Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Peranan Dinas Pendapatan Daerah dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Hiburan Sebagai Pendapatan Asli Daerah PAD Kota Medan.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana Peranan Dinas Pendapatan Daerah dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Hiburan Sebagai Pendapatan Asli Daerah PAD Kota Medan.”
1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “Peranan
Dinas Pendapatan Daerah dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak Hiburan Sebagai Pendapatan Asli Daerah PAD Kota Medan.”
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1.
Sebagai masukansumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah setempat khususnya bagi Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan untuk mampu membantu
meningkatkan pendapatan asli daerah PAD khusunya pajak hiburan. 2.
Sebagai sarana bagi penulis untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir secara sistematis dan teoritis dalam memecahkan suatu permasalahan secara
Universitas Sumatera Utara
objektif dan kritis melalui karya ilmiah sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang bersifat teruji dan berguna.
1.5 Kerangka Teori
Kerangka teori ini diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab itu merupakan pedoman berpikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seseorang peneliti harus terlebih dahulu
memiliki suatu kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Selanjutnya, menurut Hoy dan Miskel
dalam Sugiyono, 2009:54 menyebutkan bahwa teori adalah seperangkat konsep, asumsi, dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku
dalam berbagai organisasi. Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.5.1 Kebijakan Publik 1.5.1.1 Konsep Kebijakan Publik
Secara umum, istilah kebijakan atau policy dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor misalnya: seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga
pemerintah atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat digunakan dan relatif memadai untuk keperluan pembicaraan biasa,
namun menjadi kurang memadai untuk pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik. Oleh karena itu diperlukan batasan atau
konsep kebijakan publik yang lebih tepat.
Universitas Sumatera Utara
Robert Eyestone mengatakan bahwa kebijakan publik adalah hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya, sedangkan Thomas Dye berpendapat kebijakan publik
adalah pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dikutip dari Abidin, 2002:20.
Defenisi yang lebih tepat dikemukakan oleh James Anderson mengemukakan: Menurut Anderson, kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang
ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian
pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan kebijakan dari keputusan yang
merupakan pilihan di antara berbagai alternatif yang ada. Anderson, 1997:41.” Secara umum kebijakan adalah keputusan yang dibuat pemerintah atau lembaga berwenang
untuk memecahkan masalah atau mewujudkan tujuan yang diinginkan masyarakat. Adapaun beberapa ciri umum dari sebuah kebijakan yang dikemukakan oleh
Anderson dalam Abidin, 2002: 41 dimana ciri ini diperlukan untuk membedakan kebijakan dengan keputusan biasa dalam birokrasi pemerintah. Kebijakan adalah
keputusan, namun tidak semua keputusan adalah kebijakan. Ciri-ciri tersebut adalah antara lain:
1. Setiap kebijakan harus ada tujuannya, artinya pembuatan suatu kebijakan tidak boleh
sekedar asal buat atau karena kebetulan ada kesempatan membuatnya. Bila tidak ada tujuan maka tidak perlu kebijakan.
Universitas Sumatera Utara
2. Kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain, tetapi berkaitan
dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat, dan berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi dan penegakan humum.
3. Kebjakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa yang ingin atau diniatkan
akan dilakukan pemerintah. 4.
Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan.
5. Kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk memaksa
masyarakat mematuhinya.
1.5.1.2 Jenis-Jenis Kebijakan Publik
Secara tradisional, pakar ilmu politik mengkategorikan kebijakan publik kedalam kategori: 1 kebijakan substantif seperti kebijakan perburuhan, kesejahteraan sosial, hak-hak sipil,
masalah luar negeri, 2 kelembagaan seperti kebijakan legislatif, yudikatif, departemen, 3 kebijakan menurut kurun waktu tertentu seperti kebijakan masa Orde Baru, Reformasi dan
Orde Lama. Sedangkan James Anderson mengelompokkan kebijakan publik sebagai berikut :
1. kebijakan substantif vs kebijakan prosedural. Kebijakan substantif adalah kebijakan
yang menyangkut apa yang dilakukan oleh pemerintah, seperti kebijakan subsidi BBM, kebijakan Raskin. Sedangkan kebijakan prosedural adalah bagaimana
kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan, misalnya kebijakan yang berisi kriteria orang disebut miskin dan bagaimana prosedur untuk memperoleh raskin.
Universitas Sumatera Utara
2. kebijakan distributif vs kebijakan regulatori vs re-distributif. Kebijakan distributif
menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada masyarakat atau segmen masyarakat tertentu atau individu, seperti kebijakan subsidi BBM dan kebijakan
obat generik. Kebijakan regulator adalah kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok masyarakat, seperti kebijakan
Ijin Mendirikan Bangunan, kebijakan pemakaian helm bagi pengendara motor. Sedangkan kebijakan re-distributif adalah kebijakan yang mengatur alokasi
kekayaan, pendapatan, pemilikan, atau hak-hak di antara berbagai kelompok dalam masyarakat, seperti kebijakan pajak progresif, kebijakan asuransi kesehatan gratis
bagi orang miskin. 3.
