Explanatory Style pada Individu dalam Menghadapi Penyakit Kanker

(1)

EXPLANATORY STYLE PADA INDIVIDU DALAM

MENGHADAPI PENYAKIT KANKER

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

DEWI NATALIA RUSLI

071301037

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Explanatory Style pada Individu dalam Menghadapi Penyakit Kanker Dewi Natalia Rusli dan Aprilia Fadjar Pertiwi, M.Si., psikolog

ABSTRAK

Penyakit kanker merupakan jenis penyakit yang ditakuti oleh banyak orang. Hal ini dikarenakan tingginya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kanker. Pada umumnya, orang-orang percaya bahwa penyakit kanker merupakan penyakit yang hopeless, sehingga pada penderita kanker akan terlihat adanya simtom-simtom depresi di setiap tahap perkembangan penyakitnya. Akan tetapi, saat mengalami kejadian yang buruk, setiap individu akan membuat penjelasan yang berbeda-beda. Cara yang biasanya digunakan oleh seseorang untuk menjelaskan setiap event yang terjadi inilah yang disebut dengan explanatory style.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran explanatory style yang ditunjukkan oleh penderita kanker. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Explanatory Style yang disusun berdasarkan tiga dimensi (permanence, pervasiveness, dan personalization) menurut Martin Seligman, Lyn Abramson, dan John Teasdale (1978). Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 62 orang yang diperoleh dengan teknik incidental sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita kanker secara umum menunjukkan explanatory style yang pesimistik. Pada dimensi permanence, sebanyak 31 orang (50%) berada pada kategori tidak stabil. Pada dimensi pervasiveness, sebanyak 35 orang (56.45%) berada pada kategori global. Pada dimensi personalization, sebanyak 30 orang (48.39%) berada pada kategori internal. Responden dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan jenis penyakit kanker, stadium kanker, jangka waktu, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, penghasilan, status pernikahan, agama, dan suku/etnis.


(3)

The Explanatory Style of People in Facing the Cancer Disease Dewi Natalia Rusli and Aprilia Fadjar Pertiwi, M.Si., psikolog

ABSTRACT

Cancer is a kind of disease that be scared of most people. Cancer makes a high rate of mortality. In general, most people believe that cancer is a hopeless disease, so there is a symptom of depression in cancer patients in each stage of disease. When get a bad event, each person will make the different explanation. The way that be used to explain the happened events is called explanatory style.

The aim of research is to know the description of explanatory style that be shown by cancer patients. The measurement tool that was used is Explanatory Style Scale according to three dimensions of explanatory style of Martin Seligman, Lyn Abramson, and John Teasdale (1978). The number of respondent was 62 people that collected by technique of incidental sampling. The method that was used is descriptive quantitative method.

The result of research indicated that the cancer patient shown a pessimistic explanatory style. In dimension of permanence, 31 people (50%) are in stabile category. In dimension of pervasiveness, 35 people (56.45%) are in global category. In dimension of personalization, 30 people (48.39%) are in internal category. Respondent in this research is categorized by the kind of cancer, stadium of cancer, length of time, gender, age, level of education, kind of work, salary, marital status, religion, and ethnicity.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji, syukur, dan hormat penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan begitu besar kelimpahan kasih dan kebaikan kepada penulis. PenyertaanNya kepada penulis sangatlah berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan pengerjaan skripsi ini dengan baik. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi USU Medan. Adapun judul skripsi yang diajukan adalah Explanatory Style pada Individu dalam Menghadapi Penyakit Kanker.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak pernah terlepas dari bimbingan, arahan, dukungan, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Maka dari itu, di kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si., psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU, beserta Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Psikologi USU.

2. Ibu Aprilia Fadjar Pertiwi, M.Si., psikolog selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia untuk meluangkan waktu demi membimbing penulis. Terima kasih atas segala bimbingan, arahan, dukungan, dan doa yang telah diberikan kepada penulis. Semua kebaikan Ibu terhadap penulis akan selalu hidup dalam kenangan penulis. Semoga segala kebaikan yang telah Ibu berikan akan dibalas oleh Tuhan Yang Maha Esa. Terima kasih Ibu.

3. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan dukungan serta doa kepada penulis selama ini sehingga


(5)

penulis dapat menjalani studi di Fakultas Psikologi USU sampai pada tahap akhir ini.

4. Seluruh Dosen di Fakultas Psikologi USU yang telah membagi pengetahuan dan pengalaman berharga kepada penulis, serta seluruh pegawai di Fakultas Psikologi USU yang telah bersedia dan dengan senang hati membantu penulis menyediakan segala keperluan selama perkuliahan dan pengerjaan skripsi ini. 5. Orangtua yang penulis sayangi dan hormati atas segala dukungan dan

motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Tanpa kasih sayang dan perhatian orangtua, maka penulis tidak mampu menjalani studi di Fakultas Psikologi USU hingga tahap akhir dan menyelesaikan pengerjaan skripsi ini. Terima kasih ayah dan ibu.

6. Direktur RSU dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan pengambilan data di RSU dr. Pirngadi Medan. Secara khusus kepada dr. Suhartono, Sp.Pd. dan Bapak Triandra yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan pendekatan terhadap pasien rumah sakit.

7. Sahabat terdekat dan terbaik penulis, Irwan dan keluarga, yang selalu senantiasa mendampingi, menyertai, dan mendukung penulis selama proses pengerjaan skripsi ini.

8. Teman-teman terbaik penulis di Fakultas Psikologi USU, yakni Vivilia, Trisa, Liana, Debby, dan Fifi. Kehadiran dan kesediaan teman-teman untuk selalu menemani penulis selama menjalani studi di Fakultas Psikologi USU memberikan kenangan yang sungguh indah dan manis.


(6)

9. Seluruh teman, tetangga, dan kerabat yang telah membantu penulis selama melaksanakan penelitian ini. Terima kasih kepada semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Dengan demikian, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi tercapainya hasil yang lebih baik. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi banyak orang.

Medan, Mei 2011


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GRAFIK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D.Manfaat Penelitian ... 10

1.Manfaat teoritis ... 10

2.Manfaat praktis ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A.Explanatory Style ... 13

1.Definisi explanatory style ... 13

2.Dimensi explanatory style ... 14

3.Faktor-faktor yang mempengaruhi explanatory style ... 16

B. Penyakit Kanker ... 18

1.Definisi kanker ... 18

2.Faktor-faktor pemicu kanker ... 19

3.Jenis penyakit kanker ... 23

4.Dampak psikologis dari penyakit kanker ... 26

5.Explanatory style pada penderita kanker ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A.Identifikasi Variabel ... 31

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 31

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 33

1.Populasi ... 33

2.Sampel ... 34

3.Metode pengambilan sampel ... 34

D.Instrumen/Alat Ukur yang Digunakan ... 34

1.Validitas alat ukur ... 36

2.Daya beda aitem ... 36

3.Reliabilitas alat ukur ... 37

4.Uji coba alat ukur ... 37


(8)

1.Tahap persiapan penelitian ... 41

2.Tahap pelaksanaan ... 42

3.Tahap pengolahan data ... 43

F. Metode Analisa Data ... 43

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A.Analisa Data ... 44

1.Gambaran subjek penelitian ... 44

2.Hasil penelitian ... 52

B. Pembahasan ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 83

1.Saran praktis ... 83

2.Saran metodologis ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Blue print Skala Explanatory Style Sebelum Uji Coba ... 38 Tabel 2 Blue Print Skala Explanatory Style Setelah Uji Coba ... 40 Tabel 3 Blue Print Skala Explanatory Style yang Digunakan dalam

Penelitian ... 40

Tabel 4 Hasil Uji Normalitas terhadap Alat Ukur Explanatory Style pada

Penderita Kanker ... 53

Tabel 5 Skor Hipotetik untuk Dimensi Permanence ... 54 Tabel 6 Skor Empirik untuk Dimensi Permanence ... 55 Tabel 7 Kriteria Kategorisasi Skor Explanatory Style pada Penderita Kanker

untuk Dimensi Permanence ... 55

Tabel 8 Skor Hipotetik untuk Dimensi Pervasiveness ... 56 Tabel 9 Skor Empirik untuk Dimensi Pervasiveness ... 57 Tabel 10 Kriteria Kategorisasi Skor Explanatory Style pada Penderita Kanker

untuk Dimensi Pervasiveness ... 58

Tabel 11 Skor Hipotetik untuk Dimensi Personalization ... 59 Tabel 12 Skor Empirik untuk Dimensi Personalization ... 59 Tabel 13 Kriteria Kategorisasi Skor Explanatory Style pada Penderita Kanker

untuk Dimensi Personalization ... 60

Tabel 14 Gambaran Explanatory Style Penderita Kanker dalam Penelitian . 61 Tabel 15 Gambaran Explanatory Style Penderita Kanker dalam Penelitian

berdasarkan Jenis Penyakit Kanker ... 62

Tabel 16 Gambaran Explanatory Style Penderita Kanker dalam Penelitian

berdasarkan Stadium Penyakit Kanker ... 63

Tabel 17 Gambaran Explanatory Style Penderita Kanker dalam Penelitian

berdasarkan Jangka Waktu Penerimaan Diagnosa Kanker ... 64

Tabel 18 Gambaran Explanatory Style Penderita kanker dalam Penelitian

berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

Tabel 19 Gambaran Explanatory Style Penderita kanker dalam Penelitian

berdasarkan Usia ... 66

Tabel 20 Gambaran Explanatory Style Penderita kanker dalam Penelitian

berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir ... 67

Tabel 21 Gambaran Explanatory Style Penderita kanker dalam Penelitian

berdasarkan Pekerjaan ... 68

Tabel 22 Gambaran Explanatory Style Penderita kanker dalam Penelitian

berdasarkan Penghasilan per Bulan ... 69

Tabel 23 Gambaran Explanatory Style Penderita kanker dalam Penelitian

berdasarkan Status Pernikahan ... 70

Tabel 24 Gambaran Explanatory Style Penderita kanker dalam Penelitian


(10)

Tabel 25 Gambaran Explanatory Style Penderita kanker dalam Penelitian


(11)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1 Penyebaran Subjek berdasarkan Jenis Penyakit Kanker ... 45 Grafik 2 Penyebaran Subjek berdasarkan Stadium Penyakit Kanker ... 46 Grafik 3 Penyebaran Subjek berdasarkan Jangka Waktu Penerimaan Diagnosa

