat tersebut diturunkan mengenai hal bersedekah pada orang Yahudi dan Nasrani 23 .

2. Surat al-Baqarah, ayat : 273, ayat tersebut turun berkenaan dengan ahli suffah yang berjumlah 400 orang dari golongan Muhajirin, dimana mereka

bersiap-siap mempelajari al-Qur'an dan keluar bersama para tahanan 24 .

3. Surat Ali-Imran ayat 181, Muhammad bin Husain berkata kepada kami

bahwa Ahmad bin Mufaddhal mengatakan kepada kami bahwa Asbath berkata kepada kami dari as-Saddy yang berkata tentang : turunnya ayat tersebut mengomentari ucapan yang dilontarkan oleh Fanhash seorang Yahudi dari klan bani Mursyad tatkala ditemui oleh Abu Bakar ra kemudian diajak untuk masuk Islam dengan kata-katanya: " wahai Fanhash, bertaqwalah kepada Allah, berimanlah dan percayalah dengan kebenaran Islam, serta berikanlah pinjaman yang baik kepada Allah ". tetapi dijawab oleh Fanhash : "wahai Abu Bakar, kamu menyangka bahwa Tuhan kami itu fakir, meminta untuk diberi pinjaman oleh kami dari harta kami, sedangkan tidak seorangpun yang berhutang kepada orang kaya kecuali keadaannya fakir, jika apa yang kau ucapkan itu benar, maka berarti Allah ta'ala itu benar-benar fakir ", maka Allah ta'ala menurunkan ayat ini. Abu Bakar ra mengomentari kejadian ini, bahwa andaikan tidak

23 . Muh ammad J ar ir a t- T ha b ar y, Jâ m i' a l B a yâ n fi ta ' wil ây a l- Q u r 'â n , ( Beiru t, D âr a l- Fikr ,1 9 8 8 ), J uz : III, Hal: 9 3 . .

24 .. Wa hb a h a z- Zuh aily, a t-T a fs ir a l- M u n ir, ( Beir ut, D âr al-F ik r, 1 9 9 1 ) , Ju z :III, H al: 7 4 . .

ada genjatan senjata dengan klan Bani Murtsad, dia sudah pasti kuperangi 25 .

4. Surat an-Nisa ayat 6, ayat tersebut diturunkan mengenai hal yang berkenaan dengan Tsabit bin Rifa'ah serta pamannya. Tatkala Rifa'ah meninggal dunia serta meninggalkan anak yang bernama Tsabit yang masih kecil, maka pamannya datang menghadap kepada Rasul dan

berkata: " anak pamanku benar-benar sudah menjadi yatim, maka beritahukanlah kepadaku apa-apa yang dihalalkan untuk aku berbuat dari hartanya serta kapan waktunya aku serahkan hartanya tersebut kepadanya?

", maka Allah ta'ala menurunkan ayat ini 26 .

5. Surat an-Nisa' ayat 135, Muhammad bin Husain berkata kepada kami, bahwa Ahmad bin Mufaddhal berkata kepada kami bahwa Asbath mengatakan kepada kami dari as-Saddy mengenai ayat ini: bahwa ayat tersebut diturunkan mengenai hal yang berkenaan dengan Nabi saw tatkala ada dua orang: kaya dan miskin sedang berselisih dihadapannya (mengadukan masalah), sedangkan Nabi saw lebih condong kepada orang fakir, berpendapat bahwa orang fakir itu tidak mendzalimi orang kaya,

tetapi Allah menolak hal tersebut, maka firman-Nya adalah ayat ini 27 .

25 . Muh amma d b in J ar ir a t- T h ab a ry, op . c it, ha l:1 9 5 , J uz: IV 26 . Wah b ah a z- Zuh aily, op . c it, Ju z: IV , Ha l: 2 4 7 . 27 . Muh a mm ad b in J ar ir , a t- T h ab a r y, op . c i t, ha l:3 21 .