Kebijakan material vs kebijakan simbolis. Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya konkrit pada kelompok sasaran,
misalnya kebijakan raskin. Sedangkan kebijakan simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok sasaran, misalnya kebijakan libur
hari besar agama. 4.
kebijakan yang berhubungan dengan barang umum dan barang privat. Kebijakan barang umum adalah kebijakan yang bertujuan mengatur pemberian barang atau
pelanyanan publik misalnya kebijakan membangun jalan, kebijakan pertahanan dan keamanan. Kebijakan barang privat adalah kebijakan yang mengatur penyediaan
barang atau pelayanan untuk pasar bebas, misalnya pelayanan pos, parkir umum dan perumahan.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1.3 Proses Kebijakan Publik
Proses kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut nampak dalam
serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Sedangkan aktivitas
perumusan masalah, forecasting, rekomendasi kebjakan, monitoring dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.1 Proses Kebijakan Publik
Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan
Sumber: Dunn, dikutip dari Subarsono, 2005: 9 Perumusan
Masalah
Forecasting
Rekomendasi Kebijakan
Monitoring Kebijakan
Evaluasi Kebijakan
Universitas Sumatera Utara
Tahap pertama, Penyusunan Agenda Yaitu suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah.
Mengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah-
masalah publik harus dikenali dan didefenisikan dengan baik pula. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu,
seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh kebijakan publik dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat menjadi pertanyaan yang menarik dalam evaluasi
kebijakan publik. Namun demikian, apakah pemecahan masalah tersebut memuaskan atau tidak bergantung pada ketepatan masalah-masalah publik tersebut dirumuskan. Namun
merumuskan masalah publik yang benar dan tepat tidaklah mudah karena sifat masalah publik yang sangat kompleks. Karena itu perlu diketahui karektiristik dari masalah publik
yaitu: 1.
Saling ketergantungan antara berbagai masalah. Suatu masalah publik bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi saling terkait antara satu masalah dengan
masalah yang lain. 2.
Subjektifitas dari masalah kebijakan. Masalah kebijakan adalah hasil pemikiran dalam konteks lingkungan tertentu. Oleh karena itu, suatu fenomena yang dianggap
masalah dalam lingkungan tertentu, bisa jadi bukan masalah untuk lingkungan yang lain.
3. Artificiality masalah. yakni suatu fenomena dianggap sebagai masalah karena
adanya keinginan manusia unuk mengubah situasi.
Universitas Sumatera Utara
4. Dinamika masalah kebijakan. Solusi terhadap masalah selalu berubah, masalah
yang sama belum tentu dapat dipecahkan dengan kebijakan yang sama kalau konteks lingkungannya berbeda. Demikian juga masalah yang sama belum tentu
dapat dipecahkan dengan kebijakan yang sama kalau waktunya berbeda. Kemudian agar pembuat kebijakan dapat merumuskan masalahnya dengan benar dan tepat,
maka ada tujuh tahap dalam merumuskan masalah yaitu pertama pikirkan kenapa suatu gejala dianggap sebagai masalah, kemudian tetapkan batasan masalah yang akan
dipecahkan, kumpulkan fakta dan informasi yang berhubungan dengan masalah yang telah ditetapkan, rumuskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, identifikasi variabel-variabel
yang mempengaruhi masalah, tunjukkan biaya dan manfaat dari masalah yang hendak diatasi, dan terakhir rumuskan masalah kebijakannya dengan baik Patton dan Sawicki
dalam Subarsono, 2005: 32.
Tahap Kedua, Formulasi Kebijakan Yaitu proses perumusan pilihan-pilihan atau alternatif kebijakan oleh pemerintah.
Pada tahap ini yang terpenting adalah proses forecasting, yaitu kegiatan untuk menentukan informasi faktual tentang situasi di masa depan atas dasar informasi yang ada sekarang.
Karena dari forecasting akan diketahui seperti apa kondisi sosial, ekonomi, dan politik dimasa depan, kemudian dapat dilakukan intervensi melalui kebijakan pemerintah. Karena
itu para pembuat kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan pada masa sekarang. Tujuan dari
forecasting adalah memberikan informasi mengenai kebijakan dimasa depan dan
Universitas Sumatera Utara
konsekuensinya, melalui kontrol dan intervensi kebijakan guna mempengaruhi perubahan, sehingga akan mengurangi resiko yang lebih besar.
Pada tahap ini juga dilakukan pengembangan terhadap alternatif-alternatif kebijakan dan menentukan kriteria seleksi terhadap berbagai alternatif yang ditawarkan untuk kemudian
dipilih dan ditetapkan sebagai kebijakan yang selanjutnya akan dilaksanakan untuk tujuan memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Dalam mengembangkan berbagai alternatif
kebijakan, pembuat kebijakan dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi. Sedangkan kriteria seleksi untuk menetapkan
satu kebijakan diantara alternatif yang ada, ada beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan yaitu kesesuaian dengan visi dan misi organisasi karena kebijakan
berfungsi sebagai instrumen untuk mencapai visi dan misi organisasi, kemudian applicable atau dapat diimplementasikan sesuai dengan sumber daya yang ada, mampu
mempromosikan pemerataan dan keadilan pada masyarakat, dan mendasarkan pada kriteria penilaian yang jelas dan transparan sehingga dapat diverifikasi oleh publik.