Kanker ... 47

Grafik 4 Penyebaran Subjek berdasarkan Jenis Kelamin ... 47 Grafik 5 Penyebaran Subjek berdasarkan Usia ... 48 Grafik 6 Penyebaran Subjek berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir .... 49 Grafik 7 Penyebaran Subjek berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 49 Grafik 8 Penyebaran Subjek berdasarkan Jumlah Penghasilan per Bulan . 50 Grafik 9 Penyebaran Subjek berdasarkan Status Pernikahan ... 51 Grafik 10 Penyebaran Subjek berdasarkan Agama ... 51 Grafik 11 Penyebaran Subjek berdasarkan Suku/Ras ... 52 Grafik 12 Explanatory Style pada Penderita Kanker untuk Dimensi

Permanence ... 56 Grafik 13 Explanatory Style pada Penderita Kanker untuk Dimensi

Pervasiveness ... 58 Grafik 14 Explanatory Style pada Penderita Kanker untuk Dimensi


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Mentah Alat Ukur Explanatory Style pada Tahap

Uji Coba ... 89

Lampiran 2 Analisis I Reliabilitas Data Uji Coba Alat Ukur Dimensi Permanence ... 93

Lampiran 3 Analisis II Reliabilitas Data Uji Coba Alat Ukur Dimensi Permanence ... 95

Lampiran 4 Analisis Reliabilitas Data Uji Coba Alat Ukur Dimensi Pervasiveness ... 97

Lampiran 5 Analisis I Reliabilitas Data Uji Coba Alat Ukur Dimensi Personalization ... 99

Lampiran 6 Analisis II Reliabilitas Data Uji Coba Alat Ukur Dimensi Personalization ... 101

Lampiran 7 Analisis III Reliabilitas Data Uji Coba Alat Ukur Dimensi Personalization ... 103

Lampiran 8 Data Responden Penelitian ... 105

Lampiran 9 Data Mentah Penelitian ... 109

Lampiran 10 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian ... 111


(13)

Explanatory Style pada Individu dalam Menghadapi Penyakit Kanker Dewi Natalia Rusli dan Aprilia Fadjar Pertiwi, M.Si., psikolog

ABSTRAK

Penyakit kanker merupakan jenis penyakit yang ditakuti oleh banyak orang. Hal ini dikarenakan tingginya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kanker. Pada umumnya, orang-orang percaya bahwa penyakit kanker merupakan penyakit yang hopeless, sehingga pada penderita kanker akan terlihat adanya simtom-simtom depresi di setiap tahap perkembangan penyakitnya. Akan tetapi, saat mengalami kejadian yang buruk, setiap individu akan membuat penjelasan yang berbeda-beda. Cara yang biasanya digunakan oleh seseorang untuk menjelaskan setiap event yang terjadi inilah yang disebut dengan explanatory style.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran explanatory style yang ditunjukkan oleh penderita kanker. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Explanatory Style yang disusun berdasarkan tiga dimensi (permanence, pervasiveness, dan personalization) menurut Martin Seligman, Lyn Abramson, dan John Teasdale (1978). Jumlah responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah sebanyak 62 orang yang diperoleh dengan teknik incidental sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita kanker secara umum menunjukkan explanatory style yang pesimistik. Pada dimensi permanence, sebanyak 31 orang (50%) berada pada kategori tidak stabil. Pada dimensi pervasiveness, sebanyak 35 orang (56.45%) berada pada kategori global. Pada dimensi personalization, sebanyak 30 orang (48.39%) berada pada kategori internal. Responden dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan jenis penyakit kanker, stadium kanker, jangka waktu, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, penghasilan, status pernikahan, agama, dan suku/etnis.


(14)

The Explanatory Style of People in Facing the Cancer Disease Dewi Natalia Rusli and Aprilia Fadjar Pertiwi, M.Si., psikolog

ABSTRACT

Cancer is a kind of disease that be scared of most people. Cancer makes a high rate of mortality. In general, most people believe that cancer is a hopeless disease, so there is a symptom of depression in cancer patients in each stage of disease. When get a bad event, each person will make the different explanation. The way that be used to explain the happened events is called explanatory style.

The aim of research is to know the description of explanatory style that be shown by cancer patients. The measurement tool that was used is Explanatory Style Scale according to three dimensions of explanatory style of Martin Seligman, Lyn Abramson, and John Teasdale (1978). The number of respondent was 62 people that collected by technique of incidental sampling. The method that was used is descriptive quantitative method.

The result of research indicated that the cancer patient shown a pessimistic explanatory style. In dimension of permanence, 31 people (50%) are in stabile category. In dimension of pervasiveness, 35 people (56.45%) are in global category. In dimension of personalization, 30 people (48.39%) are in internal category. Respondent in this research is categorized by the kind of cancer, stadium of cancer, length of time, gender, age, level of education, kind of work, salary, marital status, religion, and ethnicity.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Menurut WHO, masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian pada manusia adalah penyakit kronis (dalam Sarafino, 2006). Penyakit kronis merupakan jenis penyakit degeneratif yang berkembang atau bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama, yakni lebih dari enam bulan (Sarafino, 2006).

Menderita penyakit kronis merupakan salah satu pengalaman yang bersifat stressful bagi hampir semua penderita. Orang yang menderita penyakit kronis cenderung memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dan cenderung mengembangkan perasaan hopelessness dan helplessness karena berbagai macam pengobatan tidak dapat membantunya sembuh dari penyakit kronis (Sarafino, 2006). Rasa sakit yang diderita akan mengganggu aktivitasnya sehari-hari, tujuan dalam hidup, dan kualitas tidurnya (Affleck et al., dalam Sarafino, 2006). Masalah lain yang dihadapi oleh penderita kronis adalah kehilangan pekerjaan dengan alasan emosional atau fisik yang menyebabkan pendapatannya berkurang sedangkan biaya pengobatan meningkat (Sarafino, 2006).

Berdasarkan pada faktor keberbahayaan dan tingkat ketidaknyamanan yang dirasakan, Dennis Turk, Donald Meichenbaum, dan Myles Genest (dalam Sarafino, 2006) menggambarkan tiga tipe penyakit kronis, yakni: (1) chronic-recurrent pain yang ditandai oleh adanya pengulangan dan episode rasa sakit yang


(16)

dipisahkan dengan periode tanpa rasa sakit (seperti migraine headache dan tension-type headache); (2) chonic-intracable-beningn pain yang ditandai oleh ketidaknyamanan yang dirasakan sepanjang waktu dengan tingkat bervariasi, namun bukan merupakan kondisi yang berbahaya (seperti chronic low back pain); (3) chronic-progressive pain yang ditandai oleh ketidaknyamanan berkelanjutan yang merupakan kondisi berbahaya, dimana rasa sakit akan semakin meningkat saat kondisi semakin memburuk (seperti rheumatoid arthritis dan kanker).

Penyakit kanker merupakan salah satu jenis penyakit kronis yang dikarakteristikkan dengan pembelahan sel-sel yang tidak terkontrol dan biasanya akan membentuk neoplasma yang berbahaya (Sarafino, 2006). Kanker merupakan suatu penyakit akibat adanya pertumbuhan yang abnormal dari sel-sel jaringan tubuh yang dapat mengakibatkan invasi ke jaringan-jaringan normal atau menyebar ke organ-organ yang jauh. Definisi yang paling sederhana untuk kanker adalah pertumbuhan sel-sel yang kehilangan kendalinya (Sitorus, 2006).

Penyakit kanker merupakan jenis penyakit yang ditakuti oleh kebanyakan orang. Hal ini dikarenakan tingginya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kanker (Bunish et al., dalam Sarafino, 2006). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap 11 menit ada satu penduduk meninggal karena kanker dan setiap 3 menit ada satu penderita kanker baru. Data yang diperoleh dari Pusat Kanker di Amerika, setiap tahunnya penyakit kanker akan menjangkiti lebih dari 550.000 jiwa, dan hampir 1,4 juta kasus kanker baru akan didiagnosis (ACS, dalam Sarafino, 2006). Menurut laporan WHO pada tahun 2003, setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi


(17)

peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%. Diperkirakan pada tahun 2020, jumlah penderita baru penyakit kanker meningkat hampir 20 juta penderita, 84 juta di antaranya akan meninggal pada sepuluh tahun ke depan bila tidak dilakukan intervensi yang memadai (Supari, 2009).

Menurut Menteri Kesehatan RI, jumlah penderita kanker di Indonesia mencapai 6% dari populasi. Angka tersebut hampir sama di negara-negara berkembang lainnya (Siswono, 2005). Data di Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa sekitar 6% atau 13,2 juta jiwa penduduk Indonesia menderita penyakit kanker (Supari, 2009). Jumlah pasien penderita berbagai jenis penyakit kanker di RS Pirngadi Medan tercatat terus meningkat. Pada bulan Juli 2010 sebanyak 59 orang, Agustus 2010 sebanyak 62 orang, dan September 2010 sebanyak 64 orang (Reyno, 2010).

Pada umumnya, orang-orang percaya bahwa penyakit kanker merupakan penyakit yang hopeless, disebabkan karena penyakit kanker memiliki penyebab yang sulit diidentifikasi, perkembangannya sulit diprediksi, serta belum adanya pengobatan yang pasti (Peters-Golden, dalam Taylor, 2000). Bagi banyak orang, diagnosis kanker bukan saja berdampak pada fisiknya, tetapi juga pada emosi dan mentalnya yang kemudian dapat berpengaruh terhadap hubungannya dengan orang lain, seperti hubungan dengan teman, pasangan, anak, dan anggota keluarga lainnya. Hal ini senada dengan yang dikemukan oleh Katherine Puckett, Direktur Nasional Mind-Body Medicine, di Pusat Pengobatan Kanker di Chicago, Amerika, bahwa kanker mempunyai dampak yang lebih parah terhadap emosi serta hubungan emosional penderita daripada penyakit berat lainnya (Detak, 2007).


(18)

Pada penderita kanker akan terlihat adanya simtom-simtom depresi di setiap tahap perkembangan penyakitnya, dimulai dari saat menemukan gejala pertama sewaktu didiagnosis kanker, selama proses treatment, dan bahkan setelah menjalani pengobatan. Dari banyak studi yang dilakukan terhadap penderita kanker, ditemukan bahwa prevalensi penderita kanker yang mengalami depresi bervariasi dari 1% hingga 50%. Kesedihan dan kekhawatiran akan masa depan merupakan respon yang kerap timbul, karena adanya suatu arti tertentu yang melekat pada penyakit kanker, yakni ketakutan akan ketidakmampuan atau kematian (Holland and Evcimen, 2009).

