Abdi Dalem Penghulu Sebagai Kepala Keagamaan

1. Abdi Dalem Penghulu Sebagai Kepala Keagamaan

Abdi Dalem penghulu diangkat dan diberi tugas oleh Sunan untuk mengurusi permasalahan-permasalahan keagamaan yang melanda wilayah Kasunanan Surakarta. Jabatan Penghulu ini sudah ada sejak berabad-abad lamanya, namun perkembangannya muncul pada awal abad ke-20. Sekitar tahun 1900-an muncul beberapa gerakan modern Islam. Gerakan modernisasi Islam tersebut berpengaruh di dalam kehidupan keagamaan di dalam Keraton, ditandai dengan pendirian sekolah-sekolah agama oleh keraton Kasunanan dengan tujuan untuk menyebarkan agama Islam melalui jalur pendidikan.

commit to user

sekolah Islam yang didirikan di sekitar Keraton, s eperti Mamba‟ul Ulum, sekolah ini berdiri tahun 1914. Sekolah Islam ini bertujuan untuk membentuk dan mendidik kader-kader ulama, mendidik calon pejabat keagamaan yang ahli dan cakap dalam melaksanakan tugas.

Sekolah ini dibentuk sebagai pendidikan formal dengan adanya kurikulum, kelas-kelas, ijazah dan lain-lain. Kurikulum dan Kitab yang diajarkan di Mamba‟ul Ulum adalah:

1) Ilmu-ilmu yang pokok : membaca Al-Qur‟an, Tafsir Al-Qur‟an, Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih, Tauhid dan Akhlak.

2) Ilmu-ilmu bantu : bahasa Arab, Ilmu Falak, Berhitung, Ilmu Ukuran, Ilmu

Rupa, Ilmu Manthiq, Aljabar, Ilmu Pendidikan, Bahasa, Tarich.

Kitab-kitab lain yang digunakan, kitab Tasauf seperti Al Hikam, Ihya Ulumuddin, Minhajul Abidin dan lain- lain. Mamba‟ul Ulum dikembangkan dari kelas I sampai kelas XI yang memiliki tiga jenjang pendidikan, sebagai berikut:

a) Tingkat Ibtida‟iyah, kelas I – IV : Al-Qur‟an, Fiqih, Tauhid, Nahwu, Shorof, Berhitung, Bahasa.

b) Tingkat Wustin, kelas V – VIII : Fiqih, Tauhid, Nahwu, Shorof, Badi dan Bayan, Ilmu Rupa, Ilmu Ukuran, Pendidikan dan Pengajaran, Akhlak.

commit to user

Ilmu Falaq, Aljabar, Pendidikan dan pengajaran. 35

Berdirinya Mamba‟ul Ulum diawali dengan timbulnya berbagai rintangan dan tantangan, namun hal itu dapat diatasi. Pada saat itu Mamba‟ul Ulum belum

begitu teratur dimana sistem pendidikannya merupakan model baru yang belum pernah dipakai dilingkungan pendidikan Islam, sekalipun sudah lama dipakai dalam sistem pendidikan Belanda. Tidaklah mengherankan jika sistem ini dipandang asing dikalangan pendidikan Islam.

Sebagai lembaga pendidikan milik pemerintah kasunanan, Mamba‟ul Ulum dikelola oleh suatu komisi yang disebut “Mufattisy” yang ditetapkan oleh

pemerintah Kasunanan. Mufattisy itu terdiri dari :

1. Mufattisy Akbar : berwenang mengatur dan menentukan pengelolaan Mamba‟ul Ulum (Pembina).

2. Mufattisy Kabir : Pengelola dan pembina harian.

3. Mufattisy : Anggota Pembina.

4. Katibul Mufattisy : Sekretaris Pembina.

Pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pengajaran ialah kepala dan guru- guru Mamba‟ul Ulum pada waktu itu dewan guru dipimpin oleh Kyai Bagus Arfah, sedangkan guru-guru diberi pangkat dan tingkatan Mualim I dan Mualim

II , serta Mudarris (guru bantu). Juga diangkat beberapa pegawai demi kelancaran

35 Ibid, hlm. 47-48.

commit to user

Usaha), Safir (pesuruh) dan Kannas (Tukang Kebun).

Gambar. 6

Foto para pendiri dan staf pengajar Mamba‟ul Ulum tahun 1930-an

(Ma‟mun Pusponegoro)

Dalam hal pekerjaan kedinasan baik di lingkungan pemerintah Keraton maupun Gubernemen, tamatan Mamba‟ul Ulum mendapat tempat yang terhormat

dan ijazahnya diakui pemerintah:

1. Tamatan Mamba‟ul Ulum kelas IV, dipandang cakap menduduki jabatan Modin atau Jajar.

2. Tamatan Mamba‟ul Ulum kelas VIII, dipandang mampu menduduki jabatan Penghulu Naib.

commit to user

jabatan Penghulu Agama Kabupaten atau Penghulu Landraad. 36 Karena para tamatan Mamba‟ul Ulum diyakini memiliki kemampuan keagamaan yang lebih baik dibandingkan dengan tamatan sekolah lain yang sejajar pada masa itu.

Dalam perjalannanya, Madrasah Mamba‟ul Ulum sangat diminati masyarakat, sehingga untuk jenjang Madrasah Ibtidaiyah diperluas dan didirikan di tujuh kabupaten, yaitu; Klaten, Boyolali, Kartosuro, Sukoharjo, Sragen, Wonogiri, dan Surakarta. Kebijakan ini ditempuh untuk member kesempatan kepada anak-anak usia sekolah di kabupaten-kabupaten itu agar dapat menikmati pendidikan formal keagamaan. Untuk jenjang Tsanawiyah dan Aliyah tetap

dipusatkan di Masjid Agung Surakarta. 37

Awalnya siswa yang diterima adalah anak-anak abdi dalem pamethakan (golongan agama), namun dalam perkembangannya anak-anak kawula dalem (masyarakat umum) dapat diterima dalam madrasah ini. Materi yang diajarkan tidak hanya membaca dan memahami Al- Qur‟an, Fiqih, Hadist, tetapi juga bahasa

Jawa, Melayu, berhitung, dan ilmu kodrat. 38 Di dala m kurikulum Mamba‟ul Ulum

dapat ditafsirkan adaanya upaya memadukan antara pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Penambahan pelajaran bahasa, berhitung dan ilmu kodrat (ilmu pengetahuan alam) menunjukkan adanya perbedaan dengan pendidikan di pondok pesantren yang mengutamakan pelajaran mempelajari kitab-kitab agama

36 Ma‟mun Pusponegoro, ibid, hlm. 50.

37 Ibid, hlm 105.

38 Darsiti Soeratman, op.cit. hlm. 105.

commit to user

Islam serta intensifikasi ritual peribadatan. Madrasah Mamba‟ul Ulum dapat

dikatakan sebagai bentuk transisional menuju pendidikan Islam modern. 39