Tahap Ketiga, Adopsi Kebijakan Yaitu proses untul melakukan pilihan terhadap berbagai alternatif kabijakan
berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses pemilihan alternatif kebijakan membutuhkan perhatian yang cermat agar para pembuat kebijakan tidak terjebak
pada pilihan yang hanya untuk kepentingan kelompok tertentu. Aspek rasionalitas dan aseptabilitas dari sebuah alternatif merupakan pertimbangan yang utama dalam memilih
alternatif kebijakan disamping pertimbangan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Tahap Keempat, Implementasi Kebijakan Setelah dipilih satu kebijakan dari berbagai alternatif yang direkomendasikan, tahap
selanjutnya adalah mengimplementasikan kebijakan tersebut dalam kehidupan nyata. Karena tanpa pelaksanaan, suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tidak
bermakna dalam kehidupan bermasyarakat. Implementasi kebijakan adalah alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja
bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh empat faktor utama
internal dan faktor utama eksternal. Faktor utama internal meliputi kebijakan yang akan dilaksanakan dan faktor-faktor pendukung, sedangkan faktor utama eksternal adalah
kondisi lingkungan dan pihak-pihak terkait.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.2 Keterkaitan Antar Faktor
Sumber: Abidin, 2004: 192 Kondisi kebijakan adalah faktor yang paling dominan dalam proses pelaksanaan, karena
yang dilaksanakan justru kebijakan itu sendiri. Pada tingkat pertama, berhasil tidaknya pelaksanaan suatu kebijakan ditentukan oleh dua hal yaitu kualitas kebijakan dan ketepatan
strategi pelaksanaan. Ada enam hal faktor pendukung yaitu sumber daya manusia, keuangan, logistik, informasi, legitimasi, dan partisipasi. Sedangkan faktor lingkungan
meliputi lingkungan sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi, dukungan Faktor-Faktor Utama Internal
Kebijakan Publik
Kondisi Lingkungan Pihak Terkait
Faktor-Faktor Utama Eksternal
Faktor-Faktor Pendukung
Universitas Sumatera Utara
publik terhadap sebuah kebijakan, dan lain-lain. Dan pihak terkait adalah para stakeholder yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan tersebut.
Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan monitoring agar kesalahan-kesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan perbaikan sehingga mengurangi resiko yang
lebih besar. Adapun tujuan dari monitoring adalah menjaga agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan dan sasaran, menemukan kesalahan sedini
mungkin sehingga mengurangi resiko yang lebih besar dan melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil monitoring mengharuskan untuk itu.
Tahap Kelima, Penilaian Kebijakan Tahap terakhir dari proses kebijakan publik adalah penilaian kebijakan atau
evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan, sejauhmana kebijakan tersebut mencapai sasaran dan tujuannya, juga berguna untuk
memberikan input bagi kebijakan yang akan datang supaya lebih baik. Ada enam langkah yang dilakukan dalam evaluasi kebijakan yang dikemukakan oleh Suchman dalam
Winarno, 2002: 196 yaitu: mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi, analisis terhadap masalah, deskripsi dan standarisasi kegiatan, pengukuran terhadap tingkatan
perubahan yang terjadi, menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain, dan terakhir menetapkan beberapa
indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak. Adapun indikator untuk menilai keberhasilan suatu kebijakan yang dikemukakan aleh Dunn
dalam Subarsono, 2005: 126, yaitu: 1.
Efektinitas; apakah hasil yang diinginkan telah tercapai.
Universitas Sumatera Utara
2. Kecukupan; seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah.
3. Pemerataan; apakah biaya dan manfaat telah didistribusikan merata kepada
kelompok masyarakat yang berbeda? 4.
Responsivitas; apakah hasil kebijakan memuat preferensinilai kelompok dan dapat memuaskan mereka?
5. Ketepatan; apakah hasil yang dicapai bermanfaat?
1.5.2 Implementasi Kebijakan
Tahap implementasi sangat penting dalam setiap pengambilan kebijakan. Suatu kebijakan yang telah dipilih dan ditetapkan tidak akan ada artinya bila tidak
diimplementasikan atau dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Selain itu juga tidak akan dapat dievaluasi apakah kebijakan tersebut sudah tapat atau belum untuk menyelesaikan
masalah, karena pada dasarnya setiap kebijakan diambil untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Namun berhasil tidaknya sebuah kebijakan dalam
pengimplementasiannya juga tidak terlepas dari banyak variabel yang mempengaruhinya, dimana masing-masing variabel tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lain. Ada
beberapa teori dari para ahli mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan yaitu sebagai berikut:
1. Teori George C. Edwards III 1980
Dalam pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Faktor
komunikasi penting karena apa yang menjadi tujuan dan sasaran dari kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran sehingga akan mengurangi distorsi
Universitas Sumatera Utara
implementasi. Sedangkan sumber daya berfungsi dalam melakukan kebijakan, karena walaupun kebijakan telah dikomunikasikan namun bila kekurangan sumber daya,
implementasi tidak akan berjalan efektif. Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran atau sifat demokratis. Bila
implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan. Untuk struktur
organisasi, salah satu aspeknya yang penting adalah adanya prosedur operasi yang standar standard operating procedurs atau SOP. SOP menjadi pedoman bagi setiap
implementor dalam bertindak. Dan strutur organisasi yang terlalu panjang juga akan melemahkan pengawasan dan menimbulkan prosedur birokrasi yang rumit dan
kompleks.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.3 Faktor Penentu Implementasi menurut Edwards III
2. Teori Merilee S. Grindle 1980
Keberhasilan implementasi menurut dipengaruhi oleh dua variabel besar yakni isi kebijakan dan lingkungan implementasi. Variabel isi kebijakan ini mencakup sejauh
mana kepentingan kelompok sasaran termuat dalam isi kebijakan, jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran, sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah
kebijakan, dan apakah letak suatu program sudah tepat, serta apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan terakhir apakah sebuah program
didukung oleh sumber daya yang memadai. Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup seberapa besar kekuasaan, kepentingan, strategi yang dimiliki oleh para aktor
yang terlibat dalam implementasi kebijakan, karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa, tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Struktur Organisasi Disposisi
Sumber Daya Implementasi
Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.4 Implementasi sebagai Proses Politik dan Administrasi
3. Teori Daniel A. Mazmanian dan A. Sabatier 1983
Ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi menurut teori ini, yaitu karakteristik dari masalah, karakteristik kebijakan, dan variabel
lingkungan, yang turunannya diuraikan pada gambar berikut ini.