Fenomena ini banyak terlihat pada individu yang menerima diagnosa kanker. Salah satunya adalah seorang pemuda bernama Barens Hidayat yang didiagnosis dokter menderita kanker kelenjar otot. Saat menerima diagnosa tersebut, Barens merasa putus asa. Keputusasaan Barens dapat dilihat pada kutipan pernyataannya seperti berikut ini.

“Mau mati aja? Mau banget, saat itu biar gak ngebebanin orang di sekitar gue. Dammed.. gue udah sedekat ini sama mati! Mati!” (dalam Hidayat, 2006).

Dari kutipan tersebut, dapat terlihat bahwa Barens begitu pesimis dan putus asa saat harus menerima diagnosa kanker kelenjar otot yang diberikan dokter kepadanya. Pernyataan Barens yang menyatakan, “Mau mati aja? Mau banget, saat itu biar gak ngebebanin orang di sekitar gue.” mencerminkan bahwa Barens merasa dirinya akan menjadi beban bagi orang-orang di sekitarnya. Selain itu, pernyataan Barens yang menyatakan, “gue udah sedekat ini sama mati!” ini menunjukkan bahwa ia melihat penyakitnya akan membawanya menuju kematian,


(19)

Hal ini sesuai dengan pandangan Seligman yang menyatakan bahwa orang yang pesimis akan cenderung memandang kejadian buruk yang dialaminya bersifat permanen dan tidak dapat berubah lagi (dalam Carr, 2004).

Meskipun penyakit kanker sering membawa penderita pada keadaan depresi, fakta menunjukkan bahwa tidak semua penderita kanker merasa hopeless dan depresi. Fenomena seperti itu dapat dilihat pada pengalaman Titiek Puspa, seorang artis senior Indonesia yang berusia 72 tahun, yang divonis dokter menderita kanker rahim stadium dua. Vonis kanker tersebut tidak membuat Titiek menjadi putus asa. Hal ini dapat dilihat pada kutipan pernyataannya berikut ini.

“Kalaupun pilihannya harus diangkat rahimnya, buat saya nggak apa-apa, ambil aja. Udah gak perlu dan digunakan lagi kok. Waktu vonis dokter, anak dan cucu menangis. Aku cuma bilang, masih bisa diperbaiki kok, baru stadium dua.” (dalam Octaviata, 2010).

Dari kutipan tersebut, dapat terlihat bahwa Titiek begitu optimis dalam menghadapi diagnosa kanker rahim yang diberikan kepadanya. Pernyataan Titiek “masih bisa diperbaiki kok..” mencerminkan bahwa dirinya percaya kejadian buruk yang dialaminya hanya bersifat sementara dan bisa diperbaiki. Keyakinannya akan kesementaraan atas kejadian buruk yang dialami ini, selaras dengan pandangan Seligman bahwa orang yang optimis menjelaskan kejadian buruk sebagai sesuatu yang bersifat sementara (dalam Carr, 2004). Hal ini juga tercermin dari ucapannya yang lain, “baru stadium dua..” mencerminkan bahwa dirinya percaya penyakit kanker yang dialaminya masih sangat ringan.


(20)

Pemikiran yang optimis dapat meningkatkan harapan hidup dan memperbaiki kualitas hidup penderita kanker (Peters-Golden, dalam Taylor, 2009). Hal ini juga sejalan dengan Carr (2004) yang menyatakan bahwa pada umumnya, orang yang optimis lebih sehat dan lebih bahagia. Sistem imun akan bekerja dengan lebih baik dan mereka dapat mengatasi stres dengan strategi yang lebih efektif.

Orang yang optimis secara aktif akan menghindari kejadian yang stressful dan senantiasa membentuk jaringan dukungan sosial yang kuat. Mereka juga cenderung mengembangkan gaya hidup yang lebih sehat untuk mencegah mereka dari penyakit (Carr, 2004). Sebaliknya, orang yang pesimis akan mengembangkan pola perilaku yang bersifat merusak diri sendiri, cenderung menggunakan avoidance coping, perilaku yang merusak kesehatan, dan bahkan dorongan untuk melarikan diri dari kehidupan secara menyeluruh. Tanpa adanya kepercayaan akan masa depan, maka tidak akan ada dorongan untuk memperpanjang hidup (Carver dan Scheier, 2002).

Dalam suatu studi yang dilakukan terhadap pasien penderita kanker, Carver dan kolega (dalam Taylor, 2000) menemukan bahwa orang yang optimis dalam menghadapi situasi krisis akan lebih sedikit mengalami distress, meningkatkan well being, dan sembuh dalam waktu yang lebih cepat. Selain itu, orang optimis akan berpegang teguh pada tujuannya dan terus berusaha, sedangkan orang yang pesimis akan cenderung merasa sedih dan kemudian menyerah.


(21)

Mengalami kejadian uruk, seperti menerima diagnosa kanker, akan membuat setiap individu memberikan reaksi yang berbeda-beda. Bagaimana seorang individu menerima diagnosa kanker akan berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri dan treatment di kemudian hari. Orang yang optimis cenderung menerima nasihat medis dengan lebih baik dan melakukan serangkaian pola perilaku dalam proses penyembuhan (Carr, 2004). Sebaliknya, orang yang pesimis akan lebih berisiko mengalami penyesuaian yang buruk terhadap diagnosis dan proses treatment kanker (Carver, et al, dalam Taylor, 2000)

Bagaimana seorang pasien atau individu memandang kondisi yang dihadapinya dapat dijelaskan melalui teori Explanatory Style. Abramson, Seligman, dan Teasdale (dalam Snyder & Lopez, 2007) mengemukakan mengenai atribusi atau penjelasan yang dibuat atas kejadian yang dihadapi, baik positif maupun negatif. Cara yang biasanya digunakan oleh seseorang untuk menjelaskan setiap event yang terjadi inilah yang disebut dengan explanatory style (Shaver, dalam Peterson & Steen, 2002).

Explanatory style dapat dijelaskan melalui 3 dimensi, yakni dimensi permanence, dimana individu merasa bahwa kejadian yang dialaminya bersifat stabil atau tidak stabil; dimensi pervasiveness, dimana individu menjelaskan kejadian yang dialami bersifat global atau spesifik; dan dimensi personalization, dimana individu dalam menghadapi suatu kejadian akan cenderung menyalahkan diri sendiri atau faktor lingkungan (Seligman, 2006).

Explanatory style yang dikarakteristikkan dengan bentuk eksternal, tidak stabil, dan spesifik terhadap event yang buruk digambarkan sebagai seorang yang


(22)

bersifat optimis. Sebaliknya explanatory style yang dikarakteristikkan dengan bentuk internal, stabil, dan global terhadap event yang buruk digambarkan sebagai orang yang bersifat pesimis (Buchanan & Seligman, dalam Peterson & Steen, 2002).

Menurut Seligman, orang yang optimis akan membuat atribusi kausal yang adaptif dalam menjelaskan kejadian negatif yang dialami. Orang yang optimis akan menjelaskan suatu hal yang buruk berdasarkan: (1) Peran dari orang lain ataupun lingkungan dalam menciptakan hasil yang buruk (atribusi eksternal); (2) Penafsiran bahwa hal buruk tidak akan terjadi lagi (atribusi variabel); serta (3) Hasil yang buruk hanya terjadi pada satu bidang tertentu (atribusi spesifik) (Snyder & Lopez, 2007). Sebaliknya, orang optimis dalam menjelaskan keadian yang baik akan memiliki cara yang berbeda yaitu berdasarkan: (1) Peran dirinya sendiri yang dapat menciptakan hasil yang baik (internal); (2) Penafsiran bahwa hal yang baik bersifat permanen (atribusi stabil); dan (3) Hal yang baik akan terjadi pada semua bidang (Seligman, 2006).

Seligman mendefinisikan bahwa orang yang optimis cenderung percaya bahwa kegagalan hanya bersifat sementara serta terjadi pada satu kasus tertentu saja. Ketika berhadapan dengan situasi yang buruk, maka orang yang optimis akan menerimanya sebagai suatu tantangan dan akan lebih berusaha lagi. Sedangkan orang yang pesimis adalah orang yang cenderung percaya bahwa hal buruk yang terjadi akan berlangsung lama, merusak semua yang telah dimiliki, dan hal buruk tersebut terjadi akibat kesalahan mereka sendiri (Seligman, 2006).


(23)

Berdasarkan pada pandangan Seligman, maka orang yang optimis dalam menerima diagnosa kanker akan percaya bahwa penyakit kanker yang dideritanya disebabkan faktor di luar dirinya. Hal ini dapat dilihat pada dimensi personalization, yang mana individu yang optimis akan memandang kejadian buruk yang terjadi padanya adalah karena faktor eksternal, sedangkan orang yang pesimis cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri. Demikian juga dalam menghadapi diagnosa kanker, orang yang optimis cenderung percaya bahwa penyakit tersebut pasti dapat disembuhkan. Hal ini dapat dilihat pada dimensi permanence, dimana orang yang optimis akan memandang kejadian buruk yang dialaminya hanya bersifat sementara, sedangkan orang yang pesimis akan cenderung menyerah dan putus asa. Selain itu, orang yang optimis juga cenderung percaya bahwa penyakit kanker tidak akan merusak atau mengganggu aspek kehidupan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada dimensi pervasiveness, dimana orang yang optimis dalam menghadapi kejadian buruk akan terus berjuang dan berusaha pada aspek lain, sedangkan orang yang pesimis akan menyerah dalam segala hal.

Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan tersebut, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian pada individu yang menerima diagnosa kanker. Penelitian yang akan dilakukan adalah untuk melihat bagaimana gambaran explanatory style individu dalam menghadapi penyakit kanker. Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menggambarkan bagaimana umumnya penderita kanker menjelaskan atau mengatribusikan penyakit kanker yang dideritanya.


(24)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka identifikasi masalah yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah bagaimana gambaran explanatory style pada individu dalam menghadapi penyakit kanker.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai bentuk explanatory style yang ditunjukkan oleh individu dalam menghadapi penyakit kanker.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan 2 (dua) manfaat, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan kontribusi informasi di bidang Psikologi pada umumnya dan secara khusus dapat menambah wawasan dan khasanah ilmiah dalam bidang Psikologi Klinis mengenai explanatory style pada individu dalam menghadapi penyakit kanker.