B. Persepsi al-Qur'an terhadap kefaqiran

1. Al-Qur'an menolak persepsi yang menyakralkan kefakiran

Islam memproklamirkan dirinya kepada seluruh umat manusia sejak ayat pertama diturunkan, bahwa Islam adalah agama kemanusiaan seluruhnya, agama yang sesuai fitrah, agama yang membentuk manusia menjadi manusia seutuhnya, tidak menjadikannya seperti malaikat yang meniadakan sama sekali unsur nafsunya,

terlebih lagi tidak menuntunnya menjadi seperti iblis yang menuntut ketertundukan kepada hawa nafsu. Sekali manusia maka seterusnya tetap adalah manusia walaupun berbeda warna kulit dan umur yang harus dipertahankan serta dijaga peri kemanusiaannya.

Manusia sewaktu-waktu pasti akan mengalami masalah, ibarat sebuah mesin rusak yang memerlukan buku panduan perbaikannya, maka Islam datang menawarkan segenap jalan terbaik kepada manusia guna memecahkan masalahnya.

Manusia dalam fitrahnya terdiri dari fisik dan rohani, akal dan nafsu, tidak terlepas dari kesukaan dan ketergantungan akan materi, dan terhadap hal itu Islam mengakuinya. Allah ta’ala berfirman:

Artinya : Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Namun Islam juga tidak melarangnya hingga tidak diperbolehkan menikmati materi atau hiasan dunia, seperti berkeluarga dan berketurunan, menolak secara totalitas keindahan dunia dan kebaikannya, dari makan, minum, berpakaian yang indah lagi baik, seperti hanya yang dilakukan oleh Brahmana di Hindu, para Budhis di China, para Pendeta dalam tradisi Kristen, dan lainnya.

Tidak berarti pula Islam memperbolehkan kesukaan manusia akan hiasan

dunia dengan sebebas-bebasnya, menjadikannya tujuan hidup bahkan sesembahannya, hingga menjadi budaknya dalam waktu dua puluh empat jam non- stop bahkan terasa kurang, banting tulang - peras keringat, kalau perlu sikut kiri- kanan, jilat atas-bawah, sogok sekelilingnya agar lancar urusan bisnisnya, seperti halnya kaum materialistik disetiap waktu dan tempat, sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan rohaninya atau akhiratnya, dalam fikirannya hanya terdapat cara-cara mendapatkan materi melulu sebanyak-banyaknya, justru kalau perlu langit dan bumi bisa menjadi miliknya pribadi, selain dirinya cukup meng"kontrak" saja.

Pandangan Islam terhadap materi adalah pandangan pertengahan yang adil, tidak condong kepada salah satunya, memperbolehkan kesukaan terhadap materi serta memberikan kebebasan dalam mendapatkannya sebanyak-banyaknya dengan syarat tidak menjadikannya sebagai tujuan hidup, tetapi sebagai salah satu jalan menanam untuk akhirat kelak. Seyogyanya sesuatu yang bernama jalan adalah tidak bergelombang serta berlobang menjadikannya nyaman dipakai, hingga selamat sampai tujuan tanpa terjadi kecelakaan.

Sebagian orang terkadang memahami kekayaan sebagai bencana sedangkan kefakiran sebagi rahmat. Ini tidak mengherankan dengan melihat banyaknya orang yang tergelincir karena gemerlapnya harta duniawi, hingga menganggap kefakiran sebagai keharusan bahkan memperkuatnya dengan dalil-dalil agama dalam pendiriannya sebagai pengabsahan keharusan berfakir diri, padahal yang dimaksud dalam hal tersebut adalah selalu butuh (sesuai makna etimologinya) kepada Allah

Ta’ala dan terus menerus dalam penghambaan diri kepada-Nya, dan ini sesuai dengan yang dituju oleh firman Allah Ta’ala dalam surat al-Furqon ayat 15 diatas.

Namun kaum tersebut membantah hal demikian seraya mengajukan dalil-dalil hadits yang berupa do’a-do’a beliau saw yang berisi memohon perlindungan dari fitnah kekayaan, padahal yang dimaksud adalah kekayaan yang tercela, yaitu

kekayaan yang didapat dari jalan yang tidak kenal halal-haram 28 . Namun apabila demikian adanya maka hal tersebut berkesesuaian dengan apa yang ditetapkan oleh

Allah Ta’ala :