Tujuan Kebijakan
Tujuan yang dicapai
Program aksi dan proyek individu
yang didesain d
did i
Program yang dilaksanakan susuai
Mengukur Keberhasilan
Implementasi Kebijakan dipengaruhi oleh:
A. Isi Kebijakan 1.Kepentingan Kelompok
2.Tipe Manfaat 3.Derajat perubahan yang
diinginkan 4.Letak pengambilan keputusan
5.Pelaksanaan program 6.Sumber daya yang dilibatkan
B. Lingkingan Implementasi 1.Kekuasaan, kepentingan dan
strategi aktor yang dilibatkan 2.Karakteristik lembaga dan rejim
yang berkuasa
Hasil Kebijakan: 1.Dampak pada
masyarakat, individu, dan
kelompok 2.Perubahan dan
penerimaan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1.5 Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Proses Implementasi
4. Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn 1975
Teori ini mengemukakan lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar
Mudahtidaknya masalah dikendalikan
1.Kesulitan teknis 2.Keragaman perilaku kelompok
sasaran 3.Prosentasi kelompok sasaran
dibanding jumlah populasi 4.Ruang lingkup perubahan
perilaku yang diinginkan
Kemampuan kebijaksanaan untuk menstrukturkan proses
implementasi 1.Kejelasan dan konsistensi
tujuan 2.Digunakannya teori kausal yang
memadai 3.Ketetapan alokasi sumber daya
4.Keterpaduan hirarki dalam dan antara lembaga pelaksana
5.Rekruitmen pejabat pelaksana 6Akses formal pihak luar
Variabel di luar kebijaksanaan yang mempengaruhi proses
implementasi 1.Kondisi sosio, ekonomi dan
teknologi 2.Dukungan public
3.Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok pemilih
4.Dukungan dari pejabat atasan 5.Komitmen dan keterampilan
kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana
Tahap-tahap dalam proses implementasi Output kebijakan
kepatuhan kelompok daya nyata
dampak Output
perbaikan dari badan-badan
sasaran terhadap output kebijakan
kebijakan mendasar
Universitas Sumatera Utara
organisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana, dan kondisi sosial,
ekonomi dan politik.
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir, karena bila kabur maka akan menimbulkan multiinterpretasi dan mudah menimbulkan
konflik di antara para agen implementasi.
Gambar 1.6 Model Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn
5. Teori G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli1983
Teori Cheema dan Rondinelli digunakan untuk analisis implementasi program- program pemerintah yang bersifat desentralisis, dengan empat kelompok variabel yang
dapat mempengaruhi kinerja dan dampak suatu program, sebagai berikut:
Ukuran dan tujuan
Sumber daya Karakteristik
badan pelaksana
Lingkungan ekonomi, social dan politik
Disposisi pelaksanaa
Komunikasi antarorganosasi dan kegiatan pelaksanaan
Kinerja implementasi
Universitas Sumatera Utara
a. Kondisi lingkungan; yang terdiri dari faktor tipe sistem politik, struktur
pembuat kebijakan, karakteristik struktur politik lokal, kendala sumber daya, sosiokultural, derajat keterlibatan para penerima program, tersedianya
infrastruktur fisik yang cukup.
b. Hubungan antarorganisasi; terdiri dari kejelasan dan konsistensi sasaran
program, pembagian fungsi antarinstansi yang pantas, standarisasi prosedur perencanaan, anggaran, implementasi dan evaluasi, ketepatan, konsistensi
dan kualitas komunikasi antarinstansi, efektivitas jejaring untuk mendukung
program.
c. Sumber daya organisasi; terdiri dari kontrol terhadap sumber dana,
keseimbangan antara pembagian anggaran dan kegiatan program, ketepatan alokasi anggaran, pendapatan yang cukup untuk pengeluaran, dukungan
pemimpin politik pusat dan lokal, komitmen birokrasi. d.
Karakteristik dan kapabilitas instansi pelaksana; terdiri dari keterampilan teknis, manajerial dan politis tugas, kemampuan untuk mengkoordinasi,
mengkontrol dan mengintegrasikan keputusan, dukungan dan sumber daya politik instansi, sifat komunikasi internal, hubungan yang baik antara
instansi dengan pihak diluar pembuat dan NGO, kualitas pemimpin instansi yang bersangkutan, komitmen petugas terhadap program, kedudukan
instansi dalam hirarki sistem administrasi. e.
Kinerja dan dampak; yang terdiri dari tingkat sejauhmana program dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan, adanya perubahan kemampuan
administrai pada organisasi lokal, berbagai keluaran dan hasil yang lain.
Universitas Sumatera Utara
6. Teori David L. Weimer dan Aidan R. Vining 1999
Dalam pandangan teori ini, ada tiga kelompok variabel dasar yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program yakni logika kebijakan,
lingkungan tempat kebijakan dioperasikan, dan kemampuan implementor kebijakan.
Logika dari suatu kebijakan dimaksudkan agar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal dan mendapat dukungan teoritis. Ini berarti bahwa isi dari suatu kebijakan
ataun program harus mencakup berbagai aspek yang dapat memungkinkan kebijakan ataun program tersebut dapat diimplementasikan pada tataran praktis. Sedang variabel
lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan karena disetiap tempat memiliki kondisi lingkungan yang
berbeda yang mencakup kondisi sosial budaya, politik, hukum, ekonomi, hankam dan fisik atau geografis, sehingga kebijakan yang sama belum tentu menghasilkan dampak
yang sama ditempat yang berbeda. Keberhasilan suatu kebijakan juga dipengaruhi oleh kemampuan implementor yaitu tingkat kompetensi dan keterampilan mereka.