(25)

2. Manfaat Praktis

a. Gambaran explanatory style yang diperoleh dapat membantu penderita kanker untuk dapat lebih memahami diri mereka sendiri berkaitan dengan diagnosa penyakit kanker yang diterimanya.

b. Gambaran explanatory style yang ditunjukkan oleh penderita kanker dapat membantu agar pihak tim medis, keluarga, dan pihak lain yang terkait dapat lebih memahami kondisi psikologis setiap penderita kanker.

c. Dapat membantu pihak tim medis dalam mengkomunikasikan diagnosa penyakit kanker yang akan diberikan kepada pasien.

d. Dapat memberikan masukan dalam pengembangan konseling khusus bagi penderita kanker.

e. Dapat menjadi bahan referensi atau rujukan bagi penelitian selanjutnya mengenai explanatory style pada individu dalam menghadapi penyakit kanker.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam proposal penelitian ini antara lain sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.


(26)

Bab II Landasan teori

Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti serta gambaran variabel tersebut.

Bab III Metode penelitian

Dalam bab ini dijelaskan alasan digunakannya pendekatan kuantitatif, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, instrumen/alat ukur yang digunakan, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data.

Bab IV Analisa data dan pembahasan

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai analisa terhadap data yang telah diperoleh dalam penelitian. Analisa data ini dimulai dengan menjelaskan gambaran umum subjek penelitian, memaparkan hasil penelitian, dan akan diakhiri dengan pembahasan terhadap hasil penelitian yang diperoleh.

Bab V Kesimpulan dan saran

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan secara keseluruhan terhadap hasil penelitian yang telah diperoleh. Selanjutnya dari kesimpulan yang telah dirumuskan tersebut, diharapkan dapat memberikan saran yang membangun dan bermanfaat bagi penderita kanker pada umumnya dan segala pihak yang terkait.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. EXPLANATORY STYLE 1. Definisi Explanatory Style

Explanatory style berasal dari reformulasi model teori learned helplessness sebagai cara untuk menerangkan keragaman respon yang ditunjukkan orang terhadap kejadian buruk yang tidak dapat dikontrol (Abraham, Seligman, & Teasdale, dalam Peterson, 1988). Explanatory style merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi helplessness dan kegagalan untuk beradaptasi terhadap helplessness (dalam Peterson & Steen, 2002).

Pada umumnya, orang akan bergantung pada kebiasaannya dalam memaknai setiap kejadian, yang disebut dengan explanatory style. Orang akan cenderung memberikan penjelasan yang sama terhadap kejadian yang berbeda. Explanatory style merupakan salah satu atribut psikologis yang mengindikasikan bagaimana seseorang akan menjelaskan kepada dirinya mengenai kejadian yang dialami, baik positif maupun negatif (dalam Peterson & Steen, 2002).

Explanatory style yang dikembangkan oleh seorang individu merupakan salah satu determinan terhadap penjelasan yang dipilih ketika menghadapi suatu kejadian yang buruk (Peterson, Bettes, & Seligman, dalam Peterson, 1988). Explanatory style merupakan suatu cara yang biasa dilakukan orang untuk menjelaskan mengenai kejadian buruk yang menimpa mereka (Peterson & Seligman, dalam Peterson, 1988).


(28)

Konsep explanatory style menggambarkan bagaimana setiap individu memiliki cara yang berbeda untuk menjelaskan kepada diri mereka mengenai perasaan learned helplessness. Explanatory style adalah suatu cara untuk menjelaskan kepada diri sendiri mengenai kontrol yang relatif kurang terhadap lingkungan kita (Seligman, dalam Schultz, 1994).

Berdasarkan pemahaman di atas, maka dapat disimpulkan bahwa explanatory style adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan dan memaknai setiap kejadian yang dialami, baik kejadian yang positif maupun negatif.

2. Dimensi Explanatory Style

Ada tiga dimensi utama dalam explanatory style menurut Martin Seligman, Lyn Abramson, dan John Teasdale (1978), antara lain:

a. Permanence

Dimensi ini dikenal juga dengan istilah dimensi stabil atau tidak stabil. Dimensi ini menunjukkan apakah individu percaya bahwa kejadian tertentu akan kembali terulang atau akan berubah (Abramson, Seligman, dan Teasdale, dalam Wadey, 2010).

Orang yang tidak mudah mengalami helpless cenderung percaya bahwa penyebab dari kejadian buruk yang dialami hanya bersifat sementara. Sedangkan orang yang menyerah dan putus asa akan dengan mudah percaya bahwa penyebab dari kejadian buruk yang dialami bersifat permanen. Kejadian yang buruk akan terus bertahan dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan (Seligman, 2006).


(29)

b. Pervasiveness

Dimensi ini dikenal juga dengan istilah dimensi global atau spesifik. Dimensi ini menunjukkan apakah individu akan menggeneralisasikan kejadian tersebut ke seluruh aspek kehidupan atau hanya pada area tertentu (Abramson, Seligman, dan Teasdale, dalam Wadey, 2010).

Orang yang membuat penjelasan spesifik akan menjadi helpless pada satu area tertentu dalam kehidupannya namun akan tetap terus berjuang dan berusaha pada area lainnya Sedangkan orang yang membuat penjelasan secara global terhadap suatu kegagalan, cenderung akan menyerah dalam segala hal ketika kegagalan terjadi pada satu area tertentu (Seligman, 2006).

c. Personalization

Dimensi ini juga dikenal dengan istilah dimensi internal atau eksternal. Dimensi ini menunjukkan apakah individu mempunyai kontol terhadap kejadian yang dialami atau tidak (Abramson, Seligman, dan Teasdale, dalam Wadey, 2010).

Ketika suatu hal yang buruk terjadi, maka individu dapat menyalahkan dirinya sendiri (internal) atau dapat menyalahkan orang lain dan lingkungan (eksternal). Orang yang menyalahkan faktor eksternal tidak akan mengalami penurunan self-esteem. Dengan kata lain, mereka akan cenderung lebih menyukai dirinya sendiri. Sedangkan orang yang menyalahkan dirinya sendiri akan membuat self-esteem-nya menjadi rendah ketika mengalami kegagalan. Mereka


(30)

akan berpikir bahwa mereka itu tidak berharga, tidak mempunyai talenta, dan tidak disukai (Seligman, 2006).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Explanatory Style

Adapun faktor-faktor yang berkaitan dengan explanatory style (dalam Peterson & Steen, 2002), antara lain:

a. Genetik

Explanatory style dipengaruhi oleh faktor genetik. Schulman, Keith, dan Seligman (1993) mengemukakan bahwa faktor gen secara tidak langsung dapat mempengaruhi explanatory style pada anak kembar monozigot. Gen akan mempengaruhi atribut seperti intelijensi dan penampilan fisik, yang mana dapat mengarah pada hasil yang lebih positif dalam lingkungannya dan membentuk explanatory style yang optimis.

b. Orang tua

Explanatory style pada anak dapat dipengaruhi oleh orang tua melalui proses modeling yang sederhana. Anak-anak cenderung meniru orang-orang yang mereka anggap sebagai pribadi yang powerful dan juga kompeten, dimana dalam hal ini adalah orang tua (Bandura, 1997). Anak-anak akan menyesuaikan diri dengan cara bagaimana orang tuanya menafsirkan dunia, dan kemudian mereka cenderung memaknai kehidupannya dengan cara yang hampir sama. Vanden Belt dan Peterson (1991) menemukan bahwa bagaimana orang tua menjelaskan


(31)

kejadian yang melibatkan anaknya, akan memberikan implikasi terhadap prestasi anak dan penyesuaian diri di dalam kelas.

Pengaruh orang tua secara tidak langsung juga dapat dilihat dari apakah lingkungan yang dibentuk orang tua terhadap anaknya cukup aman dan koheren. Anak yang berasal dari keluarga yang bahagia dan suportif akan mengembangkan explanatory style yang optimis (Franz, McClelland, Weinberger, & Peterson, 1994). Perez-Bouchard, Johnson, dan Ahrens (1993) menemukan bahwa anak usia 8 hingga 14 tahun yang memiliki orang tua dengan masalah penyalahgunaan obat-obatan akan mengembangkan explanatory style yang pesimis.

c. Guru

Komentar dan feedback yang diberikan guru mengenai perfomansi anak akan mempengaruhi atribusi anak terhadap kesuksesan dan kegagalan mereka di dalam kelas. Terlepas dari apakah feedback yang diberikan positif atau negatif, cara bagaimana guru menjelaskan mengenai performansi anak akan mempengaruhi dan memberikan dampak kritis terhadap pengembangan explanatory style anak (Dweck, 1999). Mueller dan Dweck (1998) menemukan bahwa anak yang dipuji karena intelijensi mereka akan lebih menunjukkan karakteristik helpless dalam merespon kegagalan dibandingkan dengan anak yang dipuji atas usaha mereka.


(32)

d. Trauma

Trauma juga mempengaruhi explanatory style pada anak. Bunce, Larsen, dan Peterson (1995) menemukan bahwa orang dewasa yang pernah mengalami trauma tertentu pada masa kanak-kanak atau remaja (seperti kematian orang tua, pemerkosaan, incest) akan mengembangkan explanatory style yang pesimis dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai pengalaman trauma. Perceraian orang tua juga dapat membawa anak pada risiko besar untuk mengembangkan explanatory style yang pesimis (Seligman, 1990). Selain itu, Cerezo dan Frias (1994) juga menemukan bahwa anak usia 8 hingga 13 tahun yang pernah di-abuse oleh orang tuanya akan mengembangkan explanatory style yang pesimis. Karena anak sering mendapat hukuman, anak akan belajar bahwa tidak ada cara untuk melindungi dirinya.

B. PENYAKIT KANKER 1. Definisi Kanker

Kanker merupakan suatu penyakit yang dikarakteristikkan dengan pembelahan sel-sel yang tidak terkontrol dan biasanya akan membentuk neoplasma yang berbahaya (Sarafino, 2006).

Kanker adalah golongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA,


(33)

menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel (Astana, 2009).

Kanker merupakan suatu penyakit akibat adanya pertumbuhan yang abnormal dari sel-sel jaringan tubuh yang dapat mengakibatkan invasi ke jaringan-jaringan normal atau menyebar ke organ-organ yang jauh. Definisi yang paling sederhana untuk kanker adalah pertumbuhan sel-sel yang kehilangan kendalinya (Sitorus, 2006).

Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal. Sel-sel kanker akan berkembang dengan cepat, tidak terkendali, dan akan terus membelah diri, selanjutnya menyusup ke jaringan sekitarnya (invasive) dan terus menyebar melalui jaringan ikat, darah, dan menyerang organ-organ penting serta saraf tulang belakang (Cancerhelp, 2010).

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kanker merupakan penyakit yang disebabkan pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan tidak terkendali.

