Konsep explanatory style menggambarkan bagaimana setiap individu memiliki cara yang berbeda untuk menjelaskan kepada diri mereka mengenai
perasaan learned helplessness. Explanatory style adalah suatu cara untuk menjelaskan kepada diri sendiri mengenai kontrol yang relatif kurang terhadap
lingkungan kita Seligman, dalam Schultz, 1994. Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
explanatory style adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan dan memaknai setiap kejadian yang dialami, baik kejadian yang positif maupun negatif.
2. Dimensi Explanatory Style
Ada tiga dimensi utama dalam explanatory style menurut Martin Seligman, Lyn Abramson, dan John Teasdale 1978, antara lain:
a. Permanence Dimensi ini dikenal juga dengan istilah dimensi stabil atau tidak stabil.
Dimensi ini menunjukkan apakah individu percaya bahwa kejadian tertentu akan kembali terulang atau akan berubah Abramson, Seligman, dan Teasdale, dalam
Wadey, 2010. Orang yang tidak mudah mengalami helpless cenderung percaya bahwa
penyebab dari kejadian buruk yang dialami hanya bersifat sementara. Sedangkan orang yang menyerah dan putus asa akan dengan mudah percaya bahwa penyebab
dari kejadian buruk yang dialami bersifat permanen. Kejadian yang buruk akan terus bertahan dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan Seligman, 2006.
Universitas Sumatera Utara
b. Pervasiveness Dimensi ini dikenal juga dengan istilah dimensi global atau spesifik.
Dimensi ini menunjukkan apakah individu akan menggeneralisasikan kejadian tersebut ke seluruh aspek kehidupan atau hanya pada area tertentu Abramson,
Seligman, dan Teasdale, dalam Wadey, 2010. Orang yang membuat penjelasan spesifik akan menjadi helpless pada satu
area tertentu dalam kehidupannya namun akan tetap terus berjuang dan berusaha pada area lainnya Sedangkan orang yang membuat penjelasan secara global
terhadap suatu kegagalan, cenderung akan menyerah dalam segala hal ketika kegagalan terjadi pada satu area tertentu Seligman, 2006.
c. Personalization Dimensi ini juga dikenal dengan istilah dimensi internal atau eksternal.
Dimensi ini menunjukkan apakah individu mempunyai kontol terhadap kejadian yang dialami atau tidak Abramson, Seligman, dan Teasdale, dalam Wadey,
2010. Ketika suatu hal yang buruk terjadi, maka individu dapat menyalahkan
dirinya sendiri internal atau dapat menyalahkan orang lain dan lingkungan eksternal. Orang yang menyalahkan faktor eksternal tidak akan mengalami
penurunan self-esteem. Dengan kata lain, mereka akan cenderung lebih menyukai dirinya sendiri. Sedangkan orang yang menyalahkan dirinya sendiri akan
membuat self-esteem-nya menjadi rendah ketika mengalami kegagalan. Mereka
Universitas Sumatera Utara
akan berpikir bahwa mereka itu tidak berharga, tidak mempunyai talenta, dan tidak disukai Seligman, 2006.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Explanatory Style