I.5.3 Konsep Evaluasi I.5.3.1 Definisi Mengenai Evaluasi Kebijakan
Chandler Plano dalam Tangikilisan 2003:1 berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan
masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya Dye dalam Subarsono 2005:2, mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan. Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyerap dinamika
Universitas Sumatera Utara
sosial dalam masyarakat, yang akan dijadikan acuan perumusan kebijakan agar tercipta
hubungan sosial yang harmonis.
Dari beberapa definisi kebijakan publik di atas, dapat dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan: 1 keputusan atau aksi bersama yang dibuat oleh pemilik wewenang
pemerintah; 2 berorientasi pada kepentingan publik dengan dipertimbangkan secara matang terlebih dahulu baik buruknya dampak yang ditimbulkan; 3 untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu; 4 “kebijakan publik adalah aksi pemerintah dalam
mengatasi masalah dengan memperhatikan untuk siapa, untuk apa, kapan, dan bagaimana?
Dalam pelaksanaannya, kebijakan publik ini harus diturunkan dalam serangkaian petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang berlaku internal dalam birokrasi.
Sedangkan dari sisi masyarakat, yang penting adalah adanya suatu standar pelayanan publik, yang menjabarkan pada masyarakat apa pelayanan yang menjadi haknya, siapa
yang bisa mendapatkannya, apa persyaratannnya, juga bagaimana bentuk layanan itu. Hal ini akan mengikat pemerintah negara sebagai pemberi layanan dan masyarakat sebagai
penerima layanan. Fokus politik pada kebijakan publik mendekatkan kajian politik pada administrasi negara, karena satuan analisisnya adalah proses pengambilan keputusan
sampai dengan evaluasi dan pengawasan termasuk pelaksanaannya.
Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, Dunn dalam
Tangikilisan 2003:7 mengemukakan bahwa ada beberapa tahap analisis yang harus
dilakukan yaitu penetapan agenda kebijakan agenda setting, formulasi kebijakan policy formulation, adopsi kebijakan policy adoption, isi kebijakan policy implementation,
dan evaluasi kebijakan policy assesment.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu yang menjadi hal yang terpenting dalam kebijakan adalah evaluasi. Menurut Charles 1996:25 mengemukakan bahwa ”evaluation is an activity which can
contribute greatly to the understanding and improvement of policy development and implementation” evaluasi adalah kegiatan yang dapat menyumbangkan pengertian yang
besar nilainya dan dapat pula membantu penyempurnaan pelaksanaan kebijakan beserta
perkembangannya.
Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah
evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran appraisal, pemberian angka rating, dan penilaian assement, kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan
dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produk informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebikjakan. Ketika hasil kebijakan pada
kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan atau sasaran. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa kebijakan atau program telah
mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan-
kebijakan dibuat jelas atau diatasi.
Jones dalam Tangkilisan 2003:25 mengemukakan bahwa evaluasi suatu kebijakan publik berarti dilakukan peninjauan ulang untuk mendapatkan perbaikan dan dampak yang
tidak diinginkan.
Selanjutnya Ripley dalam Tangkilisan 2003:26 mengemukakan bahwa evaluasi yang dilakukan terhadap proses implementasinya, kemudian bagaimana kepatuhan dari
kelompok-kelompok ketika proses implementasi berlangsung, dan terakhir bagaimana
prospek ke depan dan dampak kebijakan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
I.5.3.2 Tujuan Evaluasi
Dalam Subarsono 2005:120, Evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci
sebagai berikut:
1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat diketahui
derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. 2.
Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.
3. Mengukur tingkat keluaran outcome suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi
adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengeluaran atau output dari suatu kebijakan.
4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan
untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif. 5.
Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi betujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara
membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target. 6.
Sebagai bahan masukan input untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan yang lebih
baik. Untuk keperluan jangka panjang dan untuk keberlanjutan sustainable suatu
program evaluasi sangat diperlukan. Dengan evaluasi, kebijakan-kebijakan ke depan akan lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Berikut ini diberikan beberapa
argumen perlunya evaluasi:
Universitas Sumatera Utara
1. Untuk mengetahui tingkat efektivitas suatu kebijakan yakni seberapa jauh suatu
kebijakan mencapai tujuannya. 2.
Mengetahui apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal. Dengan melihat tingkat efektivitasnya, maka dapat disimpulkan apakah suatu kebijakan berhasil atau gagal.
3. Memenuhi aspek akuntabilitas publik. Dengan melakukan penilaian kinerja suatu
kebijakan, maka dapat dipahami sebagai bentuk pertanggungjawaban pemerintah. 4.
Menunjukkan pada stakeholders manfaat suatu kebijakan. Apabila tidak dilakukan evaluasi terhadap suatu kebijakan, para stakeholders, terutama kelompok sasaran
tidak mengetahui secara pasti manfaat dari sebuah kebijakan atau program. 5.
Agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Pada akhirnya, evaluasi kebijakan bermanfaat untuk memberikan masukkan bagi proses pengambilan kebijakan yang
akan datang agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebaliknya, dari hasil evaluasi diharapkan dapat ditetapkan kebijakan yang lebih baik.
Melihat pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi kebijakan adalah tahapan yang dilakukan setelah kebijakan publik tersebut diimplementasikan dimana hal ini
tentunya dalam rangka menguji tingkat kegagalan dan keberhasilan, keefektifan, keefisiensinya.