2. Faktor-Faktor Pemicu Kanker

Penyakit kanker bisa disebabkan oleh banyak faktor dan penyakit ini berkembang dalam waktu bertahun-tahun. Riset membuktikan bahwa beberapa faktor dapat meningkatkan risiko seseorang terkena kanker. Faktor-faktor penyebab kanker, antara lain:


(34)

a. Usia

Kebanyakan kanker menyerang orang yang berumur di atas 60 tahun. Akan tetapi, tidak sedikit orang yang jauh lebih muda dan bahkan anak-anak di bawah umur lima tahun juga terkena kanker (Astana, 2009). Usia merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang menderita kanker, khususnya pada usia dewasa madya. Untuk semua jenis kanker apapun, tingkat tertinggi terjadinya kasus kanker adalah pada usia 40-80 tahun (Mor et al., dalam Sarafino, 2006).

b. Sinar Matahari

Sinar matahari pagi baik untuk kesehatan, namun sinar matahari siang banyak mengandung ultraviolet yang dapat menyebabkan kanker kulit. Sinar ultraviolet dapat menembus kaca, pakaian yang tipis, juga dapat dipantulkan oleh pasir, air, salju, dan es. Selain itu, lampu-lampu ultraviolet yang banyak dijual di toko juga dapat menyebabkan kanker (Astana, 2009).

c. Infeksi virus dan bakteri

Beberapa jenis virus dan kuman dapat meningkatkan risiko kanker (Astana, 2009), antara lain:

1) Virus Human Papilloma (HPV); merupakan penyebab utama kanker leher rahim dan dapat meningkatkan risiko timbulnya kanker jenis lain. 2) Virus Hepatitis B dan Hepatitis C; dapat memicu timbulnya kanker


(35)

3) Virus Human T-Cell Leukemia/Lymphoma (HTLV-1); meningkatkan risiko linfoma dan leukemia.

4) Virus Human Immunodeficiency (HIV); yang dikenal sebagai penyebab AIDS ini meningkatkan risiko limfoma dan kaposi’s sarcoma.

5) Virus Epstein-Barr; meningkatkan risiko terjangkitnya limfoma.

6) Virus Human Herpes B (HHVB); dapat menyebabkan kaposi’s sarcoma.

7) Helicobacter Pylori; penyebab luka lambung dan usus, serta dapat menimbulkan kanker di sepanjang saluran pencernaan.

d. Gaya hidup

Terlalu banyak mengonsumsi daging merah dan garam diduga dapat meningkatkan risiko kanker usus, rektum, dan kanker lain di daerah perut. Kegemukan dan kurang gerak juga memicu timbulnya kanker payudara, endometrium, ginjal, usus besar, dan kerongkongan. Asap rokok/tembakau yang dihirup, baik perokok aktif maupun pasif, dapat menyebabkan kanker paru-paru, kanker pita suara, kanker mulut, tenggorokan, ginjal, kandung kencing, kerongkongan, perut, pankreas, leukemia, dan leher rahim. Kebiasaan mengonsumsi minuman beralkohol dapat menyebabkan kanker mulut, pharynx, usus, rektum, hati, larynx, dan payudara (Astana, 2009).


(36)

e. Hormon

Hormon estrogen yang berlebihan dalam tubuh dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya kanker leher rahim dan kanker payudara. Sedangkan hormon progesterone dapat mencegah timbulnya kanker endometrium, tetapi meningkatkan risiko kanker payudara. Kedua jenis hormon tersebut banyak digunakan sebagai bahan pil KB maupun terapi sulih hormon pada wanita menopause. Penggunaan jangka panjang dapat mengurangi risiko kanker kandungan dan endometrium, tetapi meningkatkan risiko kanker payudara dan kanker liver (Astana, 2009).

f. Zat-zat kimia

Banyak zat kimia yang ditambahkan dalam makanan/minuman modern yang dapat menjadi pemicu kanker, misalnya zat pengawet, pewarna buatan, pemanis buatan, dan perasa buatan. Makanan yang dipanggang, dibakar, atau digoreng dengan minyak jelantah juga berpotensi menyebabkan kanker. Begitu juga dengan air yang terpolusi detergen maupun limbah-limbah kimiawi lainnya, meskipun air tersebut telah dijernihkan (Astana, 2009).

g. Seks usia muda

Hubungan seksual pada usia di bawah 17 tahun diketahui dapat merangsang tumbuhnya sel kanker pada organ kandungan perempuan. Hal ini dikarenakan pada rentang usia 12-17 tahun, perubahan sel dalam mulut rahim sedang aktif sekali. Ketika sel sedang membelah secara aktif (metaplasi), idealnya tidak


(37)

terjadi kontaks atau rangsangan apapun dari luar, termasuk injus (masuknya) benda asing dalam tubuh perempuan. Dengan adanya benda asing, termasuk alat kelamin laki-laki dan sel sperma, akan mengakibatkan perkembangan sel ke arah yang abnormal, terutama saat terjadi luka yang dapat mengakibatkan infeksi dalam rahim. Sel abnormal dalam mulut rahim itu dapat mengakibatkan kanker mulut rahim (serviks) (Astana, 2009). Sering bergonta-ganti pasangan juga dapat menularkan virus HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks (dalam Pertiwi, 2010).

h. Faktor intrinsik

Faktor intrinsik adalah faktor dari dalam tubuh seseorang yang mempunyai kecenderungan terserang penyakit kanker. Penyebab kanker ini dipengaruhi oleh sistem keturunan (genetik) DNA dan ketahanan tubuh seseorang (sistem imunologik) (Sitorus, 2006). Secara intrinsik, proses perkembangan kanker dapat dipercepat oleh bahan nonkarsinogenik, seperti sifat, tingkah laku, dan kebiasaan seseorang (Sitorus, 2006).

3. Jenis Penyakit Kanker

Beberapa jenis kanker berikut ini memiliki tingkat insiden yang tinggi dan menyebabkan tingginya angka kematian pada manusia (Sarafino, 2006).

a. Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan penyebab kematian peringkat utama pada wanita. Kanker payudara (carcinoma mammae) didefinisikan sebagai suatu


(38)

penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Benjolan yang terdapat di bagian payudara pada umumnya terjadi pada bagian atas payudara yang mengarah ke bahu, atau di dekat puting susu (Astana, 2009). Kanker payudara menyebar melalui membran dasar pada pembuluh di payudara ke jaringan di sekitarnya. Tingkat insiden kanker payudara akan meningkat seiring bertambahnya usia, sedikit menurun pada usia 45 sampai 50 tahun, dan meningkat lagi pada usia di atas 50 tahun (Newton dan Hickey, 2009).

b. Kanker Serviks

Kanker serviks merupakan penyebab kematian peringkat kedua pada wanita. Kanker serviks (cervix cancer) atau yang dikenal sebagai kanker pada leher rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus “suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dan liang senggama (vagina)” (Astana, 2009). Tingkat insiden kanker lebih rendah pada daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan, negara yang tidak berkembang memiliki tingkat insiden yang lebih tinggi dibandingkan negara yang sedang berkembang (Newton dan Hickey, 2009).

c. Kanker Paru-Paru

Kanker paru-paru merupakan penyebab kematian peringkat kedua, baik pada pria maupun wanita. Kanker paru-paru merupakan kanker yang berkembang di paru-paru atau bronkus, terutama pada bronkus endothelium.


(39)

Secara umum, kanker paru-paru dibagi menjadi dua tipe utama, yakni Small Cell Lung Cancer (SCLC) dan Non-Small Cell Lung Cancer (NSCLC). Tingkat insiden pada pria menurun secara signifikan, dan sejak tahun 1998, tingkat insiden yang terjadi pada wanita sudah mulai stabil (Newton dan Hickey, 2009).

d. Kanker Prostat

Kanker prostat merupakan penyebab kematian peringkat ketiga pada laki-laki. Penyebaran kanker prostat dimulai dari seminal vesicle (gelembung air mani). Metastatis kemudian terjadi pada tulang pinggul, kerangka aksial, kelenjar limfa, paru-paru, hati, kandung kemih, dan kelenjar adrenal. Median dari usia didiagnosis kanker prostat adalah 72 tahun dan insiden yang lebih tinggi terjadi pada pria keturunan Afrika Amerika (Newton dan Hickey, 2009).

e. Kanker Kolon dan Rektum atau Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal merupakan penyebab kematian peringkat ketiga, baik pada pria maupun wanita. Bila kanker menyerang kolon, maka disebut kanker kolon, dan bila menyerang rektum, maka disebut kanker rektum. Bila kanker menyerang kolon dan rektum, maka diseburt kanker kolorektal. (Astana, 2009). Metastatis pada kanker kolorektal terjadi ketika tumor menyerang usus besar dan kemudian menjalar ke pembuluh kelenjar limfa atau organ tubuh lain, khususnya hati, paru-paru, dan selaput perut (Newton dan Hickey, 2009).


(40)

4. Dampak Psikologis dari Penyakit Kanker

Penyakit kanker merupakan penyakit yang akan berubah dan memburuk seiring berjalannya waktu. Penyakit kanker menciptakan suatu stressor unik bagi pasien dan juga keluarganya (Sarafino, 2006). Dampak yang dialami seorang penderita kanker, antara lain:

a. Penderita kanker akan mengalami masalah psikososial yang disebabkan adanya perubahan dalam hubungannya dengan keluarga dan teman (Sarafino, 2006).

b. Karena ketidakmampuan berproduksi, maka keluarga mengangggap penderita kanker menjadi beban kehidupan mereka, sehingga dia merasa menjadi sumber masalah bagi keluarga (Rosyidi, 2009).

c. Perasaan tertekan oleh kanker membuat seseorang merasa kehilangan kesempatan dan kehilangan peluang untuk menatap masa depan yang lebih baik. Depresi berasal dari persepsi negatif seseorang terhadap penyakitnya tersebut sehingga dia merasa bahwa masalahnya tersebut tidak mampu dipecahkan (Rosyidi, 2009).

d. Penderita akan merasa bahwa dia sudah tidak mampu untuk mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri (Rosyidi, 2009).

e. Penderita kanker akan merasa cemas dengan penyakitnya, dengan tipisnya harapan kesembuhan, dengan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dan berbagai hal yang mencemaskan lainnya (Rosyidi, 2009).

f. Dapat mengganggu fungsi seksualnya. Dalam hal ini, masalah seksual tidak hanya terjadi pada pasien dengan kanker yang menyerang organ seksual,


(41)

namun penderita jenis kanker lain juga akan mengalami masalah seksual yang timbul selama menjalani proses pengobatan (Sarafino, 2006).

C. Explanatory Style pada Penderita Kanker

Penyakit kanker merupakan jenis penyakit yang ditakuti oleh kebanyakan orang. Hal ini dikarenakan tingginya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kanker (Bunish et al., dalam Sarafino, 2006).

