Gelar Jabatan atau Kepangkatan

2. Gelar Jabatan atau Kepangkatan

Gelar jabatan atau kepangkatan berdasarkan pada resolusi tanggal 24 Pebruari 1824 tahun Jawa adalah sebutan yang dikenakan para abdi raja, yakni orang-orang yang hidupnya mengabdi pada raja atau kerajaan. Berikut gelar

jabatan menurut Serat Wadu Aji. 22

a) Patih Sebutan patih berarti parentah, yaitu yang berhak memerintah para prajurit serta memiliki kekuasaan untuk menyempurnakan perintah raja maupun menguasai segala peraturan negara. Peraturan itu akan disosialisasikan kepada aparat bawahannya. Patih yang kedudukan atau kekuasaannya sebagai pemimpin para punggawa sehingga mendapat sembah berulang kali karena merupakan mangkubumi seorang raja. Secara tatanan istana pun dianggap orang tua yang dihormati; maka juga mendapat sebutan raja diluar istana. Gelar jabatan atau pangkat patih dapat disandang oleh keluarga raja atau orang biasa. Jika dijabat keluarga raja (misalnya cucu raja) gelarnya Kangjeng Raden Adipati jika dijabat perempuan gelarnya Kangjeng Raden Ayu Adipati . Masa jabatran patih antara 5 sampai 8 tahun dan

22 Subandi, “Serat Wadu Aji Nagian Gelar Tradisional Jawa ( Sebuah Kajian Filologis) ”, Skripsi, (Surakarta, UNS Press,1991), hlm. 98.

commit to user

dan pengabdiannya bukan karena keturunan.

b) Adipati Sebutan adipati juga berarti pangagenging parentah, yaitu yang mendapatkan kekuasaan atas perintah patih yang lebih menilai dan menerapkan peraturan negara kepada bawahannya. Demikian pula menerima segala perintah raja yang berhubungan dengan istana atau pemerintahan maupun kehendak atasannya. Kekuasaan wewenang serta pekerjaannya menjalankan semua pengadilan dengan benar, berbuat baik dengan bawahan istana. Kehormatannya disembah oleh Pangeran, Hariya, dan saudara dekat yang lebih muda usia-usianya kebawah, sedangkan adipati merupakan gelar dibawah patih yang berhak menerima perintahnya serta menyebarkan kepada

bawahannya seperti bupati, wadana dan seterusnya. 23

c) Senapati Sebutan bagi orang yang atas kehendak raja dapat menerima kuasa atas segala perintah atau kekuasaan raja, lebih menggeluti dalam keprajuritan, taktik strategi perang maupun cerdik dalam melihat musuh negara, sehingga dapat disebut pula bayangan dari seorang patih. Kewajiban senapati mengajar perang, melatih para prajurit, menugaskan petugas sandi, waspada terhadap peristiwa-peristiwa yang mengancam negara termasuk keselamatan diri raja, serta menjaga prajuritnya.

d) Bupati

23 Ibid, hlm. 99.

commit to user

bawahannya sendiri. Bupati berhak menerima perintah dari patih untuk disebarkan pada lingkungan bawahannya. Dalam melancarkan tugasnya bupati berpedoman pada perintah raja maupun patih, baik peraturan istana maupun dalam menjaga keselamatan dan keluhuran kerajaan, bertanggung jawab kepada raja atas kelancaran pemerintah di tingkat daerah maupun keberhasilan mengerahkan hasil upeti kepada istana, menyelesaikan segala persoalan yang dapat mengancam kewibawaan raja. Bupati dapat di jabat

oleh sentana dalem atau orang biasa. 24

e) Tumenggung Sebutan tumenggung yang berarti dhenggung atau tertindhih, yairu orang yang berhak memeriksa segala tindakan raja dan berkewajiban memeilhara senjata milik raja.

f) Wadana Wadana berarti pemuka atau pemimpin; yaitu yang berhak menjadi perantara pekerjaan. Perantara pekerjaan yang dimaksud adalah antar pejabat di lingkungan istana, seperti tumenggung dengan nayaka dan segala perintah atasan yang dianggap perlu disampaikan kepada seluruh aparat istana. Di bawahnya masih terdapat nayaka, hariya serta pejabat lainnya.

g) Nayaka Nayaka berarti panunggul atau pangirit, yang berhak menjadi pimpinan

tentara, identik dengan pertahanan dan keamanan negara. Tugas lainnya

24 Ibid, hlm. 101-102.

commit to user

para prajurit serta waspada terhadap peristiwa-peristiwa yang mengancam

dan merugikan negara 25 .

Terdapat juga gelar khusus atau sebutan golongan lain, kekhususan ini didasarkan pada pengertian dan stratifikasi sosial istana yang mencirikan pada pembedaan gelar kebangsawanan dan gelar jabatan. Gelar khusus itu dapat dibedakan menjadi gelar yang bersifat keagamaan (sebutan golongan keagamaan) dan keprajuritan ataupun keprajuritan di tingkat bawah istana. Gelar khusus yang bersifat keagamaan seperti; kiyai, pangulu, ngulama, kaum dan santri, sedangkan gelar khusus yang bersifat kemiliteran atau

keprajuritan adalah panji, pakathik, pagundhal dan jajar. 26

Gelar jabatan atau kepangkatan tersebut tidak hanya dijabat oleh priyayi atau orang yang masih memiliki darah keturunan atau kerabat raja, melainkan dapat pula dijabat oleh rakyat biasa. Rakyat kecil yang ingin masuk menjadi

priyayi harus melewati proses suwita 27 dan magang. 28 Suwita dimulai ketika anak

berusia sekitar dua belas tahun, dan dilaksanakan di rumah kerabat yang tela menjadi priyayi. Anak yang sedang suwita tersebut harus mau melakukan pekerjaan baik yang kasar maupun yang menggunakan pikiran, selain itu harus membiasakan diri dengan keadaan setempat, belajar sopan santun yang berlaku dalam keluarga tempatnya mengabdi, harus banyak menimba macam-macam

25 Ibid, hlm. 104-105.

26 Ibid, hlm. 137.

27 Suwita atau ngenger, ngawula berarti mengabdi, menghamba.

28 Magang berarti calon; calon abdi dalem mengerjakan suatu pekerjaan, namun tidak mendapat gaji.

commit to user

seperti pengetahuan tentang hal kuda, menunggang kuda, penggunaan senjata, hal pusaka, pengetahuaan dalam bidang artistic, terutama kesusastraan, tari dan

gamelan 29