I.5.3.3 Tipe Evaluasi
Berbicara mengenai jenis atau tipe kebijakan, Heath dalam Tangkilisan 2003:27 membedakan evaluasi kebijakan publik atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tipe evaluasi proses process Evaluation, dimana evaluasi dilakukan dengan
memusatkan perhatian pada pertanyaan bagaimana program dilaksanakan? how did the program operate?
Tipe evaluasi dampak impact evaluation, dimana evaluasi dilakukan untuk
menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah dicapai dari program? What did the program do?
Tipe evaluasi strategi strategic evaluation, dimana evaluasi ini bertujuan untuk
mencari jawaban atas pertanyaan bagaimana program dapat dilaksanakan secara efektif, untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat dibanding dengan
program-program lain yang ditujukan pada masalah yang sama sesuai dengan topik mengenai kebijakan publik.
Menurut Kelman dalam Tangkilisan 2003:25 terdapat 4 jenis evaluasi sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Evaluasi kecocokan appropriateness menguji dan mengevaluasi hasil kebijakan
yang sedang dilakukan apakah layak untuk diteruskan, dan bagaimana prospek kebijakan alternatif yang dibutuhkan untuk mengganti kebijakan ini? Elemen yang
penting pada jenis evaluasi ini adalah mengkaji aktor pelaksana kebijakan antara pemerintah dan sektor privat.
Evaluasi efektivitas menguji dan menilai apakah tindakan kebijakan program
yang dilakukan menghasilkan dampak yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan, dan apakah yang diraih dapat terwujud, apakah biaya dan manfaatnya sebanding.
Universitas Sumatera Utara
Evaluasi efisiensi, dengan menggunakan kriteria ekonomis dengan melakukan
perbandingan antara input yang dipergunakan dengan output yang dihasilkan, apakah sumber daya yang digunakan berjalan secara efisiensi dan mampu mencapai
hasil yang optimal.
Meta evaluasi, menguji dan menilai proses itu sendiri, dengan menguji dan menilai
proses evaluasi itu sendiri, dengan menguji apakah evaluasi yang dilakukan oleh lembaga yang berkometen dan bekerja secara profesional dan objektif, apakah
evaluasi yang dilakukan bersifat sensitif terhadap nilai sosial yang dianut oleh masyarakat pada kelompok sasaran, dan apakah evaluasi tersebut menghasilkan
laporan pada agenda kebijakan yang akan datang. Jenis evaluasi kecocokan, efektivitas, dan efisiensi mungkin memerlukan investigasi yang
mendalam sebelum sampai pada kesimpulan akhir. Ini berarti bahwa evaluasi sebagaimana pembuatan kebijakan juga membutuhkan data dan informasi yang komplit dan akurat
berkaitan dengan implementasi kebijakan publik tertentu. Pengukuran evaluasi tersebut mengacu pada empat indikator pokok yaitu indikator input, process, outputs, dan outcomes.
1.5.4 Pendapatan Asli Daerah 1.5.4.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintahan
daerah yang berotonom diharapkan mampu mengatur dan mengurus sendiri urusan-urusan pemerintahan yang menjadi urusan pada setiap pemerintahan lokal local government yang
Universitas Sumatera Utara
menjalankannya. Setiap pemerintahan daerah yang berotonomi harus mampu menggali sumber keuangan daerahnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh The Liang Gie:
“Pada prinsipnya daerah otonom harus dapat membiayai sendiri semua kebutuhan sehari-hari yang rutin. Apabila untuk kebutuhan itu daerah masih mengandalkan
bantuan keuangan dari pusat, maka sesungguhnya daerah itu tidak otonom lagi. Otonomi yang diselenggarakannya tidak ada artinya karena umumnya akan
mengikuti irama datangnya dan banyaknya bantuan dari pusat, serta syarat-ayarat yang dikaitkan pada bantuan itu. Dengan demikian daerah itu tidak dapat dikatakan
mempunyai kehidupan sendiri.”
Di antara berbagai jenis penerimaan daerah yang menjadi sumber daya sepenuhnya dapat dikelola oleh daerah adalah Pendapatan Asli Daerah PAD, maka untuk itu upaya
peningkatan Pendapatan Asli Daerah perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah baik secara intensifikasi maupun secara ekstensifikasi dengan maksud agar daerah
tidak terlalu mengandalkan atau mengantungkan harapan pada pemerintah tingkat pusat, tetapi harus mampu secara mendiri dalam menggali dan mencari sumber-sumber
penerimaan daerah sesuai dengan cita-cita otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Koswara 2000:50 menyatakan bahwa ciri utama yang menunjukkan suatu daerah
otonomi mampu berotonom terletak pada kemampuan keuangan daerah. Maksudnya adalah daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan sendiri. Mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada
pemerintah pusat harus diusahakan seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung dengan kebijakan
perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan daerah.
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan Asli daerah merupakan salah satu komponen sumber penerimaan keuangan daerah, di samping penerimaan lain berupa dana perimbangan, pinjaman daerah,
dan lain-lain penerimaan yang sah, dan juga sisa anggaran tahun sebelumnya dapat ditambahkan sebagai sumber pendanaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Keseluruhan bagian penerimaan tersebut setiap tahun tercermin dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD. Meskipun Pendapatan Asli Daerah PAD tidak
seluruhnya dapat membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD, tetapi proporsi PAD terhadap total penerimaan tetap merupakan indikasi “derajat kemandirian”
keuangan suatu pemerintah daerah Santoso, 1995:20.