Pada umumnya, orang-orang percaya bahwa penyakit kanker merupakan penyakit yang hopeless, disebabkan karena penyakit kanker memiliki penyebab yang sulit diidentifikasi, perkembangannya sulit diprediksi, serta belum adanya pengobatan yang pasti (Peters-Golden, dalam Taylor, 2000). Kesedihan dan kekhawatiran akan masa depan merupakan respon yang normal, karena adanya suatu arti tertentu yang melekat pada penyakit kanker, yakni ketakutan akan ketidakmampuan atau kematian (Holland and Evcimen, 2009). Meskipun demikian, tingginya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit kanker tidaklah membuat semua penderita kanker merasa hopeless dan depresi.

Cara yang biasanya dgunakan oleh seseorang untuk menjelaskan setiap event yang terjadi disebut dengan explanatory style (Shaver, dalam Peterson & Steen, 2002). Explanatory style yang dikarakteristikkan dengan bentuk internal, stabil, dan global terhadap event yang buruk digambarkan sebagai orang yang bersifat pesimistik. Sebaliknya, explanatory style yang dikarakteristikkan dengan bentuk eksternal, tidak stabil, dan spesifik terhadap event yang buruk


(42)

digambarkan sebagai seorang yang bersifat optimistik (Buchanan & Seligman, dalam Peterson & Steen, 2002).

Martin Seligman mendefinisikan bahwa orang yang optimis cenderung percaya bahwa kegagalan hanya bersifat sementara serta terjadi pada satu kasus tertentu saja. Ketika berhadapan dengan situasi yang buruk, maka orang yang optimis akan menerimanya sebagai suatu tantangan dan akan lebih berusaha lagi. Sedangkan orang yang pesimis adalah orang yang cenderung percaya bahwa hal buruk yang terjadi akan berlangsung lama, merusak semua yang telah dimiliki, dan hal buruk tersebut terjadi akibat kesalahan mereka sendiri (Seligman, 2006).

Berdasarkan pada pandangan Seligman, maka orang yang optimis dalam menerima diagnosa kanker akan percaya bahwa penyakit kanker yang dideritanya disebabkan faktor di luar dirinya. Hal ini dapat dilihat pada dimensi personalization, yang mana individu yang optimis akan memandang kejadian buruk yang terjadi padanya adalah karena faktor eksternal, sedangkan orang yang pesimis cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri. Demikian juga dalam menghadapi diagnosa kanker, orang yang optimis cenderung percaya bahwa penyakit tersebut pasti dapat disembuhkan. Hal ini dapat dilihat pada dimensi permanence, dimana orang yang optimis akan memandang kejadian buruk yang dialaminya hanya bersifat sementara, sedangkan orang yang pesimis akan cenderung menyerah dan putus asa. Selain itu, orang yang optimis juga cenderung percaya bahwa penyakit kanker tidak akan merusak atau mengganggu aspek kehidupan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada dimensi pervasiveness, dimana orang yang optimis dalam menghadapi kejadian buruk akan terus berjuang dan


(43)

berusaha pada aspek lain, sedangkan orang yang pesimis akan menyerah dalam segala hal.


(44)

PARADIGMA BERPIKIR

Penyakit Kronis a.l: kanker

“kanker adalah penyakit yang hopeless

dan mematikan”

Dijelaskan dengan teori explanatory style

Optimis Pesimis

Bagaimana gambaran explanatory style?

“kanker masih dapat disembuhkan”


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur yang paling pentng dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan bentuk explanatory style yang ditunjukkan oleh individu dalam menghadapi penyakit kanker.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah explanatory style pada individu dalam menghadapi penyakit kanker.

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN

Explanatory style adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan dan memaknai setiap kejadian yang dialami, baik kejadian yang positif maupun negatif. Explanatory style dapat diukur dengan 3 dimensi menurut teori Martin Seligman, Lyn Abramson, dan John Teasdale (1978). Adapun dimensi explanatory style antara lain:

1. Permanence

Permanence merupakan cara yang digunakan individu untuk menjelaskan kekonsistenan kejadian yang dialami, apakah kejadian yang dialami akan terus


(46)

terjadi atau akan berubah. Dimensi permanence terbagi dua, yakni stabil dan tidak stabil. Stabil adalah ketika individu percaya bahwa kejadian yang dialami bersifat menetap, sedangkan tidak stabil adalah ketika individu percaya bahwa kejadian yang dialami hanya bersifat sementara. Skor pada dimensi permanence akan ditunjukkan dalam suatu kontinum yang bergerak dari tidak stabil ke stabil. Kontinum tersebut akan dibagi oleh mean dengan memperhitungkan fluktuasi skor. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka individu cenderung mengarah pada stabil. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, maka individu cenderung mengarah pada tidak stabil.

2. Pervasiveness

Pervasiveness adalah cara yang digunakan individu untuk menjelaskan pengaruh dari kejadian yang dialami terhadap aspek kehidupannya yang lain. Dimensi pervasiveness terbagi dua, yakni global dan spesifik. Global adalah ketika individu percaya bahwa kejadian yang dialaminya akan mempengaruhi semua aspek kehidupannya, sedangkan spesifik adalah ketika individu percaya bahwa kejadian yang dialami hanya mempengaruhi satu aspek tertentu saja. Skor pada dimensi pervasiveness akan ditunjukkan dalam suatu kontinum yang bergerak dari spesifik ke global. Kontinum tersebut akan dibagi oleh mean dengan memperhitungkan fluktuasi skor. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka individu cenderung mengarah pada global. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, maka individu cenderung mengarah pada spesifik.


(47)

3. Personalization

Personalization adalah cara yang digunakan individu untuk menjelaskan apakah kejadian yang dialami dapat dikontrol oleh individu atau disebabkan oleh faktor luar. Dimensi personalization terbagi dua, yakni internal dan eksternal. Internal adalah ketika individu percaya bahwa kejadian yang dialami akibat kemampuan, potensi, dan usaha individu, sedangkan eksternal adalah ketika individu percaya bahwa kejadian yang dialami disebabkan oleh faktor luar, seperti keberuntungan, nasib, dan faktor lingkungan lainnya. Skor pada dimensi permanence akan ditunjukkan dalam suatu kontinum yang bergerak dari eksternal ke internal. Kontinum tersebut akan dibagi oleh mean dengan memperhitungkan fluktuasi skor. Semakin tinggi skor yang diperoleh, maka individu cenderung mengarah pada internal. Sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh, maka individu cenderung mengarah pada eksternal.

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah penderita penyakit kanker yang ditandai dengan adanya diagnosa kanker yang diberikan dokter. Populasi dalam penelitian ini tidak hanya terbatas pada pasien kanker yang sedang menjalani perawatan medis di rumah sakit, baik rawat inap maupun rawat jalan. Akan tetapi, populasi dalam penelitian ini juga melibatkan penderita kanker yang sekarang ini sedang menjalani perawatan di rumah atau bentuk pengobatan lainnya.


(48)

2. Sampel

Adapun jumlah subjek yang digunakan dalam tahap uji coba alat ukur penelitian adalah sebanyak 51 orang, sedangkan subjek yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 62 orang.

3. Metode Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah incidental sampling. Incidental sampling diperoleh semata-mata dari keadaan incidental atau kebetulan (Hadi, 2000).

Menurut Hadi (2000), teknik incidental sampling memiliki kelebihan dan kelemahan di dalam membuat kesimpulan dari suatu penelitian. Kelebihan teknik ini adalah kemudahan dalam menemukan sampel, menghemat waktu, tenaga, biaya, dan adanya keterandalan subjektifitas peneliti yaitu kemampuan peneliti untuk melihat bahwa subjek yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik subjek penelitian yang telah ditetapkan. Kelemahan teknik ini adalah tidak dapat memberi taraf keyakinan yang tinggi sehingga sulit untuk menarik kesimpulan atau menggeneralisasikannya ke populasi lain. Selain itu, keterandalan subjektifitas peneliti juga memiliki risiko kemungkinan terjadinya bias dalam pemilihan sampel.

D. INSTRUMEN/ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti


(49)

(Hadi, 2000). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode self reports. Menurut Hadi (2000), metode self reports berasumsi bahwa:

1. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri.

2. Apa yang dikatakan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya. 3. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya

adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.

Selain itu, metode self reports juga memiliki kelemahan, yaitu:

1. Adanya sedikit penyimpangan antara perilaku yang dilaporkan dengan perilaku yang tampak.

2. Subjek memberi jawaban sesuai dengan harapan masyarakat (social desirability).

Inventori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode self reports yang terdiri dari pernyataan dengan pilihan. Variasi bentuk pilihan menunjukkan tingkat kesesuaian dengan responden. Dalam skala ini ada empat pilihan respon, antara lain STS (sangat tidak setuju), TS (tidak setuju), S (setuju), SS (sangat setuju). Setiap pilihan tersebut memiliki skor masing-masing tergantung dari jenis aitem, apakah favorable atau unfavorable. Untuk aitem yang favorable, pilihan STS diberi skor 0, TS diberi skor 1, S diberi skor 2, dan SS diberi skor 3. Sebaliknya untuk aitem yang unfavorable, pilihan SS diberi skor 0, S diberi skor 1, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 3.

Selain itu, pada alat ukur akan ditambahkan pula kolom identitas diri yang harus diisi oleh responden penelitian. Adapun identitas diri tersebut meliputi jenis


(50)

penyakit kanker yang diderita, stadium kanker, waktu penerimaan diagnosa kanker, jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan per bulan, status pernikahan, agama, serta suku/ras.

1. Validitas Alat Ukur

Validitas alat ukur dalam penelitian ini akan diuji dengan menggunakan validitas isi pada setiap dimensi dalam explanatory style. Validitas isi tes ditentukan melalui professional judgment dalam proses telaah aitem, dimana professional judgment dalam penelitian ini adalah dosen pembimbing penelitian.

2. Daya Beda Aitem

Daya beda atau daya diskriminasi aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Pengujian daya diskriminasi aitem menghendaki dilakukannya komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dengan distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total (rix) yang dikenal pula dengan istilah parameter daya beda aitem (Azwar, 2009).

Pengujian daya beda aitem pada alat ukur ini dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor setiap aitem dengan skor total alat ukur, dengan menggunakan formula koefisien korelasi Product-Moment Pearson dengan bantuan program SPSS version 15.0 for windows.


(51)

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas alat ukur dapat dilihat dari koefisien reliabilitas yang merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Koefisien reliabilitas memiliki rentang angka dari 0 hingga 1, dimana semakin mendekati angka 1, maka reliabilitas yang ditunjukkan akan semakin tinggi (Azwar, 2009).

