Pengaruh Eksternal dari Lingkungan Sosial

B.2 Pengaruh Eksternal dari Lingkungan Sosial

Sebab lain dari kesesatan mereka adalah sebab lingkungan sosial baik ikatan pada tradisi yang diyakini secara buta maupun hubungan sosial politik dengan para pemimpin suku atau bangsanya yang tidak membebaskan. Seperti dicontohkan pada masyarakat Arab klasik menjelang datangnya Islam, struktur masyarakatnya adalah masyarakat kesukuan. Semua anggota suku dianggap satu saudara yang tunduk kepada satu kekuasaan yang dipegang oleh seorang kepala suku. Hak milik perseorangan hanyalah atas kemah dan perabot rumah tangga yang digunakan dalam keseharian mereka. Air, padang rumput dan tanah adalah kepunyaan bersama dari suatu suku. Dengan struktur sosial kesukuan di atas, maka suatu kecelakaan besar yang menimpa diri sesorang, jika ia dipecat sebagai anggota suatu suku. Tiap orang yang berada di luar kesatuan suatu suku pada hakekatnya telah kehilangan segala

haknya termasuk hak mendapatkan perlindungan keamanan dari suku tersebut. 63 Ketakutan menentang aturan suatu suku apalagi menentang tradisi yang

berlaku yang dapat berakibat fatal dengan dipecatnya seseorang dari anggota suku, membuat sebagian masyarakat Arab menolak kehadiran agama baru yang dibawa Muhammad SAW. sebagaimana disinggung dalam surat al-Baqarah ayat 170 bahwa alasan mereka menolak petunjuk dari Allah adalah keteguhan mereka untuk berpegang kepada tradisi nenek moyangnya:

Philip K. Hitti, Dunia Arab, Penerjemah: Usuludin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing (Bandung: Sumur Bandung,tt) h. 21-22

Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (al-Baqarah, 2 :170)

Dalam suatu komunitas yang begitu kental dimana hubungan antar individu berada dalam saling ketergantungan yang kuat seperti masyarakat kesukuan Arab pada masa awal Islam menentang pada tradisi merupakan pilihan yang beresiko tinggi. Salah-salah mereka akan diusir dari sukunya dan tidak diakui sebagai anggota suku tersebut yang berarti kehilangan segala haknya sebagai anggota suku. Sebagaimana dialami oleh Nabi Muhammad SAW. sendiri. Sepeninggal Abu Thalib, paman nabi yang gigih membela nabi meskipun beliau tidak mau masuk Islam, Abu Lahab yang juga paman nabi beserta pemimpin kaum Quraisy membuat keputusan untuk menarik perlindungannya kepada Muhammad dengan alasan bahwa Muhammad telah kehilangan hak perlindungan karena penegasan Muhammad bahwa

nenek moyang kaum Quraisy akan masuk neraka. 64 Kegigihan Nabi Muhammad dan kaumnya untuk terus menentang tradisi dan

merintis jalan baru yang tidak sesat disemangati oleh turunnya ayat-ayat al-Qur ̀an yang berisi kisah nabi-nabi terdahulu yang juga mendapat tantangan dari penganut

W. Montgomery Watt, Pengantar Stud; Al-Qur an , Penerjemah: Taufiq Adnan Ama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995) h. 16 W. Montgomery Watt, Pengantar Stud; Al-Qur an , Penerjemah: Taufiq Adnan Ama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995) h. 16

karena menentang tradisi yang dipegang ayah dan keluarganya dalam surat al-An’âm, 80-81 berikut ini:

Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan- sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?” (al-An’âm, 6:80-81)

Selain dari komunitas masyarakat sendiri, al-Qur ̀an juga menuturkan adanya kesesatan yang disebabkan oleh upaya sistematis dari para ahl al-kitâb untuk saling menyesatkan sebagaimana diterangkan dalam Surat al-Mâ ̀idah ayat 77, al-Nisâ ̀ ayat

60, dan Surat Nûh ayat 24.

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-Iebihan (melampaui batas) dengan eara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan

(manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus.” (al-Mâ ̀idah, 5:77)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa para ahl al-Kitâb sengaja menyimpangkan kebenaran yaitu dengan menghormati Isa, as. secara berlebihan. Isa adalah manusia biasa yang diangkat oleh Allah sebagai rasul-Nya dan Allah tidak memerintahkan mereka untuk mentaati Isa tidak lebih dari seorang Rasul, namun para ahl al-Kitâb

telah merekayasa kebenaran tersebut dan menghormati Isa as. sebagai Tuhan. 65 Pada kisah Nabi Nuh juga disebutkan usaha pemimpin-pemimpin kafir

dengan kesombongannya untuk terus menyesatkan manusia dari generasi kegenarasi.

Lihat Sayyid Quthb, Fî Zhilâl, Juz II, h. 946

dan melakukan tipu-daya yang amat besar”. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wood, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan. Disebabkan kesalahan- kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah.

Nub berkata: ”Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau

biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba- Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’ siat lagi sangat kafir. (Nûh, 71: 22-27)

Pemimpin-pemimpin mereka orang-orang kafir telah melakukan rekadaya untuk menentang kebenaran dengan sekeras-kerasnya. Mereka memerintahkan kepada masyarakatnya agar jangan sekali-kali tergoda oleh dakwah Nuh dan meninggalkan sesembahan mereka yaitu kepada berhala-hala. Dalam ayat di atas disebutkan berhala yang terkenal dikalangan mereka yaitu wâd, suwâ, yaghûts, ya ûq dan nasr. Pada ayat 24, Allah menegaskan bahwa pemimpin mereka telah menyesatkan makhluk dan manusia yang sangat banyak, dan dengan pernyataan mereka agar masyarakat tidak meninggalkan berhala-berhala mereka, maka Nabi Nuh berdo'a kepada Allah agar tidak ditambahkan bagi orang-orang yang zhâlim itu selain kesesatan.

Pada ayat 26 dan 27 nabi Nuh juga memohon agar Tuhan tidak membiarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi, karena jika mereka Pada ayat 26 dan 27 nabi Nuh juga memohon agar Tuhan tidak membiarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi, karena jika mereka

tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat masiat lagi sangat kafir. Do'a ini dimohonkan karena Nabi Nuh yang telah tinggal bersama mereka ribuan tahun mengetahui betul adat kebiasaan mereka. Ayah dari anak-anak mereka senantiasa berwasiat agar tidak mengikuti Nuh karena ia pembohong, maka ketika ayahnya meninggal, tumbuh anak tersebut dan memegang apa yang diwasiatkan ayahnya,

begitu juga mereka nanti akan mewasiatkan kepada anaknya. 66

Muhammad ’Alî al-Shâbûnî, Shafwah al-Tafâsîr (Mesir: Dâr al-Shâbûnî, tth.) Jilid III, h. 454-455