1.5.4.2 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan
Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain
asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas
desentralisasi. Ahmad Yani, 2002:51 Sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Universitas Sumatera Utara
Dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah PAD daerah dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi
dan dilarang menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan eksporimpor. Yang
dimaksud dengan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan biaya tinggi adalah peraturan daerah yang mengatur pengenaan pajak dan retribusi oleh daerah terhadap
objek-objek yang telah dikenakan pajak oleh pusat dan provinsi sehingga menyebakan menurunnya daya saing daerah. Pungutan yang dapat menghambat kelancaran mobilitas
penduduk, lalu lintas barang, dan jasa antar daerah dan kegiatan eksporimpor misalnya retribusi izin masuk kota dan pajakretribusi atas pengeluaranpengiriman barang dari satu
daerah ke daerah lain. Ahmad Yani, 2002:52
1.5.5 Pajak 1.5.5.1 Pengertian Pajak
Menurut Andriani, sebagaimana dikutip oleh Santoso Brohodihardjo, pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan,yang terhutang oleh wajib pajak menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pajak merupakan sumber keuangan pokok bagi daerah, disamping retribusi daerah. Mustaqiem, 2008:43
Menurut Rochmat Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan jasa
Universitas Sumatera Utara
imbalan kontrafertasi yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Mardiasmo, 2006:126
Jadi, dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pajak dipungut berdasarkan undang-undang yang pelaksanaannya dapat dipaksakan. Dalam pembayaran pajak tidak
dapat ditunjukkan adanya kontrafersi individual oleh pemerintah. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pajak diperuntukkan atau
dipergunakan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya terdapat surplus digunakan untuk membiayai pengeluaran publik.
1.5.5.2 Pajak Daerah
Pajak Daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerah dan pembangunan daerah. Ahmad Yani,
2002:45 Undang-undang
No.28 Tahun
2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
menguraikan bahwa pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutama oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mengambil imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun jenis-jenis pajak kabupatenkota menurut undang-undang No.28 Tahun 2009 tersebut adalah:
a. Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
Universitas Sumatera Utara
b. Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh resroran.
c. Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.
d. Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.
e. Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang
dihsilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. f.
Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan atau
permukaan bumi untu dimanfaatkan. g.
Pajak parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir dalam badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan
sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. h.
Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah. i.
Pajak sarang burung wallet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan atau pengusahaan sarang burung wallet.
j. Pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan adalah pajak atas bumi dan atau
bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan
pertambangan. k.
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan BPHTB.
Universitas Sumatera Utara
1.5.5.3 Pajak Hiburan
Pajak hiburan adalah objek atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu pajak hiburan dapat pula diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan daerah. Pengenaan
pajak hiburan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Untuk dapat diterapkan maka suatu daerah itu kabupaten atau kota pemerintah
daerah setempat harus mengeluarkan peraturan daerah tentang pajak hiburan yang manjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pungutan pajak
hiburan didaerah kabupaten dan daerah yang bersangkutan. Marihot Siahaan, 2005:297 Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua
jenis pertunjukkan, permainan ketangkasan, dan atau keramaian denagn norma dan bentuk apapun, yang ditonton atau dapat dinikmati setiap orang dengan dipungut bayaran tidak
termasuk pungutan fasilitas untuk berolah raga Prakosa, 2003:119.
1.5.5.4 Objek Pajak Hiburan
Menurut Peraturan Daerah Kota Medan No. 12 Tahun 2003 Tentang Pajak Daerah Kota Medan, Objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan dengan dipungut
bayaran, tidak termasuk penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat dan kegiatan
keagamaan. Prakosa, 2003:120 Adapun objek pajak hiburan antara lain sebagai berikut pertunjukan film,
pertunjukan kesenian, pertunjukan pegelaran, penyelenggaraan diskotik, musik hidup, karaoke, klab malam, ruang musik, music room , klub exsekutif axsecutif club dan
sejenisnya, permainan billiar dan sejenisnya, permainan ketangkasan, termasuk mesin
Universitas Sumatera Utara
keping dan sejenisnya, panti pijat dan mandi uap, pertandingan olah raga, penyelenggaraan tempat-tempat wisata, taman rekreasi, seluncur ice skate, kolam pemancingan, pasar
malam, sirklus, komedi putar yang digerakkan dengan peralaatan elektronik, kereta pesiar dan sejenisnya, dan pertunjukan dan keramaian dan sejenisnya Marihot Siahaan, 2003 :
300. Penyelenggaraan hiburan yang dikenakan pajak adalah penyelenggaraan hiburan
yang memungut bayaran. Setiap penyelenggaraan hiburan harus mendapat izin tertulis dari bupatiwalikota. Pengajuaan izin harus diajukan secara tertulis sesuai dengan tata cara yang
ditetapkan oleh kepala daerah. Izin-izin tersebut tidak dapat dipindah tangankan, kecuali atas seizin kepala daerah. Hal ini terkait dengan kewajiban perpajakan, yaitu
penyelenggaraan hiburan tersebut merupakan wajib pajak yang harus memenuhi kewajiban perpajakan di bidang pajak hiburan Marihot Siahaan, 2005:301.
1.5.5.5 Subjek Pajak Hiburan
Sesuai dengan keputusan Menteri Dalam Negeri No.43 Tahun 1999 Tentang System Dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Dan Penerimaan
Pendapatan Lain-Lain. Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi dan badan yang dapat dikenakan pajak daerah yang menyelenggarakan hiburan.
1.5.5.6 Peranan Dinas Pendapatan Daerah
Peranan merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan oleh seseorang. Pengharapan semacam itu merupakan suatu norma yang dapat mengakibatkan terjadinya
suatu peranan. Pada tingkat organisasi berlaku bahwa semakin kita dapat memehami
Universitas Sumatera Utara
konsep peranan, maka semakin kita dapat memahami tepatnya keselarasan atau integrasi anyara tujuan dan organisasi Thoha, 1998:80
Menurut Soekanto 1997:204 peran adalah aspek dinamis dari kedudukan status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kadudukannya,
maka dia menjalankan suatu peran. Peranan diatur oleh norma-norma yang dihubungkan dengan posisi.
Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam kehidupan bermasyarakat. Dari pengertian di atas peranan dapat diartikan sebagai perilaku
individu yang penting sebagai sosial masyarakat. Sehubungan dengan Intruksi Menteri Dalam Negeri KUPD No.71241-10 Tentang
Penyeragaman Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah di seluruh Indonesia, maka pemerintah daerah Kota Medan berdasarkan PERDA No.12 Tahun 2003 menyesuaikan
atau membentuk struktur organisasi Dinas Pendapatan Daerah yang baru. Di dalam struktur organisasi Dispenda yang baru ini dibentuklah seksi-seksi administrasi Dinas Pendapatan
Daerah serta bagian tata usaha yang membawahi tiga kepala sub bagian yang merupakan sub sektor perpajakan, retribusi daerah, dan pendapatan daerah lainnya yang merupakan
kontribusi yang cukup penting bagi Pemerintah Daerah dalam mendukung serta memelihara hasil-hasil pembangunan dari peningkatan pendapatan daerah.
Peranan Dinas Pendapatan dalam meningkatkan pajak hiburan sebagai PAD dapat dilihat dari tugas dan fungsinya yang diatur di dalam Instruksi Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I Sumatera Utara No.188.342790SK1991 Tentang Pelaksanaan PERDA, yaitu:
Tugas Pokok:
Universitas Sumatera Utara
1. Dinas Pendapatan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang
pungutan pajak, retribusi, dan pendapatan daerah lainnya yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Daerah melalui Sekretaris Daerah. 2.
Dinas Pendapatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang pendapatan daerah dan melaksanakan tugas pembantuan
sesuai dengan bidang tugasnya.
Fungsi:
1. Merumuskan dan melaksankan kebijakan teknis di bidang pendapatan daerah;
2. Melakukan pembukuan dan pelaporan atas pekerjaan penagihan pajak daerah,
retribusi daerah dan penerimaan asli daerah lainnya, serta penagihan Pajak Bumi dan Bangunan;
3. Melaksanakan koordinasi dibidang pendapatan daerah dengan unit dan instansi
terkait dalam rangka penetapan besarnya pajak dan retribusi; 4.
Melakukan penyuluhan pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan daerah lainnya serta PBB;
5. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya;
6. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.
1.6 Defenisi Konsep
Defenisi konsep merupakan unsur penelitian yang penting untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti Singarimbun, 1993:33. Selain itu tujuan
adanya konsep adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang
Universitas Sumatera Utara
diteliti. Maka untuk mendapatkan batasan yang jelas, penulis menggunakan defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Peranan Dinas Pendapatan Daerah dalam meningkatkan penerimaan pajak hiburan
sebagai PAD Pendapatan Asli Daerah adalah bagaimana dinas tersebut melaksanakan tugas dan fungsinya yang berhubungan dengan penerimaan pajak dan
diatur di dalam Instruksi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara No.188.342790SK1991 Tentang Pelaksanaan PERDA.
Adapun yang dinilai adalah: a.
Siapa saja yang bertanggung jawab secara langsung dalam pemungutan pajak?
b. Bagaimana sistem yang dilakukan dalam melakukan pemungutan?
c. Apa saja usaha-usaha yang dilakukan dalam peningkatan penerimaan pajak
hiburan? 2.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapatkan jasa imbalan kontrafertasi yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
3. Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksaakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Menurut Dasril Munir, dkk 2004:144-145 adapun indikator yang digunakan di dalam
pajak daerah adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Hasil Yield, memadai tidaknya hasil pajak daerah dengan kaitan dalam
berbagai layanan yang dibayarnya, stabilitas, juga perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut.
b. Keadilan equity dasar pajak dan kewajiban harus dan tidak sewenang-
wenang, pajak bersangkutan harus adil secara horisontal, artinya beban pajak harus sama benar antara berbagai kelompok yang berbeda beda tetapi
dengan kedudukan ekonomi yang sama. c.
Daya guna ekonomi economic efeciency, pajak hendaknya mendorong atau setidak-tidaknya tidak menghambat penggunaan sumber daya secara
berdaya guna dalam kehidupan ekonomi. d.
Kemampuan melaksanakan ability to implement suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan dari sudut keamanan politik dan kemauan tata usaha.
e. Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah suitability as a local
revenue source, ini baerarti haruslah jelas kepada daerah mana pajak harus dibayar dan tempat-tempat akhir beban pajak.
4. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan adalah semua
jenis pertunjukan, permainan, permainan ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun, yang ditonton atau dapat dinikmati setiap orang dengan
dipungut bayaran tidak termasuk pungutan fasilitas untuk berolah raga. 5.
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
Universitas Sumatera Utara
dipisahkan dan pendapatan lain asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam
pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Ahmad Yani, 2002:51
Universitas Sumatera Utara
BAB II METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan bentuk penelitian deskriptif dengan analisis data kualitatif. Dengan bentuk deskriptif ini
diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang peranan dinas pendapatan daerah dalam upaya peningkatan penerimaan pajak hiburan sebagai sumber pendapatan asli
daerah.
2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan yang beralamat di Jalan Karya Jasa Medan, Sumatera Utara.
2.3 Informan Penelitian
enelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan
sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian tidak ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan berbagai
informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi tiga macam, 1 informan kunci Key Informan, yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki
berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, 2 informan uatama, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, dan 3 informan
Universitas Sumatera Utara