Reliabilitas alat ukur dihitung pada setiap dimensi dalam explanatory style. Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach. Data untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha diperoleh melalui penyajian suatu bentuk alat ukur yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok responden (single-trial administration). Pengujian reliabilitas dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh dan kemudian akan diolah dengan menggunakan bantuan program SPSS version 15.0 for windows.

4. Uji Coba Alat Ukur

Tujuan dilakukan uji coba alat ukur adalah untuk mengetahui sejauhmana alat ukur dapat mengungkap dengan tepat apa yang ingin diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan atau ketelitian pengukuran atau dengan kata lain dapat menunjukkan keadaan sebenarnya (Azwar, 2009).

Uji coba terhadap alat ukur explanatory style dilakukan kepada 51 orang individu yang menderita penyakit kronis di luar penyakit kanker, seperti penyakit jantung, stroke, diabetes mellitus, rematik, hipertensi, gagal ginjal, asam urat, dan


(52)

migraine. Subjek yang terlibat dalam tahap uji coba alat ukur merupakan kenalan dari peneliti dan juga dari teman peneliti. Dengan mengandalkan hubungan sosialisasi yang baik terhadap sanak keluarga, tetangga, dan teman, peneliti memperoleh informasi mengenai subjek yang tepat dan bersedia untuk terlibat dalam penelitian ini.

Alat ukur explanatory style adalah kuesioner yang dibuat dalam bentuk skala yang disusun sendiri oleh peneliti menurut ketiga dimensi explanatory style. Skala ini terdiri dari 30 butir pernyataan dengan 4 pilihan jawaban yang disusun mengikuti blue print yang telah ditentukan terlebih dahulu. Blue print untuk skala explanatory style dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Blue print Skala Explanatory Style Sebelum Uji Coba

No. Dimensi Explanatory Style Nomor Aitem Total Persentase

1. Permanence Stabil 1, 7, 13, 19, 25 5 16.67% Tidak Stabil 4, 10, 16, 22, 28 5 16.67% 2. Pervasiveness Global 5, 11, 17, 23, 29 5 16.67% Spesifik 2, 8, 14, 20, 26 5 16.67% 3. Personalization Internal 3, 9, 15, 21, 27 5 16.67% Eksternal 6, 12, 18, 24, 36 5 16.67%

Total 30 100%

Dari uji coba yang telah dilakukan dengan menggunakan skala ini, maka selanjutnya akan ditentukan besarnya koefisien reliabilitas dan indeks daya beda aitem. Nilai reliabilitas yang diperoleh untuk dimensi permanence adalah sebesar 0.849 dengan indeks daya beda aitem bergerak dari 0.159 sampai dengan 0.753. Indeks daya beda aitem yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 0.300. Oleh karena itu, untuk perhitungan dimensi permanence terdapat 1 aitem yang gugur, yakni aitem ke-25. Dengan demikian, perlu dilakukan kembali analisis


(53)

diperoleh adalah sebesar 0.866 dengan indeks daya beda aitem bergerak dari 0.474 sampai dengan 0.726. Dari hasil perhitungan ini dapat dilihat bahwa 9 aitem telah lolos dan dapat diikutsertakan dalam penelitian.

Nilai reliabilitas yang diperoleh untuk dimensi pervasiveness adalah sebesar 0.886 dengan indeks daya beda aitem bergerak dari 0.431 sampai dengan 0.696. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa semua aitem lolos dan dapat digunakan pada skala penelitian.

Nilai reliabilitas untuk dimensi personalization adalah sebesar 0.762 dengan indeks daya beda aitem bergerak dari 0.288 sampai dengan 0.597. Untuk aitem yang memiliki indeks daya beda aitem di bawah 0.300 tidak dapat diloloskan dan harus dibuang. Setelah dilakukan analisis lanjutan, maka nilai reliabilitas yang diperoleh adalah 0.766 dengan indeks daya beda aitem bergerak dari 0.432 sampai dengan 0.560. Dari hasil ini dapat dilihat bahwa ada sebanyak 7 aitem yang layak digunakan untuk penelitian ini.

Dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan dari calon responden penelitian, maka peneliti memutuskan untuk tidak menggunakan semua aitem yang telah dinyatakan lolos. Peneliti merancang blue print baru untuk skala penelitian dengan hanya memasukkan 10 butir pernyataan. Adapun kesepuluh pernyataan tersebut diambil dari setiap dimensi explanatory style dengan indeks daya beda aitem tertinggi. Blue print untuk skala yang akan digunakan untuk penelitian dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.


(54)

Tabel 2. Blue Print Skala Explanatory Style Setelah Uji Coba

No. Dimensi Explanatory Style Nomor Aitem Total Persentase

1. Permanence Stabil 7 1 10%

Tidak Stabil 16, 28 2 20%

2. Pervasiveness Global 11, 29 2 20%

Spesifik 20 1 10%

3. Personalization Internal 9, 27 2 20%

Eksternal 18, 24 2 20%

Total 10 100%

Setelah dilakukan perhitungan terhadap nilai koefisien reliabilitas yang memenuhi standar ukur, maka peneliti melakukan penomoran aitem yang baru untuk kuesioner penelitian yang akan digunakan. Penomoran baru untuk kuesioner penelitian dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Blue Print Skala Explanatory Style yang Digunakan dalam Penelitian

No. Dimensi Explanatory Style Nomor Aitem Total Persentase

1. Permanence Stabil 1 1 10%

Tidak Stabil 4, 10 2 20%

2. Pervasiveness Global 3, 9 2 20%

Spesifik 6 1 10%

3. Personalization Internal 2, 8 2 20%

Eksternal 5, 7 2 20%

Total 10 100%

E. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Prosedur pelaksanaan penelitian ini terdiri dari empat tahap. Ketiga tahap tersebut meliputi tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, serta tahap pengolahan data penelitian.


(55)

1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Pembuatan alat ukur

Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa skala explanatory style yang disusun berdasarkan tiga dimensi explanatory style. Skala ini terdiri dari 30 pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu STS (sangat tidak sesuai), TS (tidak sesuai), S (sesuai), SS (sangat sesuai). Penyusunan skala ini dilakukan dengan proses operasionalisasi setiap dimensi ke dalam bentuk pernyataan yang disusun menurut blue print yang telah dirancang sebelumnya.

b. Uji coba alat ukur

Setelah alat ukur dikonstruksi, maka tahap yang akan dilakukan selanjutnya adalah tahap uji coba alat ukur. Uji coba alat ukur dilakukan pada tanggal 11 Februari 2011 sampai dengan 24 Februari 2011. Uji coba dilakukan kepada 51 orang responden yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk terlibat dalam penelitian ini. Setelah uji coba selesai dilaksanakan, maka tahap selanjutnya adalah menghitung nilai koefisien reliabilitas untuk setiap dimensi explanatory style. Selain itu, juga perlu dilakukan perhitungan terhadap besarnya indeks daya beda aitem per dimensinya. Aitem yang tidak memenuhi standar kriteria yang telah ditetapkan akan dibuang. Aitem yang digunakan hanya aitem yang memiliki indeks daya beda aitem ≥ 0.30.


(56)

c. Revisi alat ukur

Setelah melakukan uji coba aitem, maka peneliti menguji validitas dan reliabilitas aitem. Selanjutnya peneliti akan menyusun aitem-aitem tersebut ke dalam alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini. Dengan mempertimbangkan segala hal yang berkaitan dengan calon responden penelitian, peneliti hanya menggunakan 10 pernyataan pada alat ukur yang akan digunakan. Alat ukur dalam penelitian ini dibuat dalam kertas berukuran A4 dengan menggunakan huruf Times New Roman ukuran 14.

2. Tahap Pelaksanaan

Setelah proses revisi alat ukur selesai dilakukan, maka peneliti akan melaksanakan penelitian ini pada sampel berupa individu yang menderita penyakit kanker. Penelitian ini dilakukan mulai tanggal 3 Maret 2011 sampai dengan 16 Maret 2011. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala yang telah disusun sedemikian rupa sesuai dengan dimensi pada explanatory style. Peneliti menjumpai calon responden penelitian di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi di Kota Medan. Selain itu, peneliti juga membagikan skala ini kepada sanak keluarga dan tetangga yang didiagnosis dokter menderita penyakit kanker. Untuk mencapai target jumlah responden penelitian, maka peneliti meminta bantuan dari teman dan kenalan peneliti untuk mendapatkan informasi mengenai calon responden penelitian yang memenuhi kriteria. Pada akhirnya dapat terkumpulkan 62 orang responden yang bersedia turut serta dalam penelitian ini.


(57)

3. Tahap Pengolahan Data

Setelah diperoleh data dari alat ukur explanatory style, maka tahap selanjutnya akan dilakukan pengolahan data. Pengolahan data dimulai dengan mengkategorisasikan setiap reponden penelitian sesuai dengan pola explanatory style yang ditunjukkan. Setelah pengkategorisasian selesai dilakukan, maka peneliti mengolah data yang telah diperoleh tersebut secara deskriptif untuk setiap data kontrol yang dipertimbangkan dalam penelitian ini. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS version 15.0 for windows.

F. METODE ANALISA DATA

Untuk mendapatkan skor dari skala explanatory style akan digunakan statistik deskriptif. Hadi (2000) menyatakan bahwa uraian kesimpulan dalam penelitian deskriptif didasari oleh angka yang diolah tidak terlalu mendalam. Data yang diolah berupa skor minimum, skor maksimum, mean, dan standar deviasi. Dari data yang telah diperoleh maka peneliti dapat memperoleh gambaran mengenai explanatory style yang ditunjukkan oleh penderita kanker di Kota Medan.


(58)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab berikut ini akan diuraikan mengenai keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan. Penguraian hasil penelitian akan dimulai dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian, kemudian dipaparkan mengenai hasil penelitian, yang mencakup analisa dan interpretasi data, serta pembahasan.

A. ANALISA DATA

1. Gambaran Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan 62 orang penderita penyakit kanker yang menunjukkan kesediaan mereka untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Subjek penelitian ini kemudian akan dikelompokkan bedasarkan jenis penyakit kanker, stadium penyakit kanker, jangka waktu penerimaan diagnosa kanker dengan waktu penelitian, jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan per bulan, status pernikahan, agama, dan suku/ras.

a. Pengelompokan Subjek berdasarkan Jenis Penyakit Kanker yang Diderita

Pengelompokan subjek berdasarkan jenis penyakit kanker yang diderita dibagi menjadi 7 kategori, yakni kanker pada sistem reproduksi (terdiri dari kanker serviks, kanker payudara, dan kanker prostat), kanker pada sistem pernafasan (terdiri dari kanker paru-paru, kanker sinus, kanker hidung, kanker nasofaring, dan kanker laring), kanker pada sistem pencernaan dalam (terdiri dari


(59)

kanker colon, kanker gaster, dan kanker colonrectal), kanker pada sistem pencernaan mulut (terdiri dari kanker mulut, kanker palatum, dan kanker lidah), kanker otak, kanker hati, dan kanker tulang. Penyebaran subjek dapat dilihat pada grafik 1 berikut ini.

0 5 10 15 20 25

Jenis Kanker

Grafik 1. Penyebaran Subjek berdasarkan Jenis Penyakit Kanker

CR CPF CPD CPM C.Otak C.Hati C.Tulang

Keterangan:

CR = Kanker pada sistem reproduksi CPF = Kanker pada sistem pernafasan

CPD = kanker pada sistem pencernaan bagian dalam tubuh CPM = kanker pada sistem perncernaan mulut

b. Pengelompokan Subjek berdasarkan Stadium Penyakit Kanker

Pengelompokan subjek berdasarkan stadium penyakit kanker terdiri dari 3 kategori, yakni stadium dua, stadium tiga, dan stadium empat. Penyebaran subjek penelitian dilihat pada grafik 2 berikut ini.


(60)

0 5 10 15 20 25

Stadium Kanker

Grafik 2. Penyebaran Subjek berdasarkan Stadium Penyakit Kanker

Stadium 2 Stadium 3 Stadium 4

c. Pengelompokan Subjek Berdasarkan Jangka Waktu

Adapun yang dimaksud dengan jangka waktu dalam penelitian ini adalah rentang waktu antara penerimaan diagnosa kanker hingga waktu pengambilan data. Berdasarkan lamanya waktu menerima diagnosa kanker, maka subjek penelitian dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yakni 0-12 bulan, 13-24 bulan, 25-36 bulan, dan 37-48 bulan. Penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada grafik 3 berikut ini.


(61)

0 5 10 15 20 25

Jangka Waktu

Grafik 3. Penyebaran Subjek berdasarkan Jangka Waktu Penerimaan Diagnosa Kanker

0-12 bln 13-24 bln 25-36 bln 37-48 bln

d. Pengelompokan Subjek berdasarkan Jenis Kelamin

Pengelompokan subjek berdasarkan jenis kelamin terdiri dari 2 kategori, yakni laki-laki dan perempuan. Penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada grafik 4 berikut ini.

29 29.5 30 30.5 31 31.5 32

Jenis Kelamin

Grafik 4. Penyebaran Subjek berdasarkan Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan


(62)

e. Pengelompokan Subjek berdasarkan Usia

Pengelompokan subjek berdasarkan usia terdiri dari 3 kategori (Papalia, Olds, & Feldman, 2007), yakni usia dewasa muda (20 – 39 tahun), usia dewasa madya (40 – 64 tahun), dan usia dewasa akhir (65 tahun ke atas).

0 5 10 15 20 25 30 35

Usia

Grafik 5. Penyebaran Subjek berdasarkan Usia

Dewasa Muda Dewasa Madya Dewasa Akhir

f. Pengelompokan Subjek berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

Pengelompokkan subjek berdasarkan tingkat pendidikan terakhir terdiri dari 5 kategori, yakni tidak sekolah, SD, SMP, SMA, dan Sarjana (mencakup S1 dan S2). Penyebaran subjek dapat dilihat pada grafik 6 berikut ini.


(63)

0 5 10 15 20

Tingkat Pendidikan

Grafik 6. Penyebaran Subjek berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir

Tidak Sekolah SD

SMP SMA Sarjana

g. Pengelompokan Subjek berdasarkan Pekerjaan

Pengelompokan subjek berdasarkan jenis pekerjaan terdiri dari 6 kategori, yakni tidak bekerja, Wiraswasta, Karyawan Swasta, Guru, dan lain-lain. Penyebaran subjek dapat dilihat pada grafik 7 berikut ini.

0 5 10 15 20 25

Jenis Pekerjaan

Grafik 7. Penyebaran Subjek berdasarkan Jenis Pekerjaan

Tidak Bekerja Wiraswasta Karyawan Swasta Guru


(64)

h. Pengelompokan Subjek berdasarkan Penghasilan per Bulan

Pengelompokkan subjek berdasarkan jumlah penghasilan per bulan dibagi menjadi 4 kategori, yakni tidak berpenghasilan, di bawah 1 juta (< 1 juta), antara 1 juta – 2 juta , dan di atas 2 juta (> 2 juta). Penyebaran subjek dapat dilihat pada grafik 8 berikut ini.

0 5 10 15 20 25

Jumlah Penghasilan

Grafik 8. Penyebaran Subjek berdasarkan Jumlah Penghasilan per Bulan

(-) penghasilan < 1 juta

1-2 juta > 2juta

i. Pengelompokan Subjek berdasarkan Status Pernikahan

Pengelompokan subjek berdasarkan status pernikahan terdiri dari 3 kategori, yakni menikah, tidak menikah, dan lain-lain. Penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada grafik 9 berikut ini.


(65)

0 10 20 30 40 50

Status Pernikahan

Grafik 9. Penyebaran Subjek berdasarkan Status Pernikahan

Menikah

Tidak Menikah Dan Lain-Lain

j. Pengelompokan Subjek berdasarkan Agama

Dilihat dari perbedaan agama dan keyakinan yang dianut, maka pengelompokan subjek dibagi ke dalam 4 kategori, yakni Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Buddha. Penyebaran subjek dapat dilihat pada grafik 10 berikut ini.

0 5 10 15 20 25

Agama

Grafik 10. Penyebaran Subjek berdasarkan Agama

Islam Kristen Protestan Kristen Katolik Buddha


(66)

k. Pengelompokan Subjek berdasarkan Suku/Ras

Berdasarkan keanekaragaman suku pada masyarakat, maka pengelompokan subjek dibagi ke dalam 6 kategori, yakni Batak, Jawa, Aceh, Padang, Melayu, dan Tionghoa. Penyebaran subjek dapat dilihat pada grafik 11 berikut ini.

0 5 10 15 20

Suku/Etnis

Grafik 11. Penyebaran Subjek berdasarkan Suku/Etnis

Batak Jawa Aceh Padang Melayu Tionghoa

2. Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan bertujuan untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan penelitian. Dalam hal ini, maka data yang diperoleh dari penelitian ini akan memberikan gambaran mengenai explanatory style yang ditunjukkan oleh penderita kanker dalam menghadapi penyakit kanker yang diderita. Penguraian hasil penelitian ini akan dimulai dari hasil pengujian normalitas, gambaran explanatory style dilihat dari setiap dimensinya, kemudian gambaran explanatory style yang ditunjukkan oleh penderita kanker.


(1)

Lampiran 10 Hasil Uji Normalitas Data Penelitian

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Total

N 62

Normal

Parameters(a,b)

Mean 15.95

Std. Deviation 7.785 Most Extreme

Differences

Absolute .133

Positive .133

Negative -.129

Kolmogorov-Smirnov Z 1.044

Asymp. Sig. (2-tailed) .226

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.


(2)

Lampiran 11 Alat Ukur Explanatory Style

RAHASIA

No. Urut


(3)

KATA PENGANTAR

Medan, Maret 2011 Dengan Hormat,

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata-1 di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya membutuhkan sejumlah data penelitian yang hanya akan saya peroleh dengan adanya kerjasama dengan Anda dalam mengisi alat ukur ini.

Saya mohon kesediaan Anda meluangkan waktu sejenak untuk mengisi alat ukur ini. Adapun alat ukur ini disusun dengan beberapa pernyataan yang masing-masing memiliki pilihan jawaban sesuai dengan tingkatannya. Saya sangat mengharapkan agar Anda memberikan jawaban yang terbuka dan apa adanya.

Tidak ada jawaban yang salah dalam pengisian kuesioner ini. Jawaban dianggap benar sepanjang Anda mengisinya sesuai dengan diri Anda. Semua jawaban dan identitas Anda akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Cara menjawab kuesioner ini akan dijelaskan di dalam petunjuk pengisian kuesioner, kemudian periksalah kembali jawaban Anda.

Atas partisipasi dan ketulusan Anda, saya mengucapkan terima kasih. Hormat Saya,


(4)

Petunjuk Pengisian

Sebelum mulai mengerjakan, isilah identitas diri Anda pada kolom yang disediakan. Bacalah setiap pernyataan di bawah ini dengan seksama. Kemudian berikan jawaban Anda pada setiap pernyataan tersebut dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang tersedia.

Adapun pilihan jawaban tersebut adalah: STS = Sangat Tidak Setuju TS = Tidak Setuju

S = Setuju

SS = Sangat Setuju

Setiap orang mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak ada jawaban yang benar atau salah dari pernyataan tersebut. Karena itu, pilihlah jawaban yang paling sesuai dengan diri Anda.

Perhatikan contoh di bawah ini!

No. Pernyataan STS TS S SS

1. Seiring berjalannya waktu, kondisi kesehatan saya semakin membaik.

X


(5)

DATA RESPONDEN

Jenis Kanker : ... Stadium : ... Waktu Menerima Diagnosa : ...

Jenis Kelamin : Lk / Pr

Usia : ... Pendidikan Terakhir : ... Pekerjaan : ... Penghasilan per Bulan : di bawah Rp 1.000.000,-

Rp 1.000.000,00 – Rp 2.000.000,00 di atas Rp 2.000.000,-

Status Pernikahan : Menikah Tidak Menikah

dan lain-lain ... Agama : ... Suku/Ras : ...


(6)

Berilah tanda silang (X) pada kolom yang sesuai dengan diri Anda!

No. Pernyataan STS TS S SS

1.

Pengobatan yang saya jalani tidak dapat menyembuhkan penyakit saya.

2.

Kondisi fisik saya memang lemah sehingga mudah terserang penyakit.

3.

Penyakit yang saya derita menghambat saya untuk melakukan banyak hal yang saya inginkan.

4.

Saya akan sembuh dari penyakit yang sedang saya derita ini.

5.

Penyakit yang saya derita sifatnya memang sudah turun temurun dari keluarga saya.

6.

Penyakit yang saya derita tidak merusak keharmonisan keluarga saya.

7.

Lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat membuat saya menjadi sakit.

8.

Saya menyesal karena sebelum ini saya tidak mau menerapkan pola hidup sehat.

9.

Penyakit yang saya derita ini menyulitkan saya untuk melakukan aktivitas sehari-hari.